Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

”PENGEMBANGAN BUKU TEKS BAHASA INDONESIA


(TANGGAPAN, PERSAMAAN, DAN PERBEDAAN)”

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
1. APRILIA DWI YUSTIKA (1951041021)
2. ANDI CINDY BATARI B. (1951041028)
3. SARBINA (1951042017)

Dosen Pengampu :
Dr. Sulastriningsi Djumingin, M.Hum.

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
TAHUN AKADEMIK 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
berkenan memberi petunjuk dan kekuatan kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang “Pengembangan Buku Teks Bahasa Indonesia
(Tanggapan, Persamaan, dan Perbedaan)”.
Makalah ini dibuat utuk memenuhi tugas mata kuliah Telaah Buku Teks BSI
dan kami berharap makalah ini dapat menjadi bacaan para pembaca agar lebih
mengerti dan memahami pengembangan buku teks bahasa Indonesia (tanggapan,
persamaan, dan perbedaan) secara mendalam dan saksama.
Makalah ini disusun berdasarkan apa yang kami dapat dari buku dan sumber
lain yang berkaitan dengan mata kuliah ini. Namun demikian kami menyadari jika
adanya kekurangan–kekurangan di dalam makalah ini dan oleh karena kekurangan
itu untuk dapat terlengkapi melalui diskusi serta bimbingan dan arahan dari dosen
pengampu.
Akhir kata kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua. Aamiin

Makassar, 30 Agustus 2021


Penulis

Kelompok II

i
D AFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

D AFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I ...................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1

C. Tujuan .......................................................................................................... 1

BAB II ..................................................................................................................... 2

PEMBAHASAN ..................................................................................................... 2

A. Pengertian Buku Teks .................................................................................. 2

B. Hubungan Buku Teks dengan Pembelajaran ............................................... 3

C. Hubungan Buku Teks dengan Guru ............................................................. 7

D. Langkah-Langkah Pengembangan Buku Teks........................................... 11

BAB III ................................................................................................................. 14

PENUTUP ............................................................................................................. 14

A. Kesimpulan ................................................................................................ 14

B. Saran ........................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar adalah perubahan secara progresif. Belajar yang efektif yaitu belajar
dengan melibatkan seluruh panca indra. Di dalam proses belajar mengajar
diperlukan buku teks untuk mendukung kegiatan belajar serta tercapainya suatu
tujuan pendidikan. Buku teks adalah buku pelajaran dalam bidang studi tertentu,
yang merupakan buku standar, yang disusun oleh para pakar dalam bidang itu
buat maksud-maksud dan tujuan instruksional, yang diperlengkapi dengan sarana
pengajaran yang serasi dan mudah dipahami oleh para pemakainya di sekolah-
sekolah dan perguruan tinggi sehingga dapat menunjang sesuatu program
pengajaran.
Buku teks mempunyai banyak fungsi dalam pembelajaran, baik bagi guru
yang mengajar maupun bagi siswa. Buku teks mempunyai kualitas yang berbeda
antara buku teksa satu dengan buku teks yang lain, di antaranya ada buku teks
yang mempunyai kualitas tinggi dan sebaliknya. Buku teks dihubungkan dengan
komponen pembelajaran karena buku teks merupakan sarana tertulis suatu
pembelajaran. Oleh karena itu semua komponen pembelajaran layak tercermin di
dalam buku teks. Sehingga dalam makalah ini akan dibahas mengenai pengertian
buku teks, hubungan buku teks dengan pembelajaran hubungan buku teks dengan
guru dan langkah-langkah pengembangan buku teks.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan buku teks?
2. Apa hubungan antara buku teks dengan pembelajaran?
3. Apa hubungan antara buku teks dengan guru?
4. Bagaimana langkah-langkah pengembangan buku teks?
C. Tujuan
1. Agar dapat memahami pengertian buku teks.
2. Agar dapat memahami hubungan antara buku teks dengan pembelajaran.
3. Agar dapat memahami hubungan antara buku teks dengan guru.
4. Agar dapat memahami langkah-langkah pengembangan buku teks.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Buku Teks
Materi pelajaran biasanya tercantum dalam sebuah kumpulan kertas yang
disebut dengan buku. Buku dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu lembar
kertas yang terjilid, berisi tulisan atau kosong. Buku merupakan kumpulan kertas
baik yang berisi informasi yang dibutuhkan penggunanya maupun hanya sebuah
kumpulan kertas kosong yang diberi jilid.
Menurut Nasution buku ajar merupakan bahan ajar hasil seorang pengarang
atau tim pengarang yang disusun berdasarkan kurikulum atau tafsiran kurikulum
yang berlaku. Buku sebagai bahan ajar yaitu buku yang berisi berbagai materi
pelajaran hasil seorang pengarang yang berlandaskan pada kurikulum yang
berlaku dan dijadikan pedoman bagi guru dan siswa dalam proses pembelajaran.
Sedangkan buku teks adalah buku pelajaran dalam bidang studi tertentu yang
merupakan buku standar, yang disusun oleh para pakar dalam bidang itu buat
maksud-maksud dan tujuan instruksional, yang diperlengkapi dengan sarana-
sarana pengajaran yang serasi dan mudah dipahami oleh para pemakainya di
sekolah-sekolah dan perguruan tinggi sehingga dapat menunjang suatu program
pengajaran(BAB II.pdf n.d.).
Berdasarkan pengertian di atas buku teks digunakan untuk proses
pembelajaran sebagai alat untuk memberikan kemudahan pada peserta didik atau
pendidik dalam melakukan proses pembelajaran tersebut. Penggunaan buku teks
harus berdasarkan pada kurikulum yang berlaku agar tidak terjadi ketimpangan
dalam pemahaman materi.
Menurut Permendiknas no. 2 tahun 2008, dalam buku Sitepu menyebutkan
bahwa: “Buku teks pelajaran pendidikan dasar, menengah, dan perguruan tinggi
yang selanjutnya disebut buku teks adalah buku acuan wajib untuk digunakan di
satuan pendidikan dasar dan menengah atau perguruan tinggi yang memuat materi
pembelajaran dalam rangka peningkatan keimanan, ketakwaan, akhlak mulia dan
kepribadian, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, peningkatan kepekaan

2
dan kemampuan estetis, peningkatan kemampuan kinestetis dan kesehatan yang
disusun berdasarkan standar nasional pendidikan.”
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa buku teks adalah
kumpulan materi ajar yang ditujukan untuk peserta didik pada jenjang pendidikan
tertentu, yang disusun berdasarkan standar nasional pendidikan, serta dilengkapi
sarana yang menunjang pembelajaran agar mudah dipahami oleh pemakainya.

B. Hubungan Buku Teks dengan Pembelajaran


Buku teks sendiri adalah paduan khusus yang menjadi pegangan untuk siswa,
layaknya buku panduan yang memudahkan pengguna gadget, google map untuk
para perjelajah jalanan dan kamus bagi penerjemah. Sepenting itulah buku teks
dalam permbelajaran, yang dapat menjembatani guru dan murid agar tidak
mengalami jurang pemahaman yang keliru serta menjadi guide dalam
pembahasan teori yang kadang berlebihan, pula fasilitas murah bagi murid yang
tamak akan ilmu pengetahuan. Tentu ikatan antara buku teks dan pembelajaran
tak bisa diragukan lagi (PBSI, 2016).
Soal kehawatiran lain, tinggal bagaimana sikap kita dalam mengunakan buku
teks tersebut, jangan sampai terlalu memanfaatkan buku teks yang kadang
mendominasi pembelajaran. Hal ini yang banyak sekali terjadi di sekolah-sekolah.
Karena adanya buku teks apa lagi LKS. Pendampingan guru terhadap proses
pembelajar menjadi kurang, karena guru merasa sudah merasa cukup akan materi-
materi yang telah tersaji pada buku teks.
Itulah sebatas pemikiran dari hasil pembelajran dan pengalaman, dikarenakan
keterbatasan keilmuan, setelah saya mencari bahan referensi di buku, diktat dan
papan seluncur, maksud saya tempat berseluncur yaitu internet saya menemukan
artikel yang menarik yang bisa dibaca-baca
Pembelajaran dengan buku teks pelajaran merupakan dua hal yang saling
melengkapi (Suryaman, 2006). Pembelajaran akan berlangsung secara efektif
manakala dilengkapi dengan media pembelajaran, yakni yang cukup penting
berupa buku teks pelajaran. Buku teks pelajaran dapat disusun serta digunakan
dengan baik jika memperhatikan prinsip-prinsip dalam pembelajaran. Di dalam

3
pembelajaran tersangkut masalah siswa, guru, materi bahan ajar, cara penyajian
bahan ajar, serta latihan. Komponen ini harus tercermin di dalam buku teks
pelajaran. Ketercerminan saja tidak cukup. Buku teks pelajaran harus berisi pula
hasil pengolahan atas komponen-komponen tersebut dalam satu kesatuan yang
padu sehingga materi bahan ajar, cara penyajian materi bahan ajar, dan latihan
materi bahan ajar dapat dengan mudah dipahami dan dipraktikkan, baik oleh
siswa maupun guru.
Sehubungan dengan itu, buku teks pelajaran juga harus mengakomodasi
prinsip-prinsip pembelajaran tersebut. Selama ini prinsip yang mendapat perhatian
besar adalah materi bahan ajar. Perhatian yang berlebihan terhadap materi bahan
ajar serta mengabaikan komponen yang lain mengakibatkan buku teks pelajaran
lebih mengutamakan hasil, dan mengabaikan proses. Orientasi yang berlebihan
terhadap hasil malahan mengakibatkan Nilai Ebtanas Murni (NEM) pada masa
lalu dan nilai ujian nasional pada masa kini belum mencapai harapan yang
memuaskan. Buku teks pelajaran hanya difungsikan sebagai tempat yang
mengandung materi bahan ajar yang dapat dihapalkan. Kemampuan siswa pun
hanya sebatas kemampuan menghapal. Ketika dihadapkan pada masalah yang
berbeda, siswa tidak mampu memecahkannya. Akhirnya, buku teks pelajaran
hanyalah memperkuat anggapan bahwa belajar berbahasa adalah belajar tentang
pengetahuan bahasa, bukan belajar membaca, menulis, berbicara, dan
mendengarkan; belajar bersastra adalah belajar tentang pengetahuan sastra, bukan
belajar berapresiasi, berekspresi, maupun berkreasi dengan sastra; dan sebagainya.
Pola penyusunan buku teks pelajaran yang demikian dianggap tidak berhasil,
bukan disebabkan oleh kurikulum atau apapun, melainkan oleh
ketidaksesuaiannya dengan hakikat buku teks pelajaran. Pada hakikatnya buku
teks pelajaran merupakan media pembelajaran. Sebagai media, buku itu harus
berisi materi bahan ajar, cara penyajian bahan ajar, dan model latihan bahan ajar.
Materi yang dijadikan bahan ajar harus disajikan dengan cara tertentu sehingga
siswa memiliki kemampuan berkenaan dengan pemahaman, keterampilan, dan
perasaan. Sebagai refleksi atas kemampuan tersebut, siswa dapat memecahkan
persoalan-persoalan yang diajukan di dalam latihan. Begitupun bagi guru. Buku

4
teks pelajaran harus mampu membantu guru berkenaan dengan cara mengajarkan
serta menguji kemampuan siswa berkenaan dengan materi tersebut.
Secara teoretis, guru berpengalaman dapat mengajarkan materi tanpa buku
teks pelajaran. Akan tetapi, cara demikian tidak akan berlangsung lama. Banyak
guru yang tidak sempat untuk menulis materi pelengkap sehingga mereka hanya
berpijak pada buku teks pelajaran. Artinya, buku teks pelajaran memiliki posisi
yang sangat penting dalam kelas. Oleh karena itu, buku teks pelajaran harus
disusun seefektif dan seefisien mungkin sehingga siswa dan guru terbantu dalam
belajar dan mengajar di rumah maupun di kelas.
Penyajian materi merupakan tahap kedua setelah materi tersedia. Materi itu
dapat meliputi pengetahuan seperti fakta, konsep, prinsip, dan prosedur;
keterampilan, seperti kemampuan menerapkan prosedur; serta sikap, seperti nilai.
Ibarat seorang juru masak, penyediaan materi merupakan tahap awal sebelum
memasak. Rasa, aroma, dan kelezatan suatu masakan tergantung kepada cara
pengolahan juru masak dan cara penyajian pramusaji. Antara juru masak yang
satu dengan juru masak yang lain akan menghasilkan masakan dengan rasa,
aroma, dan kelezatan yang berbeda sekalipun bahan sama. Semua tergantung
kepada pengalaman, keterampilan, wawasan, dan sebagainya dari juru masak.
Hal demikian terjadi pula di dalam penyusunan buku pelajaran. Setelah bahan
materi seperti dikemukakan di atas tersedia, penulis harus mengolahnya agar buku
pelajaran yang disusunnya menghasilkan menu yang mampu membangkitkan
selera pembaca (siswa). Kemampuan ini tampak ketika siswa dipermudah,
dibangkitkan minatnya, dikembangkan daya tariknya, dirangsang skematanya,
dikembangkan daya pikir dan ciptanya, ditumbuhkan aktivitas dan kreativitasnya,
serta ditimbulkan keinginan untuk mencoba oleh buku pelajaran. Tentu pula buku
yang ditulis oleh seseorang akan berbeda dengan penulis yang lainnya. Hal ini
tergantung kepada pengalaman, keterampilan, wawasan, dan sebagainya dari
penulis.
Berdasarkan paparan di atas tampak bahwa penyajian materi berkenaan
dengan penataan materi di dalam buku pelajaran. Penataan ini dimaksudkan agar
mudah, menarik, membangkitkan minat, membangun skema, mengembangkan

5
daya pikir dan daya cipta, beragam, menimbulkan aktivitas dan kreativitas,
menimbulkan keinginan untuk mencoba, dan sebagainya.
Penyajian materi di dalam buku pelajaran tidak hanya didasarkan persepsi
penulis semata. Cara mengolah dan kemudian menyajikannya di dalam buku
pelajaran, haruslah didasarkan atas pandangan teori belajar. Artinya, peguasaan
teori belajar menjadi sangat signifikan untuk dikuasai oleh penulis buku pelajaran.
Belajar adalah bagaimana cara siswa membangun pengalaman baru berdasarkan
pengalaman awal. Prinsip ini mengarahkan kita bahwa sumber belajar yang paling
otentik adalah pengalaman. Menurut Covey (2006) belajar merupakan upaya
untuk mengilhami diri kita dan orang lain. Caranya adalah kenali diri dan
dengarkan hati nurani kita. Pengenalan diri dan penyertaan hati nurani
menyiratkan betapa tingginya nilai pengalaman.
Sejak tahun 1916, John Dewey telah menyatakan bahwa siswa akan belajar
dengan baik jika yang dipelajarinya terkait dengan apa yang telah diketahuinya.
Para ahli psikologi belajar mutakhir pun semakin memperkuatnya. Piaget,
misalnya, dengan teori skemanya menjelaskan bahwa perkembangan intelektual
anak muncul melalui proses penciptaan pengetahuan baru berdasarkan
pengetahuan yang sudah ada pada diri si anak. Ia memberikan contoh tentang
seorang anak kecil dari kota yang diajak berjalan-jalan oleh ayahnya ke suatu
desa. Ia melihat seekor sapi di ladang. Kemudian anak itu berkata: “Ayah, lihat,
itu ada anjing besar” (Barry, 1977 dan Suryaman, 2001).
Pengambilan kesimpulan “anjing besar” didasarkan pengetahuan awal anak
tentang anjing, namun pengetahuan anak tentang sapi belum dikenalnya. Di sini
anak mencoba menempatkan stimulus yang baru (sapi) pada pengetahuan
awalnya. Stimulus baru itu kira-kira mirip dengan seekor anjing (yang sudah
dikenal) sehingga ia mengidentifikasikan objek tersebut sebagai seekor anjing. Si
anak belum mampu membedakan antara sapi dengan anjing tetapi sudah mampu
melihat kesamaannya.
Begitupun dengan Ausubel (Biehler, 1978) yang menyatakan bahwa perlunya
pengorganisasian awal (advanced organizer) sebagai jembatan konseptual antara
sesuatu yang telah diketahui dengan sesuatu yang baru. Syaratnya, sesuatu yang

6
telah diketahui itu stabil, jelas, terbedakan dari yang lain, serta berkaitan dengan
hal yang baru.
Piaget kemudian memaknai belajar sebagai pemrosesan pengalaman yang
secara konstan mengalami pemantapan sesuai dengan informasi baru yang
diperoleh. Semakin banyak pengalaman, semakin bertambah pula penyempurnaan
skema seseorang. Para pakar teori skema memastikan bahwa latar belakang
pengalaman yang kaya akan sangat membantu keberhasilan belajar. Pengalaman
yang kaya itu bisa diperoleh dengan berbagai cara, di antaranya dengan jalan
membaca, khususnya membaca buku teks pelajaran. Semakin banyak seseorang
membaca, akan semakin meningkat pula kemampuan membacanya. Hasil
penelitian Yap (1978) mendukung pernyataan tersebut, yakni tingkat keterampilan
membaca seseorang ditentukan oleh 65% banyaknya membaca. (sumber:
journal.uny.ac.id. oleh M Suryaman)
Ada yang perlu dingat bahwa ketersediaan buku teks juga akan mempengaruhi
pembelajaran, kerena bisa saja ada siswa yang memang kurang mendayagunakan
buku teks yang telah menjadi pegangan. Jadi sebaiknya dalam proses
pembelajaran guru tidak terlalu mengandalkan buku teks. Jadikan buku teks hanya
sebagai media pembalajaran saja yang dapat memudahkan guru dalam hal
memahamkan mata pelajaran maupun murid yang dapat mengkoneksikan pikiran
antara apa-apa yang dijelaskan oleh guru dengan tulisan dan penjelasan detail
yang terdapat pada buku teks.
Terlebih zaman era kemudahan seperti sekarang ini, internet yang sudah
bukan menjadi barang langka, akan lebih memudahkan murid dalam mencari
informasi apapun. Baik-buruknya tergantung seperti apa pemakaianya. Dan guru
disini berperan menjadi filter agak murid tidak salah paham.

C. Hubungan Buku Teks dengan Guru


Telah dijelaskan sebelumnya buku teks mempunyai nilai lebih bagi guru.
Kelebihan itu terllihat pada hal-hal berikut.

7
1. Buku teks memuat persediaan materi bahan ajar yang memudahkan guru
merencanakan jangkauan bahan ajar yang akan disajikannya pada satuan jadwal
pengajaran (mingguan, bulanan, caturwulanan, semesteran).
2. Buku teks memuat masalah-masalah terpenting dari satu bidang studi.
3. Buku teks banyak memuat alat bantu pengajaran, misalnya gambar, skema,
diagram, dan peta.
4. Buku teks merupakan rekaman yang permanen yang memudahkan untuk
mengadakan peninjauan ulang di kemudian hari.
5. Buku teks memuat bahan ajar yang seragam, yang dibutuhkan untuk kesamaan
evaluasi, dan juga kelancaran diskusi.
6. Buku teks memungkinkan siswa belajar di rumah.
7. Buku teks memuat bahan ajar yang relatif telah tertata menurut sistem dan
logika tertentu.
8. Buku teks membebaskan guru dari kesibukan mencari bahan ajar sendiri
sehingga sebagian waktunya dapat dimanfaatkan untuk kegiatan lain.
Kenyataan lain juga menunjukkan bahwa masih banyak guru yang bergantung
penuh pada buku teks sehingga satu-satunya sumber dalam pembelajaran adalah
buku teks tersebut. Pada kondisi seperti ini, peran buku teks menjadi penting dan
sangat menentukan benar-tidaknya pelaksanaan pembelajaran. Konsekuensinynya,
jika sesuatu yang ada dalam buku teks tersebut salah, misalnya, pengetahuan
siswa pun akan menjadi salah. Jika kebijakan pemilihan buku teks diberikan
kepada guru mata pelajaran, perlulah memberikan bekal yang memadai pada para
guru akan kriteria buku teks yang baik dan benar. Namun, jika kebijakan yang
diambil adalah membuat buku teks sendiri, perlulah dibuat tim yang benar-benar
menguasai materi bidang studi dan tatacara penulisan buku teks yang benar.
Guru menggunakan buku teks karena ia memiliki beberapa fungsi. Sheldon
mengajukan tiga alasan utama yang diyakininya mengenai penggunaan buku teks
oleh para guru. Pertama, guru menggunakan buku teks karena mengembangkan
materi ajar sendiri sangat sulit dan berat bagi guru. Kedua, guru mempunyai
waktu yang terbatas untuk mengembangkan materi baru karena sifat dari
profesinya itu. Ketiga, adanya tekanan eksternal yang menekan banyak guru

8
(Sheldon dalam Garinger 2001: 2). Ketiga alasan ini dapat dijadikan bahan
pertimbangan oleh guru dalam memilih buku. Penggunaan buku teks merupakan
cara yang paling efisien karena waktu untuk mempersiapkan bahan ajar
berkurang. Di samping itu, buku menyediakan aktivitas yang sudah siap untuk
dilaksanakan dan membekali siswa dengan contoh konkret.
Alasan lain bagi penggunaan buku teks ialah karena buku teks merupakan
kerangka kerja yang mengatur dan menjadwalkan waktu kegiatan program
pembelajaran. Di mata siswa, tidak ada buku teks berarti tidak ada tujuan. Tanpa
buku teks, siswa mengira bahwa mereka tidak ditangani secara serius. Dalam
banyak situasi, buku teks dapat berperan sebagai silabus. Buku teks menyediakan
teks dan tugas pembelajaran yang siap pakai. Buku teks merupakan cara yang
paling mudah untuk menyediakan bahan pembelajaran. Siswa tidak mempunyai
fokus yang jelas tanpa adanya buku teks dan ketergantungan pada guru menjadi
tinggi. Bagi guru baru yang kurang berpengalaman, buku teks berarti keamanan,
petunjuk, dan bantuan. (Ansary, 2002: 2)
Alasan penggunaan buku teks seperti ini hanya berlaku jika:
(1) buku teks memenuhi kebutuhan guru dan siswa;
(2) topik-topik dalam buku teks relevan dan menarik bagi guru dan siswa;
(3) buku teks tidak membatasi kreativitas guru;
(4) buku teks disusun dengan realistik dan memperhitungkan situasi pembelajaran
di kelas;
(5) buku teks beradaptasi dengan gaya belajar siswa; dan
(6) buku teks tidak menjadikan guru sebagai budak dan pelayan.
Apabila aspek-aspek ini tidak dipenuhi, maka buku teks hanya akan menjadi
masses of rubbish skillfully marketed, seperti diungkapkan oleh Brumfit (Ansary
2002: 2), yang hanya akan menguntungkan secara materi bagi pihak-pihak yang
dengan terang-terangan atau sembunyi-sembunyi membisniskan buku teks, dan
mencemari dunia pendidikan. Dalam hal seperti ini, sebaiknya guru dibekali
dengan pengetahuan bagaimana memilih buku teks dan bagaimana
mengaplikasikannya secara kreatif di kelas.

9
Sementara itu, UNESCO menggariskan tiga fungsi pokok dari buku teks, yaitu
(1) fungsi informasi, (2) fungsi pengaturan dan pengorganisasian pembelajaran,
dan (3) fungsi pemandu pembelajaran. (Seguin 1989:18-19).
Selanjutnya berdasarkan fungsi-fungsi ini, dapat ditentukan jenis-jenis buku
yang diperlukan untuk menyertai buku teks, dalam hal ini buku pegangan untuk
siswa yang juga dipegang guru dalam KBM, yang biasanya semuanya telah
menjadi satu paket, yang terdiri atas (1) buku siswa, (2) buku guru, dan (3)
sejumlah komponen yang meliputi: buku kerja atau buku kegiatan, materi bacaan
tambahan, dan buku tes (Supriadi, 2000: 1).
Yang perlu diperhatikan adalah, ketika guru menggunakan buku teks dalam
pembelajaran, guru harus tetap menerapkan pembelajaran sebagai sosok guru
yang konstruktivis dengan ciri-ciri sebagai berikut.
1. Guru mendorong, menerima inisiatif, dan membuat mandiri siswa.
2. Guru menggunakan data atau fenomena aktual dan kontekstual sebagai
sumber utama pada fokus materi pembelajaran.
3. Guru memberikan tugas-tugas kepada siswa yang terarah pada pelatihan
kemampuan mengklasifikasi, menganalisis, memprediksi, dan menciptakan.
4. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menguraikan isi pelajaran
dan memvariasikan strategi pembelajaran.
5. Guru melakukan penelusuran pemahaman siswa terhadap suatu konsep
sebelum memulai pembelajaran.
6. Guru mendorong terjadinya dialog dengan dan antarsiswa.
7. Guru mendorong siswa untuk berpikir, melalui pertanyaan-pertanyaan
terbuka dan mendorong siswa untuk bertanya sesama teman.
8. Guru melakukan elaborasi erhadap respons siswa, baik yang sudah benar
maupun yang belum benar.
9. Guru melibatkan siswa pada pengalaman yang menimbulkan kontradiksi
dengan hipotesis siswa dan mendiskusikannya.
10. Guru memberikan waktu berpikir yang cukup bagi siswa dalam menjawab
pertanyaan.

10
11. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencoba menghubungkan
beberapa hal yang dipelajari untuk meningkatkan pemahaman.
12. Guru mengakhiri pembelajaran dengan memfasilitasi proses penyimpulan
melalui acuan yang benar. (Diadaptasikan Brooks & Brooks, dalam Waliman,
dkk. 2001)

D. Langkah-Langkah Pengembangan Buku Teks


Penyusunan buku teks pada dasarnya adalah mengemas materi secara
sistematis agar memudahkan peserta didik. Agar buku teks yang disusun
sistematis, maka teks harus disusun berdasarkan langkah-langkah atau prosedur
yang ada (Riyanto 2013). Berikut langkah-langkah penyusunan buku teks yang
dipaparkan para ahli.
Menurut pendapat Akbar (2013: 36) pengembangan buku teks pada dasarnya
menggunakan prosedur riset yang secara umum memiliki langkah sebagai berikut.
1. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah pembelajaran yang telah terjadi di kelas, melalui
mengkaji buku teks, mengkaji literatur, observasi kelas pada proses penggunaan
buku teks, dan telaah dokumen. Sebelum melaksanakan pengembangan buku teks,
maka perlu dilakukan identifikasi masalah terlebih dahulu. Hal tersebut menjadi
acuan dalam proses pengembangan selanjutnya, masalah yang telah ditemukan
dari hasil mengkaji persoalan mengenai pembelajaran akan dilanjutkan pada tahap
berikutnya.
2. Analisis Kurikulum
Analisis kurikulum dengan menganalisis standar kompetensi, kompetensi
dasar, merumuskan indikator, dan merumuskan tujuan pembelajaran. Kegiatan
analisis kurikulum perlu dilakukan, guna menyesuaikan pembelajaran dengan
kurikulum yang berlaku. Kompetensi dasar yang dicapai pun harus dikaji, agar
peserta didik paham mengenai tujuan pembelajaran yang akan dilaksanakan.
3. Menyusun Konsep Buku Teks Berdasarkan Teoritik
Menyusun konsep buku teks berdasarkan teoritik, validasi ahli untuk
mengetahui kesesuaian konsep dengan landasan teoritiknya, dan menggunakan

11
instrumen validasi. Penyusunan buku teks tentunya membutuhkan campur tangan
para ahli. Para ahli akan memvalidasi konsep pengembangan buku teks sesuai
dengan landasan teoritik.
4. Revisi
Revisi konsep buku teks berdasarkan validasi ahli sehingga hasilnya lebih baik
dan sesuai dengan teori. Hasil validasi para ahli, akan menghasilkan revisi pagi
peneliti. Hal tersebut berguna untuk perbaikan buku teks untuk tahap selanjutnya.
5. Uji Coba
Buku teks yang telah melalui tahap revisi, akan diuji coba terbatas oleh guru
dan peserta didik didalam kelas. Kegiatan tersebut akan diketahui buku teks
tersebut efektif atau tidak saat pembelajaran. Uji coba tersebut mengantarkan pada
saran dan kritik untuk perbaikan selanjutnya. Pengembangan buku teks tersebut
diharapkan dapat digunakan oleh guru dan peserta didik secara terus menerus
serta selalu meningkatkan kualitas sehingga menjadi perangkat pembelajaran yang
baik dilingkungan pendidikan.
Adapun menurut Prastowo (2011: 176-190) terdapat enam tahap yang harus
dilalui dalam menyusun buku teks, yaitu analisis kurikulum, menentukan judul
buku, merancang outline buku, mengumpulkan referensi sebagai bahan penulisan,
menulis buku dengan memperhatikan penyajian kalimat, dan mengevaluasi atau
mengedit hasil tulisan dengan membaca ulang. Adapun penjelasannya adalah
sebagai berikut:
a. Menganalisis Kurikulum
Salah satu kriteria bahan ajar yang baik adalah kesesuaiannya dengan
kurikulum yang berlaku. Dengan demikian, sebelum memulai menulis, penulis
bahan ajar seyogianya terlebih dahulu mempelajari kurikulum yang berlaku.
Analisis kurikulum meliputi kajian terhadap standar kompetensi dan
kompetensi dasar. Dari kompetensi dasar kemudian dijabarkan menjadi indikator
pencapaian dan materi pokok. Selanjutnya materi pokok yang telah diidentifikasi
dipetakan dan disusun. Setelah itu, proses penulisan dimulai.
b. Menentukan Judul Buku

12
Untuk menentukan judul pada umumnya berdasarkan materi pokok. Jadi, jika
kita sudah menemukan materi pokok, maka itulah yang kita jadikan judul masing-
masing bab dari buku yang kita susun. Sementara judul bukunya disesuaikan
dengan mata pelajaran.
Pembuatan kerangka buku membantu kita membuat paragraf yang baik,
membangun ide menuntun pembaca menelusuri tulisan kita.
c. Mengumpulkan Referensi sebagai Bahan Penulisan
Referensi yang dikumpulkan hendaknya yang terkini dan relevan dengan
bahan kajian. Referensi dapat diambil dari buku, jurnal ilmiah, hasil penelitian,
koran dan lain-lain.
d. Menulis Buku dengan Memperhatikan Penyajian Kalimat yang
Disesuaikan dengan Usia dan Pengalaman Pembacanya
Kalimat yang dibuat dalam buku yang sedang kita susun harus memperhatikan
tingkat keterbacaan. Panjang kalimat harus mempertimbangkan kemampuan
peserta didik.
e. Mengevaluasi atau mengedit hasil tulisan dengan membaca ulang
Kita perlu membaca ulang atau meminta teman untuk membaca apa yang telah
ditulis dalam rangka memperbaiki kualitas tulisan kita. Jika terdapat kekurangan,
maka dapat ditambah atau dikomentari (Bungfei, 2020).

13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hubungan antara dan buku teks dianggap sebagai sarana penunjang bagi
kurikulum tersebut. Walaupun begitu, tidaklah menutup kemungkinan bahwa
kurikulum lahir berdasarkan adanya buku teks yang dianggap relatif baik sehingga
perlu disusun programnya secara bersistem. Dengan menggunakan buku teks
diharapkan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang ingin dicapai dapat
terwujud.
Berdasarkan beberapa rujukan yang telah dipaparkan di atas, diketahui bahwa
langkah-langkah penyusunan modul memiliki beragam versi dan variasi. Penulis
lebih cenderung menggunakan pendapat yang dikemukan oleh Prastowo. Hal
tersebut dikarenakan langkah-langkah yang dijelaskan lebih efektif serta efisien.

B. Saran
Kami selaku penyusun menyadari bahwa makalah ini mungkin masih belum
sempurna. Hal ini disebabkan karena masih terbatasnya kemampuan kami. Oleh
karena itu, kami selaku penyusun makalah ini sangat mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun. Kami juga mengharapkan makalah ini sangat
bermanfaat bagi kami khususnya dan pembaca pada umumnya.

14
DAFTAR PUSTAKA
„BAB II.Pdf‟. http://repository.uinbanten.ac.id/1701/4/BAB%20II.pdf .
Bungfei. 2020. „Langkah-Langkah Penyusunan Buku Teks‟. BUNGFEI.COM.
https://www.bungfei.com/2020/09/langkah-langkah-penyusunan-buku-
teks.html.
PBSI. 2016. „Menulis Buku Teks 1: Hubungan Buku Teks Dan Komponen
Pembelajaran
(Kelompok2)‟.http://bukutekspbsia1.blogspot.com/2016/02/hubungan-
buku-teks-dan-komponen.html.
Riyanto, Agus. 2013. „Pengembangan Buku Pengayaan Keterampilan Membaca
Bahasa Indonesia yang Bermuatan Nilai Kewirausahaan‟. Seloka: Jurnal
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2(1).

iii

Anda mungkin juga menyukai