Disusun untuk memenuhi salah satu nilai tugas mata kuliah Pendidikan Multikultural
Dosen Pengampu :
Dr. Suratno, M. Pd.
Rombel H
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Teori Pendidikan Multikutural” dengan
tepat waktu. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Pendidikan Multikultural.
Selain itu, makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan dan pemahaman bagi para
pembaca dan penulis.
Selanjutnya, terimakasih penulis sampaikan kepada Dr. Suratno, M. Pd. selaku dosen
Mata Kuliah Pendidikan Multikultural serta semua pihak yang telah membantu hingga makalah
ini selesai.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu,
penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun guna kesempurnaan makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam dunia modern seperti saat ini, perkembangan kebudayaan antar suatu
bangsa kian meningkat. Selain dari terjadinya perkembangan, terjadi pula persaingan antar
budaya dimana antar budaya bangsa tersebut saling mempengaruhi. Sehingga dengan
keadaan seperti itu perlu adanya pemahaman terhadap budaya-budaya yang saling
mempengaruhi. Salah satu cara pemahaman terhadap adanya akulturasi budaya yaitu
Multikultur atau lebih terkhusus pada Pendidikan Multikultur. Dengan adanya pendidikan
multikultural inilah kita dapat memahami tentang keragaman budaya yang ada di dunia
serta pengaruh-pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat global. Adapun yang
menjadi dasar adanya pendidikan multikultural yaitu adanya nilai kesadaran akan arti
penting dari keragaman budaya sehingga perlu adanya pembelajan mengenai hal tersebut
sedangkan salah satu yang menjadi tujuan dari pendidikan multkultural yaitu
perkembangan literasi etnis dan budaya masyarakat global pada umumnya.
Pada prinsipnya pendidikan multikutural adalah menghargai perbedaan, dimana
kebudayaan melakukan ekspresi. Para pakar memiliki visi yang berbeda dalam
memandang multikultural. Para pakar memiliki tekanan yang beragam dalam memahami
fenomena multikultural. Ada yang tetap mempertahankan adanya dominasi kelompok
tertentu hingga yang benar-benar menekankan pada multikultural. Pada Makalah ini kita
akan membahas mengenai berbagai teori Pendidikan Multikultural yang dikemukakan
oleh para ahli.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana teori pendidikan multikultural menurut Horace Kallen?
2. Bagaimana tiga kelompok yang terlibat dalam pembahasan pendidikan multikultural
menurut James A. Banks?
3. Bagaimana teori pendidikan multikultural menurut Bill Martin?
4. Bagaimana teori pendidikan multikultural menurut Martin J. Back Matustik?
5. Bagaimana teori pendidikan multikultural meunut Judith M. Green?
C. Tujuan
1. Dapat mengetahui teori pendidikan multikultural menurut Horace Kallen.
1
2. Dapat mengetahui tiga kelompok yang terlibat dalam pembahasan pendidikan
multikultural menurut James A. Banks.
3. Dapat mengetahui teori pendidikan multikultural menurut Bill Martin.
4. Dapat mengetahui teori pendidikan multikultural menurut Martin J. Back Matustik.
5. Dapat mengetahui teori pendidikan multikultural menurut Judith M. Green.
2
BAB 2
PEMBAHASAN
3
B. Teori Pendidikan Multikultural menurut James A. Bank
Jika Horace Kallen perintis teori multikultur, maka James A. Banks dikenal sebagai
perintis Pendidikan Multikultur. Jadi penekanan dan perhatiannya difokuskan pada
pendidikannya. Banks yakin bahwa sebagian dari pendidikan lebih mengarah pada
mengajari bagaimana berpikir daripada apa yang dipikirkan. Ia menjelaskan bahwa siswa
harus diajar memahami semua jenis pengetahuan, aktif mendiskusikan konstruksi
pengetahuan (knowledge construction) dan interpretasi yang berbeda-beda. Siswa juga
perlu disadarkan bahwa di dalam pengetahuan yang dia terima itu terdapat beraneka ragam
interpretasi yang sangat ditentukan oleh kepentingan masing-masing. Bahkan interpretasi
itu nampak bertentangan sesuai dengan sudut pandangnya. Siswa seharusnya diajari juga
dalam menginterpretasikan sejarah masa lalu dan dalam pembentukan sejarah
(interpretations of the history of the past and history in the making) sesuai dengan sudut
pandang mereka sendiri. Mereka perlu diajari bahwa mereka sebenarnya memiliki
interpretasi sendiri tentang peristiwa masa lalu yang mungkin penafsiran itu berbeda dan
bertentangan dengan penafsiran orang lain.
Misalnya, mengapa sampai terjadi perang Diponegoro pada tahun 1825-1830.
Salah satu sebab kemunculannya adalah pembangunan jalan yang melintasi makam di
daerah Tegal rejo, Yogyakarta yang secara kultural sangat dihormati oleh masyarakat
sekitar pada waktu itu. Dari sudut pandang Belanda tindakan Diponegoro itu dianggap
sebagai pemberontakan dan sudut pandang penguasa waktu itu dianggap sebagai upaya
perebutan kekuasaan dari seorang putera selir yang dalam kultur Jawa kedudukannya tidak
setinggi putera permaisuri. Namun sudut pandang apa pun yang digunakan sebagai motif
yang melatar belakanginya perang Diponegoro, namun sebagai sebuah bangsa dan
komitmen kita sebagai putera bangsa, kita memandang perjuangan Pangeran Diponegoro
itu sebagai perjuangan seorang putra daerah yang ingin memerdekakan diri dari penjajahan
bangsa asing.
Siswa harus belajar mengidentifikasi posisinya sendiri sebagai putera bangsa yang
sedang dijajah, kepentingannya yang ingin memerdekakan diri, asumsi dan filsafat
idealnya. Dengan demikian dia akan mengetahui bagaimana sejarah itu terjadi dan
menjadikan hal yang terjadi itu sebagai sejarah.
Singkatnya, siswa harus menjadi pemikir kritis (critical thinkers) dengan selalu
menambah pengetahuan dan ketrampilan, disertai komitmen yang tinggi. Semuanya itu
diperlukan untuk berpartisipasi dalam tindakan demokratis. Dengan landasan ini, mereka
4
dapat membantu bangsa ini mengakhiri kesenjangan antara ideal dan realitas
(Banks,1993).
Di dalam The Canon Debate, Knowledge Construction, and Multicultural
Education, Banks mengidentifikasi tiga kelompok cendekiawan yang berbeda dalam
menyoroti keberadaan kelompok-kelompok budaya di Amerika Serikat.
1. Tradisionalis Barat
Tradisionalis Barat, seperti halnya dengan kelompok pluralisme budaya dari Horace
Kallen, meyakini bahwa budaya yang dominan dari peradaban Barat yaitu kelompok
White, Anglo Saxon dan Protestan perlu dipresentasikan secara menonjol di sekolah.
Kelompok ini beranggapan bahwa mereka berada dalam posisi terancam dan
berbahaya karena mengenyampingkan kelompok feminis, minoritas dan reformasi
multikultural yang lain. Namun tidak seperti kelompok Pluralisme Budaya Horace
Kallen, tradisionalis Barat masih sedikit memberi perhatian pada pengajaran
keanekaragaman atau multikultur.
2. Afrosentris
Kelompok kedua ini menolak kebudayaan Barat secara berlebihan,. Kelompok ini
beranggapan bahwa pengabaian kelompok lain itu memang benar terjadi dan
kelompok ini berpendapat bahwa sejarah dan budaya orang Afrika lah yang
seharusnya menjadi sentral dari kurikulum agar semua siswa dapat mempelajari
peranan Afrika dalam perkembangan peradaban Barat. Afrosentris juga meyakini
bahwa sejarah dan budaya orang Afrika seharusnya menjadi sentral dalam
kurikulum untuk memotivasi siswa Afrika Amerika dalam belajar.
3. Multikulturalis
Kelompok ini percaya bahwa pendidikan seharusnya direformasi untuk lebih
memberi perhatian pada pengalaman orang kulit berwarna dan wanita. Kelompok
ini sekarang sedang berkembang dan sedang memperjuangkan posisinya di tengah
dominasi kelompok yang sudah mapan.
Implementasi dimensi pendidikan multikultural dari pemikiran James A. Banks
sesuai dengan realitas masyarakat Indonesia. Pengembangan dimensi pendidikan
multikultural berdasarkan pemikiran James A. Bank dapat dijabarkan menjadi 14 point
utama yang dapat dijadikan sebagai acuan guru dalam proses pembelajaran, sesuai dengan
realitas masyarakat Indonesia. Pengembangan dimensi pendidikan multikultural yang
dapat dilakukan oleh guru dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Pengetahuan mengajar multikultural;
5
2. Pengetahuan sejarah salah satu budaya;
3. Peka terhadap sikap rasis siswa;
4. Integrasi kultur melalui gambar;
5. Melihat siswa sudah mengenal perbedaan;
6. Ketepatan dalam memilih konten materi pembelajaran;
7. Menstimulasi siswa melalui media visual dan audiovisual;
8. Membangun iklim diskusi menarik di kelas;
9. Memberikan referensi yang sedang membahas kontroversi suatu kelompok;
10. Peka terhadap perkembangan siswa;
11. Melihat siswa sebagai pemenang;
12. Melibatkan orang tua dalam proses pendidikan;
13. Menggunakan teknik pembelajaran kooperatif; dan
14. Melibatkan siswa dalam setiap kegiatan kelas atau sekolah.
C. Teori Pendidikan Multikultural menurut Bill Martin
Dalam tulisannya yang berjudul Multiculturalism: Consumerist or
Transformational?, Bill Martin menulis, bahwa keseluruhan isu tentang multikulturalisme
memunculkan pertanyaan tentang “perbedaan” yang nampak sudah dilakukan berbagai
teori filsafat atau teori sosial. Sebagai agenda sosial dan politik, jika multikulturalisme
lebih dari sekedar tempat bernaung berbagai kelompok yang berbeda, maka harus benar-
benar menjadi ‘pertemuan’ dari berbagai kelompok itu yang tujuannya untuk membawa
pengaruh radikal bagi semua umat manusia lewat pembuatan perbedaan yang radikal
(Martin, 1998: 128).
Seperti halnya Banks, Martin menentang tekanan dari afrosentri dan tradisionalos
barat. Martin menyebut afrosentris dan tradisionalis barat itu sebagai “consumerist
multiculturalism” bukan “konsumeris” tetapi “transformational, yang memerlukan
kerangka kerja. Martin mengatakan bahwa dismping isu tentang kelas sosial, ras, etnis dan
pandangan lain berbeda, diperlukan komunikasi tentang berbagai segi pandangan yang
berbeda. Masyarakat harus memiliki visi kolektif tipe baru dari perubahan sosial menuju
multikulturalisme yaitu visi yang muncul lewat transformasi. Martin memandang perlu
adanya perubahan yang mendasar diantara kelompok-kelompok budaya itu sampai
diketemukan adanya visi baru yang dimiliki dan dikembangkan bersama. Untuk mencapai
tujuan itu sangatlah dibutuhkan adanya komunikasi antar berbagai segi pandang yang
berbeda. Mengapa ini penting? Karena selama ini masing-masing kelompok bersikap
6
tertutup terhadap kelompok yang lain dan tidak ada komunikasi tanpa prasangka diantara
kelompok-kelompok yang ada.
7
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Menurut Nurgiyantoro dan Thobroni (2010:158-
167), ada tujuh nilai yang mencerminkan sikap multikulturalisme, antara lain :
1. Solidaritas dan Persaudaraan
Solidaritas sosial dan Persaudaraan sosial merupakan hal yang penting dalam
masyarakat multikultural. Terbangunnya persaudaraan dan solidaritas sosial
dilandasi adanya sikap saling memahami dan menahan diri apabila terjadi persoalan.
Konflik umumnya terjadi diantara orang atau kelompok bersaudara.
2. Kesetaraan Gender
Keragaman merupakan suatu kekayaan dalam masyarakat yang perlu didorong
dengan tradisi hidup setara, termasuk setara dalam berbagai peran kehidupan
berdasarkan jenis kelamin, fisik maupun sosial.
3. Nilai Kekeluargaan
Masyarakat yang multikultural juga dibentuk oleh keluarga yang seharusnya
memiliki pengetahuan multikultural. Keluarga ini sendiri juga tidak akan luput dari
beragam persoalan, kepentingan, dan semacamnya meskipun anggota- anggotanya
masih memiliki ikatan darah.
4. Penghormatan terhadap Tata Susila
Unsur multikulturalisme lain yang dapat ditemukan dalam cerita ialah perlunya
penghormatan terhadap nilai-nilai atau tata susila yang berkembang ditengah
kehidupan masyarakat. Susila berarti tingkah laku atau kelakuan baik yang harus
menjadi pedoman hidup manusia. Dengan demikian, kesusilaan merupakan suatu
keadaan yang dapat memenuhi kebutuhan anggota masyarakat tanpa melukai
kepentingan orang lain, juga dihadapkan dengan sikap mampu menghormati antar
individu.
5. Merasa Cukup dalam Hidup
Masyarakat multikultural cenderung berada dalam kondisi yang stabil, kohesif,
hidup yang nyaman dalam dirinya, jika memenuhi syarat tertentu. Syarat tersebut
meliputi sebuah struktur yang didasarkan pada kesepakatan, hak konstitusional yang
dapat diterima secara kolektif, sebuah negara yang adil dan memiliki sebuah
kebudayaan umum yang terbentuk secara multikultur dan pendidikan multikultur,
serta pandangan identitas nasional yang plural dan inklusif. Diantara hal tersebut
tidak ada yang mampu memenuhi dirinya sendiri.
6. Perdagangan Terbuka
8
Kehidupan masyarakat multikultural tidak akan dapat dibebaskan dari unsur
ekonomi, salah satunya tradisi berdagang. Ditengah-tengah keberagaman
masyarakat, mereka yang terlibat dalam kegiatan jual-beli juga dituntut untuk
menghormati dan menghargai keberagaman itu.
7. Berbagi dan Kontrol Kekuasaan
Kekuasaan dalam pandangan masyarakat merupakan kepercayaan yang diberikan
oleh masyarakat dari Tuhan kepada sosok yang dianggap mampu mengembannya.
Tujuan dari kekuasaan itu sendiri adalah untuk memakmurkan dan
mensejahterahkan masyarakat baik lahir maupun batin. Adanya pandangan seperti
kekuasaan bukanlah sesuatu yang perlu diperebutkan karena dianggap sebagai
sebuah tanggung jawab yang maha berat.
9
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Horace Kallen merupakan seorang perintis teori multikultural yaitu budaya
pluralisme. Ia menggambarkan pluralisme budaya dengan definisi operasional sebagai
menghargai berbagai tingkat perbedaaan, tetapi masih dalam batas-batas menjaga
persatuan nasional.
Jika Horace Kallen perintis teori multikultur, maka James A. Banks dikenal sebagai
perintis Pendidikan Multikultur. Jadi penekanan dan perhatiannya difokuskan pada
pendidikannya. Banks yakin bahwa sebagian dari pendidikan lebih mengarah pada
mengajari bagaimana berpikir daripada apa yang dipikirkan. Dalam pembahasan
pendidikan multikultural menurut James A. Banks terdapat tiga kelompok yang
terlibat,yaitu : tradisionalis barat, afrosentri, dan multikulturalis.
Menurut Bill Martin masyarakat harus memiliki visi kolektif tipe baru dari
perubahan sosial menuju multikulturalisme yaitu visi yang muncul lewat transformasi.
Martin memandang perlu adanya perubahan yang mendasar diantara kelompok-kelompok
budaya itu sampai diketemukan adanya visi baru yang dimiliki dan dikembangkan
Bersama.
Martin J. Beck Matustik berpendapat bahwa perdebatan tentang masyarakat
multikultural di masyarakat Barat berkaitan dengan norma/tatanan. Matustík mengatakan
bahwa teori multikulturalisme meliputi berbagai hal yang semuanya mengarah kembali ke
liberalisasi pendidikan dan politik Plato, filsuf Yunani.
Menurut Green, hampir di semua negara memiliki kondisi multikultural, satu hal
yang perlu dicatat untuk hidup dalam masyarakat yang multikultur harus berinteraksi,
berjuang, dan kerjasama anatar budaya.
B. Kritik dan Saran
Penulis memohon maaf atas segala kehilafan serta kekurangan dari makalah ini
yang senantiasa mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini lebih
bermanfaat dan lebih baik kualitasnya dimasa mendatang. Mudah-mudahan makalah ini
bermanfaat bagi kita semua. Aamiin...
10
DAFTAR RUJUKAN
Dasar, G.-G. S. Teori Pendidikan Multikultural Menurut Para Pakar. Retrieved Maret 03,
2022, from https://galerisd.id/teori-pendidikan-
multikultural/#:~:text=Horace%20Kallen&text=Teori%20Kallen%20mengakui%20ba
hwa%20budaya,variasi%20dan%20kekayaan%20budaya%20Amerika.
Faiqoh, N. (2015). IMPLEMENTASI PENDIDIKAN BERBASIS MULTIKULTURAL
SEBAGAI UPAYA PENGUATAN NILAI KARAKTER KEJUJURAN,
TOLERANSI, DAN CINTA DAMAI PADA ANAK USIA DINI DI KIDDY CARE,
KOTA TEGAL. 16.
H. Ujang Syarip Hidayat, M. M. (2018). Menumbuhkan Pendidikan Multikultural pada
Peserta Didik Melalui Pembelajaran di Kelas. Sukabumi: Budhi Mulia, cv.
PUSTAKA, K. Retrieved Maret 03, 2022, from
https://eprints.umm.ac.id/44878/3/BAB%20II.pdf
Putrimayseri. (2012). TEORI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL. Retrieved Maret 03, 2022,
from https://putrimayseri.wordpress.com/2012/11/30/4/
Utami, P. S. (2017). PENGEMBANGAN PEMIKIRAN JAMES A. BANKS DALAM
KONTEKS PEMBELAJARAN. JPK (Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan). Vol.
2 (2), 68-78.
11