Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

MAKNA DAN IMPLIKASI PENDIDIKAN MULTICULTURAL DAN


BENTUK PENGEMBANGAN YANG SESUAI DENGAN KONDISI DI
INDONESIA

Dosen Pengampu: Maulid Agustin, M.Pd.

Disusun Oleh Kelompok 6 :

1. Wieke Adinda Putri


2. Sherli Safroni

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MUHAMMADIYAH
KOTA PROBOLINGGO

TAHUN AJARAN 2021-2022


KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah atas segala limpahan karunia Allah SWT atas


izinNya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Shalawat serta salam
tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW beserta
keluarga, para sahabat, dan seluruh ummatnya yang senantiasa istiqomah hingga
akhir zaman.

Pendidikan adalah sebuah proses pengembangkan sumberdaya manusia


agar memperoleh kemampuan sosial dan perkembangan individu yang optimal
memberikan relasi yang kuat antara individu dengan masyarakat dan lingkungan
budaya sekitar Lebih dari itu pendidikan merupakan proses “memanusiakan
manusia” dimana manusia diharapkan mampu memahami dirinya, orang lain,
alam dan lingkungan budayanya. Atas dasar inilah pendidikan tidak terlepas dari
budaya yang melingkupinya sebagai konsekwensi dari tujuan pendidikan yaitu
mengasah rasa, karsa dan karya. Pencapaian tujuan pendidikan tersebut menuai
tantangan sepanjang masa karena salah satunya adalah perbedaan budaya.

Olehnya, kebutuhan terhadap pendidikan yang mampu mengakomodasi


dan memberikan pembelajaran untuk mampu menciptakan budaya baru dan
bersikap toleran terhadap budaya lain sangatlah penting atau dengan kata lain
pendidikan yang memiliki basis multikultural akan menjadi salah satu solusi
dalam pengembangan sumberdaya manusia yang mempunyai karakter yang kuat
dan toleran terhadap budaya lain.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memnuhi tugas mata kuliah PAI
Multicultural dengan tema “Makna Dan Implikasi Pendidikan Multicultural Dan
Bentuk Pengembangan Yang Sesuai Dengan Kondisi Di Indonesia”. Makalah ini
akan membahas tentang pengertian, nilai-nilai, implementasi pendidikan
multikultural di indonesia, serta perkembangan pendidikan multikultural dalam
agama islam di indonesia. Selanjutnya, kami sangat berterima kasih atas
sumbangasih dari banyak pihak baik berupa dukungan do’a, saran atau motivasi
sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini. Namun kami sadar bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna berdasar atas minimnya pengalaman
dan pengetahuan yang kami miliki. Maka dari itu, saran dan kritik pembangunlah
yang menjadi harapan kami dari para pembaca dan banyak pihak demi tercapainya
tujuan penulisan makalah ini, terutama dosen pengampu.

Demikian makalah ini kami susun, semoga bisa memberikan manfaat


kepada para pembaca.

Probolinggo, 08 November 2021

Kelompok 6
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................

DAFTAR ISI ........................................................................

BAB I PENDAHULUAN ....................................................

A. Latar Belakang ................................................................


B. Rumusan Masalah ...........................................................
C. Tujuan Penulisan .............................................................

BAB II PEMBAHASAN .....................................................

A. Pengertian Pendidikan Multikultural ...............................


a) Pengertian pendidikan multikultural..................
b) Nilai-nilai multikultural...................................
B. Mengidentifikasikan perlunya pendidikan multikultural di Indonesia
.........................................................................................
C. Pengembangan Pendidikan Multikultural di Indonessia

.........................................................................................
D. Implementasi Pendidikan Multikultural di Indonesia .....

BAB III PENUTUPAN .......................................................

A. Kesimpulan ......................................................................

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di era globalisasi ini, kita tidak dapat melepaskan diri dari kehidupan global.
Globalisasi bukan hanya membawa nilai-nilai positif, akan tetapi mengandung
bahaya perpecahan. Samuel P. Huntington meramalkan akan terjadinya benturan
antar peradaban dunia. Benturan tersebut di akibatkan oleh beberapa factor
berikut, politik, sosial, budaya, ekonomi, ras, dan agama.

Pendidikan sebagai sebuah proses pengembangan sumberdaya manusia agar


memperoleh kemampuan sosial dan perkembangan individu yang optimal.
Pendidikan merupakan proses “memanusiakan manusia”, yaitu manusia
diharapkan mampu memahami dirinya, orang lain, alam dan lingkungan
budayanya. Pendidikan tidak terlepas dari budaya yang melingkupinya sebagai
konsekuensi dari tujuan pendidikan, yaitu mengasah rasa, karsa, dan karya.
Pencapaian tujuan pendidikan tersebut menuai tantangan sepanjang masa karena
salah satunya adalah perbedaan budaya.

Melihat fenomena di atas, Pendidikan di Indonesia haruslah peka terhadap


perputaran globalisasi. Demokrasi menuntut pengakuan perbedaan bangsa
Indonesia yang terdiri dari banyak suku dan agama. Maka, bentuk pendidikan
yang berusaha menjaga kebudayaan suatu masyarakat dan memindahkannya
kepada generasi berikutnya, menumbuhkan nilai dan norma, memupuk
persahabatan antar siswa yang beranekaragam suku, ras, budaya, dan agama, dan
mengembangkan sikap saling memahami itulah yang dibutuhkan dalam
pendidikan di Indonesia. Oleh karena itu, pendidikan multicultural adalah jawaban
atas problematika kemajemukan itu.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari pendidikan multicultural?
2. Apakah pendidikan multicultural itu perlu di terapkan indonesia?
3. Bagaimana pengembangan pendidikan multicultural di Indonesia?
4. Bagaimana implementasi pendidikan multicultural di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan pengertian dan tujuan pendidikan multicultural.
2. Mengidentifikasi perlunya pendidikan multikultural di Indonesia.
3. Menjelaskan pengembangan pendidikan multicultural di Indonesia.
4. Mendeskripsikan implementasi pendidikan multicultural di Indonesia.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendidikan Multikultural


a) Pengertian pendidikan multikultural
Pendidikan multikultural berasal dari dua kata pendidikan dan
multikultural. Pendidikan merupakan proses pengembangan sikap dan tata laku
seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
proses pembelajaran, peatihan, proses, perbuatan dan cara-cara yang mendidik.

Multikulturalisme secara etimologi terdiri dari 3 kata, yaitu multi artinya


banyak kultur artinya budaya dan isme yang berarti aliran atau ajaran. Jadi,
multikulturalisme adalah aliran atau paham tentang banyak budaya yang berarti
mengarah pada keberagaman budaya. Pendidikan multikultural dapat dipahami
juga sebagai suatu proses atau strategi pendidikan yang melibatkan lebih dari satu
budaya yang ditunjukkan melalui kebangsaan, bahasa, etnik, atau kriteria rasial.
Pendidikan multikultural dapat berlangsung dalam setting pendidikan formal atau
informal, secara langsung ataupun tidak langsung (Zuriah, 2010: 77).

Andersen dan Cusher mengatakan bahwa pendidikan multicultural


adalah pendidikan mengenai keragaman kebudayaan. Keragaman kebudayaan
menjadi sesuatu yang dipelajari dan berstatus sebagai objek studi. Dengan kata
lain, keragaman kebudayaan menjadi materi pelajaran yang harus diperhatikan
para pengembang kurikulum.

Mundzier suparta dalam bukunya islamic multicultural education,


mencatat lebih dari 10 definisi tentang pendidikan multikultural, diantaranya
adalah; (a) Pendidikan Multikultural adalah sebuah filosofi yang menekankan
pada makna pending, legitimasi(keputusan/kebijakan) dan vitalisasi(kemampuan
untuk bertahan hidup) keragama etnik dan budaya dalam membentuk kehidupan
individu, kelompok maupun banga. (b) Pendidikan Multikultural adalah
menginstitusionalkan sebuah folosofi pluralisme budaya ke dalam system
pendidikan yang didasarkan pada prinsip-prinsip persamaan (equality), saling
menghormati dan menerima, memahami adanya komitmen moral untuk sebuah
keadilan sosial. (c) Pendidikan Multikultural adalah sebuah pendekatan
pengajaran dan pembelajaran yang didasarkan atas nilai-nilai demokrasitis yang
mendorong berkembangnya pluralisme budaya; dalam hampir seluruh bentuk
komprehensifnya. (d) Pendidikan Multikultural merupakan reformasi sekolah
yang komprehensif(mampu menerima) dan pendidikann dasar untuk semua anak
didik yang menentang semua bentuk diskriminasi dan intruksiyang menindas dan
hubungan antar personal di dalam kelas dan memberikan prinsip-prinsip
demokratis keadilan sosial.

Dari beberapa definisi mengenai pendidikan multikultural diatas dapat di


simpulkan, adanya pendidikan multikultural yaitu; Pertama, proses
pengembangan sikap dan tata laku. Kedua , menghargai perbedaan dan keragaman
budaya. Ketiga , penghargaan terhadap budaya lain. Dari kesimpilan ini dapat
menjadikan landasan dalam merumuskan konsep Islam dalam memahami
pendidikan multikultural.

b) Nilai-nilai pendidikan multikultural


 Nilai saling menghormati
 Nilai saling menghargai
 Nilai toleransi
 Nilai persatuan
 Nilai kerja sama
 Nilai solidaritas antar etnis

Cara pandang individu terhadap orang lain disekitarnya pasti berbeda. Hal ini
dilatarbelakangi oleh pola asuh dalam keluarga, lingkungan dimana individu
tersebut berinteraksi, pergaulan atau kelompok, dan juga perspektif individu itu
sendiri berdasarkan pengalam-pengalamannya sebelumnya dalam berinteraksi
dengan orang lain disekitarnya.

Oleh karena itu, keluarga dan sekolah memiliki peranan yang sangat besar
dalam memberikan pemahaman mengenai nilai-nilai multikultural diatas. Agar
terbentuklah perilaku yang baik dan juga dapat menerapkan sikap-sikap yang ada
pada nilai-nilai pendidikan multikultural dengan baik. Pemaham tersebut
didapatkan oleh masing-masing individu atau siswa pada saat pembelajaran
dikelas maupun praktek dalam berinteraksi dikehidupan sehari-hari.

Pendidikan Multikultural mencakup subjek-subjek mengenai ketidakadilan,


kemiskinan, penindasan dan keterbelakangan kelompok-kelompok minoritas
dalam berbagai bidang: sosial, budaya, ekonomi, pendidikan dan lain sebagainya.
Paradigma seperti ini akan mendorong tumbuhnya kajian-kajian tentang “ethnic
studies” untuk kemudian menemukan tempatnya dalam kurikulum pendidikan
sejak dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Tujuan inti dari pembahasan
tentang subjek ini adalah untuk mencapai pemberdayaan (empowerment) bagi
kelompok-kelompok minoritas dan disadvantaged27.

Pendidikan multikultural berawal dari berkembangnya gagasan dan


kesadaran tentang “interkulturalisme” seusai perang dunia II. Kemunculan
gagasan dan kesadaran “interkulturalisme” ini selain terkait dengan
perkembangan politik internasional menyangkut HAM, kemerdekaan dari
kolonialisme, dan diskriminasi rasial dan lain-lain, juga karena meningkatnya
pluralitas di negara-negara Barat sendiri sebagai akibat dari peningkatan migrasi
dari negara-negara baru merdeka ke Amerika dan Eropa.

Sebagai negara berkembang, menjadikan pendidikan sebagai salah satu


sarana strategis dalam upaya membangun jati diri bangsa adalah sebuah langkah
yang bagus, relatif tepat, dan menjanjikan pendidikan yang layak dan
kelihatannya tepat dan kompatibel untuk membangun bangsa kita adalah dengan
model pendidikan multikultural. Berkaitan dengan hal ini, maka pendidikan
multikultural menawarkan satu alternatif melalui penerapan strategi dan konsep
pendidikan yang berbasis pada pemanfaatan keragaman yang ada di masyarakat,
khususnya yang ada pada siswa seperti keragaman etnis, budaya, bahasa, agama,
status sosial, gender, kemampuan, umur dan ras.8 Hal ini didasarkan pada
beberapa pertimbangan berikut:

Pertama, pendidikan multikultural secara inhern sudah ada sejak bangsa


Indonesia ini ada. Falsafah bangsa Indonesia adalah Bhinneka Tunggal Ika, suka
gotong royong, membantu, dan menghargai antar satu dengan yang lainnya,
betapa dapat dilihat dalam potret kronologis bangsa ini yang sarat dengan
masuknya berbagai suku bangsa asing dan terus berakulturasi dengan masyarakat
pribumi, misalnya etnis Cina, etnis Arab, etnis Eropa, etnis Afrika dan
sebagainya. Semua suku itu ternyata secara kultural telah mampu beradaptasi
dengan suku-suku asli negara Indonesia. Misalnya suku jawa, batak, minang,
bugis, ambon, papua, suku dayak, dan suku sunda. Proses adaptasi dan akulturasi
yang berlangsung di antara suku-suku tersebut dengan etnis yang datang
kemudian itu, ternyata sebagian besar dilakukan dengan damai tanpa adanya
penindasan yang berlebihan. Proses inilah yang dikenal dengan pendidikan
multikultural.

Kedua, pendidikan multikultural memberikan secercah harapan dalam


mengatasi berbagai gejolak masyarakat yang terjadi akhir-akhir ini, mengingat
pendidikan multikultural adalah pendidikan yang senantiasa menjunjung tinggi
nilai-nilai, keyakinan, heterogenitas, pluralitas dan keragaman, apapun aspeknya
dalam masyarakat.

Ketiga, pendidikan multikultural menentang pendidikan yang berorientasi


bisnis. Pada saat ini, lembaga pendidikan baik sekolah atau perguruan tinggi
berlomba-lomba menjadikan lembaga pendidikannya sebagai sebuah institusi
yang mampu menghasilkan income yang besar. Alasannya untuk meningkatkan
kualitas pelayanan peserta didik. Padaha semua orang tahu, bahwa pendidikan
yang sebenarnya bagi bangsa Indonesia bukanlah pendidikan keterampilan belaka,
melainkan pendidikan yang harus mengakomodir semua jenis kecerdasan yang
sering dikenal dengan nama kecerdasan ganda (multiple intelligence).
Pertimbangan-pertimbangan itulah yang barangkali perlu dikaji dan direnungkan
ulang bagi subjek pendidikan di Indonesia, salah satunya dengan mengembangkan
model pendidikan multikultural. Yaitu pendidikan yang mampu mengakomodir
sekian ribu perbedaan dalam sebuah wadah yang harmonis, toleran, dan saling
menghargai.

Dengan demikian Pendidikan multikultural merupakan respons terhadap


perkembangan keragaman populasi sekolah, sebagaimana tuntutan persamaan hak
bagi setiap kelompok. Dimensi lain pendidikan multikultural merupakan
pengembangan kurikulum dan aktifitas pendidikan untuk memasuki berbagai
pandangan, sejarah, prestasi dan perhatian terhadap orang-orang non eropa.
Perbincangan tentang konsep pendidikan multikultural semakin memperoleh
momentum pasca runtuhnya rezim otoriter militeristik orde baru karena hempasan
badai reformasi. Era reformasi ternyata tidak hanya membawa berkah bagi bangsa
kita namun juga memberi peluang meningkatnya kecenderungan primordialisme.

Untuk itu, dirasa perlu menerapkan paradigma pendidikan multikultural


untuk menangkal semangat primordialisme. Paradigma pendidikan multikultural
dalam konteks ini memberi pelajaran kepada kita untuk memiliki apresiasi respek
terhadap budaya dan agama-agama orang lain. Atas dasar ini maka penerapan
multikulturalisme menuntut kesadaran dari masing-masing budaya lokal untuk
saling mengakui dan menghormati keanekaragaman budaya yang dibalut
semangat kerukunan dan perdamain. Paradigma multikultural secara implisit juga
menjadi salah satu concern dari pasal 4 UU RI No.20 tahun 2003 sistem
pendidikan nasional. Dalam pasal itu dijelaskan, bahwa pendidikan
diselenggarakan secara demokratis, tidak diskriminatif, dengan menjunjung tinggi
HAM, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Namun ada satu
hal yang mesti diperhatikan dalam mendesain pendidikan multikultural di
Indonesia yang tatanan masyarakatnya penuh permasalahan antar kelompok,
budaya, suku, dan agama yang mengandung tantangan yang tidak ringan. Dalam
kondisi demikian, pendidikan multikultural lebih tepat diarahkan sebagai advokasi
untuk menciptakan masyarakat yang toleran. Untuk mencapai sasaran tersebut,
diperlukan beberapa pendekatan. Pendekatan yang dimaksud adalah:

1. Pandangan pendidikan (education) harus dibedakan dari pandangan

persekolahan (schooling).

2. Pandangan yang menyamakan kebudayaan dengan kelompok etnik harus


dihindari.
3. Karena pengembangan kompetensi dalam suatu “kebudayaan baru”
biasanya membutuhkan interaksi inisiatif dengan orang-orang yang sudah
memiliki kompetensi, maka dapat dilihat lebih jelas bahwa upaya untuk
mendukung sekolah-sekolah yang terpisah secara etnik merupakan antitesis
terhadap tujuan pendidikan multikultural.

4.Pendidikan multikultural meningkatkan kompetensi dalam beberapa


kebudayaan. Kebudayaan mana yang akan diadopsi itu ditentukan oleh situasi
dan kondisi secara proporsional.
5. Kemungkinan bahwa pendidikan, baik formal maupun non formal
meningkatkan kesadaran tentang kompetensi dalam beberapa kebudayaan.

Kesadaran seperti ini kemudian akan menjauhkan kita dari konsep dwi
budayaaan atau dikotomi antara pribumi dan non pribumi.11 Sejalan dengan
pendapat di atas, H.A.R. Tilaar mengajukan beberapa pokok pikiran berkaitan
dengan pengembangan pendidikan multikultural di Indonesia. Menurutnya
pendidikan multikultural mempunyai dimensi sebagai berikut:

1. Right to culture dan identitas budaya lokal. Multikulturalisme meskipun


didorong oleh pengakuan terhadap hak asasi manusia, namun akibat
globalisasi pengakuan tersebut diarahkan juga kepada hak-hak yang lain yaitu
hak akan kebudayaan. Pendidikan multikultural di Indonesia
haruslah diarahkan kepada terwujudnya masyarakat madani di tengahtengah
kekuatan kebudayaan global.
2. Kebudayaan Indonesia yang menjadi. Hal ini harus menjadi pegangan dari
setiap insan dan identitas budaya mikro Indonesia. Sebagai suatu pegangan,
hal tersebut merupakan suatu sistem nilai yang baru yang memerlukan suatu
proses perwujudan antara lain melalui proses dalam pendidikan nasional.
3. Konsep pendidikan multikultural normatif. Konsep ini dapat digunakan
untuk mewujudkan kebudayaan Indonesia yang dimiliki oleh suatu Negara-
bangsa. Namun untuk mewujudkannya kita jangan jatuh pada kekeliruan-
kekeliruan masa lalu yang menjadikan konsep multikultural normatif sebagai
suatu paksaan dengan menghilangkan keanekaragaman budaya-budaya lokal.
Pendidikan multikultural normatif justru memperkuat identitas suatu suku
yang kemudian dapat menyumbangkan bagi terwujudnya suatu kebudayaan
Indonesia yang dimiliki oleh seluruh bangsa Indonesia.
4. Pendidikan multikultural merupakan suatu rekonstruksi sosial. Ini
mengandung arti bahwa pendidikan multikultural berupaya untuk melihat
kembali kehidupan sosial yang ada dewasa ini. Mengingat rasa kesukuan yang
berlebihan dapat melahirkan ketidakharmonisan di dalam kehidupan bangsa
yang pluralistis, maka pendidikan multikultural memainkan peran pentingnya
di sini.
5. Pendidikan multikultural di Indonesia memerlukan pedagogik baru. Untuk
melaksanakan konsep pendidikan multikultural di dalam masyarakat
pluralistis, pedagogik yang tradisional tidak dapat digunakan lagi, karena
pedagogik tradisional membatasi proses pendidikan di dalam
ruangan sekolah yang sarat dengan pendidikan intelektualistik. Sedangkan
kehidupan sosial-budaya di Indonesia menuntut pendidikan hati yang
diarahkan kepada rasa persatuan dari bangsa Indonesia yang pluralistik.
Pedagogik baru yang dibutuhkan ialah: 1) pedagogik pemberdayaan
(pedagogy of empowerment), 2) pedagogik kesetaraan sesama manusia dalam
kebudayaan yang beragam (pedagogy of equity).
6. Pendidikan multikultural bertujuan untuk mewujudkan visi Indonesia masa
depan serta etika bangsa. Dalam kaitan ini perlu dipertimbangkan
menghidupkan kembali pendidikan budi pekerti terutama di tingkat
pendidikan dasar yang melengkapi pendidikan agama.

Dapat dikatakan bahwa tujuan utama dari pendidikan multikultural adalah


untuk menanamkan sikap simpati, respek, apresiasi, dan empati terhadap penganut
agama dan budaya yang berbeda, dan yang terpenting dari strategi pendidikan
multikultural ini tidak hanya bertujuan agar supaya siswa mudah memahami
pelajaran yang dipelajarinya, akan tetapi juga untuk meningkatkan kesadaran
mereka agar selalu berperilaku humanis, pluralis, dan demokrasi.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendidikan multikulturalisme


mempunyai beberapa ciri: (1) bertujuan membentuk manusia budaya dan
menciptakan masyarakat berbudaya. (2) materinya mengajarkan nilainilai luhur
kemanusiaan, nilai-nilai bangsa, dan nilai-nilai kelompok etnis, (3) metodenya
demokratis, yang menghargai aspek-aspek perbedaan dan keberagaman budaya
bangsa dan kelompok etnis, (4) evaluasinya ditentukan pada penilaian terhadap
tingkah laku anak didik yang meliputi persepsi, apresiasi, dan tindakan terhadap
budaya lainnya.

Pendidikan multikultural secara intern sudah ada sejak bangsa Indonesia


ini ada. Falsafah bangsa Indonesia adalah bhineka tunggal ika, suka gotong
royong, membantu, dan menghargai antar satu dengan yang lainnya. Kedua,
pendidikan multikultural memberikan secerah harapan dalam mengatasi berbagai
gejolak masyarakat yang terjadi akhir-akhir ini. Ketiga, pendidikan multikultural
menentang pendidikan yang beroreintasi bisnis. Keempat, pendidikan
multikultural sebagai resistensi fanatisme yang mengarah pada berbagai jenis
kekerasan

Dalam pendidikan formal pendidikan multikultural ini dapat diintegrasikan


dalam sistem pendidikan melalui kurikulum mulai Pendidikan Usia Dini, SD,
SLTP, SMU hingga Pendidikan Multikultural ini tidak harus dirancang khusus
sebagai muatan substansi tersendiri, namun dapat diintegrasikan dalam kurikulum
yang sudah ada melalui bahan ajar atau model pembelajaran yang paling
memungkinkan diterapkannya pendidikan multikultural ini. Di Perguruan Tinggi
misalnya, dari segi substansi, pendidikan multikultural dapat dinitegrasikan dalam
kurikulum yang berperspektif multikultural, seperti melalui mata kuliah umum
seperti ; Kewarganegaraan, ISBD, Agama dan Bahasa.

Demikian juga pada tingkat sekolah Usia Dini dapat diintegrasikan dalam
kurikulum pendidikan misalnya dalam Out Bond Program, tingkat SD, SLTP atau
Sekolah menengah pendidikan multikultural ini dapat diintegrasikan dalam bahan
ajar seperti PPKn, Agama, Sosiologi dan Antropologi, serta model pembelajaran
yang lain seperti melalui kelompok diskusi, kegiatan ekstrakurikuler dan
Sebagainya Dalam Pendidikan non formal wacana ini dapat disosialisasikan
melalui pelatihan dengan model pembelajaran yang responsive multikultural
dengan mengedepankan penghormatan terhadap perbedaan ras, suku, agama antar
anggota masyarakat.

Pendidikan multikultural ini dapat diimplementasikan dalam lingkup keluarga,


dimana keluarga sebagai institusi sosial terkecil dalam masyarakat. Media
pembelajaran yang paling efektif dalam proses internalisasi dan transformasi nilai,
serta sosialisasi dapat dibentuk dalam anggota keluarga. Peranan orangtua untuk
menanamkan nilai yang lebih responsive multikultural yaitu dengan
mengutamakan penghormatan, dan pengakuan perbedaan yang ada pada
masyarakat (agama, ras, golongan). Selain itu terhadap anak atau anggota
keluarga juga merupakan cara yang paling efektif dan elegan untuk mewujudkan
terciptanya sistem sosial yang lebih berkeadilan.

B. Mengidentifikasikan perlunya pendidikan multikultural di Indonesia

Dari konsep pendidikan multikultural yang telah dijelaskan di atas, dapat


dipahami bahwa untuk mencapai nilai-nilai multikultural bisa berdasarkan pada
tiga sumber, yaitu konsep mengenai kebutuhan peserta didik, konsep mengenai
kebutuhan masyarakat, dan konsep mengenai peranan dan status mata pelajaran
yang akan disampaikan. Dari prinsipprinsip tersebut disusunlah suatu rumusan
mengenai tujuan pendidikan multikultural. Dari tujuan pendidikan inilah
direncanakan kurikulum dan keputusan-keputusan instruksional yang akan
dilaksanakan. Perencanaan kurikulum meliputi pemilihan mata pelajaran yang
akan disajikan, kemudian dirumuskan mengenai tujuan instruksional yang akan
dicapai dengan mata pelajaran tersebut. Sumber-sumber apa yang diperlukan dan
rencana evaluasi dari mata pelajaran yang bagaimana yang sesuai dengan
perkembangan peserta didik. Dalam keputusan instruksional meliputi persiapan
peserta didik untuk menyerap mata pelajaran, misalnya di dalam membangkitkan.

Perhatian peserta didik, diagnosis proses pembelajaran dan


hubunganhubungannya dengan mata pelajaran yang disajikan. Demikian pula
caracara penyampaian pelajaran, yaitu informasi apa yang akan diberikan,
contoh-contoh apa yang perlu disajikan dan mengecek kembali pengertian yang
diharapkan diperoleh peserta didik. Keputusan instruksional juga meliputi
petunjuk-petunjuk praktis dalam pelaksanaannya. Begitu pula dengan petunjuk-
petunjuk yang khas untuk setiap mata pelajaran yang akan disajikan. Dari uraian
di atas mungkin timbul pertanyaan apakah pendidikan multikultural disajikan
sebagai mata pelajaran ataukah merupakan suatu bentuk penyajian yang
terintegrasi? Menjawab persoalan tersebut, sebaiknya pendidikan multikultural
tidak diberikan dalam suatu mata pelajaran yang terpisah, tetapi terintegrasi(satu
kesatuan) di dalam suatu mata pelajaran yang relevan. Dalam mata pelajaran ilmu
sosial, mata pelajaran bahasa, tujuan yang telah dirumuskan mengenai pendidikan
multikultural dapat dicapai tanpa memberikan suatu mata pelajaran tertentu. Di
dalam mata pelajaran kewarganegaraan (civic education) ataupun pendidikan
moral (moral education) merupakan wadah untuk menampung program-program
pendidikan multikultural.

Menurut Bunnet sebagaimana ditulis Azyumardi Azra, pendidikan


multikultural itu memiliki tiga macam program yang dapat diterapkan oleh
sekolah dan masyarakat secara keseluruhan. Pertama, program yang berorientasi
pada materi (content-oriented programs) yang merupakan bentuk pendidikan
multikultural yang paling umum dapat cepat dipahami, tujuan utamanya adalah
memasukan materi tentang kelompok budaya yang berbeda dalam kurikulum dan
materi pendidikan dalam rangka meningkatkan pengetahuan siswa mengenai
kelompok-kelompok tersebut.

Dalam bentuknya yang paling sederhana bentuk program ini


menambahkan aspek multikultural ke dalam kurikulum yang standar. Versi yang
lebih canggih dari bentuk ini yaitu mengubah kurikulum secara aktif dengan tiga
tujuan: 1) mengembangkan muatan multikultural melalui berbagai disiplin.

2) memasukkan sejenis sudut pandang dan perspektif yang berbeda dalam


kurikulum.

3) mengubah aturan, yang pada akhirnya mengembangkan paradigma


baru bagi kurikulum.

Kedua, program yang berorientasi siswa (student-oriented programs),


yang dimaksudkan untuk meningkatkan prestasi akademik kelompok siswa yang
berbeda, meskipun ketika itu mereka tidak memberikan perubahan besar dalam
muatan kurikulum. Beberapa program ini tidak dirancang untuk mengubah
kurikulum atau konteks sosial pendidikan, melainkan membantu siswa dengan
budaya dan bahasa yang berbeda untuk menciptakan perubahan dalam mainstream
pendidikan, terdapat beberapa kategori program yang khas:
1) program yang menggunakan riset dalam model belajar yang
berbasiskan budaya (culturally-based learning styles) dalam menentukan
gaya mengajar mana yang digunakan pada kelompok siswa tertentu;

2) program dua bahasa (bilingual) atau dua budaya (bicultural);

3) program bahasa yang mengandalkan bahasa dan budaya sekelompok


siswa minoritas.

Ketiga, program yang berorientasi sosial (socially-oriented programs)


yang berupaya mereformasi pendidikan maupun konteks politik dan budaya
pendidikan, yang bertujuan bukan untuk meningkatkan prestasi akademik atau
menambah sekumpulan pengetahuan multikultural, melainkan memiliki pengaruh
yang sangat signifikan dalam meningkatkan toleransi budaya dan ras serta
mengurangi bias. Di samping itu, kategori program ini tidak hanya meliputi
program yang dirancang untuk menstrukturkan kembali dan menyatukan sekolah,
tetapi juga program ini dirancang untuk meningkatkan semua bentuk hubungan di
kalangan kelompok etnik dan ras dalam program belajar bersama tanpa
membedakan perbedaan-perbedaan yang ada pada setiap individu. Bentuk
pendidikan multikultural ini menekankan ‘hubungan manusia’ dalam semua
bentuknya, dan menggabungkan beberapa karakteristik dua bentuk program
lainnya; yaitu: program yang menuntut perbaikan kurikulum dalam rangka
menekankan kontribusi sosial yang positif dari kelompok etnis dan budaya,
sambil menggunakan riset tentang model belajar untuk meningkatkan prestasi
siswa dan mengurangi ketegangan dalam ruang kelas.

Dalam mengimplementasikan pendidikan multikultural di Indonesia


memang bukan sesuatu yang taken for granted atau trial and error, tetapi butuh
kerja keras dan perjuangan yang panjang. Hal ini dikarenakan Indonesia baru
memulai pendidikan multikultural ini, untuk itu diperlukan suatu rujukan dari
beberapa negara yang memang sudah menerapkan pendidikan multikultural di
negaranya. Seperti apa yang dijelaskan oleh Dede Rosyada bahwa prosedur yang
harus ditempuh dalam implementasi pendidikan multikultural di Indonesia adalah
penyiapan kurikulum yakni menyisipkan berbagai kompetensi yang harus dimiliki
siswa tentang multikulturalisme pada mata pelajaran yang relevan, karena
multikulturalisme baru hanya sebuah gerakan dan belum menjadi sebuah ilmu
yang komprehensif.

C. Pengembangan Pendidikan Multikultural di Indonessia

Pendidikan multikultural adalah ide, gerakan pembaharuan pendidikan dan


proses pendidikan yang tujuan utamanya adalah untuk mengubah struktur
lembaga pendidikan supaya siswa, baik pria maupun wanita, siswa berkebutuhan
khusus, dan siswa yang merupakan anggota dari kelompok ras, etnis, dan kultur
yang bermacam-macam itu akanmemiliki kesempatann yang sama untuk
mencapaian prestasi akademis di sekolah.

Pendidikan multikultural ditumbuh kembangkan karena potensi yang dimilki


Indonesia seara kultural, tradisi, dan lingkungan geografi, serta demografis sangat
luar biasa, baik pendidikan formal maupun non formal. Jalur pendidikan
mempunyai peran besar untuk mengatasi hal ini. Pemahaman multikultural
sebaiknya dilaksanakan sedini mungkin, sehingga terus akan terkonstruksi dalam
kognisi anak rasa kepemilikan dan kebanggaan akan budaya bangsa hingga ia
dewasa nanti.

Jadi,berdasarkan pendapat di atas pendidikan multikultural merupakan


pemahaman tentang beraneka ragam kebudayaan, ide, gerakan pembaharuan
pendidikan dan proses pendidikan yang tujuan utamanya adalah untuk mengubah
struktur lembaga pendidikan dan mengembangkan (mengekplorasi) perbedaan
sebagai bentuk keniscayaan supaya siswa, baik pria maupun wanita, siswa
berkebutuhan khusus, dan siswa yang merupakan anggota dari kelompok ras,
etnis, dan kultur yang bermacam-macam itu akan memiliki kesempatann yang
sama untuk mencapai prestasi akademis di sekolah. Pemahaman multikultural
tersebut sebaiknya dilaksanakan sedini mungkin, sehingga terus akan
terkonstruksi dalam kognisi anak rasa kepemilikan dan kebanggaan akan budaya
bangsa hingga ia dewasa nanti.

1. Inkorporasi Pendidikan Multikikultural ke dalam Program pendidikan


anak dalam inkorporasi pendidikan multikultural memiliki harapan dan
cita-cita sebagai.
a. Pendidikan yang menghargai pluralisme budaya. Pluralisme budaya
yang mencangkup torelansi, merangkul dan keragaman pengalaman
manusia yang diharapkan memberikan kearifan.

b. Alternatif dari membiarkan anak memperoleh sendiri pengalaman


pluralisme budaya-sporadis dan fragmentaris.

c. Pendidikan secara eksplisit mengakui dan menyambut keragaman dari


warisan etnik yang ditemukan dalam diri setiap orang yang disebut
“orang Indonesia”.

d. Pendidikan yang tidak memaksa atau menolak anak karena identitas


suku, agama, ras, dan golongan.

e. Pendidikan yang mengakui kebutuhan dan manfaat anak untuk berbagi


bersama diversitas warisan etnik mereka.

f. Pendidikan yang mengakui pentingnya semua anak memilkik banyak


kesempatan untuk berinteraksi secara positif dan personal dengan
anak-anak dari berbagai latar belakang sosioekonomi dan warisan
budaya.

g. Pendidikan yang member ikan kesempatan setiap siswa untuk


membantu berkembangnya sense of self

2. Menerjemahkan Konsep Pluralisme Budaya ke dalam Praktik Pendidikan


Multikultural

Salah satu definisi ke-bhineaka-an budaya yang diadopsi dari the National
Coalition of Cultur Pluralism adalah sebagai berikut:

“Cultural pluralism refers to a state of equel coexistence in a mutually


supportive relationship within the boundaries or framework of one nation of
people of diverse cultures, with significantly different patterns of belief, behavior,
color and in many cases with dirretent languages.”

Pluralisme budaya memvisikan sebuah masyarakat multietnik yang sling


menghormati dan mengapresiasi berbagai budaya, dan memiliki hak yang sama
dalam kerangka pelestarian dan pengembangan tradisi budayanya masing-masing.
Program pembelajaran multikultural yang akan dikembangkan merupakan sebuah
program pendidikan yang menyediakan lingkungan belajar ganda kepada siswa
(multiple learning environments), yang memiliki kesesuaian dengan kebutuhan
dasar akademis dan sosial siswa. Model pembelajaran multikultural
dikembangkan dan diarahkan pada pencapaian kompetensi-kompetensi tentang;

a. Nilai-nilai persatuan kesatuan, demokrasi, keadilan, kebebasan, persamaan


derajat atau saling menghargai dalam keragaman budaya.

b. latar belakang budaya sendiri dan budaya lain dalam masyarakat sehingga
menumbuhkan pemahaman dalam masyarakat.

c. Isu-isu dan masalah keseharian melalui sebuah proses demokratis atau


inkuiri dialogis.

d. Konseptualisasi dan aspirasi sebuah masyarakat yang lebih baik, demokrais,


dan memiliki persamaan derajat.

Tema Pendidikan Multikultural di Indonesia

1. Tema Ketuhanan

Tema ketuhanan dimaksudkan untuk membentuk sikap sadar terhadap nilai-


nilai, normanorma religiusitas siswa, meyakini dan menjalankan ajaran agama
sesuai dengan agama dan kepercayaan dalam berkehidupan pada masyarakat yang
beragam. Tema ketuhanan mencakup aspek-aspek berikut; a. Ketakwaan, yaitu
sikap dan perilaku siswa yang mencermikan ketaatan, ketundukan dan keyakinan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa. b. Toleransi, yaitu sikap menenggang rasa
(menghargai, membolehkan) orang lain untuk beragama, berkepercayaan,
berpendirian, dan berpendapat berbeda dengan diri individu. Toleransi hanya
mungkin terjadi apabila orang rela merelativisasi klaim-klaimnya. Toleransi
jangan sampai terjebak pada ego-sentrisme. Ego-sentrisme di sini adalah sikap
seorang mentoleransi yang lain demi diri sendiri.

2. Tema Kemanusiaan
Tema kemanusiaan dapat membenuk sikap peduli dan menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanuaan, dengan mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan
persamaan kewajiban sesama manusia. Tema kemanusiaan mencakup humanis
dan kesederajatan.

3. Tema Persatuan dan Kesatuan

Tema persataun dan kesatuan dapat membentuk pikiran, pemahaman, dan


sikap atau perilkau yang senatiasa mengutamakan keutuhan dan kedaulatan
kolektif sebagai warga masyarakat dan warga bangsa dengan semangat pluralitas
antarbudaya.

4. Tema Kerakyatan

Tema ini dimaksudkan untuk dapat membentuk sikap yang demokratis,


terbuka terhadap keragaman, menghargai aspirasi antarsesama, serta menjunjung
inggi nilai-nilai kebenaran dalam mewujudkan masyarakat pluralis yang damai
dan bermartabat.

5. Tema Keadilan

Tema keadilan dapat membentuk sikap empati terhadap orang lain serta
memiliki kepekaan sosial terhadap sesame manusia, merasa sama dan sederajat
dalam hubungan sosial serta anti terhadap diskriminasi atau marginalisasi. Adil
yaitu wawasan yang “seimbang” dalam memandang, menilai atau menyikapi
sesuatu atau seseorang. Sikap tersebut dilakukan hanya setelah
mempertimbangkan segala segi tentang sesuatu atau seseorang tersebut secara
jujur dan seimbang dengan penuh i’tikad baik dan bebas dari prasangka.

6. Tema Silaturrahmi

Tema silaturrahmi merupakan tema pertalian rasa cinta kasih antara sesama
manusia. Sifat utama Tuhan adalah kasih sebagai satu-satunya sifat Ilahi yang
diwajibkan sendiri atas diri-Nya. Manusia harus cinta kepada sesamanya, agar
Tuhan cinta kepadanya.

7. Tema Persaudaraan
Tema persaudaraan ini intinya hendaklah kita tidak mudah merendahkan
golongan yang lain, tidak saling menghina, saling menggejek, banyak
berprasangka, suka mencari-cari kesalahan orang lain, dan suka membicarakan
orang lain yang tidak ada di depan kita.

8. Tema Persamaan

Tema ini maksudnya yaitu semua manusia, tanpa memandang jenis kelamin,
kebangsaan ataupun kesukuan, adalah sama dalam harkat dan martabat.

9. Tema Baik Sangka

Tema baik sangka yaitu tema yang menghendaki sikap penuh baik sangka
kepada sesama manusia karena secara fitrah atau kejadian asal yang suci, manusia
adalah baik. Manusia pada hakikat aslinya berkecenderungan kepada kebenaran
dan kebaikan.

Reorientasi Pendidikan Berbasis Multikultural

Ada beberapa reorientasi pendidikan berbasis multikultural yaitu:

1. Revitalisasi Kurikulum

Pendidikan berbasis multikultural dalam kurikulum menjadi sangat strategis


dan penting dengan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan.
Ragam kultur akan memberikan peluang bagi keutuhan dalam membentuk budaya
bangsa. Membina ke-bhinekaan budaya berarti memahami dan menghargai
perbedaan yang ada di warga masyarakat bangsa ini. Ke-bhineka-an budaya harus
menjadi bagain integral proses pendidikan pada semua jenis, jenjang, dan jalur
pendidikan.

Fokus pembahasan pendidikan multikultural, yaitu

a. Etnisitas, yaitu penelaahan terhadap berbagai kelompok etnis/budaya,


keunikan masing-masing etnik serta konstribusnya terhadap kebudayaan
nasional.

b. Mempelajari dampak dari ketidakadilan.


c. Proses pembelajaran. Implikasi dari pendidikan multikultural ini
mencakup hasil serta proses instruksionaln, tujuan pembelajaran, materi
pembelajaran, proses pembelajaran, dan evaluasi.

d. Kurikulum yang bersifat akomodatif dan komprehensif.

Upaya revitalisasi kurikulum dalam mengakomodasi multikultural hendaknya


mengidentifikasi hal-hal berikut.

a. Faktor sosial budaya yang dapat menjadikan perbedaan individual peserta


didik sebagai faktorfaktor yang konstruktif.

b. Mengidentifikasi nilai-nilai yang sepatutnya diajarkan secara eksplisit atau


implisit.

2. Penerapan Empat Pilar Proses Pembelajaran

Ada empat pilar proses pembelajaran, yaitu;

a. Learning to Know

Penerapan learning to know dapat diterapkan di berbagai tingkat pendidikan


sejak pendidikan dasar. Melalui penerapan paradigma ini peserta didik akan
memahami dan menghayati suatu pengetahuan yang diperoleh dari fenomena
yang terdapat dalam lingkungannya.

b. Learning to Do

Penerapan pilar ini merupakan upaya agar peserta didik menghayati proses
belajar dengan melakkan sesuaty yang bermakna, suatu pembelajaran yang
dikenal dengan active learning.

c. Learning to Be

Penerapan pilar ini merupakan prinsip pendidikan yang dirancang bagi


terjadinya proses pembelajaran yang memungkinkan lahirnya manusia
terdidik mandiri. Kemandirian akan tumbuh dari sikap percaya diri dan sikap
percaya diri akan lahir dari pemahaman dan pengenalan dirinya secara tepat.
d. Learning to Live Together

Penerapan pilar ini dipandang penting karena pada era globalisasi yang sarat
dengan muatan teknologi dan perdagangan bebas, dimensi kemanusiaan yang
dijunjung tinggi oleh setiap agama sering terlupakan karena tekanannya pada
pertambahan nilai secara kebendaan. Proses pembelajaran memungkinkan
peserta didik menghayati hubungan antara manusia secara intensif dan terus-
menerus sangatlah penting.

3. Integrasi Empat Pilar dengan Pendidikan yang Berbasis Multikultural

Budaya damai akan terwujud berdasarkan multukultural bangsa Indonesia


dengan cara mengintegrasikan pendidikan berbasis multikultural.

Strategi Pengembangan Pendidikan Multikultural.

Strategi yang dapat dikembangkan untuk tercapainya tujuan pendidikan


nasional berbasis multikultural, antara lain sebagai berikut.

1. Pengembangan Kurikulum

Pengembangan kurikulum dapat dilakukan dengan pembaharuan kurikulum


yang mengutamakan materi yang esensial dan sistem evaluasi yang relevan
dengan tujuan pendidikan nasional.

2. Peningkatan kualitas Profesional Tenaga Kependidikan

Peningkatan dapat dilakukan dengan dengan penyempurnaan sistem


pendidikan prajabatan dan dalam jabatan guru, serta pembinaan guru untuk
meningkatkan kewibawaan guru dan tenaga pendidikan lainnya.

3. Pengembangan Sistem Pengelolaan Pendidikan

Pengembangan yang dapat dilakukan yaitu dengan mengembangkan sistem


pengelolaan pendidikan dengan menegakkan sekolah/lembaga pendidikan
sebagai pusat pembudayaan nilai-nilai yang sesuai dengan tuntutan
masyarakat maju yang berdasarkan Pancasial.

4. Pengembangan Sistem Pendidikan Tinggi


Sistem pendidikan tinggi perlu dikembangkan dengan melaksanakan Tri
Dharma Perguruan Tinggi sehingga dapat menjadi agen pembangunan
masyarakat.

5. Penyamaan Persepsi Masyarakat

Orang tua, tokoh masyarakat, dan pemimpin formal perlu menyamakan


persepsi tentang perlunya memberikan dukungan bagi terlaksananya fungsi
dan tercapainya tujuan pendidikan nasional.Pengembangan pendidikan
multikultural, menurut Lubis, dapat dilakukan dengan tiga hal, yaitu;

a. Menanamkan pengenalan (pemahaman) dan penghargaan terhadap


keberagaman (kultur atau budaya, etnis, ras, agama, pandangan hidup dan
seterusnya). Pengenalan dan penghargaan atas keberagaman ini dapat
dilakukan di ruang-ruang persekolahan atau di luar ruang-ruang kelas atau
baik melaui jalur pendidikan formal, informal maupun nonformal.

b. Menghindari pandangan-pandangan yang menganggap bahwa kelompok


yang satu lebih unggul dari kelompok yang lain. Ini berarti bahwa perlu
dikembangkan dalam dunia pendidikan adalah sikap dan pandangan
egalitarian atau nilai-nilai kemanusiaan.

c. Menumbuhkan dan membiasakan sikap dialogis. Terjalinnya dialog dapat


menghindari adanya konflik. Dialog amat dibutuhkan di tengah-tengah
kehidupan masyarakat yang plural. Dialog merupakan jembatan bagi
interaksi di antara kelompok-kelompok yang berbeda. Sikap dialog ini
mesti dikembangkan sedini mungkin di dunia pendidikan.
D. Implementasi Pendidikan Multikultural di Indonesia

Anda mungkin juga menyukai