SEKOLAH
MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam
Dosen Pengampu : Dr. Iis Arifudin, M. Ag.
Disusun Oleh :
Kelompok 7
1. MUSLIMIN : 1986206092
2. UMI MAHBUBAH : 1986206100
KELAS 5 C
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR (PGSD)
STKIP NU INDRAMAYU
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
KELOMPOK 7
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan sebagai sebuah proses pengembangan sumberdaya
manusia agar memperoleh kemampuan sosial dan perkembangan individu
yang optimal memberikan relasi yang kuat antara individu dengan
masyarakat dan lingkungan budaya sekitarnya1 . Lebih dari itu pendidikan
merupakan proses “memanusiakan manusia” dimana manusia diharapkan
mampu memahami dirinya, orang lain, alam dan lingkungan budayanya.
Atas dasar inilah pendidikan tidak terlepas dari budaya yang melingkupinya
sebagai konsekwensi dari tujuan pendidikan yaitu mengasah rasa, karsa dan
karya. Pencapaian tujuan pendidikan tersebut menuai tantangan sepanjang
masa karena salah satunya adalah perbedaan budaya.
Olehnya, kebutuhan terhadap pendidikan yang mampu
mengakomodasi dan memberikan pembelajaran untuk mampu menciptakan
budaya baru dan bersikap toleran terhadap budaya lain sangatlah penting
atau dengan kata lain pendidikan yang memiliki basis multikultural akan
menjadi salah satu solusi dalam pengembangan sumberdaya manusia yang
mempunyai karakter yang kuat dan toleran terhadap budaya lain.
Pertautan antara Pendidikan dan Multikultural merupakan solusi atas
realitas budaya yang beragam sebagai sebuah proses pengembangan seluruh
potensi yang menghargai pluralitas dan heterogenitas sebagai konsekwensi
keragaman budaya, etnis, suku dan aliran atau agama.3 Pluralitas budaya,
-sebagaimana terdapat di Indonesia,- menempatkan pendidikan
Multikultural menjadi sangat urgen. Keberagaman budaya di Indonesia
merupakan kenyataan historis dan sosial yang tidak dapat disangkal oleh
siapapun. Keunikan budaya yang beragam tersebut memberikan implikasi
pola pikir, tingkah laku dan karakter pribadi masing– masing sebagai sebuah
tradisi yang hidup dalam masyarakat dan daerah. Tradisi yang terbentuk
akan berlainan dari satu suku/ daerah dengan suku/daerah yang lain.
1
Pergumulan antar budaya memberikan peluang konflik manakala tidak
terjadi saling memahami dan menghormati satu sama lain. Proses untuk
meminimalisir konflik inilah memerlukan upaya pendidikan yang
berwawasan Multikultural dalam rangka pemberdayaan masyarakat yang
majemuk dan heterogen agar saling memahami dan menghormati serta
membentuk karakter yang terbuka terhadap perbedaan.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperjuangkan
multikulturalisme adalah melalui pendidikan yang multikultural. Pengertian
pendidikan multikultural menunjukkan adanya keragaman dalam pengertian
istilah tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pendidikan multikultural?
2. Apa tujuan pendidikan multicultural?
3. Bagaimana pendekatan pendidikan multikultural di Sekolah?
4. Bagaimana urgensi pendidikan multikultural di Sekolah?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa pengertian pendidikan multicultural.
2. Untuk mengetahui apa tujuan pendidikan multicultural.
3. Untuk mengetahui bagaimana pendekatan pendidikan multikultural di
Sekolah.
4. Untuk mengetahui bagaimana urgensi pendidikan multikultural di
Sekolah.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
B. Tujuan Pendidikan Multikultural
Tujuan utama dari pendidikan multikultural adalah mengubah
pendekatan pelajaran dan pembelajaran ke arah memberi peluang yang sama
pada setiap anak. Jadi tidak ada yang dikorbankan demi persatuan. Untuk
itu, kelompok-kelompok harus damai, saling memahami, mengakhiri
perbedaan tetapi tetap menekankan pada tujuan umum untuk mencapai
persatuan. Siswa ditanamkan pemikiran lateral, keanekaragaman, dan
keunikan itu dihargai. Ini berarti harus ada perubahan sikap, perilaku, dan
nilai-nilai khususnya civitas akademika sekolah. Ketika siswa berada di
antara sesamanya yang berlatar belakang berbeda mereka harus belajar satu
sama lain, berinteraksi dan berkomunikasi, sehingga dapat menerima
perbedaan di antara mereka sebagai sesuatu yang memperkaya mereka.
Hasil yang diharapkan Pendidikan Multikultural terlihat pada definisi,
justifikasi, asumsi, dan pola-pola pembelajarannya. Ada banyak variasi
tujuan khusus dan tujuan umum Pendidikan Multikultural yang digunakan
oleh sekolah sesuai dengan faktor kontekstual seperti visi dan misi belakang
sekolah, siswa, lingkungan sekolah, dan perspektif. Tujuan Pendidikan
Multikultural dapat mencakup tiga aspek belajar (kognitif, afektif, dan
tindakan) dan berhubungan baik nilai-nilai intrinsik (ends) maupun nilai
instrumental (means) Pendidikan Multikultural. Tujuan Pendidikan
Multikultural mencakup:
1. Pengembangan Literasi Etnis dan Budaya
Pendidikan Multikultural adalah mempelajari tentang latar
belakang sejarah, bahasa, karakteristik budaya, sumbangan, peristiwa
kritis, individu yang berpengaruh, dan kondisi sosial, politik, dan
ekonomi dari berbagai kelompok.
2. Perkembangan Pribadi
Dasar psikhologis Pendidikan Multikultural menekankan pada
pengembangan pemahaman diri yang lebih besar, konsep diri yang
positif dan kebanggaan pada identitas pribadinya. Penekanan bidang
ini merupakan bagian dari tujuan Pendidikan Multikultural yang
4
berkontribusi pada perkembangan pribadi siswa, yang berisi
pemahaman yang lebih baik tentang diri yang pada akhirnya
berkontribusi terhadapat keseluruhan prestasi intelektual, akademis,
dan sosial siswa.
3. Klarifikasi Nilai dan Sikap Pendidikan Multikultural mengangkat
nilai-nilai inti yang berasal dari prinsip martabat manusia (human
dignity), keadilan, persamaan, kebebasan, dan demokrasi. Maksudnya
adalah mengajari generasi muda untuk menghargai dan menerima
pluralisme etnis, menyadarkan bahwa perbedaan budaya tidak sama
dengan kekurangan atau rendah diri, dan untuk mengakui bahwa
keragaman merupakan bagian integral dari kondisi manusia.
4. Kompetensi Multikultural Pendidikan Multikultural dapat meredakan
ketegangan ini dengan mengajarkan ketrampilan dalam komunikasi
lintas budaya, hubungan antar pribadi, pengambilan perspektif,
analisis kontekstual, pemahaman sudut pandang dan kerangka berpikir
alternatif, dan menganalisa bagaimana kondisi budaya mempengaruhi
nilai, sikap, harapan, dan perilaku. Pendidikan Multikultural dapat
membantu siswa mempelajari bagaimana memahami perbedaan
budaya tanpa membuat pertimbangan nilai yang semena-mena tentang
nilai intrinsiknya. Untuk mencapai tujuan ini anak dapat diberi
pengalaman belajar dengan memberi berbagai kesempatan pada siswa
untuk mempraktekkan kompetensi budaya dan berinteraksi dengan
orang, pengalaman, dan situasi yang berbeda.
5. Kemampuan Ketrampilan Dasar Tujuan utama Pendidikan
Multikultural adalah untuk memfasilitasi pembelajaran untuk melatih
kemampuan ketrampilan dasar dari siswa yang berbeda secara etnis.
Pendidikan Multikultural dapat memperbaiki penguasaan membaca,
menulis dan ketrampilan matematika; materi pelajaran; dan
ketrampilan proses intelektual seperti pemecahan masalah, berpikir
kritis, dan pemecahan konflik dengan memberi materi dan teknik yang
5
lebih bermakna untuk kehidupan dan kerangka berpikir dari siswa
yang berbeda secara etnis ).
6. Persamaan dan Keunggulan Pendidikan Tujuan persamaan
multikultural berkaitan erat dengan tujuan penguasaan ketrampilan
dasar, namun lebih luas dan lebih filosofis. Untuk menentukan
sumbangan komparatif terhadap kesempatan belajar, pendidik harus
memahami secara keseluruhan bagaimana budaya membentuk gaya
belajar, perilaku mengajar, dan keputusan pendidikan.
7. Memperkuat Pribadi untuk Reformasi Sosial Tujuan terakhir dari
Pendidikan multikultural adalah memulai proses perubahan di sekolah
yang pada akhirnya akan meluas ke masyarakat. Tujuan ini akan
melengkapi penanaman sikap, nilai, kebiasaan dan ketrampilan siswa
sehingga mereka menjadi agen perubahan sosial (social change
agents) yang memiliki komitmen yang tinggi dengan reformasi
masyarakat untuk memberantas perbedaan (disparities) etnis dan rasial
dalam kesempatan dan kemauan untuk bertindak berdasarkan
komitmen ini. Untuk melakukan itu, mereka perlu memperbaiki
pengetahuan mereka tentang isu etnis di samping mengembangkan
kemampuan pengambilan keputusan, ketrampilan tindakan sosial,
kemampuan kepemimpinan, dan komitmen moral atas harkat dan
persamaan.
8. Memiliki wawasan kebangsaan/ kenegaraan yang kokoh Dengan
mengetahui kekayaan budaya bangsa itu akan tumbuh rasa
kebangsaan yang kuat. Rasa kebangsaan itu akan tumbuh dan
berkembang dalam wadah negara Indonesia yang kokoh. Untuk itu
Pendidikan Multikultural perlu menambahkan materi, program dan
pembelajaran yang memperkuat rasa kebangsaan dan kenegaraan
dengan menghilangkan etnosentrisme, prasangka, diskriminasi dan
stereotipe.
9. Memiliki wawasan hidup yang lintas budaya dan lintas bangsa sebagai
warga dunia Hal ini berarti individu dituntut memiliki wawasan
6
sebagai warga dunia (world citizen). Namun siswa harus tetap
dikenalkan dengan budaya lokal, harus diajak berpikir tentang apa
yang ada di sekitar lokalnya. Mahasiswa diajak berpikir secara
internasional dengan mengajak mereka untuk tetap peduli dengan
situasi yang ada di sekitarnya - act locally and globally.
10. Hidup berdampingan secara damai Dengan melihat perbedaan sebagai
sebuah keniscayaan, dengan menjunjung tinggi nilai kemanusian,
dengan menghargai persamaan akan tumbuh sikap toleran terhadap
kelompok lain dan pada gilirannya dapat hidup berdampingan secara
damai.
7
Pengetahuan tentang historisitas ini akan mendapatkan pemahaman yang
lebih kontekstual ketimbang tekstual semata.
Kedua, Pendekatan Sosiologis. Pendekatan ini mengandaikan
terjadinya proses kontekstualisasi atas apa yang pernah terjadi di masa
sebelumnya atau ketika tata nilai tersebut lahir di masa lampau. Dengan
pendekatan ini materi yang diajarkan bisa menjadi aktual, bukan karena
dibuat-buat tetapi karena senantiasa sesuai dengan perkembangan zaman
yang terjadi, dan tidak bersifat indoktrinisasi karena kerangka berpikir yang
dibangun adalah kerangka berpikir kekinian. Pendekatan ini bisa
digabungkan dengan metode kedua, yakni metode pengayaan.
Misalnya, ajaran tentang zakat tak akan banyak memberikan banyak
maslahah jika kita hanya memahaminya secara tekstual-literal. Tetapi jika
menggunakan pendekatan sosiologis maka kita akan mendapatkan sebuah
kerangka pemahaman di mana fungsi utama zakat adalah terletak pada
dampak sosialnya.
Artinya zakat tidak semata berhenti pada gugurnya sebuah kewajiban
bagi sang muzaki, tetapi juga bermaslahah pada sang penerima zakat.
Dengan kerangka ini mengoptimalkan dampak zakat tidak akan berhenti
pada kebutuhan konsumtif semata, tetapi juga kebutuhan produktif yang
berlangsung pada jangka panjang.
Ketiga, Pendekatan Kultural. Pendekatan ini menitikberatkan kepada
otentisitas dan tradisi yang berkembang. Dengan pendekatan ini peserta
didik bisa melihat mana tradisi yang otentik dan mana yang tidak. Secara
otomatis peserta didik juga bisa mengetahui mana tradisi Arab dan mana
tradisi yang datang dari ajaran Islam
Pendekatan kultural memungkinkan kita melihat lebih kritis antara
tradisi masyarakat tertentu dengan ajaran keagamaan yang memang berasal
dari ajaran agama. Dalam Islam misalnya, bergamis dan berjenggot masih
menjadi “perdebatan” apakah hal tersebut merupakan ajaran agama atau
tradisi masyarakat Arab semata. Sebab konsekuensi dari pemahaman
tersebut akan melahirkan keyakinan yang berbeda pula.
8
Keempat, Pendekatan Psikologis. Pedekatan ini berusaha
memperhatikan situasi psikologis personal secara tersendiri dan mandiri.
Artinya masing-masing peserta didik harus dilihat sebagai manusia mandiri
dan unik dengan karakter dan kemampuan yang dimilikinya. Pendekatan ini
menuntut seorang pendidik harus cerdas dan pandai melihat kecenderungan
peserta didik sehingga ia bisa mengetahui metode-metode mana saja yang
cocok untuk pembelajar.
Pendekatan ini berupaya menempatkan peserta didik sebagai person-
person yang berbeda yang masing-masing memiliki kecenderungan
psikologis yang berbeda, sehingga memerlukan pendekatan cara mendidik
yang berbeda pula. Dalam implementasinya, pendekatan ini memang agak
sulit dipraktikkan. Sebab menuntut kemampuan pendidik untuk “membaca”
keunikan personal dari tiap-tiap peserta didik yang ada.
Kelima, Pendekatan Estetik. Pendekatan estetik pada dasarnya
mengajarkan peserta didik untuk berlaku sopan dan santun, ramah,
mencintai keindahan dan mengutamakan kedamaian. Sebab segala materi
jika hanya didekati secara doktrinal dan menekankan adanya otoritas-
otoritas kebenaran maka peserta didik akan cenderung bersikap kasar.
Sehingga mereka memerlukan pendekatan estetik untuk mengapresiasikan
segala gejala yang terjadi di masyarakat dengan melihatnya sebagai bagian
dari dinamika kehidupan yang bernilai seni dan estetis.
Ajaran-ajaran agama semitik (Yahudi, Kristen, Islam), terutama Islam
kerap dikonotasikan sebagai agama “perang” karena di dalamnya banyak
mengajarkan tentang jihad yang hanya dimaknai sebagai perang. Jika pasa
saat pendidik mengajarkan tentang perang atau tentang jihad tidak dibarengi
dengan ajaran Islam yang kaya dengan estetika, maka Islam hanya melulu
dipahami sebagai agama perang
Seni kaligrafi, qira’atil-qur’an, nasyid, dan arsitektur merupakan
kekayaan tradisi Islam yang dapat digunakan pendidik untuk membingkai
pendidikan multikultural dengan pendekatan estetik. Jadi estetika tidak
sekedar sebagai produk yang sudah ada atau jadi, melainkan sebagai konsep
9
yang inhern dalam Islam. Dengan kekayaan kultural tersebut Islam tampil
sebagai agama yang lebut, ramah dan kental dengan nuansa keindahan.
Keenam, Pendekatan Berpersepektif Gender. Pendekatan ini mencoba
memberikan penyadaran kepada pembelajar untuk tidak membedakan jenis
kelamin antara laki-laki dan perempuan. Sebab sebenarnya jenis kelamin
bukanlah hal yang menghalangi seseorang untuk mencapai kesuksesan,
melainkan kerja nyata yang dilakukannya. Dengan pendekatan ini, segala
bentuk konstruksi sosial yang ada di lembaga pendidikan yang menyatakan
bahwa perempuan berada di bawah laki-laki bisa dihilangkan.
Pendekatan ini hendak mengapresiasi seluruh kemampuan dan
keunikan yang ada dari setiap manusia, baik laki-laki maupun perempuan.
Kesetaraan ada pada keduanya ketika bicara soal kinerja, peran, dan
kontribusi yang dapat dilakukannya untuk masyarakat tanpa melupakan
kodratnya masing-masing.
Keenam pendekatan tersebut sangat memungkinkan bagi terciptanya
kesadaran multikultural di dalam pendidikan dan kebudayaan. Dan tentu
saja, tidak menutup kemungkinan berbagai pendekatan lainnya, yang dapat
diterapkan.
10
pandangan terhadap manusia menyebabkan timbulnya perbedaan yang
makin tajam dalam dataran teoritis, dan lebih tajam lagi pada taraf
operasional. Fenomena tersebut, menjadi semakin nyata ketika para
pengelola lembaga pendidikan memiliki sikap fanatisme yang sangat kuat,
dan mereka beranggapan bahwa paradigmanya yang paling benar dan pihak
yang lain salah, sehingga harus diluruskan.Manusia dan pendidikan adalah
dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Manusia sepanjang hidupnya melaksanakan pendidikan. Bila
pendidikan bertujuan membina manusia yang utuh dalam semua segi
kemanusiaannya, maka semua segi kehidupan manusia harus
bersinggungan dengan dimensi spiritual (teologis), moralitas, sosialitas,
emosionalitas, rasionalitas (intelektualitas), estetis dan fisik. Namun
realitanya, proses pendidikan kita masih banyak menekankan pada segi
kognitIf saja, apalagi hanya nilai-nilai ujian yang menjadi standar kelulusan,
sehingga peserta didik tidak berkembang menjadi manusia yang utuh.
Akibat selanjutnya akan terjadi beragam tindakan yang tidak baik seperti
yang akhir-akhir ini terjadi: tawuran, perang, penghilangan etnis,
ketidakadilan, kesenjangan ekonomi, korupsi, ketidakjujuran, dan
sebagainya.
Berdasarkan kenyataan tersebut, maka keberadaan pendidikan
multikultural sebagai strategi pendidikan yang diaplikasikan pada semua
jenis mata pelajaran, dengan cara menggunakan perbedaan-perbedaan
kultural yang ada pada siswa sangat diperlukan, dengan pertimbangan
sebagai berikut:
Pertama, Pendidikan multikultural secara inheren sudah ada sejak
bangsa Indonesia ada. Falsafah bangsa Indonesia adalah suka gotong
royong, membantu, menghargai antara suku dan lainnya. Kedua,
Pendidikan multikultural memberikan secercah harapan dalam mengatasi
berbagai gejolak masyarakat yang terjadi akhir-akhir ini. Keberhasilan
pendidikan dengan mengabaikan ideologi, nilai-nilai, budaya,
kepercayaan dan agama yang dianut masing-masing suku dan etnis
11
harus dibayar mahal dengan terjadinya berbagai gejolak dan
pertentangan antar etnik dan suku. Salah satu penyebab munculnya
gejolak seperti ini, adalah model pendidikan yang dikembangkan selama
ini lebih mengarah pada pendidikan kognitif intelektual dan keahlian
psikomotorik yang bersifat teknis semata.
kedua ranah pendidikan ini lebih mengarah kepada keahlian yang
lepas dari ideologi dan nilai-nilai yang ada dalam tradisi masyarakat,
sehingga terkesan monolitik berupa nilai-nilai ilmiah akademis dan teknis
empiris. Sementara menurut pendidikan multikultural, adalah pendidikan
yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai keyakinan, heterogenitas,
pluralitas agama apapun aspeknya dalam masyarakat.
Ketiga, Pendidikan multikultural menentang pendidikan yang
berorientasi bisnis. Pendidikan yang diharapkan oleh bangsa Indonesia
sebenarnya bukanlah pendidikan ketrampilan semata, melainkan
pendidikan yang harus mengakomodir semua jenis kecerdasan, yang sering
disebut kecerdasan ganda (multipleintelligence). Menurut Howard Gardner
dalam Muhajir menemukan bahwa kecerdasan ganda yang perlu
dikembangkan secara seimbang adalah kecerdasan verbal linguistik,
kecerdasan logika matematika, kecerdasan yang terkait dengan spasial
ruang, kecerdasan fisik kinestetik, kecerdasan dalam bidang musik,
kecerdasan yang terkait dengan lingkungan alam, kecerdasan interpersonal
dan kecerdasan intrapersonal. Jadi, jika ketrampilan saja yang
dikembangkan maka pendidikan itu jelas berorientasi bisnis.
Keempat, Pendidikan multikultural sebagai resistensi fanatisme
yang mengarah pada jenis kekerasan. Kekerasan muncul ketika saluran
perdamaian sudah tidak ada lagi. Dengan demikian, pendidikan
multikultural sekaligus untuk melatih dan membangun karakter siswa
agar mampu bersikap demokratis, humanis, dan pluralis di lingkungan
mereka.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan di Indonesia yang masyarakatnya terdiri dari berbagai
macam ras, suku budaya, bangsa, dan agama dirasa penting untuk
menerapkan pendidikan multikultural. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa
dengan masyarakat Indonesia yang beragam inilah seringkali menjadi
penyebab munculnya berbagai macam konflik.
Seiring dengan perkembangan zaman dan waktu juga dapat
mempengaruhi kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga banyak
terjadi berbagai macam perubahan di masyarakat yang diakibatkan oleh
masuknya berbagai macam budaya baru dari luar negeri ke Indonesia.
Melalui pendidikan multikultural yang memperkenalkan budaya asli kepada
peserta didik diharapkan agar peserta didik tidak melupakan asal budayanya
sendiri.
Namun demikian, pendidikan multikultural tidak hanya dipelajari
dalam pendidikan normal saja. Melainkan pendidikan multikultural itu harus
dipelajari oleh masyarakat luas, secara non formal melalui berbagai macam
diskusi, presentasi. Agar dapat terciptanya masyarakat Indonesia yang
tentram dan damai
13
DAFTAR PUSTAKA
14