Anda di halaman 1dari 17

Hari/Tanggal : Jumat, 24 November 2022

Nama : Elisa Pinto


Nim : 2101140058
Kelas/Semester : B/3
Mata Kuliah : Pendidikan Multikultural

Resume

Karakteristik Pendidikan Multikultural di Berbagai Negara dan Indonesia Sebagai Masyarakat


Multikultural

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan pulau yang tak terhitung
jumlahnya. Bentuk negara kepulauan tersebutlah yang menghasilkan berbagai macam budaya yang
ada di Indonesia. Diawali dari pulau Sumatra terbentang hingga pulau Papua, menghasilkan berbagai
budaya dari masing-masing daerah di Indonesia. Keadaan alam serta letak geografis tersebut membuat
Indonesia memiliki kekayaan budaya yang tak ternilai. Dilihat dari sisi kepercayaan, masyarakat
Indonesia sebagian besar beragama Islam.
Mayoritas penduduk Indonesia yang menganut agama Islam, tidak lantas membuat agama
lain tidak mendapat pengakuan dari pemerintah. Beberapa agama yang ada dan berkembang di
Indonesia pada perjalanannya juga diakui oleh pemerintah seperti agama Kristen, Khatolik, Hindu,
Budha, dan Konghucu. Keragaman yang dimiliki oleh bangsa Indonesia seperti telah disebutkan
sebelumnya, merupakan suatu anugrah kekayaan budaya yang tidak dimiliki oleh negara lain, namun
demikian dilain sisi dapat menjadi sumber konflik yang dilandasi oleh perbedaan budaya yang ada.
Terjadinya konflik antar etnis atau antar pemeluk agama beberapa kurun waktu terakhir ini,
membuktikan sebagai bangsa dengan kekayaan budaya yang dimiliki, kita belum dapat memahami
dan memaknai keberagaman disekitar kita.
Keberagaman yang ada acap kali dituding dan dijadikan alasan sebagai penyebab terjadinya
konflik. Maraknya konflik yang terjadi dengan alasan perbedaan latar belakang budaya tersebut, perlu
kiranya dicari strategi khusus dalam memecahkan persoalan tersebut melalui berbagai bidang; sosial,
politik, budaya, ekonomi dan pendidikan. Berkaitan dengan hal ini, maka pendidikan multikultural
menawarkan satu alternatif melalui penerapan strategi dan konsep pendidikan yang berbasis pada
pemanfaatan keragaman yang ada di masyarakat, khususnya yang ada pada siswa seperti keragaman
etnis, budaya, bahasa, agama, status sosial, gender, kemampuan, umur dan ras. Dan yang terpenting,
strategi pendidikan ini tidak hanya bertujuan agar supaya siswa mudah memahami pelajaran yang
dipelajarinya, akan tetapi juga untuk meningkatkan kesadaran mereka agar selalu berperilaku
humanis, pluralis dan demokratis (M. Ainul Yakin, 2005: 5)
Pendidikan multikultural merupakan proses penanaman cara hidup menghormati, tulus, dan
toleran terhadap keragaman budaya yang hidup ditengah-tengah masyarakat plural. Dengan
pendidikan multikultural diharapkan adanya kekenyalan dan kelenturan mental bangsa menghadapi
benturan konflik sosial. Di samping itu, yang juga penting adalah bahwa dengan pendidikan
multikultural dimaksudkan agar semua peserta didik yang dengan segala perbedaannya itu
mendapatkan pendidikan yang setara (Setya Raharja, 2010: 28).

Sekolah Damai
Sekolah yang damai adalah sekolah yang kondusif bagi proses belajar mengajar yang
memberikan jaminan suasana kenyamanan dan keamanan pada setiap komponen di sekolah karena
adanya kasih sayang, perhatian, kepercayaan dan kebersamaan.
Sekolah Damai bertujuan menciptakan lingkungan sekolah yang memungkinkan semua komponen di
dalamnya menjadi duta damai di luar. Lingkungan sekolah tidak hanya berarti batas-batas bangunan
fisik sekolah, melainkan juga ruang imajiner yang didukung kebijakan yang mendorong pembentukan
budaya damai.

Negara-negara menerapkan pendidikan perdamaian berbeda-beda tergantung konteks sosial politik.


Untuk itu dibawah ini contoh 3 Negara yang menerapkan pendidikan perdamaian :
1. Irlandia Utara
Ada tiga pendekatan untuk menciptakan sekolah bersama di Irlandia Utara.
1. Pertama mengakui kesamaan kultural
2. Merayakan perbedaan
3. Pendekatan kritis -Herzegovina
Bosnia-Herzegovina menggunakan pembauran (mixing) sebagai strategi dan pendekatan.
Kanada
Pada Negara Kanada pendekatan yang digunakan adalah program Cultivating Peace.

Sekolah Damai di Indonesia


Di Indonesia, beberapa lembaga baik pemerintah maupun non-pemerintah berinisiatif untuk
menerapkan pendidikan perdamaian. Nah, bisa kita lihat salah satu sekolah damai di Indonesia yaitu :
Sekolah Damai Indonesia (Sekodi). Sekodi bertujuan mempertemukan siswa yang berlatar belakang
berbeda-beda dalam kelas tanpa prasangka dan kecurigaan. Setelah mengikuti sekolah damai, siswa
dan siswi berharap menularkan pikiran yang berorientasi pada perdamaian di lingkungan sekolah.
Pemerintah Indonesia juga mengembangkan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang mengandung
nilai dan tujuan serupa dengan pendidikan perdamaian. PPK membekali peserta didik dengan
pendidikan karakter sebagai roh atau jiwa pendidikan serta merevitalisasi kompetensi dan potensi
ekosistem pendidikan. Secara ringkas, PPK memiliki empat nilai pokok: olah hati, olah karsa, olah
pikir, dan olah raga. Keempat nilai ini mengandung kualitas karakter, literasi dasar, dan kompetensi.
Nilai yang hendak menjadi roh tersebut: religiusitas, integritas, nasionalisme, dan kemandirian.
A. Konsep-konsep Kunci
Berikut ini pengertian konsep-konsep kunci Sekolah Damai:
1. Budaya damai
2. Kebijakan
3. Toleransi
4. Intoleransi
5. Komunitas sekolah
6. Partisipatif
7. Kolaboratif

B. Landasan Hukum Sekolah Damai


1. UUD 1945 = Pasal 28C ayat (1) dan pasal 28E ayat (1) dan (2)
2. UU Sisdiknas = Pasal 12 ayat (1) dan pasal 40 ayat (2)
3. Perpres Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter = Pasal 2 ayat (1)
dan (2)
4. Permendikbud Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penguatan Pendidikan Karakter pada
Satuan Pendidikan Formal = Pasal 2 ayat (1) dan (2)
5. Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak
6. Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan
C. Prinsip-prinsip Sekolah Damai
1. Sekolah Damai memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:
2. Berpegang pada jaminan dasar dalam Pancasila dan UUD 1945
3. Menjunjung Hak Asasi Manusia
4. Menghormati Kebinekaan
5. Sembilan nilai utama Gus Dur

Teori dan Pendekatan Pendidikan Multikultural


Menurut Ki Hadjar Dewantara, pendidikan adalah “daya upaya untuk memajukan
bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak”. Bagian-
bagian itu tidak boleh dipisahkan agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup anak-anak kita.
Kesempurnaan hidup itu adalah “kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras
dengan dunianya” (Dewantara, 2011, 14-15).
Jonathan H. Turner menjelaskan bahwa teori merupakan “sebuah proses mengembangkan ide-ide
yang membantu kita dalam menjelaskan bagaimana dan mengapa peristiwa terjadi. Setiap pakar
memiliki tekanan yang beragam dalam memahami suatu fenomena multicultural.
Pendekatan Pendidikan Multikultural
Lingkungan pendidikan adalah sebuah sistem yang terdiri dari banyak faktor dan variabel
utama, seperti kultur sekolah, kebijakan sekolah, politik, serta formalisasi kurikulum dan bidang studi.
Bila dalam hal tersebut terjadi perubahan maka hendaklah perubahan itu fokusnya untuk menciptakan
dan memelihara lingkungan sekolah dalam kondisi multikultural yang efektif. Tujuan utama dari
pendidikan multikultural adalah mengubah pendekatan pelajaran dan pembelajaran ke arah memberi
peluang yang sama pada setiap anak.Banks (1993) mengemukakan empat pendekatan yang
mengintegrasikan materi pendidikan multikultural ke dalam kurikulum maupun pembelajaran di
sekolah yang bila dicermati relevan untuk diimplementasikan di Indonesia yaitu:
1. Pendekatan kontribusi (the contributions approach).
Level ini yang paling sering dilakukan dan paling luas dipakai dalam fase pertama
dari gerakan kebangkitan etnis. Cirinya adalah dengan memasukkan pahlawan pahlawan dari
suku bangsa/etnis dan benda-benda budaya ke dalam pelajaran yang sesuai. Hal inilah yang
selama ini sudah dilakukan di Indonesia.
2. Pendekatan aditif (aditif approach)
Pada tahap ini dilakukan penambahan materi, konsep, tema, perspektif terhadap
kurikulum tanpa mengubah struktur, tujuan dan karakteristik dasarnya
3. Pendekatan transformasi (the transformation approach).
Pendekatan transformasi berbeda secara mendasar dengan pendekatan kontribusi dan
aditif. Pendekatan transformasi mengubah asumsi dasar kurikulum dan menumbuhkan
kompetensi dasar siswa dalam melihat konsep, isu, tema, dan problem dari beberapa
perspektif dan sudut pandang etnis.
4. Pendekatan aksi sosial (the sosial action approach)
Tujuan uama dari pembelajaran dan pendekatan ini adalah mendidik siswa
melakukan kritik sosial dan mengajarkan keterampilan membuat keputusan untuk
memperkuat siswa dan membentu mereka memperoleh pendidikan politis, sekolah membantu
siswa menjadi kritikus sosial yang reflektif dan partisipan yang terlatih dalam perubahan
sosial.
Empat pendekatan di atas sebenarnya dapat dilakukan untuk mengintegrasi materi
multikultural ke dalam kurikulum dan dapat dipadukan dalam situasi pengajaran yang aktual
dalam semua mata pelajaran:
Implementasi Pendekatan kontribusi di kelas
a. Mengenalkan beragam bentuk rumah dan baju adat dari etnis yang berbeda
b. Mengajak siswa untuk mencicipi makanan yang berbeda dari berbagai daerah secara
bergantian.
c. Mengenalkan beragam bentuk rumah dan baju adat dari etnis yang berbeda
d. Mengajak siswa untuk mencicipi makanan yang berbeda dari berbagai daerah secara
bergantian.
Implementasi Pendidikan Aditif di Kelas
a. Melengkapi perpustakaan dengan buku-buku cerita rakyat dari berbagai daerah dan negara
lain.
b. Guru menceritakan pengetahuan dan pengalamannya tentang materi di daerah atau negara lain
Implementasi Pendekatan Transformasi di Kelas
a. Bila membentuk kelompok diskusi tiap kelompok sebaiknya terdiri dari siswa yang berbeda
latar belakang seperti kemampuan, jenis kelamin, perangai, status sosial ekonomi, agama,
agar mereka dapat saling belajar kelebihan dan kekurangan masing-masing
b. Membiasakan siswa saling membantu pada kegiatan keagamaan yang berbeda
Implementasi Pendekatan Aksi Sosial
a. Menjalin persahabatan tanpa dibatasi perbedaan apapun
b. Mampu memiliki anggapan bahwa kita adalah bagian dari manusia yang ada di bumi ini tanpa
membedakan latar belakang budaya, ngara dan agama (we are the world).

Karakteristik Pendidikan Multikultural diberbagai Negara dan Indonesia sebagai Masyarakat


Multicultural
Pendidikan multikultural adalah proses pengembangan seluruh potensi manusia yang
menghargai pluralitas dan heterogenitasnya sebagai konsekuensi keragaman budaya, etnis, suku, dan
aliran (agama). Pendidikan multikultural menekankan sebuah filosofi pluralisme budaya ke dalam
sistem pendidikan yang didasarkan pada prinsip-prinsip persamaan (equality), saling menghormati
dan menerima serta memahami dan adanya komitmen moral untuk sebuah keadilan sosial. Pendidikan
multikultural berawal dari berkembangnya gagasan dan kesadaran tentang interkulturalisme seusai
Perang Dunia II. Kemunculan gagasan dan kesadaran interkulturalisme ini selain terkait dengan
perkembangan politik internasional menyangkut HAM, kemerdekaan dari kolonialisme, diskriminasi
rasial dan lain-lain, juga karena meningkatnya pluralitas di negara-negara Barat sendiri sebagai akibat
dari peningkatan migrasi dari negara-negara baru merdeka ke Amerika dan Eropa. Pendidikan
multikultural sebenarnya merupakan sikap peduli dan mau mengerti (difference) atau
politicsofrecognition politik pengakuan terhadap orang-orang dari kelompok minoritas. Pendidikan
multikultural melihat masyarakat secara lebih luas. Berdasarkan pandangan dasar bahwa sikap
indiference dan non-recognition tidak hanya berakar dari ketimpangan struktur rasial, tetapi
paradigma pendidikan multikultural mencakup subjek-subjek mengenai ketidakadilan, kemiskinan,
penindasan, dan keterbelakangan kelompok-kelompok minoritas dalam berbagai bidang: sosial,
budaya, ekonomi, pendidikan dan lain sebagainya. Tujuan pendidikan agama bukan sebatas mengisi
pikiran siswa dengan ilmu pengetahuan dan materi pelajaran, akan tetapi membersihkan jiwanya yang
harus diisi dengan akhlak dan nilai-nilai yang baik dan dikondisikan supaya biasa menjalani hidup
dengan baik. Hal tersebut sesuai dengan tujuan pendidikan multikultural, yaitu untuk menciptakan
kehidupan yang harmonis dalam masyarakat yang serba majemuk.
Karakteristik Pendidikan Multikultural di berbagai Negara
Pendidikan multikultural di berbagai negara memiliki karakteristik yang berbeda-beda sesuai dengan
sejarah unsur-unsur kebudayaan yang dimiliki dan visi dalam memandang dalam multikultural. Pada
bagian ini kita akan mencoba mengenali karakteristik pendidikan multikultural di berbagai negara.
Mengapa? Karena tiap negara memiliki kekhasan dalam memahami fenomena multikultural. Dengan
mengenali fenomena kekhasan multikultural itu intinya bisa kita gunakan untuk menelaah fenomena
yang terjadi untuk menelaah fenomena yang terjadi di tanah air. Sejak perang Perang dunia II,
beberapa kelompok imigran telah tinggal di Inggris dan di negara Eropa daratan seperti
Perancis,Belanda,Jerman,Swedia dan Swiss . Beberapa imigran ini seperti orang Asia India Barat dan
Afrika Utara dan Indocina di Perancis dari daerah koloni sebelumnya. Beberapa imigran Eropa
Selatan dan Timur telah tinggal di negara negara Eropa Barat dan Utara dalam usaha menaikkan taraf
hidup, menghindari perang, persoalan politik atau sebab yang lain. Kelompok seperti orang Kelompok
seperti orang Italia,Yunani,dan Turki telah bermigrasi ke negara di Eropa Utara dan Barat dalam
jumlah besar. Populasi etnis dan imigran telah meningkat secara signifikan di Australia dan ‘anada
sejak Perang Dunia II.
1. Pendidikan Multikultural di Kanada
2. Pendidikan Multikultural di Amerika
3. Pendidikan Multikultural di Australia
Karakteristik Pendidkan Multikultural di Indonesia
Pendidkan multikultural adalah strategi pendidikan yang diaplikasikan pada semua jenis mata
pelajaran dengan cara menggunakan perbedaan kultural yang ada para siswa, seperti perbedaan etnis,
agama, bahasa, gender, klas sosial, ras, kemampuan, dan umur agar proses belajar menjadi efektif dan
mudah (Yaqin, 2005). Pendidikan multikultural diselenggarakan sekaligus juga untuk melatih dan
membangun karakter siswa agar mampu bersikap demokratis, humanis, dan pluralis dalam lingkungan
mereka, khusunya di sekolah. Pada intinya pendidikan multikultral mempunyai fokus persoalan, yaitu
proses pendidikan yang menghormati, mengakui, dan merayakan perbedaan di semua bidang
kehidupan manusia. Pendidikan multikultural merangsang anak terhadap kenyataan yang berkembang
di masyarakat, yang berupa pandangan hidup, kebiasaan dan kebudayaan pada masyarakat Indonesia.
Tujuan Pendidikan Multikultural
1. Pengembangan Pengetahuan Etnis dan Budaya
2. Hidup Berdampingan Secara Damai
3. Memiliki Sikap Kebangsaan dan Kerwarganegaraan
4. Memperkuat Pribadi untuk Reformasi Sosial
Ciri-Ciri Pemdidikan Multikulturalisme
1. Materi yang diajarkan oleh peserta didik berupa nilai-nilai luhur kemanusian, nilai-nilai
kebangsaandan nilai-nilai kelompok etnis.
2. Cara yang di ajarkan demokratis, yaitu menghargai aspek-aspek perbedaan dan keberagaman
budaya bangsa dan kelompok suku bangsa lain.
3. Pendidikan diperuntukan untuk seluruh siswa, tanpa memandang latar belakang peserta didik.

Problema Pendidikan Multikultural di Indonesia


Pendidikan multikultural adalah pendidikan yang memberikan penekanan terhadap proses
penanaman cara hidup yang saling menghormati, tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman budaya
yang hidup di tengah-tengah masyarakat dengan tingkat pluralitas yang tinggi. Dalam dunia
pendidikan multikultural seorang pendidik harus mampu dalam menanamkan nilai-nilai yakni
demokrasi, humanisme, dan pluralisme. Faktor-faktor Munculnya Problema Pendidikan Multikultural
di Indonesia.
Faktor-faktor yang melatar belakangi semua pertikaian di tanah air itu disebabkan antara lain:
1. Kuatnya prasangka, etnosentrisme, stereotip dan diskriminatif antara kelompok
2. Merosotnya rasa kebersamaan dan persatuan serta saling pengertian.
3. Aktivitas politis identitas kelompok/daerah di dalam era reformasi.
4. Tekanan sosial ekonomi.
Problema Pendidikan Multikultural di Indonesia
1. Mahalnya Biaya pendidikan
2. Rendahnya Kualitas Sarana dan prasarana Pendidikan
3. Ketidak Jelasan Tujuan Pendidikan
4. Ketidak Serasian Kurikulum
5. Ketiadaan Tenaga Pendidik Yang Tepat dan Cakap
6. Adanya Pengukuran Yang Salah Ukur
Cara Mengatasi Problema Pendidikan Multikultural di Indonesia
Pada ranah pendidikan adanya perbedaan dapat menimbulkan suatu gesekan yang menjadi problema,
oleh karena itu dibutuhkan pendidikan multikultural yang merupakan proses pembelajaran yang
mengarah pada upaya menghargai perbedaan diantara sesama.
Selain itu, sistem pendidikan multikultural dapat membantu seseorang memahami sejarah, struktur
sosial, budaya, bahasa, dan agama dalam komunitas kultural dan politik agar mereka dapat memahami
diri sendiri dan menemukan jalan di sekitar komunitas tersebut.

Penyakit Budaya, Prasangka, Sterotipe, Etnosentrisme, Rasisme, Diskriminasi


1. Problem Pendidikan Multikultural yang terjadi di Indonesia
a. Keragaman identitas Budaya Daerah.
b. Keragaman budaya daerah memang mempercayai khasana budaya dan menjadi modal
yang berharga untuk membangun Indonesia yang multikultural.
c. Pergeseran kekuasaan dari pusat ke daerah.
d. Sejak dilanda arus reformasi dan demokratis, Indonesia dihadapkan pada beragam
tantangan baru yang sangat kompleks. Satu diantaranyanya yang sangat menonjol adalah
persoalan budaya.
e. Kurang kokohnya Nasionalsime
f. Fanatisme sempit
g. Konflik kesatuan Nasional dan Multikultural
h. Kesejateraan ekonomi yang tidak merata diantara kelompok budaya
i. Keberpihakan yang salah dari media massa, khususnya televisi swasta dalam
memberitakan peristiwa.
2. Pengertian Penyakit Budaya
Penyakit budaya adalah keyakinan untuk menggambarkan jenis pembedaan terhadap
budaya orang lain sesuai dengan peringkat nilai yang kita berikan yang berbasis ras kita
disebut rasisme, sedangkan yang berbasis etnis disebut etnisisme. Penyakit budaya adalah
sikap yang timbul dari seseorang yang menimbulkan kerenggangan sosial atau hilangnya
budaya di daerah tersebut.
3. Pengertian Prasangka, stereotipe, etnosentrisme, rasisme, diskriminasi dan
scapegoating
a. Prasangka
prasangka merupakan sikap, pengertian, keyakinan dan bukan tindakan. Jadi
prasangka tetap ada dipikiran, sedangka diskriminasi mengarah ke tindakan sistematis.
b. Stereotipe
Stereotipe adalah pemberian sifat tertentu terhadap sesorang berdasarkan kategori
yang bersifat subjektif hanya karena dia berasal dari kelompok lain. Pemberian sifat tersebut
bisa positif maupun negatif.
c. Etnosentrisme
Etnosentrisme adalah kecenderungan untuk menetapkan semua norma dan nilai
budaya orang lain dengan standar budayanya sendiri
d. Rasisme
Konsep ras yang kita kenal lebih mengarah pada konsep kultur dan merupakan
kategori sosial, bukan biologis. Montagu, membedakan antara “ide sosial dari ras” dan “ide
biologis dari ras”. Definisi sosial berkaitan dengan fisik dan perilaku sosial.
e. Diskriminasi
Diskriminasi adalah terapan keyakinan atau ideologi. Jadi diskriminasi merupakan
tindakan yang membeda-bedakan dan kurang bersahabat dari kelompok dominan terhadap
kelompok subordinasi.
f. Scapegoating
Teori kambing hitam mengemukakan kalau individu tidak bisa menerima perlakuan
tertentu yang tidak adil, maka perlakuan itu dapat ditanggungkan kepada orang lain.
4. Upaya yang dilakukan untuk Menghadapi Penyakit Budaya
Mempunyai semangat persatua yang berwawasan nusantara
Semangat religius
Semangat nasionalisme
Semangat pluralisme
Membangun pola komunikasi yang baik antar sesama

Problem Pembelajaran Multikultural


Pengertian Pembelajaran Multikultural
Multikulturalisme adalah sisitem keyakinan dan perilaku yang mengakui dan menghormati
kehadiran semua kelompok yang beragam dalam suatu organsasi atau masyarakat, mengakui sosial-
budaya mereka yang berbeda, dan mendorong, dan memungkinkan kontribusi melanjutkan mereka
dalam kontekas budaya inklusif yang memberdayakan semua organisasi atau masyarakat.
Pembelajaran multikultural adalah kebijakan dalam praktik pendidikan dalam mengakui, menerima
dan menegaskan perbedaan dan persamaan manusia yang dikaitkan dengan gender, ras, dan kelas
(Sleeter and Grant, 1988). Pendidikan multikultural adalah suatu sikap dalam memandang keunikan
manusia dengan tanpa membedakan ras, budaya, jenis kelamin, seks, kondisi jasmaniah atau status
ekonomi seseorang (Skeel, 1995). Pendidikan multikultural (multicultural education) merupakan
strategi pendidikan yang memanfaatkan keberagaman latar belakang kebudayaan dari para peserta
didik sebagai salah satu kekuatan untuk membentuk sikap multikultural.
Strategi ini sangat bermanfaat, sekurang-kurangnya bagi sekolah sebagai lembaga pendidikan dapat
membentuk pemahaman bersama atas konsep kebudayaan, perbedaan budaya, keseimbangan, dan
demokrasi dalam arti yang luas (Liliweri, 2005). Pendidikan multikultural didefinisikan sebagai
sebuah kebijakan sosial yang didasarkan pada prinsip-prinsip pemeliharaan budaya dan saling
memiliki rasa hormat antara seluruh kelompok budaya di dalam masyarakat. Pembelajaran
multikultural pada dasarnya merupakan program pendidikan bangsa agar komunitas multikultural
dapat berpartisipasi dalam mewujudkan kehidupan demokrasi yang ideal bagi bangsanya (Banks,
1993).
Tujuan pendidikan dengan berbasis multikultural dapat diidentifikasi:
1. Untuk memfungsikan peranan sekolah dalam memandang keberadaan siswa yang beraneka
ragam;
2. Untuk membantu siswa dalam membangun perlakuan yang positif terhadap perbedaan
kultural, ras, etnik, dan kelompok keagamaan;
3. Memberikan ketahanan siswa dengan cara mengajar mereka dalam mengambil keputusan dan
keterampilan sosialnya;
4. Untuk membantu peserta didik dalam membangun ketergantungan lintas budaya dan memberi
gambaran positif kepada mereka mengenai perbedaan kelompok (Banks, dalam Skeel, 1995).

Di samping itu, pembelajaran berbasis multikultural dibangun atas dasar konsep pendidikan
untuk kebebasan (Dickerson, 1993; Banks, 1994); yang bertujuan untuk:
1. Membantu siswa atau mahasiswa mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan
untuk berpartisipasi di dalam demokrasi dan kebebasan masyarakat
2. Memajukan kebebasan, kecakapan, keterampilan terhadap lintas batas-batas etnik dan budaya
untuk berpartisipasi dalam beberapa kelompok dan budaya orang lain.
Alasan Perlunya Pembelajaran Berbasis Multikultural
1. Rasional tentang pentingnya pendidikan multikultural, karena strategi pendidikan ini
dipandang memiliki keutamaan-keutamaan, terutama dalam:
2. Memberikan terobosan baru pembelajaran yang mampu meningkatkan empati dan
mengurangi prasangka siswa atau mahasiswa sehingga tercipta manusia (warga negara) antar
budaya yang mampu menyelesaikan konflik dengan tanpa kekerasan (nonviolent);
3. Menerapkan pendekatan dan strategi pembelajaran yang potensial dalam mengedepankan
proses interaksi sosial dan memiliki kandungan afeksi yang kuat;
4. Model pembelajaran multikultural membantu guru dalam mengelola proses pembelajaran
menjadi lebih efisien dan efektif, terutama memberikan kemampuan peserta didik dalam
membangun kolaboratif dan memiliki komitmen nilai yang tinggi dalam kehidupan
masyarakat yang serba majemuk;
5. Memberikan kontribusi bagi bangsa Indonesia dalam penyelesaian dan mengelola konflik
yang bernuansa SARA yang timbul di masyarakat dengan cara meningkatkan empati dan
mengurangi prasangka.
Kondisi keberagaman masyarakat dan budaya, secara positif menggambarkan kekayaan potensi
sebuah masyarakat yang bertipe pluralis, namun secara negatif orang merasa tidak nyaman karena
tidak saling mengenal budaya orang lain. Setiap etnik atauras cenderung mempunyai semangat dan
ideologi yang etnosentris, yang menyatakan bahwa kelompoknya lebih superior daripada kelompok
etnik atau ras lain (Jones, dalam Liliweri, 2003). Terjadinya tidak saling mengenal identitas budaya
orang lain, bisa mendorong meningkatnya prasangka terhadap orang lain, berupa sikap antipati yang
didasarkan pada kesalahan generalisasi yang diekspresikan sebagai perasaan. Prasangka juga
diarahkan kepada sebuah kelompok secara keseluruhan, atau kepada seseorang hanya karena itu
adalah anggota kelompok tertentu. Secara demikian, prasangka memiliki potensi dalam
mengkambinghitamkan orang lain melalui stereotipe, diskriminasi dan penciptaan jarak sosial (Bennet
dan Janet, 1996).

Masalah Pada Pembelajaran Multikultural Dan Upaya Sistematis untuk Menagatasinya


Dalam kerangka strategi pembelajaran, pembelajaran berbasis multikulturaldiharapkan dapat
mendorong terjadinya proses imajinatif, metaforik, berpikir kreatif dan sadar budaya. Namun pada
prakteknya, penggunaan budaya lokal (etnis) dalampembelajaran berbasis multikultural tidak terlepas
dari berbagai problematik yang terdapatdalam setiap komponen pembelajaran, sejak persiapan awal
dan implementasinya.

Beberapa permasalahan awal pembelajaran berbasis multikultural pada tahap persiapan awal, antara
lain: guru kurang mengenal budayanya sendiri, budaya lokal maupun budaya peserta didik;
guru kurang menguasai garis besar struktur dan budaya etnis peserta didiknya, terutama dalam
konteks mata pelajaran yang akan diajarkannya; dan rendahnya kemampuan guru dalam
mempersiapkan peralatan yang dapat merangsang minat, ingatan, dan pengenalan kembali peserta
didik terhadap khasanah budaya masing-masing dalam konteks budaya masing-masing dalam konteks
pengalaman belajar yang diperoleh.
Untuk mengaktualisasikan pendidikan multikultural haruslah memperhatikan berbagai dimensi yang
saling berelasi satu sama lain.
1. Banks (2007, pp.83-85) memberikan panduan dimana ada lima dimensi pendidikan
multikultur yang seharusnya secara simultan dilakukan, yaitu: integrasi materi (content
integration), proses pembentukan pengetahuan (knowledge construction process), reduksi
prasangka (prejudice reduction), pendidikan/ perlakuan pedagogi tanpa pandang bulu (equity
pedagogy), dan pemberdayaan budaya sekolah dan struktur sosial (empowering school culture
and social structure). Integrasi konten adalah upaya guru memberikan atau menggunakan
contoh dan materi dari berbagai budaya dan kelompok untuk mengajarkan konsep kunci,
prinsip, generalisasi, teori dan lain-lain ketika mengajar satu topik atau mata pelajaran
tertentu.
2. Dimensi ini digunakan oleh guru untuk memberikan keterangan dengan „poin
kunci‟pembelajaran dengan merefleksi materi yang berbeda-beda. Secara khusus, para guru
menggabungkan kandungan materi pembelajaran ke dalam kurikulum dengan beberapa cara
pandang yang beragam. Salah satu pendekatan umum adalah mengakui kontribusinya, yaitu
guru-guru bekerja ke dalam kurikulum mereka dengan membatasi fakta tentang semangat
kepahlawanan dari berbagai kelompok. Di samping itu, rancangan pembelajaran dan unit
pembelajarannya tidak dirubah. Dengan beberapa pendekatan, guru menambah beberapa unit
atau topik secara khusus yang berkaitan dengan materi multikultural.
3. Proses pembentukan pengetahuan adalah suatu dimensi dimana para guru membantu siswa
untuk memahami beberapa perspektif dan merumuskan kesimpulan yang dipengaruhi oleh
disiplin pengetahuan yang mereka miliki. Dimensi ini juga berhubungan dengan pemahaman
para pelajar terhadap perubahan pengetahuan yang ada pada diri mereka sendiri. Dimensi ini
berupaya membantu siswa untuk memahami, mencari tahu, dan menentukan bagaimana suatu
pengetahuan atau teori pada dasarnya secara implisit tercipta karena adanya pengaruh budaya
tertentu, kalangan tertentu, kelompok dengan status sosial tertentu yang terjadi pada saat itu.

Problematik yang dapat timbul pada dimensi proses pembentukan pengetahuan adalah:
a. Kurangnya pengetahuan guru dalam memilih aspek budaya yang tepat sehingga dapat
membantu peserta didik untuk memahami konsep kunci secara lebih tepat; dan kurangnya
pengetahuan guru dalam menggunakan frame of reference dari budaya tertentu dan
mengembangkannya dalam perspektif ilmiah. Yang dapat dilakukan guru untuk mengatasi
masalah tersebut adalah: menambah wawasan dengan membaca buku, atau penelurusan
internet, dan melatih pengembangan frame of reference dari budaya dalam perspektif ilmiah
melaui diskusi dengan guru lain atau kelompok kerja guru.
b. Reduksi prejudice adalah upaya guru membantu siswa mengembangkan sikap positif terhadap
perbedaan (baik dari sisi suku, budaya, ras, gender, status sosial, dll.) Sebagai contoh, adalah
tidak benar kalau guru mendorong sikap atau prasangka yang menganggap bahwa orang
Papua yang berkulit hitam adalah terbelakang, bodoh dan lain-lain. Prejudice yang tidak
benar terhadap gender, ras, budaya dan lain-lain dalam proses interaksi disekolah inilah yang
harus dihindari.

Pengembangan Pendidikan Multikultural di Indonesia


Implikasi Makna Pendidikan Multikultural, Sejarah dan Karakteristik Problematika Multikultural
Terhadap Pengembangan pendidikan Multikultural di Indonesia.

Makna Pendidikan Multikultural dan Implikasinya Terhadap Pengembangan Pendidikan


Multikultural
1. Pemaknaan Pendidikan Multikultural berbeda-beda. Ada yang menekankan pada karakteristik
kelompok yang berbeda,sedangkan yang lain menekankan masalah sosial (khususnya tentang
penindasan), kekuasaan politik dan pengalokasian sumber ekonomi. Ada yang memfokuskan
pada keragaman etnis yang berbeda, sedangkan yang lain berfokus pada kelompok dominan
di masyarakat. Makna yang lain membatasi pada karakteristik sekolah local dan yang lain
memberi petunjuk tentang reformasi semua sekolah tanpa memandang
karakteristiknya.Makna Pendidikan Multikultural dan Implikasinya Terhadap Pengembangan
Pendidikan Multikultural yaitu meliputi:
a. Pendidikan Multikultural Sebagai Ide
b. Pendidikan Multikultural Sebagai Gerakan Reformasi Pendidikan
c. Pendidikan Multikultural Sebagai Proses.
Sejarah Pendidikan Multikultural dan Implikasinya Terhadap Pengembangan Pendidikan
Multikultural
Untuk pengembangan Pendidikan Multikultural di Indonesia,kita juga perlu memahami
sejarah singkat Pendidikan Multikultural sebagai dasar pijak kita dalam menentukan arah
pengembangan. Akar sejarah Pendidikan Multikultural bermula pada gerakan hak-hak sipil dari
berbagai kelompok yang secara historis memang selalu terabaikan dan tertindas. Pendidikan
Multikultural timbul dari munculnya gerakan hak-hak sipil di Amerika tahun 1960-an yang mulai
menyadari dan menuntut hak yang belum pernah terjadi sebelumnya.Tujuan utamanya menghilangkan
diskriminasi dalam akomodasi umum, perumahan, tenaga kerja dan pendidikan.
Gerakan hak-hak sipil ini berimplikasi terhadap:
1. Berdirinya lembaga pendidikan bagi kelompok etnis. Awalnya hanya pada sekolah untuk
orang Amerika keturunan Afrika dan kemudian kelompok lain.
2. Reformasi kurikulum sehingga sekolah dan lembaga pendidikan yang lain merefleksikan
pengalaman, sejarah, budaya dan perspektif mereka.
3. Kenaikan upah bagi guru dan administrator sekolah kulit hitam dan berwarna lain.
4. Adanya kontrol masyarakat terhadap sekolah.
5. Revisi buku teks agar merefleksikan keberagaman orang di AS.
Keberhasilan yang nyata dari gerakan hak sipil, ditambah pertumbuhan yang cepat,dan atmosfir
nasional yang bebas telah merangsang kelompok korban yang lain untuk mengambil tindakan dalam
menghilangkan diskriminasi terhadap mereka dan menuntut agar sistem pendidikan itu dikaitkan
dengan kebutuhan,aspirasi,budaya dan sejarah mereka. Pada akhir abad 20 gerakan hak perempuan
muncul sebagai satu dari gerakan reformasi sosial paling signifikan. Pemimpin gerakan ini seperti
Betty Frie dan Gloria Steinem menuntut lembaga politik, sosial, ekonomi dan pendidikan melakukan
tindakan untuk menghilangkan diskriminasi gender serta mewujudkan ambisinya. Sekalipun sebagian
besar guru di sekolah dasar adalah perempuan,sebagian besar administrator masih dipegang oleh
kaum pria.

Tujuan utama dari gerakan hak perempuan adalah:


1. Upah yang sama atas kerja yang sama.
2. Penghapusan aturan hukum yang mendiskriminasikan wanita dan pria.
3. Penghapusan terhadap hal-hal yang membuatnya menjadi warga negara kelas dua.
4. Menuntut adanya partisipasi yang lebih besar dari kaum pria untuk terlibat.
5. Dalam pekerjaan rumah tangga dan membesarkan anak.

Karakteristik Problematika Multikultural Indosesia dan Implikasinya terhadap Pengambangan


Pendidikan Multikultural
a. Berbagai kekerasan antar kelompok yang bergolak secara sporadis seputar persoalan Suku,
Agama, Ras dan Antar Golongan (SARA) banyak terjadi dan terus bermunculan di negeri
ini,dari Sabang sampai Merauke terjadi berbagai peristiwa berdarah.

Faktor-faktor yang melatar belakangi semua pertikaian di tanah air itu disebabkan antara lain:
a. Kuatnya prasangka, etnosentrisme, stereotip dan diskriminatif antara kelompok.
b. Merosotnya rasa kebersamaan dan persatuan serta saling pengertian.
c. Aktivitas politis identitas kelompok/daerah di dalam era reformasi.
d. Tekanan sosial ekonomi.

Bentuk, Asas, dan Prinsip Pengembangan Pendidikan Multikultural di Indonesia


1. Bentuk Pengembangan Pendidikan Multikultural di Indonesia
2. Asas-Asas dalam Pendidikan Multikultural di Indonesia
3. Tiga prinsip penyusunan program dalam pendidikan multicultural

Pengembangan Pendidikan Multikultural di Sekolah Dasar


A. Pengertian pendidikan multikultural
Pendidikan multikultural berasal dari dua kata, yakni pendidikan dan multikultural.
Pendidikan merupakan proses pengembangan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok
orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui pengajaran, pelatihan, proses, perbuatan
dan cara-cara yang mendidik.Sedangkan Multikultural secara etimologis adalah multi yang
artinya banyak dan cultur yang artinya budaya jadi dapat disimpulkan bahwa multikultural
berarti ragam budaya yang banyak. Dari rangkaian kata tersebut, dibawah ini adalah beberapa
pandangan dari Para Ahli terkait dengan paham multikultural yakni sebagai berikut:
Rustam Ibrahim (2013) mendefinisikan pendidikan multikultural sebagai proses
pengembangan seluruh potensi manusia yang menghargai pluralitas dan heterogenitasnya
sebagai konsekuensi dari keragaman budaya, etnis, suku, dan aliran agama. Sejalan dengan
itu, Sumardi (2009), juga berpandangan bahwa pendidikan multikultural adalah praktik
pendidikan yang mengakui, menerima dan menegaskan perbedaan dan persamaan manusia
yang dikaitkan dengan gender, ras, dan kelas. Selain itu Mundzier Suparta (2008) juga
berpandangan bahwa Pendidikan multikultural juga dinilai sebagai kebijakan sosial yang
didasarkan pada prinsip-prinsip pemeliharaan budaya dan saling memiliki rasa hormat antara
seluruh kelompok budaya di dalam masyarakatdalam bukunya Islamic Multicultural
Education, menjelaskan beberapa definisi pendidikan multikultural sebagai berikut:

a. Pendidikan Multikultural adalah sebuah filosofi yang menekankan pada makna penting,
legitimasi dan vitalitas keragaman etnik dan budaya dalam membentuk kehidupan
individu, kelompok maupun bangsa
b. Pendidikan Multikultural adalah menginstitusionalkan sebuah filosofi pluralisme budaya
ke dalam system pendidikan yang didasarkan pada prinsip-prinsip persamaan (equality),
saling menghormati dan menerima, memahami dan adanya komitmen moral untuk sebuah
keadilan sosial
c. Pendidikan Multikultural adalah sebuah pendekatan pengajaran dan pembelajaran yang
didasarkan atas nilai-nilai demokratis yang mendorong berkembangnya pluralisme
budaya;
d. Pendidikan Multikultural merupakan reformasi sekolah yang komprehensif dan
pendidikan dasar untuk semua anak didik yang menentang semua bentuk diskriminasi
dan intruksi yang menindas dan hubungan antar personal di dalam kelas dan memberikan
prinsip-prinsip demokratis keadilan social.

Dari beberapa definisi di atas maka kelompok kami menyimpulkan bahwa pendidikan
multikultural adalah proses pengembangan seluruh potensi manusia yang menghargai
pluralitas dan heterogenitasnya dengan didasarkan pada prinsip-prinsip persamaan (equality),
saling menghormati dan menerima serta memahami dan adanya komitmen moral untuk
sebuah keadilan sosial. Dalam hal ini, pendidikan multikultural dinilai penting untuk
menciptakan kehidupan yang harmonis dalam masyarakat yang serba majemuk.
B. Tujuan pendidikan multikultural
Adapun tujuan pendidikan multikultural di perguruan tinggi atau lembaga pendidikan
lainnya terbagi ke dalam dua aspek, yaitu: aspek pengetahuan. Tujuan pendidikan
multicultural dari aspek pengetahuan (cognitive goals) adalah untuk memperoleh pengetahuan
tentang bahasa dan budaya orang lain, dan kemampuan untuk menganalisis dan
menerjemahkan perilaku kultural, dan pengetahuan. Sedangkan tujuan pendidikan
multicultural dari aspek sikap (attitudinal goals) adalah untuk mengembangkan kesadaran dan
kepekaan kultural, toleransi kultural, penghargaan terhadap identitas kultural, sikap
responsive terhadap budaya, keterampilan untuk menghindari dan meresolusi konflik (Zuriah,
2011).
C. Desain Pendidikan Multikultural di Sekolah Dasar
Pendidikan multikultural idealnya direncanakan dengan sebuah desain pengembangan
kurikulum yang integratif, sequentif dan didukung dengan lingkungan serta struktur dan
budaya yang bisa memberikan kontribusi positif terhadap pembinaan sikap dan perilaku
multikultur. Oleh karena itu, Ibrahim telah mengemukakan beberapa prinsip yang harus
dipatuhi dalam melaksanakan pendidikan multikultural, yaitu:
a. Pemilihan materi pelajaran harus terbuka secara budaya didasarkan pada siswa.
Keterbukaan ini harus menyatukan opini–opini yang berlawanan dan interprestasi–
interprestasi yang berbeda.
b. Isi materi pelajaran yang dipilih harus mengandung perbedaan dan persamaan dalam
lintas kelompok.
c. Materi pelajaran yang dipilih harus sesuai dengan konteks waktu dan tempat
d. Pengajaran semua pelajaran harus menggambarkan dan dibangun berdasarkan
pengalaman dan pengetahuan yang dibawa peserta didik ke kelas, dan
e. Pendidik hendaknya menggunakan model pembelajaran yang interaktif dan kontekstual
agar supaya mudah dipahami oleh peserta didik (Ibrahim, 2013).Selanjutnya, Tilaar juga
mengemukakan empat prinsip yang perlu dipegang dalam menerapkan pendidikan
multikultural, yaitu sebagai berikut:
1. Tujuanya membentuk “manusia budaya” dan menciptakan “masyarakat berbudaya
(berperadaban).
2. Materinya mengajarkan nilai-nilai luhur kemanusian, nilai-nilai bangsa, dan nilai-
nilai kelompok etnis (kultural),
3. Metodenya demokratis, yakni menghargai aspek-aspek perbedaan dan keberagaman
budaya bangsa dan kelompok etnis (multiculturalis)
4. Evaluasinya ditentukan pada penilaian terhadap tingkah laku anak didik yang
meliputi persepsi, apresiasi, dan tindakan terhadap budaya lainnya. (Tilaar, 2005).
Berdasarkan prinsip-prinsip di atas, ada tiga tahap pengembangan desain pendidikan
multikultural di Sekolah Dasar, yaitu:
a. Menganalisis faktorfaktor potensial bernuansa multicultural.
b. Menetapkan pendekatan, metode, dan media pembelajaran berbasis multikultural, dan
c. Menyusunan rancangan pembelajaran berbasis multikultural.

Anda mungkin juga menyukai