Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PENDEKATAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Studi Multikultural

Dosen Pengampu :

Dr. Peni Catur Renaningtyas, M.Pd.

Disusun oleh :

Desi Harum Wulan Sari 231H10062

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN


KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS ARGOPURO PGRI JEMBER

i
TAHUN 2023

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
segala rahmat-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul 'Pendekatan
Pendidikan Multikultural'. Serta tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing Dr. Peni Catur Renaningtyas, M.Pd. yang telah membimbing penulis dalam
menyelesaikan makalah yang disusun.

Penulis menyadari makalah ini masih banyak kekurangan baik terkait isi maupun
susunannya. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran untuk
menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat tidak hanya bagi
penulis tapi juga bagi para pembaca.

Jember, 20 Oktober 2023

Desi HarumWulan Sari

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................................iii
BAB 1. PENDAHULUAN....................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................................1
1.3 Tujuan..........................................................................................................................................2
BAB 2. PEMBAHASAN......................................................................................................................3
2.1 Pendekatan Pendidikan Multikultural..........................................................................................3
2.2 Karakteristik Pendidikan Multikultural........................................................................................4
2.3 Problematika Pendidikan Multikultural.......................................................................................4
BAB 3. PENUTUP................................................................................................................................8
3.2 Kesimpulan..................................................................................................................................8
3.2 Saran............................................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................9

iii
B

iv
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu negara multikultural terbesar di dunia adalah Indonesia. Kenyataan ini
dapat dilihat dari keadaan sosiokultural di Indonesia, di mana ada berbagai macam etnis,
budaya, bahasa, ras, dan agama. Multikulturalisme tidak dapat dihindari di Indonesia.
Namun, faktanya adalah bahwa keadaan seperti itu tidak pula disertai dengan kondisi
sosial yang lebih baik.Bahkan saat ini, banyak ketidakteraturan dalam kehidupan sosial
Indonesia yang menyebabkan berbagai ketegangan dan konflik (Sipuam et al., 2022 :
816)
Pendidikan multikultural menawarkan alternatif melalui penerapan pendekatan dan
konsep pendidikan yang berbasis pada keragaman yang ada di masyarakat. Khususnya,
keragaman etnis, budaya, bahasa, agama, status sosial, gender, kemampuan, dan umur
adalah hal-hal yang ada pada siswa. Dengan demikian, dianggap sangat penting untuk
memasukkan pendidikan multikultural sebagai wacana baru dalam sistem pendidikan
Indonesia. Hal ini terutama dilakukan untuk memberikan peserta didik kepekaan terhadap
gejala dan masalah sosial yang berakar pada perbedaan karena suku, ras, agama, dan tata
nilai yang terjadi di lingkungan mereka sehingga dapat memupuk persatuan dan kesatuan.
Ini dapat diterapkan pada materi dan model pembelajaran yang mengakui dan menghargai
keanekaragaman budaya (Sipuan et al., 2022 : 817)
Pendidikan adalah proses menumbuhkan sikap dan tingkah laku seseorang atau
sekelompok orang dalam upaya mendewasakan manusia melalui pengajaran, pelatihan,
proses, perbuatan, dan metode pendidikan. Multikultural secara etimologis berarti
"banyak, beragam, dan aneka" dan kultural berarti "budaya, tradisi, kesopanan, atau
pemeliharaan". Namun, secara sederhana, multikultural dapat diartikan sebagai
"keanekaragaman budaya". “Pendidikan multikultural adalah sekumpulan proses yang
dilakukan oleh sekolah untuk menentang kelompok yang menindas,” kata Sleeter dalam
G. Burnett.
Pada dasarnya, pendidikan multikultural adalah proses menanamkan cara hidup yang
menghargai, tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman budaya dalam masyarakat yang
plural. Pendidikan multikultural diharapkan membuat bangsa lebih kuat dan lebih
fleksibel saat menghadapi konflik sosial. Ini akan mencegah persatuan bangsa rusak atau
pecah (Walad et al., 2020 : 63-64)

1.2 Rumusan Masalah


1.1.1 Bagaimana pendekatan pendidikan multikultural?
1.1.2 Apa saja karakteristik pendidikan multikultural?
1.1.3 Apa saja problematika pendidikan multikultural?

1
1.3 Tujuan
1.1.4 Untuk mengetahui pendekatan pendidikan multikultural
1.1.5 Untuk mengetahui karakteristik pendidikan multikultural
1.1.6 Untuk mengetahui problematika pendidikan multikultural

2
BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Pendekatan Pendidikan Multikultural


Metode pengkajian kelompok tunggal adalah pendekatan yang sering digunakan oleh
guru di konteks Indonesia. Mengkaji kebudayaan kelompok lain dianggap sebagai sesuatu
yang tabu selama ini, terutama selama pemerintahan Orde Baru. Ini juga dianggap
sebagai sesuatu yang tidak pantas untuk berbicara tentang hal-hal yang berbeda dan
bersifat terbuka. Karena itu, meskipun proses pendidikan multikultural sudah sangat
dibutuhkan dengan berbagai pendekatan, guru di Indonesia masih lebih sering
menggunakan pendekatan pengkajian kelompok tunggal.
Banks menggunakan empat pendekatan untuk menerapkan pendidikan multikultural di
masyarakat, menurut Yaya Suryana dan Rusdiana. Ini adalah pendekatan kontribusi,
pendekatan aditif, pendekatan perubahan, dan pendekatan aksi sosial.
1. Pendekatan Kontribusi (The Contributions Approach)
Gerakan kebangkitan etnis sering menggunakan pendekatan ini. Memasukkan
pahlawan suku bangsa dan objek budaya ke dalam pelajaran yang sesuai adalah ciri
dari pendekatan kontribusi. Makanan adalah ciri khas dari budaya yang akan
dipelajari, dan seni adalah ciri khas dari setiap budaya. Karakteristik unik dari
pendekatan kontribusi adalah bahwa pendekatan ini hanya memasukkan
pengetahuan secara dasarnya saja, sehingga tidak akan merubah tujuan, dasar dari
sebuah aliran utama.
2. Pendekatan Aditif (Additive Approach)
Metode ini sama dengan tahap penambahan. Metode aditif menambah ide
multikulturalisme yang sudah ada. Ini melakukannya tanpa mengubah aliran utama.
Untuk menanamkan pengetahuan secara luas tentang keragaman budaya, metode ini
sangat mudah digunakan. Sangat diharapkan bahwa luasnya pengetahuan akan
mengajarkan seseorang untuk menjadi inklusif, toleran, dan menerima perbedaan.
Penambahan materi ini dapat disebut sebagai kurikulum tersembunyi, yang berarti
pendidik menanamkan nilai dan sifat yang ada pada siswa melalui perilaku mereka
selama proses pembelajaran.
3. Pendekatan Perubahan (The Tranformation Approach)
Pendekatan transformasi atau perubahan ini meningkatkan kemampuan untuk
melihat ide, masalah, dan masalah dari berbagai sudut pandang etnis. Pendekatan
perubahan ini mulai memasukkan ide-ide tentang multikulturalisme. Sebagai hasil
dari pengalaman, rasa saling menghargai, kebersamaan, dan cinta sesama dirasakan
melalui metode ini, menurut 4 Banks.
4. Pendekatan Aksi Sosial (The Social Action Approach)
Metode ini mencakup semua aspek dari pendekatan perubahan dengan
menambahkan elemen yang mengisyaratkan tindakan yang berkaitan dengan ide,
masalah, dan masalah yang dibahas dalam unit. Metode ini bertujuan untuk
mengajarkan masyarakat bagaimana melakukan kritik sosial dan bagaimana
membuat keputusan untuk mendapatkan pendidikan politis. Dengan demikian,

3
masyarakat akan memperoleh pengetahuan, prinsip, dan kemampuan yang
diperlukan untuk berpartisipasi dalam perubahan sosial (Bdk Bandung, 2021 : 4-5)

2.2 Karakteristik Pendidikan Multikultural


Berbagai kelompok yang menangani masalah pendidikan multikultural mengatakan
bahwa ada banyak karakteristik yang melekat pada pendidikan multikultural. Pendidikan
multikultural memiliki tiga ciri utama, menurut Abdullah Aly. Berdasarkan definisi para
pakar pendidikan multikultural, dia mencapai kesimpulan bahwa ada tiga ciri utama
pendidikan multikultural.
1. Berprinsip pada Demokrasi, Kesetaraan, dan Keadilan
Prinsip-prinsip demokrasi, kesetaraan, dan keadilan adalah dasar dari pendidikan
multikultural, baik dalam hal konsep, prosedur, maupun organisasi. Ketiga prinsip ini
menegaskan bahwa hak pendidikan yang sama untuk semua anak. Karakteristik ini
sejalan dengan program UNESCO tentang Education For All, suatu program
pendidikan yang memberikan kesempatan yang sama untuk pendidikan kepada semua
anak. Dalam situasi seperti ini, pendidikan multikultural akan memastikan bahwa
setiap siswa akan menerima perhatian yang sama tanpa membedakan mereka
berdasarkan warna kulit, suku, agama, bahasa, dan budaya mereka.
2. Beroreintasi pada Kemanusiaan, Kebersamaan, dan Kedamaian
Orientasi hidup yang universal diperlukan untuk mengembangkan demokrasi,
keadilan, dan kesetaran dalam kehidupan masyarakat, terutama dalam masyarakat
yang kompleks dan beragam. Pendidikan multikultural menentang praktik hidup yang
menodai kemanusiaan, kebersamaan, dan kedamaian seperti kekerasan, permusuhan,
kebencian, konflik, dan sikap individualistik.
3. Mengembangkan Sikap Mengakui, Menerima, dan Menghargai Keberagaman
Sikap sosial yang positif diperlukan untuk mengembangkan orientasi hidup pada
kemanusiaan, kebersamaan, dan kedamaian di tengah-tengah masyarakat yang
heterogen dan majemuk. Mengakui, menerima, dan menghargai keragaman dapat
menjadi bagian dari perspektif sosial yang positif. Pendidikan multikultural berfokus
pada pembentukan sikap dan perilaku yang positif. Dengan demikian, pendidikan
multikultural menghindari sikap dan perilaku sosial yang bersifat streotip, rasial, dan
berprasangka buruk terhadap individu dan kelompok lain yang memiliki perbedaan
suku, budaya, ras, bahasa, dan agama (Ubadah, 2022 : 57-61)

2.3 Problematika Pendidikan Multikultural


A. Pluralitas Kebudayaan
Dalam diskusi tentang kebudayaan, adat istiadat, dan tradisi, multikulturalisme
memandang keragaman atau pluralitas sebagai eksistensi yang perlu
dipertimbangkan secara epistemologis atau medologis untuk memastikan
hubungan antara demokrasi dan multikulturalisme berjalan selaras dalam
masyarakat secara keseluruhan. Heterogenitas sebagai hasil dari keragaman
budaya, etnis, suku, aliran, atau agama. Pluralitas budaya, seperti yang terjadi di
Indonesia, membuat demokrasi sangat penting untuk menjembatani perpecahan

4
multikultural. Beberapa fakta kerusuhan sosial yang terjadi di beberapa kota di
Indonesia belakangan ini mengancam pluralisme dan keutuhan bangsa, yang
dipicu oleh masalah SARA (suku, agama, ras, dan atargolongan) yang sangat
kompleks. Apakah konflik sosial bermula di bidang ekonomi, politik, sosial,
budaya, etnis, atau agama? Banyak orang berpikir bahwa aspek terakhir adalah
yang paling sensitif untuk memicu kerusuhan.
B. Keaneka Ragaman Budaya Etnik
Keanekaragaman budaya etnik adalah seperti dua pisau yang berputar. la dapat
menjadi modal, tetapi juga dapat menyebabkan konflik. Keanekaan budaya di
setiap daerah benar-benar memperkaya khasanah budaya dan merupakan sumber
penting untuk membangun Indonesia yang multikultural. Namun, kondisi aneka
budaya itu sangat berpotensi memecah belah dan menjadi sumber konflik dan
kecemburuan sosial. Jika tidak ada komunikasi dan pemahaman antara berbagai
kelompok budaya, masalah akan muncul. Adanya keragaman identitas etnis,
agama, dan ras adalah penyebab konflik di Indonesia. Karena itu, keragaman yang
ada harus diakui sebagai sesuatu yang harus ada dan dibiarkan berkembang
sewajarnya. Selain itu, manajemen konflik diperlukan agar potensi konflik dapat
diperbaiki secara dini untuk memecahkan masalah. Salah satu cara untuk
melakukan ini adalah melalui pendidikan multikultural. Dengan pendidikan
multikultural, diharapkan warga daerah tertentu dapat saling mengenal,
memahami, menghayati, dan berkomunikasi satu sama lain.
C. Pergeseran Paradigma Kekuasaan Desentralisasi
Salah satu pergeseran dalam paradigma kekuasaan adalah desentralisasi. Ini
berdampak besar pada pengakuan budaya lokal dan keragamannya. Kebijakan
budaya tetap disentralisasi selama Orde Baru. Kebudayaan, sebagai kekayaan
bangsa, tidak lagi diatur oleh kebijakan pusat; sebaliknya, ia berkembang dalam
konteks budaya lokal dan dapat digunakan untuk merebut atau mempertahankan
kekuasaan, termasuk masalah kedaerahan. Selain merupakan tuntutan untuk
pemerataan kemampuan, gagasan tentang "putra daerah" atau "asli daerah" untuk
menduduki posisi penting dalam pemerintahan tidak perlu menjadi ideologi. Putra
daerah harus tampil di jabatan penting agar mereka dapat berpikir dan
berpartisipasi aktif dalam pembangunan daerah mereka. Adanya asas kesetaraan
dan persamaan tentu menjadi harapan. Namun, jika masalah itu dipertahankan, itu
akan membuat orang terkotak oleh masalah kedaerahan yang sempit. Isu
kedaerahan dapat membuat orang marah. Ketika masalah itu muncul di kalangan
pendatang dan putra daerah, faktor pribadi seperti iri dan keinginan untuk
mendapatkan jabatan dapat berubah menjadi masalah publik yang merugikan.
D. Rapuhnya Ruang Kebangsaan
Teori kebangsaan tidak dibangun untuk mempertahankan kepentingan ras, agama,
komunitas, atau etnik tertentu; sebuah komunitas "dibayangkan" karena pada
dasarnya mereka tidak mengenal satu sama lain. Mereka tidak pernah saling
melihat atau mendengar tentang satu sama lain, tetapi masing-masing memiliki
ikatan emosional yang dikenal sebagai persaudaraan, atau "semangat persaudaraan

5
yang membentang secara horizontal." Di sinilah masalah SARA menjadi "mimpi
buruk" bagi semua orang Indonesia.

E. Culrural Bleeding versus Multikultural


Dalam studi kebudayaan, hanya ada dua teori yang diketahui tentang cara dunia
diatur. Teori Struktural Pertama, yang mengadopsi sistem, tetapi mengabaikan
aspek utama diri dan menghancurkan kebebasan seseorang. Kedua, Teori Peran,
menerima peran individu, tetapi menolak kebaikan publik dan kebaikan sosial.
Aplikasi kedua teori tersebut menghasilkan tiga pertanyaan. Pertama, ada
"globalisasi", yang digerakkan oleh kekuatan inovasi besar, seperti internet,
transportasi, dan komunikasi. Kedua, ada "detradisionalisasi", yang berarti bahwa
tradisi tidak lagi dianggap sebagai acuan bersama dalam kehidupan, dan ketiga,
ada "refleksi sosial", di mana manusia-manusia etnik secara individu memilih
jalan mereka sendiri dan membuat keputusan sendiri. Situasi ini membutuhkan
kehadiran negara, setidaknya untuk membuka ruang yang sejauh ini tertutup rapat,
yaitu kekuasaan yang dapat dinegosiasikan untuk menghapus ketidakadilan etnik.
Selain itu, negara harus mengadakan diskusi tentang demokrasi karena demokrasi
adalah milik setiap warga negara, bukan hanya politisi dan parlemen.
F. Ketidak Adilan Ekonomi Akar Sejumlah Konflik
Karena tekanan ekonomi yang signifikan, orang seringkali terlibat dalam
demonstrasi nasional, apapun kejadian dan temanya. Ketika seseorang mengalami
himpitan ekonomi, mereka mudah terintimidasi untuk melakukan tindakan
anarkhis. Mereka dianggap menikmati kekayaan yang dia tidak mampu capai dan
akan menumpahkan kekesalan mereka pada kelompok-kelompok mapan. Ini
terlihat dari gejala perusakan mobil mewah yang dilakukan oleh individu yang
tidak bertanggung jawab dalam berbagai insiden di negara ini. Mobil mewah
menjadi simbol kemewahan dan kemapanan, dan bagi kelompok tertentu, mereka
menjadi kecemburuan sosial. Akibatnya, mobil mewah cenderung rusak saat
terjadi kerusuhan. Bahkan dalam kehidupan sehari-hari, kita sering melihat mobil
mewah yang dicoreti dengan paku ketika diparkir di daerah di mana banyak orang
yang tertindas.
Dalam proses pendidikan multikultural, ada beberapa pendekatan.
Pertama, pandangan tentang pendidikan (education) sebagai transmisi kebudayaan
tidak lagi terbatas pada menyamakan pendidikan dengan persekolahan (schooling)
atau pendidikan multikultural dengan program sekolah formal. Dengan melihat
pendidikan sebagai transmisi kebudayaan, pendidik tidak lagi percaya bahwa
tanggung jawab utama untuk menanamkan keterampilan kebudayaan di kalangan
siswa mereka hanya berada di tangan mereka sendiri.
Kedua, tidak lagi mengasosiasikan kebudayaan semata-mata dengan kelompok
etnik. Ini berarti bahwa tidak perlu lagi mengasosiasikan kebudayaan semata-mata
dengan kelompok etnik sebagaimana yang terjadi sebelumnya, ketika para
pendidik secara tradisional mengasosiasikan kebudayaan hanya dengan kelompok
sosial yang relatif mandiri, bukan dengan kelompok orang yang terlibat dalam

6
satu atau lebih kegiatan. Terlibat satu sama lain dalam konteks pendidikan
multikultural, metode ini diharapkan dapat mendorong para pembuat program
pendidikan multikultural untuk menghilangkan kecenderungan untuk menilai
anak-anak secara stereotip berdasarkan identitas etnik mereka. Metode ini juga
diharapkan dapat meningkatkan pemahaman tentang kesamaan dan perbedaan
yang ada di kalangan siswa yang berasal dari berbagai kelompok etnik.
Ketiga, adalah lebih jelas bahwa upaya untuk mendukung sekolah yang terpisah
secara etnik bertentangan dengan tujuan pendidikan multikultural karena
pengembangan kompetensi dalam suatu "kebudayaan baru" biasanya
membutuhkan kerja sama inisiatif dengan individu yang sudah memiliki
kompetensi. Menghambat sosialisasi ke dalam kebudayaan baru adalah
mempertahankan dan memperluas solidaritas kelompok. Pendidikan multikultural
dan pendidikan pluralisme budaya tidak dapat disamakan.
Keempat, kemampuan beberapa kebudayaan meningkat sebagai hasil dari
pendidikan multikultural. Situasi menentukan budaya mana yang akan dipilih.
Kelima, ada kemungkinan bahwa kesadaran tentang kemampuan tertentu dalam
beberapa kebudayaan meningkat melalui pendidikan, baik di dalam maupun di
luar sekolah. Kesadaran seperti ini akan mengarah pada gagasan dwi budaya, atau
perbedaan antara pribumi dan non-pribumi. Dikotomi seperti ini membatasi
kemampuan seseorang untuk sepenuhnya mengekspresikan diversitas
kebudayaan. Metode ini meningkatkan kesadaran akan multikulturalisme sebagai
pengalaman yang normal bagi manusia. Kesadaran ini mengandung makna bahwa
pendidikan multikultural dapat membantu anak-anak memperoleh apresiasi yang
lebih besar melalui keterampilan kebudayaan yang ada pada mereka (Nurasmawi
dan Ristiliana,. 2021 : 128-144)

7
BAB 3. PENUTUP

3.2 Kesimpulan
Secara etimologi, “multikultural” berarti “banyak, beragam, dan unik”, sedangkan
“kultural” berarti “agama, adat istiadat, kesopanan, atau kontrol sosial ” adalah proses
mengajarkan masyarakat cara hidup yang menghormati , toleran , dan peka terhadap
perbedaan keyakinan agama di antara kelompok masyarakat yang berbeda .
Pendidikan multikultural diharapkan dapat menjadikan masyarakat lebih tangguh dan
mudah beradaptasi dalam menangani konflik antarpribadi.
Menurut Yaya Suryana dan Rusdiana Banks menggunakan empat pendekatan
untuk menerapkan pendidikan multikultural di masyarakat yaitu pendekatan
kontribusi, pendekatan aditif, pendekatan perubahan, dan pendekatan aksi sosial.
Tiga ciri utama pendidikan multikultural yaitu berprinsip pada demokrasi,
kesetaraan, dan keadilan, beroreintasi pada kemanusiaan, kebersamaan, dan
kedamaian, dan mengembangkan sikap mengakui, menerima, dan menghargai
keberagaman.

3.2 Saran
Pendidikan multikultural di Indonesia lebih tepat dan cocok digunakan menjadi
pendekatan yaitu pendekatan pendidikan yang mengupayakan supaya nilai-nilai
budaya kedaerahan atau suku bangsa dan kepercayaan pada Indonesia bisa dipahami
dihargai dan dimanfaatkan buat kepentingan pendidikan kebangsaan dan juga
kewarganegaraan berlandaskan slogan bineka Tunggal Ika dan falsafah Pancasila
menggunakan mengedepankan toleransi & kerukunan antar budaya & pemeluk
Kepercayaan. D i h a r a p k a n b a g i s e o r a n g p e n d i d i k a t a u p u n c a l o n
pendidik diluar sanadapat mengembangkan pendidikan
m u l t i c u l t u r a l d e n g a n b a i k . S a l a h s a t u n y a dengan memahami budaya yang
ada di masyrakat sekitar. Untuk kemudian dapat diaplikasikan dalam materi yang
diajarkan kepada siswa.Selain itu, sebagai seorang pendidik maupun calon
pendidik harus dapat menyesuaikan pendekatan yang akan digunakan dalam
pembelajaran pendidikan multikultur dengan memahami karakteristik siswa.

8
DAFTAR PUSTAKA

Dr. H. Ubadah, S. M. (2022). PENDIDIKAN MULTIKULTURAL:Konsep, Pendekatan, dan Penerapannya


dalam Pembelajaran. Palu: Pesantren Anwarul Qur'an.

Ristiliana, S. M. (2021). PENDIDIKAN MULTIKULTURAL. Riau: CV. Asa Riau.

Haryadi Fauzi., Harun Alawi Muh., Wallad Muzakir. (2020). PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DAN
MANIFESTASI KEBHINEKAAN. Studi Islam, 1 Nomor 3, 60-71.

Adisel., Amin Alfauzan., Warsah Idi., Sipuan. (2022). Pendekatan Pendidikan Multikultural. Ilmu
Pendidikan Nonformal, 08, 815-830.

Anda mungkin juga menyukai