Anda di halaman 1dari 21

PENGEMANGAN BAHAN AJAR DAN MEDIA

PEMBELAJARAN AHASA DAN SASTRA BERBASIS


KARAKTER

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan dan Pengemangan


Bahasa dan Sastra Indonesia
Dosen Pengampu:

Disusun Oleh Kelompok :

1. Adi Rosid Maulana


2. Hani Rachmawati
3. Idah Khamidah
4. Ipop Rif'ah

Program Studi Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia


STKIP NU INDRAMAYU
2022
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur ke hadirat Allah SWT. karena berkat


rahmat,dan hidayah-Nya memberikan penulis kemudahan sehingga dapat
menyusun dan menyelesaikan tugas mata kuliah Pengembangan Bahan Ajar
dan Media.` Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada baginda
tercinta kita, Nabi Muhammad SAW.

Dalam penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan, dorongan dan
bimbingan dari dosen pembimbing, orang tua dan teman-teman STKIP NU
Indramayu, sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, kami
mengucapkan terimakasih kepada pihak yang telah membantu.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak


kekurangannya. Kami juga meminta maaf apabila dalam makalah ini ada kata-
kata yang salah atau kurang tepat.Kami mengharapkan sumbang kritik dan saran
yang membangun dari para pembaca. Akhir kata kami ucapkan terima kasih atas
perhatiannya.Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya danpara
pembaca pada umumnya, Aamiin.

Indramayu, 25 Juni 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................i

DAFTAR ISI .....................................................................................................ii

BAB I  PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................1
C. Tujuan......................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Apa Pengertian Bahan Ajar.....................................................................2


B. Tujuan dan Manfaat Penyusunan Bahan Ajar.........................................4
C. Pengertian Pembelajaran Bahasa berbasis Pengembangan Sikap,
Keterampilan, Pengetahuan dan Karakter............................................5

D. Metode Pembelajaran Berbicara/Berahasa Berbasis


Karakter…….................................................................………...….7

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..............................................................................................9
B. Saran ……………………………………………………………………9

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………....10


ii

BAB I

PENDAHULUAN

A. LatarBelakang

Pendidikan akan dapat dilaksanakan secara mantap, jelas arah tujuannya,


relevan isi kurikulumnya, serta efektif dan efisien metode atau cara-cara
pelaksanaannya hanya apabila dilaksanakan dengan mengacu pada suatu landasan
yang kokoh. Sebab itu, sebelum melaksanakan pendidikan, para pendidik perlu
terlebih dahulu memperkokoh landasan pendidikannya. Mengingat hakikat
pendidikan adalah humanisasi, yaitu upaya memanusiakan manusia, maka para
pendidik perlu memahami hakikat manusia sebagai salah satu landasannya.
Konsep hakikat manusia yang dianut pendidik akan berimplikasi terhadap konsep
dan praktek pendidikannya
Pendidikan merupakan pilar utama penentu kemajuan suatu bangsa yang
termanifestasi pada kualitas sumber daya manusia yang cerdas, berkarakter,
berakhlak mulia, kreatif, inovatif, dan berdaya saing. Undang-Undang Dasar 1945
sebagai landasan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia telah
mengamanahkan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan
manusia Indoensia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan
mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Nababan (1984:38) menyatakan ada empat fungsi bahasa, yaitu
fungsi  kebudayaan, kemasyarakatan, perorangan, dan pendidikan. Fungsi
kebudayaan meliputi tiga hal, pelestarian kebudayaan, pengembangan
kebudayaan, dan inventarisasi ciri-ciri kebudayaan. Fungsi kemasyarakatan
meliputi ruang lingkup dan bidang pemakaian. Fungsi perorangan meliputi fungsi
instrumental, kepribadian, pemecahan masalah, khayalan, dan informatif. Fungsi
pendidikan meliputi fungsi integratif, instrumental, kultural, dan penalaran.
Moeliono (1981: 38-39) menyatakan bahasa memiliki lima fungsi pokok,
yaitu (1) fungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan atau kedaerahan, (2) fungsi
sebagai bahasa perhubungan luas pada taraf subnasional, nasional,
atau internasional, (3) fungsi sebagai bahasa untuk tujuan khusus, (4) fungsi
sebagai bahasa dalam sistem pendidikan sebagai  pengantar dan objek studi, (5)
fungsi sebagai bahasa kebudayaan di bidang seni, ilmu, dan teknologi.
Zaman semakin berkembang, dunia pendidikan pun dituntut
untuk  menambah kualitas pembelajaran. Kurikulum yang digunakan berubah-
ubah  mengikuti perkembangan zaman. Kurikulum adalah seperangkat rencana
dan  pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara
yang  digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan
pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi
daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu, kurikulum disusun
oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan
dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah.
Keberhasilan pengajaran bahasa sangat ditentukan oleh perangkat
pembelajaran yang digunakan. Perangkat pembelajaran adalah sejumlah bahan,
alat, media, petunjuk dan pedoman yang akan digunakan dalam proses
pembelajaran. Dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa perangkat
pembelajaran adalah sekumpulan media atau sarana yang digunakan oleh guru
dan siswa dalam proses pembelajaran di kelas. Tujuan adanya perangkat
pembelajaran adalah untuk memenuhi keberhasilan seorang guru dalam
pembelajaran.

B. RumusanMasalah
1. Apa pengertian bahan ajar?
2.
3.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Apa Pengertian Bahan Ajar


Berdasarkan website Dikmenjur dalam http://www.dikmenum.go.id
“Bahan ajar merupakan seperangkat materi/substansi pembelajaran (teaching
material) yang disusun secara sistematis, menampilkan sosok utuh dari
kompetensi yang akan dikuasai siswa dalam kegiatan pembelajaran”. Hal senada
dikemukakan Salam (2007:2-3) Bahan ajar merupakan seperangkat materi yang
disusun secara sistematis baik tertulis maupun tidak sehingga tercipta
lingkungan/suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar. Kemudian, Wright
(1987) menambahkan bahwa bahan ajar dapat membantu ketercapaian tujuan
silabus, dan membantu peran guru dan siswa dalam proses belajar-mengajar
(dalam Agus Trianto, 2005:9).

Tomlinson (1998:2) mengatakan, bahan ajar adalah sesuatu yang


digunakan guru atau siswa untuk memudahkan belajar bahasa, meningkatkan
pengetahuan dan pengalaman berbahasa. bahan ajar menampilkan sosok utuh dari
kompetensi yang akan dikuasai siswa dalam kegiatan pembelajaran. Selanjutnya,
bahan ajar merupakan unsur penting dari kurikulum. Jika silabus ditentukan arah
dan tujuan suatu isi dan pengalaman belajar bahasa sebagai kerangka, maka bahan
ajar merupakan daging yang mengisi kerangka tersebut (Agus Trianto, 2005:8).
Peran bahan ajar dalam pembelajar menurut Cunningsworth adalah penyajian
bahan belajar, sumber kegiatan bagi siswa untuk berlatih berkomunikasi secara
interaktif, rujukan informasi kebahasaan, sumber stimulant, gagasan suatu
kegiatan kelas, silabus, dan bantuan bagi guru yang kurang berpengalaman untuk
menumbuhkan keparcayaan diri (Cunningsworth, 1995:7).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahan ajar


adalah seperangkat materi pelajaran yang dapat membantu tercapainya tujuan
kurikulum yang disusun secara sistematis dan utuh sehingga tercipta lingkungan
belajar yang menyenangkan, memudahkan siswa belajar, dan guru mengajar.
B. Tujuan dan Manfaat Penyusunan Bahan Ajar

Menurut Depdiknas (2008:10) dan dalam http://www.dikmen.go.id, tujuan


penyusunan bahan ajar, yakni: (1) menyediakan bahan ajar yang seseuai dengan
tuntutan kurikulum dengan mempertimbangkan kebutuhan siswa, sekolah, dan
daerah; (2) membantu siswa dalam memperoleh alternatif bahan ajar; dan (3)
memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran.

Penulisan bahan ajar bermanfaat untuk: (1) membantu guru dalam proses
pembelajaran; (2) memudahkan penyajian materi di kelas; (3) membimbing siswa
belajar dalam waktu yang lebih banyak; (4) siswa tidak tergantung kepada guru
sebagai satu-satunya sumber informasi; dan (5) dapat menumbuhkan motivasi
siswa untuk mengembangkan diri dalam mencerna dan memahami pelajaran.

Selanjutnya apabila guru mengembangkan bahan ajar sendiri, manfaat


yang dapat diperoleh: (1) diperoleh bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan
kurikulum dan sesuai dengan kebutuhan belajar siswa, sekolah dan daerah; (2)
tidak perlu tergantung pada buku teks; (3) bahan ajar menjadi lebih kaya karena
dikembangkan dengan berbagai referensi; (4) menambah khasanah guru dalam
menulis; (5) membangun komunikasi pembelajaran efektif antara guru dan siswa;
dan (6) siswa lebih percaya pada gurunya serta kegiatan belajar mengajar akan
lebih menarik.

Perlunya pengembangan bahan ajar, agar ketersediaan bahan ajar sesuai


dengan kebutuhan siswa, tuntutan kurikulum, kateristik sasaran, dan tuntutan
pemecahan masalah belajar. Pengembangan bahan ajar harus sesuai dengan
tuntutan kurikulum, artinya bahan ajar yang dikembangkan harus sesuai dengan
K-13 yang mengacu pada standar isi dan standar kompentensi lulusan. Kemudian
kateristik sasaran disesuaikan dengan lingkungan, kemampuan, minat, dan latar
belakang siswa.
C. Pengertian Pembelajaran Bahasa berbasis Pengembangan Sikap,
Keterampilan, Pengetahuan dan Karakter

Untuk lebih mudah memahami pegertian pembelajaran berbicara berbasis


karakter sebelumnya kita ketahui terlebih dahulu pengertian sikap, keterampilan,
pengetahuan, pembelajaran, berbicara dan karakter.

1. Pengertian Sikap
Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan seseorang
terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable)
maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek
tersebut (Azwar, 2002). Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat
diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki penguasaan kognitif
tingkat tinggi (Sudjiono, 2001). Menurut Azwar (2002), struktur sikap terdiri atas
3 komponen, yaitu :
a) Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang
berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap.
b) Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang
terhadap suatu objek sikap, secara umum komponen ini disamakan
dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu.
c) Komponen konatif menunjukkan bagaimana perilaku atau
kecenderungan berperilaku yang ada pada diri seseorang berkaitan
dengan objek sikap yang dihadapi.

Interaksi antara ketiga komponen sikap yang telah tersebut di atas, adalah
selaras dan konsisten dikarenakan apabila dihadapkan dengan satu objek sikap
yang sama maka ketiga komponen itu harus mempolakan arah sikap yang
seragam. Apabila salah satu diantara ketiga komponen sikap tidak konsisten
dengan yang lain maka akan terjadi ketidakselarasan yang menyebabkan
timbulnya mekanisme perubahan sikap sedemikian rupa sehingga konsisten itu
terjadi kembali.

Prinsip inilah yang banyak dimanfaatkan dalam manipulasi sikap yang


mengalihkan bentuk sikap tertentu menjadi bentuk yang lain yakni dengan
memberikan informasi berbeda, mengenai objek sikap yang dapat menimbulkan
inkonsistensi diantara komponen-komponen sikap seseorang. Dalam hal ini yang
semula negatif berangsur-angsur menjadi netral dan kemudian sangat mungkin
menjadi positif (Azwar, 2002).
Dalam interaksi sosialnya individu bereaksi membentuk pola sikap
tertentu terhadap berbagai obyek psikologis yang dihadapinya. Diantaranya
berbagai faktor yang mempengaruhi sikap adalah pengalaman pribadi,
kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, lembaga
pendidikan, dan lembaga agama serta factor emosi dalam diri individu (Azwar,
2002).

2. Pengertian Keterampilan
Ketrampilan (skill) adalah kemampuan seseorang untuk bertindak setelah
menerima pengalaman belajar tertentu. Ketrampilan sebenarnya merupakan
kelanjutan dari hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan hasil belajar efektif
yang menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu dengan makna yang
terkandung dalam aktivitas mental (Sudjiono, 2001).
Menurut Notoatmojo (2003), untuk terwujudnya tindakan dalam bentuk
ketrampilan diperlukan faktor pendukung yaitu :
a) Fasilitas
b) Sikap yang positif, dan
c) Dukungan (support) dari pihak lain.

Theron (1998), mengemukakan bahwa para bidan yang mempelajari kartu


antenatal dan partograf secara signifikan memiliki peningkatan bukan hanya pada
pengetahuan kognitif, tapi juga kemampuan mereka untuk menginterpretasikan
informasi klinik. Jika pengetahuan dan kemampuannya diaplikasikan dalam
praktek klinik, maka akan terjadi pengurangan kematian maternal dan perinatal.

3. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan melalui panca indera
manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, raba, dan rasa.
Sebagian besar pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Karena dari pengalaman
dan penelitian ternyata perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng
daripada perilaku ynag tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan seorang
remaja di peroleh dari pengalaman yang berasal dari berbagi media masa, media
elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan, orang tua, internet, media poster,
teman dekat, dan sebagainya (Notoatmojo, 2003).

Pengetahuan merupakan proses kognitif dari seseorang atau individu untuk


memberi arti terhadap lingkungan, sehingga masing-masing individu akan
memberi arti sendiri-sendiri terhadap stimuli yang diterimanya meskipun stimuli
itu sama. Pengetahuan mempunyai aspek pokok untuk mengubah perilaku
seseorang yang disengaja (Nurhidayati, 2005).
Pengetahuan merupakan hasil tahu seseorang tentang suatu hal melalui
proses pembelajaran baik disengaja ataupun tidak disengaja.

Tingkatan Pengetahuan mencakup domain kognitif yang mempunyai 6 arah


atau tingkat yaitu :

a. Tahu (Know). Mengingat suatu materi atau objek yang telah dipelajari
sebelumnya. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari
antara lain : menyebutkan, menguikan, mendefinisikan, menyatakan.
b. Memahami (Comprehension). Suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui dan menginterpretasikan
materi tersebut.
c. Aplikasi (Aplication). Kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada kondisi yang riil.
d. Analisis (Analysis). Suatu kemampuan menyebarkan materi ke dalm
suatu komponen tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi yang ada
kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (Synthesis). Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan
untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu
bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi yang baru dari formulasi yang
lama.
f. Evaluasi (Evaluation). Kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek penelitian itu berdasarkan
suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria
yang telah ada. (Notoatmodjo, 2003).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dari proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan dirinya untuk memiliki karakter spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian kecerdaasan, akhlak mulia, serta ketrampilan
dirinya, masyarakat dan Negara (Depkes, 2003).
Pengukuran pengetahan secara umum
a. Pertanyaan subyektif digunakan untuk penilaian yang melibatkan faktor
subyektif yang dinilai.
b. Pertanyaan obyektif digunakan untuk penilaian tanpa melibatkan faktor
subjektif dari penilai.

Berdasarkan kedua jenis pertanyaan tersebut, pertanyaan obyektif


khususnya pertanyaan pilihan ganda lebih disukai dalam pengukuran pengetahuan
karena lebih mudah disesuaikan dengan pengetahuan yang akan diukur dan
penilainnya akan lebih cepat (Arikunto, 2002).

4. Pengertian Pembelajaran

Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, Pembelajaran adalah


proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkaran belajar. Menurut Wikipedia, Pembelajaran merupakan bantuan yang
diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan,
penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukkan sikap dan kepercayaan
pada peserta didik.”sedangkan menurut Sudjana (2004:24), pembelajaran dapat
diartikan sebagai setiap upaya yang sistematik dan sengaja untuk menciptakan
agar terjadi kegiatan edukatif antara peserta didik dan pendidik yang melakukan
kegiatan belajar[1]

5. Pengertian Berbicara

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990 : 114), berbicara adalah


suatu kegiatan berkata, bercakap-cakap, berbahasa, atau mengungkapkan suatu
pendapat secara lisan. Dengan berbicara manusia dapat menuangkan ide, gagasan,
perasaan kepada orang lain sehingga dapat menghasilkan suatu interaksi di dalam
sebuah komunitas di masyarakat.

Menurut Tarigan (1990 :15) berbicara adalah kemampuan mengucapkan


bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, serta
menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Dapat dikatakan bahwa berbicara
merupakan suatu system tanda-tanda yang dapat didengar dan yang kelihatan
yang memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan tubuh manusia untuk maksud dan
tujuan gagasan atau ide yan dikombinasi.
Berbicara adalah kemampuan berbahasa yang sering digunakan
seseorang sebagai alat komunikasi sehari-hari. Dalam proses belajar-
mengajar, siswa dituntut mampu mengemukakan pendapat secara lisan.
Misalnya bertanya dalam kelas, atau berdiskusi memecahkan masalah yang
berhubungan dengan disiplin ilmu yang sedang dipelajarinya.

6. Pengertian Karakter

Menurut Doni Kusuma, karakter adalah ciri, karakteristik, gaya atau


sifat diri dari seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang
diterima dari lingkungannya.

Menurut Gulo. W, Karakter adalah keperibadian ditinjau dari titik


tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang, biasanya mempunyai
kaitan dengan sifat-sifat yang relatiif tetap.[2]

Menurut Kamus besar Bahasa Indonesia, Karakter adalah sifat-sifat


kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang
lain.

Karakter adalah watak atau sifat, fitrah yang ada pada diri
manusia yang perlu kita bentuk, kita tumbuh kembangkan dan kita
bangun. Pendidikan karakter yang diberikan kepada siswa dapat
membentuk prilaku positif, interaksi yang baik dengan gurunya,
kemampuan mengelola emosi, percaya diri, kemampuan berinteraksi sosial
dengan kawannya, termasuk kemampuan akademik.

Berdasarkan uraian tersebut dapat dirumuskan bahwa


pembelajaran berbicara berbasis karakter adalah suatu kegiatan
pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru untuk melihat kesanggupan
siswa dalam menyampaikan gagasan-gagasan yang ada dalam pikirannya
kepada orang lain sekaligus penanaman nilai karakter kepada siswa agar
terbentuk prilaku positif, interaksi yang baik dengan gurunya,
kemampuan mengelola emosi, percaya diri, kemampuan berinteraksi
sosial dengan kawannya, termasuk kemampuan akademik.
D. Metode Pembelajaran Berbicara/Berahasa Berbasis Karakter

Pembelajaran berbicara berbasis karakter perlu ditingkatkan, karena pada


kenyataannya masih banyak siswa yang sulit berbicara ketika didaulat beribicara
ke depan kelas dan sulit menggunakan bahasa yang sopan ketika berbicara.
Banyak yang masih malu-malu atau tersendat-sendat serta berkeringat dingin bila
disuruh berbicara ke depan kelas. Apabila keadaannya seperti di atas, maka guru
harus berupaya keras untuk memberikan kesempatan kepada siswa berbicara
secara bergiliran menggunakan tata bahasa yang sopan dalam setiap proses
pembelajaran. Agar siswa terampil berbicara, guru harus memandu siswa dan
mengetahui metode pembelajaran yang tepat. Jika metode dikaitkan dengan
pengalaman belajar, maka maka metode berfungsi sebagai sarana mewujudkan
pengalaman belajar yang telah dirancang menjadi kenyataan dalam pembelajaran
pokok bahasan tertentu. Guru harus menciptakan berbagai pengalaman belajar
berbicara agar siswa dapat berlatih berbicara. Berbicara sebagai sebuah
keterampilan memerlukan banyak latihan.

Metode pembelajaran berbicara yang baik harus memenuhi berbagai


kriteria. Kriteria itu berkaitan dengan tujuan, bahan, pembinaan keterampilan
proses, dan pengalaman belajar. Kriteria yang harus dipenuhi oleh metode
pembelajaran berbicara, antara lain:

1. Relevan dengan tujuan,

2. Memudahkan siswa memahami materi pembelajaran,

3. Mengembangkan butir-butir keterampilan proses,

4. Dapat mewujudkan pengalaman belajar yang telah dirancang,

5. Merangsang siswa untuk belajar,

6. Mengembangkan penampilan siswa,

7. Mengembangkan keterampilan siswa dalam bebricara,

8. Tidak menuntut peralatan yang rumit,

9. Mudah dilaksanakan, dan

10. Menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan.


Adapun syarat minimal yang harus dipenuhi guru berbicara adalah:

1. penguasaan materi,

2. cara mengajarkan berbicara,

3. mempunyai pengalaman dengan berbagai ragam metode atau teknik


pembelajaran,

4. mahir berbicara.

Pembelajaran berbicara mempunyai sejumlah komponen yang


pembahasanya diarahkan pada segi metode pengajaran. Guru harus dapat
mengajarkan keterampilan berbicara dengan menarik dan bervariasi.

Berikut ini dipaparkan sejumlah metode berbicara, antara lain:

1. Memerikan

Memerikan berarti menjelaskan, menerangkan, melukiskan atau


mendeskripsikan sesuatu. Siswa disuruh memperlihatkan sesuatu berupa
benda atau gambar, kesibukan lalu lintas, melihat pemandangan atau
gambar secara teliti. Kemudian siswa diminta memerikan sesuatu yang telah
dilihatnya.

Guru : (memperlihatkan gambar seorang anak pergi ke sekolah bersama


temantemannya dalam beberapa menit).

Siswa : (setelah memperhatikan gambar tersebut, ia berbicara) serombongan


anak pergi ke sekolah. Mereka berpakaian bersih dan sopan. Seragam
sekolah mereka berwarna putih dan merah dipadu dengan ropi merah puti
kotak-kotak. Mereka tampak sehat dan ceria.....dst.

2. Menjawab Pertanyaan

Siswa yang susah atau malu berbicara, dapat dipancing untuk berbicara
dengan menjawab pertanyaan mengenai dirinya, misalnya mengenai nama,
usia, tempat tinggal, pekerjaaan orang tua, dan sebagainya.

Guru : Apa pekerjaan orang tuamu? Siswa : Berjualan makanan. Guru :


Makanan apa? Siswa : Lauk pauk sebagi teman nasi ketika makan...dst.
3. Bertanya

Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya merupakan salah


satu cara agar siswa berlatih berbicara. Melalui pertanyaan siswa dapat
menyatakan keingintahuannya terhadap sesuatu hal. Tingkat atau jenjang
pertanyaan yang diutarakan melambangkan tingkat kedewasaan siswa.
Melalui pertanyaan-pertanyaan yang sistematis siswa dapat menemukan
sesuatu yang diinginkannya.

4. Melanjutkan Cerita

Dalam pembelajaran ini guru menyiapkan cerita yang belum selesai. Para
siswa disuruh melanjutkan cerita yang tidak selesai seorang demi seorang
paling banyak lima orang. Pada bagian akhir kegiatan memeriksa jalan
cerita apakah sistematis, logis, atau padu.

5. Menceritakan Kembali

Pembelajaran berbicara dengan teknik menceritakan kembali dilakukan


dengan cara siswa membaca bahan itu dengan seksama. Kemudian guru
meminta siswa menceritakan kembali isi bacaan dengan kata-kata sendiri
secara singkat.

6. Percakapan

Percakapan adalah pertukaran pikiran atau pendapat mengenai suatu


topik antardua orang atau lebih. Dalam percakapan ada dua kegiatan yaitu
menyimak dan berbicara silih berganti. Suasana dalam percakapan biasanya
akrab, spontan, dan wajar. Topik pembicaraan adalah hal yang diminati
bersama. Percakapan merupakan suasana pengembangan keterampilan
berbicara.

7. Parafrase
Parafrase artinya beralih bentuk, misalnya memprosakan isi puisi
menjadi prosa. Dalam pararfase, guru menyiapkan sebuah puisi yang cocok
bagi kelas itu. Guru membacakan puisi itu dengan suara jelas, intonasi yang
tepat dan normal. Siswa menyimak pembacaan dan kemudian
menceritakannya dengan kata-kata sendiri.

8. Bertelepon

Menurut Tarigan (1987: 124) telepon sebagai alat komunikasi yang


sudah meluas sekali pemakaianya. Keterampilan menggunakan telepon
bisnis, menyampaikan berita atau pesan. Penggunaan telepon menuntut
syarat-syarat tertentu antara lain: berbicara dengan bahasa yang jelas,
singkat dan lugas. Metode bertelepon dapat digunakan sebagai metode
pengajaran berbicara. Melalui metode bertelepon diharapkan siswa didik
berbicara jelas, singkat dan lugas. Siswa harus dapat menggunakan waktu
seefisien mungkin.

9. Wawancara

Menurut Tarigan (1987: 126) wawancara atau interview sering


digunakan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya wartawan mewawancarai
para menteri, pejabat atau tokoh-tokoh masyarakat mengenai isyu penting.
Wawancara dapat digunakan sebagai metode pengajaran berbicara, pada
hakekatnya wawancara adalah bentuk kelanjutan dari percakapan atau tanya
jawab. Percakapan dan tanya jawab sudah biasa digunakan sebagai metode
pengajaran berbicara.

10. Diskusi

Diskusi sering digunakan sebagai kegiatan dalam kelas. Metode diskusi


sangat berguna bagi siswa dalam melatih dan mengembangkan keterampilan
berbicara dan siswa juga turut memikirkan masalah yang didiskusikan.
Menurut Kim Hoa Nio dalam Tarigan (1987: 128) diskusi ialah proses
pelibatan dua atau lebih individu yang berintraksi secara verbal dan tatap
muka, mengenai tujuan yang sudah tentu melalui cara tukar menukar
informasi untuk memecahkan masalah.

Kelebihan berbicara :
a)Diskusi lebih banyak melatih siswa berpikir secara logis karena dalam
diskusi ada roses adu argumentasi

b)Argumentasi yang dikemukakan mendapat penilaian dari siswa yang lain,


sehingga hal ini dapat meningkatkan kemampuan berpikir dalam
memecahkan suatu masalah

c)Peserta yang pasif dapat dirangsang supaya alktif berbicara oleh


moderator atau peserta yang lain.

d)Umpan balik dapat diterima secara langsung sehingga dapat memperbaiki


cara berbicara si pembicara.

11. Metode Dramatisasi

Metode ini adalah kelanjutan dari kegiatan bermain peran yang


dilengkapi dengan tema, seting, perwatakan, seting dan naskah drama yang
ditampilkan secara utuh. Kegiatan ini penuh dengan kegiatan berbicara
sesuai dengantuntunan naskah yang runtut.

E. Sikap Mental dalam Berbicara

Kegiatan berbicara merupakan kegiatan yang membutuhkan berbagai


macam pengetahuan dan kemampuan yang sangat kompleks, salah satunya
adalah sikap mental. Sikap mental yang harus dibina oleh seorang pembicara
pada saat berbicara dijelaskan berikut ini.

1. Rasa Komunikasi Dalam berbicara harus terdapat keakraban antara


pembicara dan pendengar. Jika rasa keakraban itu tumbuh. Dapat
dipastikan tidak akan terjadi proses komunikasi yang timpang. Pembicara
yang baik akan berusaha untuk menumbuhkan suasana komunikasi yang
erat, seperti dalam pembicaraan sehari-hari. Respon yang diharapkan dari
pendengar adalah komunikasi yang aktif.

2. Rasa Percaya Diri Seorang pembicara harus memiliki rasa percaya diri
yang tinggi. Rasa percaya ini akan menghilangkan keraguan, sehingga
pembicara akan merasa yakin dengan apa yang disampaikannya.

3. Rasa Kepemimpinan Aminudin (1983: 12) mengemukakan bahwa rasa


kepemimpinan yang berhubungan dengan kegiatan berbicara adalah rasa
percaya diri dari pembicara bahwa dirinya mampu mengatur, menguasai,
dan menjalin suasana akrab dengan pendengarnya, serta mampu
menyampaikan gagasan-gagasannya dengan baik. Pembicara yang
memiliki kemampuan dan mental pemimpin akan mampu mengatur dan
mengarahkan pendengar agar berkonsentrasi terhadap pokok pembicaraan
yang sedang dibahas.

F. Model pembelajaran berbicara berbasis karakter

Pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning)

Pembelajaran kooperatif adalah salah satu strategi belajar mengajar yang


menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di
antara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang
terdiri atas dua orang atau lebih.

Keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota


kelompok itu sendiri. Dalam pendekatan ini, siswa merupakan bagian dari
suatu sistem kerja sama dalam mencapai hasil yang optimal dalam belajar.

Cooperative learning ini juga memandang bahwa keberhasilan dalam


belajar bukan semata-mata harus diperoleh dari guru, melainkan juga bisa juga
dari pihak lain yang terlibat dalam pembelajaran itu, yaitu teman sebaya.

Jadi, keberhasilan belajar dalam pendekatan ini bukan hanya ditentukan


oleh kemampuan individu secara utuh melainkan perolehan itu akan baik jika
dilakukan secara bersama-sama dalam kelompok kecil yang terstruktur dengan
baik.

Beberapa karakteristik pendekatan Cooperative Learning, antara lain:

a) individual accountability, yaitu bahwa setiap individu di dalam kelompok


mempunyai tanggung jawab untuk menyelesaikan permasalahan yang
dihadapi oleh kelompok sehingga keberhasilan kelompok sangat
ditentukan oleh tanggung jawab setiap anggota;

b) social skill, meliputi seluruh hidup sosial, kepekaan sosial, dan mendidik
siswa untuk menumbuhkan pengekangan diri dan pengarahan diri demi
kepentingan kelompok. Keterampilan ini mengajarkan siswa untuk belajar
memberi dan menerima, mengambil dan menerima tanggung jawab,
menghormati hak orang lain, dan membentuk kesadaran sosial;

c) positive interdependence adalah sifat yang menunjukkan saling


ketergantungan satu terhadap yang lain di dalam kelompok secara positif.
Keberhasilan kelompok sangat ditentukan oleh peran serta setiap anggota
kelompok karena setiap anggota kelompok dianggap memiliki kontribusi.
Jadi, siswa berkolaborasi bukan berkompetisi;

d) group processing, proses jawaban permasalahan dikerjakan oleh kelompok


secara bersama-sama. Perancangan dan pelaksanaan model pembelajaran
Cooperative Learning didasari oleh pemikiran filosofis “Greeting Better
Together”, yang berarti untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik dalam
belajar hendaknya dilakukan secara bersama-sama. Untuk menciptakan
“kebersamaan” dalam belajar, guru harus merancang program
pembelajarannya dengan mempertimbangkan aspek kebersamaan siswa
sehingga mampu mengondisikan dan memformulasikan kegiatan belajar
siswa dalam interaksi yang aktif interaktif dalam suasana kebersamaan
bukan saja di dalam kelas melainkan juga di luar lingkungan sekolah.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
“Bahan ajar merupakan seperangkat materi/substansi pembelajaran
(teaching material) yang disusun secara sistematis, menampilkan sosok utuh dari
kompetensi yang akan dikuasai siswa dalam kegiatan pembelajaran”. Hal senada
dikemukakan Salam (2007:2-3) Bahan ajar merupakan seperangkat materi yang
disusun secara sistematis baik tertulis maupun tidak sehingga tercipta
lingkungan/suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar. Kemudian, Wright
(1987) menambahkan bahwa bahan ajar dapat membantu ketercapaian tujuan
silabus, dan membantu peran guru dan siswa dalam proses belajar-mengajar
(dalam Agus Trianto, 2005:9).

Perlunya pengembangan bahan ajar, agar ketersediaan bahan ajar sesuai


dengan kebutuhan siswa, tuntutan kurikulum, kateristik sasaran, dan tuntutan
pemecahan masalah belajar. Pengembangan bahan ajar harus sesuai dengan
tuntutan kurikulum, artinya bahan ajar yang dikembangkan harus sesuai dengan
K-13 yang mengacu pada standar isi dan standar kompentensi lulusan. Kemudian
kateristik sasaran disesuaikan dengan lingkungan, kemampuan, minat, dan latar
belakang siswa.

Pembelajaran berbicara berbasis karakter perlu ditingkatkan, karena pada


kenyataannya masih banyak siswa yang sulit berbicara ketika didaulat beribicara
ke depan kelas dan sulit menggunakan bahasa yang sopan ketika berbicara.
Banyak yang masih malu-malu atau tersendat-sendat serta berkeringat dingin bila
disuruh berbicara ke depan kelas. Apabila keadaannya seperti di atas, maka guru
harus berupaya keras untuk memberikan kesempatan kepada siswa berbicara
secara bergiliran menggunakan tata bahasa yang sopan dalam setiap proses
pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA

https://thabaart.blogspot.com/2015/11/v-behaviorurldefaultvmlo.html diakses
tanggal 14 Juni Pukul 16.25 WIB.

https://chairunnisastkipkn.files.wordpress.com/2018/05/pembelajaran-bahasa-
berbasis-pengembangan-sikap-keterampilan-pengetahuan-dan-karakter.doc
diakses pada 14 Juni 2022 Pukul 20.00 WIB

https://www.academia.edu/42115283/
PRINSIP_PRINSIP_PEMBELAJARAN_BAHASA_DAN_SASTRA_BERBASIS_KA
RAKTER diakses tanggal 14 Juni 2022 Pukul 19.45 WIB

10

Anda mungkin juga menyukai