Resume
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan pulau yang tak terhitung
jumlahnya. Bentuk negara kepulauan tersebutlah yang menghasilkan berbagai macam budaya yang
ada di Indonesia. Diawali dari pulau Sumatra terbentang hingga pulau Papua, menghasilkan berbagai
budaya dari masing-masing daerah di Indonesia. Keadaan alam serta letak geografis tersebut membuat
Indonesia memiliki kekayaan budaya yang tak ternilai. Dilihat dari sisi kepercayaan, masyarakat
Indonesia sebagian besar beragama Islam.
Mayoritas penduduk Indonesia yang menganut agama Islam, tidak lantas membuat agama
lain tidak mendapat pengakuan dari pemerintah. Beberapa agama yang ada dan berkembang di
Indonesia pada perjalanannya juga diakui oleh pemerintah seperti agama Kristen, Khatolik, Hindu,
Budha, dan Konghucu. Keragaman yang dimiliki oleh bangsa Indonesia seperti telah disebutkan
sebelumnya, merupakan suatu anugrah kekayaan budaya yang tidak dimiliki oleh negara lain, namun
demikian dilain sisi dapat menjadi sumber konflik yang dilandasi oleh perbedaan budaya yang ada.
Terjadinya konflik antar etnis atau antar pemeluk agama beberapa kurun waktu terakhir ini,
membuktikan sebagai bangsa dengan kekayaan budaya yang dimiliki, kita belum dapat memahami
dan memaknai keberagaman disekitar kita.
Keberagaman yang ada acap kali dituding dan dijadikan alasan sebagai penyebab terjadinya
konflik. Maraknya konflik yang terjadi dengan alasan perbedaan latar belakang budaya tersebut, perlu
kiranya dicari strategi khusus dalam memecahkan persoalan tersebut melalui berbagai bidang; sosial,
politik, budaya, ekonomi dan pendidikan. Berkaitan dengan hal ini, maka pendidikan multikultural
menawarkan satu alternatif melalui penerapan strategi dan konsep pendidikan yang berbasis pada
pemanfaatan keragaman yang ada di masyarakat, khususnya yang ada pada siswa seperti keragaman
etnis, budaya, bahasa, agama, status sosial, gender, kemampuan, umur dan ras. Dan yang terpenting,
strategi pendidikan ini tidak hanya bertujuan agar supaya siswa mudah memahami pelajaran yang
dipelajarinya, akan tetapi juga untuk meningkatkan kesadaran mereka agar selalu berperilaku
humanis, pluralis dan demokratis (M. Ainul Yakin, 2005: 5)
Pendidikan multikultural merupakan proses penanaman cara hidup menghormati, tulus, dan
toleran terhadap keragaman budaya yang hidup ditengah-tengah masyarakat plural. Dengan
pendidikan multikultural diharapkan adanya kekenyalan dan kelenturan mental bangsa menghadapi
benturan konflik sosial. Di samping itu, yang juga penting adalah bahwa dengan pendidikan
multikultural dimaksudkan agar semua peserta didik yang dengan segala perbedaannya itu
mendapatkan pendidikan yang setara (Setya Raharja, 2010: 28).
Sekolah Damai
Sekolah yang damai adalah sekolah yang kondusif bagi proses belajar mengajar yang
memberikan jaminan suasana kenyamanan dan keamanan pada setiap komponen di sekolah karena
adanya kasih sayang, perhatian, kepercayaan dan kebersamaan.
Sekolah Damai bertujuan menciptakan lingkungan sekolah yang memungkinkan semua komponen di
dalamnya menjadi duta damai di luar. Lingkungan sekolah tidak hanya berarti batas-batas bangunan
fisik sekolah, melainkan juga ruang imajiner yang didukung kebijakan yang mendorong pembentukan
budaya damai.
Di samping itu, pembelajaran berbasis multikultural dibangun atas dasar konsep pendidikan
untuk kebebasan (Dickerson, 1993; Banks, 1994); yang bertujuan untuk:
1. Membantu siswa atau mahasiswa mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan
untuk berpartisipasi di dalam demokrasi dan kebebasan masyarakat
2. Memajukan kebebasan, kecakapan, keterampilan terhadap lintas batas-batas etnik dan budaya
untuk berpartisipasi dalam beberapa kelompok dan budaya orang lain.
Alasan Perlunya Pembelajaran Berbasis Multikultural
1. Rasional tentang pentingnya pendidikan multikultural, karena strategi pendidikan ini
dipandang memiliki keutamaan-keutamaan, terutama dalam:
2. Memberikan terobosan baru pembelajaran yang mampu meningkatkan empati dan
mengurangi prasangka siswa atau mahasiswa sehingga tercipta manusia (warga negara) antar
budaya yang mampu menyelesaikan konflik dengan tanpa kekerasan (nonviolent);
3. Menerapkan pendekatan dan strategi pembelajaran yang potensial dalam mengedepankan
proses interaksi sosial dan memiliki kandungan afeksi yang kuat;
4. Model pembelajaran multikultural membantu guru dalam mengelola proses pembelajaran
menjadi lebih efisien dan efektif, terutama memberikan kemampuan peserta didik dalam
membangun kolaboratif dan memiliki komitmen nilai yang tinggi dalam kehidupan
masyarakat yang serba majemuk;
5. Memberikan kontribusi bagi bangsa Indonesia dalam penyelesaian dan mengelola konflik
yang bernuansa SARA yang timbul di masyarakat dengan cara meningkatkan empati dan
mengurangi prasangka.
Kondisi keberagaman masyarakat dan budaya, secara positif menggambarkan kekayaan potensi
sebuah masyarakat yang bertipe pluralis, namun secara negatif orang merasa tidak nyaman karena
tidak saling mengenal budaya orang lain. Setiap etnik atauras cenderung mempunyai semangat dan
ideologi yang etnosentris, yang menyatakan bahwa kelompoknya lebih superior daripada kelompok
etnik atau ras lain (Jones, dalam Liliweri, 2003). Terjadinya tidak saling mengenal identitas budaya
orang lain, bisa mendorong meningkatnya prasangka terhadap orang lain, berupa sikap antipati yang
didasarkan pada kesalahan generalisasi yang diekspresikan sebagai perasaan. Prasangka juga
diarahkan kepada sebuah kelompok secara keseluruhan, atau kepada seseorang hanya karena itu
adalah anggota kelompok tertentu. Secara demikian, prasangka memiliki potensi dalam
mengkambinghitamkan orang lain melalui stereotipe, diskriminasi dan penciptaan jarak sosial (Bennet
dan Janet, 1996).
Beberapa permasalahan awal pembelajaran berbasis multikultural pada tahap persiapan awal, antara
lain: guru kurang mengenal budayanya sendiri, budaya lokal maupun budaya peserta didik;
guru kurang menguasai garis besar struktur dan budaya etnis peserta didiknya, terutama dalam
konteks mata pelajaran yang akan diajarkannya; dan rendahnya kemampuan guru dalam
mempersiapkan peralatan yang dapat merangsang minat, ingatan, dan pengenalan kembali peserta
didik terhadap khasanah budaya masing-masing dalam konteks budaya masing-masing dalam konteks
pengalaman belajar yang diperoleh.
Untuk mengaktualisasikan pendidikan multikultural haruslah memperhatikan berbagai dimensi yang
saling berelasi satu sama lain.
1. Banks (2007, pp.83-85) memberikan panduan dimana ada lima dimensi pendidikan
multikultur yang seharusnya secara simultan dilakukan, yaitu: integrasi materi (content
integration), proses pembentukan pengetahuan (knowledge construction process), reduksi
prasangka (prejudice reduction), pendidikan/ perlakuan pedagogi tanpa pandang bulu (equity
pedagogy), dan pemberdayaan budaya sekolah dan struktur sosial (empowering school culture
and social structure). Integrasi konten adalah upaya guru memberikan atau menggunakan
contoh dan materi dari berbagai budaya dan kelompok untuk mengajarkan konsep kunci,
prinsip, generalisasi, teori dan lain-lain ketika mengajar satu topik atau mata pelajaran
tertentu.
2. Dimensi ini digunakan oleh guru untuk memberikan keterangan dengan „poin
kunci‟pembelajaran dengan merefleksi materi yang berbeda-beda. Secara khusus, para guru
menggabungkan kandungan materi pembelajaran ke dalam kurikulum dengan beberapa cara
pandang yang beragam. Salah satu pendekatan umum adalah mengakui kontribusinya, yaitu
guru-guru bekerja ke dalam kurikulum mereka dengan membatasi fakta tentang semangat
kepahlawanan dari berbagai kelompok. Di samping itu, rancangan pembelajaran dan unit
pembelajarannya tidak dirubah. Dengan beberapa pendekatan, guru menambah beberapa unit
atau topik secara khusus yang berkaitan dengan materi multikultural.
3. Proses pembentukan pengetahuan adalah suatu dimensi dimana para guru membantu siswa
untuk memahami beberapa perspektif dan merumuskan kesimpulan yang dipengaruhi oleh
disiplin pengetahuan yang mereka miliki. Dimensi ini juga berhubungan dengan pemahaman
para pelajar terhadap perubahan pengetahuan yang ada pada diri mereka sendiri. Dimensi ini
berupaya membantu siswa untuk memahami, mencari tahu, dan menentukan bagaimana suatu
pengetahuan atau teori pada dasarnya secara implisit tercipta karena adanya pengaruh budaya
tertentu, kalangan tertentu, kelompok dengan status sosial tertentu yang terjadi pada saat itu.
Problematik yang dapat timbul pada dimensi proses pembentukan pengetahuan adalah:
a. Kurangnya pengetahuan guru dalam memilih aspek budaya yang tepat sehingga dapat
membantu peserta didik untuk memahami konsep kunci secara lebih tepat; dan kurangnya
pengetahuan guru dalam menggunakan frame of reference dari budaya tertentu dan
mengembangkannya dalam perspektif ilmiah. Yang dapat dilakukan guru untuk mengatasi
masalah tersebut adalah: menambah wawasan dengan membaca buku, atau penelurusan
internet, dan melatih pengembangan frame of reference dari budaya dalam perspektif ilmiah
melaui diskusi dengan guru lain atau kelompok kerja guru.
b. Reduksi prejudice adalah upaya guru membantu siswa mengembangkan sikap positif terhadap
perbedaan (baik dari sisi suku, budaya, ras, gender, status sosial, dll.) Sebagai contoh, adalah
tidak benar kalau guru mendorong sikap atau prasangka yang menganggap bahwa orang
Papua yang berkulit hitam adalah terbelakang, bodoh dan lain-lain. Prejudice yang tidak
benar terhadap gender, ras, budaya dan lain-lain dalam proses interaksi disekolah inilah yang
harus dihindari.
Faktor-faktor yang melatar belakangi semua pertikaian di tanah air itu disebabkan antara lain:
a. Kuatnya prasangka, etnosentrisme, stereotip dan diskriminatif antara kelompok.
b. Merosotnya rasa kebersamaan dan persatuan serta saling pengertian.
c. Aktivitas politis identitas kelompok/daerah di dalam era reformasi.
d. Tekanan sosial ekonomi.
a. Pendidikan Multikultural adalah sebuah filosofi yang menekankan pada makna penting,
legitimasi dan vitalitas keragaman etnik dan budaya dalam membentuk kehidupan
individu, kelompok maupun bangsa
b. Pendidikan Multikultural adalah menginstitusionalkan sebuah filosofi pluralisme budaya
ke dalam system pendidikan yang didasarkan pada prinsip-prinsip persamaan (equality),
saling menghormati dan menerima, memahami dan adanya komitmen moral untuk sebuah
keadilan sosial
c. Pendidikan Multikultural adalah sebuah pendekatan pengajaran dan pembelajaran yang
didasarkan atas nilai-nilai demokratis yang mendorong berkembangnya pluralisme
budaya;
d. Pendidikan Multikultural merupakan reformasi sekolah yang komprehensif dan
pendidikan dasar untuk semua anak didik yang menentang semua bentuk diskriminasi
dan intruksi yang menindas dan hubungan antar personal di dalam kelas dan memberikan
prinsip-prinsip demokratis keadilan social.
Dari beberapa definisi di atas maka kelompok kami menyimpulkan bahwa pendidikan
multikultural adalah proses pengembangan seluruh potensi manusia yang menghargai
pluralitas dan heterogenitasnya dengan didasarkan pada prinsip-prinsip persamaan (equality),
saling menghormati dan menerima serta memahami dan adanya komitmen moral untuk
sebuah keadilan sosial. Dalam hal ini, pendidikan multikultural dinilai penting untuk
menciptakan kehidupan yang harmonis dalam masyarakat yang serba majemuk.
B. Tujuan pendidikan multikultural
Adapun tujuan pendidikan multikultural di perguruan tinggi atau lembaga pendidikan
lainnya terbagi ke dalam dua aspek, yaitu: aspek pengetahuan. Tujuan pendidikan
multicultural dari aspek pengetahuan (cognitive goals) adalah untuk memperoleh pengetahuan
tentang bahasa dan budaya orang lain, dan kemampuan untuk menganalisis dan
menerjemahkan perilaku kultural, dan pengetahuan. Sedangkan tujuan pendidikan
multicultural dari aspek sikap (attitudinal goals) adalah untuk mengembangkan kesadaran dan
kepekaan kultural, toleransi kultural, penghargaan terhadap identitas kultural, sikap
responsive terhadap budaya, keterampilan untuk menghindari dan meresolusi konflik (Zuriah,
2011).
C. Desain Pendidikan Multikultural di Sekolah Dasar
Pendidikan multikultural idealnya direncanakan dengan sebuah desain pengembangan
kurikulum yang integratif, sequentif dan didukung dengan lingkungan serta struktur dan
budaya yang bisa memberikan kontribusi positif terhadap pembinaan sikap dan perilaku
multikultur. Oleh karena itu, Ibrahim telah mengemukakan beberapa prinsip yang harus
dipatuhi dalam melaksanakan pendidikan multikultural, yaitu:
a. Pemilihan materi pelajaran harus terbuka secara budaya didasarkan pada siswa.
Keterbukaan ini harus menyatukan opini–opini yang berlawanan dan interprestasi–
interprestasi yang berbeda.
b. Isi materi pelajaran yang dipilih harus mengandung perbedaan dan persamaan dalam
lintas kelompok.
c. Materi pelajaran yang dipilih harus sesuai dengan konteks waktu dan tempat
d. Pengajaran semua pelajaran harus menggambarkan dan dibangun berdasarkan
pengalaman dan pengetahuan yang dibawa peserta didik ke kelas, dan
e. Pendidik hendaknya menggunakan model pembelajaran yang interaktif dan kontekstual
agar supaya mudah dipahami oleh peserta didik (Ibrahim, 2013).Selanjutnya, Tilaar juga
mengemukakan empat prinsip yang perlu dipegang dalam menerapkan pendidikan
multikultural, yaitu sebagai berikut:
1. Tujuanya membentuk “manusia budaya” dan menciptakan “masyarakat berbudaya
(berperadaban).
2. Materinya mengajarkan nilai-nilai luhur kemanusian, nilai-nilai bangsa, dan nilai-
nilai kelompok etnis (kultural),
3. Metodenya demokratis, yakni menghargai aspek-aspek perbedaan dan keberagaman
budaya bangsa dan kelompok etnis (multiculturalis)
4. Evaluasinya ditentukan pada penilaian terhadap tingkah laku anak didik yang
meliputi persepsi, apresiasi, dan tindakan terhadap budaya lainnya. (Tilaar, 2005).
Berdasarkan prinsip-prinsip di atas, ada tiga tahap pengembangan desain pendidikan
multikultural di Sekolah Dasar, yaitu:
a. Menganalisis faktorfaktor potensial bernuansa multicultural.
b. Menetapkan pendekatan, metode, dan media pembelajaran berbasis multikultural, dan
c. Menyusunan rancangan pembelajaran berbasis multikultural.