Anda di halaman 1dari 14

SMA NEGERI 7 PONTIANAK

Mengintegrasikan Pendidikan Multikultural dan


Karakter dalam Pembelajaran Fisika
Rooshardini

pc
1/1/2011

Abstrak

Keragaman suku bangsa merupakan kekuatan bangsa dimiliki oleh


provinsi kalimantan Barat. Kemampuan untuk mengelola keragaman
suku bangsa yang besar sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya
perpecahan yang akhirnya akan mengganggu kesatuan bangsa.
Untuk mengatasi berbagai konflik horizontal, pendidikan bisa
berperan membentuk pandangan siswa mengenai kehidupan dan
meningkatkan penghargaan terhadap keberagaman. Materi tentang
Dispersi cahaya dalam

pembelajaran fisika kelas XII IPA dapat

digunakan sebagai contoh penerapan bahwa perbedaan itu indah


jika

disikapi

dengan

perbedaan,kerjasama

karakter
antar

yang

individu

saling

menghormati

walaupun

berbeda

etnis,agama,maupun ras
Kata kunci: multikultural, kontekstual ,karakter

Disampaikan dalam Temu Temu Ilmiah Nasional Guru III


Tahun 2011 dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 23
November 2011 di Gedung UTCC Universitas Terbuka, Jl.
Cabe Raya, Tangerang Selatan, Banten 15418
dengan tema Pendidikan Berbasis Multikultural

**) Staf pengajar Sekolah Menengan Atas Negeri 7 Pontianak

Mengintegrasikan Pendidikan Multikultural dan Karakter


dalam Pembelajaran Fisika
Rooshardini
Guru SMA N 7 Pontianak
Jl.Sulawesi Dalam No 10 Pontianak,78121
Telp.0561 736572
roos.hardini@yahoo.co.id

PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Keragaman suku bangsa merupakan kekuatan bangsa dimiliki oleh
provinsi kalimantan Barat. Kemampuan untuk mengelola keragaman suku bangsa
yang besar diperlukan untuk mencegah terjadinya perpecahan yang akhirnya akan
mengganggu kesatuan bangsa. Kerusuhan dan pertikaian yang terjadi di berbagai
tempat di Kalimantan Barat ini menunjukkan antara lain kurangnya pendidikan
multikultural yang berkarakter pada masyarakat Kalimantan Barat . Konflik
muncul dengan menggunakan simbol-simbol etnis, agama, dan ras. Hal ini
kemungkinan terjadi akibat adanya akumulasi "tekanan" secara mental, spiritual,
politik sosial, budaya dan ekonomi yang dirasakan oleh sebagian masyarakat.
Menurut catatan Guru Besar Sosiologi Universitas Tanjungpura
(Untan),Prof.Dr.Syarif Ibrahim konflik etnis di Kalbar sudah terjadi 12 kali.
Sepuluh kali melibatkan Dayak dengan Madura, yakni pada tahun 1962, 1963,
1968, 1972, 1977, 1979, 1983, 1996, 1997 dan 1999. Sekali antara Dayak dengan
Tionghoa, yakni 1967. Kemudian dua kali Melayu dengan Madura, yakni tahun
1999 dan 2000.
Dari data di atas, maka diperlukan strategi khusus untuk memecahkan
persoalan tersebut melalui berbagai bidang; sosial, ekonomi, budaya, dan
pendidikan. Berkaitan dengan hal ini, maka pendidikan multikultural berkarakter
menawarkan satu alternatif melalui penerapan strategi dan konsep pendidikan
yang berbasis pada pemanfaatan keragaman yang ada di masyarakat, khususnya
yang ada pada siswa seperti keragaman etnis, budaya, bahasa, agama, status
sosial, gender, kemampuan, umur, dll di kalimantan barat ini.
Karena itulah yang terpenting dalam pendidikan multikultural berkarakter
adalah seorang pendidik tidak hanya dituntut untuk menguasai dan mampu secara
profesional mengajarkan mata pelajaran yang diajarkan. Lebih dari itu, seorang
pendidik juga harus mampu menanamkan nilai-nilai inti dari pendidikan
multikultural seperti demokrasi, humanisme, dan pluralisme atau menanamkan
nilai-nilai keberagamaan yang inklusif pada siswa. Pada gilirannya, out-put yang
dihasilkan dari sekolah tidak hanya cakap sesuai dengan disiplin ilmu yang
ditekuninya, tetapi juga mampu menerapkan nilai-nilai keberagamaan dalam

memahami dan menghargai keberadaan para pemeluk agama dan kepercayaan


lain..
Dengan pembelajaran mutikultural berkarakter para lulusan akan dapat
memiliki sikap kemandirian dalam menyadari dan menyelesaikan segala problem
kehidupannya,melalui berbagai macam cara dan strategi pendidikan serta
mengimplementasikanya yang mempunyai visi dan misi yang selalu menegakkan
dan menghargai pluralisme, demokrasi dan humanisme. Diharapkan para generasi
penerus menjadi Generasi Multikultural yang menghargai perbedaan, selalu
menegakkan nilai-nilai demokrasi, keadilan dan kemanusiaan yang akan datang.
Dalam konteks pendidikan, bahwa semua persoalan dalam masyarakat akan
dapat diperbaiki melalui proses pendidikan. Artinya kegagalan masyarakat adalah
kegagalan pendidikan dan sebaliknya. Dengan demikian, dalam mengatasi segala
problematika masyarakat sebaiknya dimulai dari penataan secara sistemik dan
metodologis dalam pendidikan.
Salah satu komponen dalam pembelajaran adalah proses belajar mengajar .
Untuk memperbaiki penyakit sosial yang tumbuh dan berkembang di dalam
masyarakat, perlu dimulai dari proses pembelajaran kontekstual yang membumi
bisa dibentuk melalui proses pembelajaran, yaitu dengan menggunakan
pembelajaran berbasis multikultural serta berkarakter . Yaitu proses pembelajaran
yang lebih mengarah pada upaya menghargai perbedaan diantara sesama manusia
sehingga terwujud ketenangan dan ketentraman dalam tatanan kehidupan
masyarakat serta saling menghormati perbedaan pandangan antar individu dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pembelajaran berbasis multikultural yang berkarakter didasarkan pada
gagasan filosofis tentang kebebasan, keadilan, kesederajatan dan perlindungan
terhadap hak-hak manusia yang bermartabat dan berkarakter. Hakekat pendidikan
multikultural yang berkarakter mempersiapkan seluruh siswa untuk bekerja secara
aktif menuju kesamaan struktur dalam organisasi dan lembaga sekolah.
Pendidikan IPA (fisika) sebagai bagian dari pendidikan formal seharusnya
ikut memberi kontribusi dalam membangun sumber daya manusia yang
berkualitas tinggi. Fisika sebagai salah satu cabang IPA yang pada dasarnya
bertujuan untuk mempelajari dan menganalisis pemahaman kuantitatif gejala atau
proses alam dan sifat zat serta penerapannya (Wospakrik, 1994 : 1). Pendapat
tersebut diperkuat oleh pernyataan bahwa fisika merupakan suatu ilmu
pengetahuan yang mempelajari bagian-bagian dari alam dan interaksi yang ada di
dalamnya. Ilmu fisika membantu kita untuk menguak dan memahami tabir misteri
alam semesta ini (Surya, 1997: 1).
Pembelajaran diartikan sebagai perubahan dalam kemampuan, sikap,
atau perilaku siswa yang relatif permanen sebagai akibat dari pengalaman atau
pelatihan. Pola pikir pebelajar pun perlu diubah dari sekedar memahami menuju
pada penerapan konsep dan prinsip keilmuwan. Dalam pilar-pilar pembelajaran
dari UNESCO, selain terjadi learning to know (pembelajaran untuk tahu), juga
harus terjadi learning to do (kemampuan untuk berbuat). Pembelajaran terfokus
pada siswa, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan mediator. Dalam fase
learning to known
siswa diberi pengertian tentang keberagaman
sosial,suku,ras,ekonomi dan agama merupakan anugrah dari Allah SWT untuk
disyukuri dan tidak untuk dijadikan sebagai pemicu perselisihan.Sehingga

kegiatan learning to do diisi dengan karakter kerjasama dan saling menghormati


pendapat kawan satu kelompok atau satu kelas .
Batasan Masalah
Dalam penulisan makalah ini, penulis membatasi masalah yang akan
dibahas yaitu bagaimana penggunaan model pembelajaran kontekstual dalam
fisika berbasis multikultural berkarakter dalam membimbing siswa agar
menghormati perbedaan pendapat serta kerjasama dalam kelompok dalam ajang
diskusi tentang dispersi pada pelajaran fisika.
Maksud Dan Tujuan Penulisan
Dengan penulisan makalah ini juga mempunyai maksud dan tujuan agar
para guru-guru, khususnya guru fisika merekomendasikan model pembelajaran
berbasis multikultural yang berkarakter dalam proses belajar mengajar. Dan
dimaksudkan juga dengan diterapkan model ini di kelas akan mengaktifkan siswasiswa dalam berfikir dan beraktualisasi serta self assesment serta memahami
peristiwa dispersi cahaya yang merupakan bagian dari pelajaran fisika berkaitan
dengan perbedaan panjang gelombang setiap warna sehingga menimbulkan
keindahan di alam semesta.Ternyata adanya perbedaan dapat menimbulkan
sesuatu yang indah.Dan ini bisa dijadikan sebuah hikmah dalam diri siswa untuk
menghindari terjadinya konflik antar siswa dalam satu kelas karena adanya
perbedaan pendapat ,status sosial ,agama dan ras.
Pembelajaran Berbasis Multikultural
Pembelajaran multikultural adalah kebijakan dalam praktik pendidikan
dalam mengakui, menerima dan menegaskan perbedaan dan persamaan manusia
yang dikaitkan dengan gender, ras, kelas, (Sleeter and Grant, 1988). Pendidikan
multikultural adalah suatu sikap dalam memandang keunikan manusia dengan
tanpa membedakan ras, budaya, jenis kelamin, seks, kondisi jasmaniah atau status
ekonomi seseorang (Skeel, 1995). Pendidikan multikultural (multicultural
education) merupakan strategi pendidikan yang memanfaatkan keberagaman latar
belakang kebudayaan dari para peserta didik sebagai salah satu kekuatan untuk
membentuk sikap multikultural. Strategi ini sangat bermanfaat, sekurangkurangnya bagi sekolah sebagai lembaga pendidikan dapat membentuk
pemahaman bersama atas konsep kebudayaan, perbedaan budaya, keseimbangan,
dan demokrasi dalam arti yang luas (Liliweri, 2005). Pendidikan multuikultural
didefinisikan sebagai sebuah kebijakan sosial yang didasarkan pada prinsipprinsip pemeliharaan budaya dan saling memiliki rasa hormat antara seluruh
kelompok budaya di dalam masyarakat. Pembelajaran multikultural pada dasarnya
merupakan program pendidikan bangsa agar komunitas multikultural dapat
berpartisipasi dalam mewujudkan kehidupan demokrasi yang ideal bagi
bangsanya (Banks, 1993).
Tujuan pendidikan dengan berbasis multikultural dapat
diidentifikasi: (1) untuk memfungsikan peranan sekolah dalam memandang
keberadaan siswa yang beraneka ragam; (2) untuk membantu siswa dalam
membangun perlakuan yang positif terhadap perbedaan kultural, ras, etnik,
kelompok keagamaan; (3) memberikan ketahanan siswa dengan cara mengajar
mereka dalam mengambil keputusan dan keterampilan sosialnya; (4) untuk
membantu peserta didik dalam membangun ketergantungan lintas budaya dan
5

memberi gambaran positif kepada mereka mengenai perbedaan kelompok (Banks,


dalam Skeel, 1995)
Di samping itu, pembelajaran berbasis multikultural dibangun atas dasar
konsep pendidikan untuk kebebasan (Dickerson, 1993; Banks, 1994); yang
bertujuan untuk: (1) membantu siswa atau mahasiswa mengembangkan
pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk berpartisipasi di dalam demokrasi dan
kebebasan masyarakat; (2) memajukan kebebasan, kecakapan, keterampilan
terhadap lintas batas-batas etnik dan budaya untuk berpartisipasi dalam beberapa
kelompok dan budaya orang lain.
Pendidikan karakter merupakan penanaman nilai-nilai sebagai sebuah
karakteristik seseorang sudah berlangsung sejak dahulu kala. Akan tetapi, seiring
dengan perubahan jaman, agaknya menuntut adanya penenaman kembali nilainilai tersebut ke dalam sebuah wadah kegiatan pendidikan di setiap pengajaran.
Penanaman
nilai-nilai
tersebut
dimasukkan
ke
dalam
rencana pelaksanaan pembelajaran dengan maksud agar dapat tercapai sebuah
karakter yang selama ini semakin memudar.Setiap mata palajaran mempunyai
nilai-nilai tersendiri yang akan ditanamkan dalam diri anak didik. Hal ini
disebabkan oleh adanya keutamaan fokus dari tiap mapel yang tentunya
mempunyai karakteristik yang berbeda-beda.
Distribusi penanaman nilai-nilai utama dalam mata pelajaran fisika sebagai
berikut: Ingin tahu, berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, jujur, bergaya hidup
sehat, percaya diri, menghargai keberagaman, disiplin, mandiri, bertanggung
jawab, peduli lingkungan,dan cinta ilmu. Bagaimana kesemuanya diaplikasikan?
Setiap nilai utama tersebut dapat dimasukkan ke dalam pembelajaran mulai dari
kegiatan eksplorasi, elaborasi, sampai dengan konfirmasi.
Bagian pertama adalah Eksplorasi, antara lain dengan cara:
1. Melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang
topik/tema materi yang dipelajari dengan menerapkan prinsip belajar dari aneka
sumber (contoh nilai yang ditanamkan: mandiri, berfikir logis, kreatif, kerjasama)
2. Menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan
sumber belajar lain (contoh nilai yang ditanamkan: kreatif, kerja keras)
3. Memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik
dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya (contoh nilai yang
ditanamkan: kerjasama, saling menghargai, peduli lingkungan)
4. Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran
(contoh nilai yang ditanamkan: rasa percaya diri, mandiri)
5. Memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium, studio, atau
lapangan (contoh nilai yang ditanamkan: mandiri, kerjasama, kerja keras)
Bagian kedua adalah Elaborasi, nilai-nilai yang dapat ditanamkan antara lain:
1. Membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui
tugas-tugas tertentu yang bermakna (contoh nilai yang ditanamkan: cinta ilmu,
kreatif, logis)
2. Memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain
untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis (contoh nilai
yang ditanamkan: kreatif, percaya diri, kritis, saling menghargai, santun)
3. Memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah,
dan bertindak tanpa rasa takut (contoh nilai yang ditanamkan: kreatif, percaya diri,
kritis)
6

4. Memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif


(contoh nilai yang ditanamkan: kerjasama, saling menghargai, tanggung jawab)
5. Memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan
prestasi belajar (contoh nilai yang ditanamkan: jujur, disiplin, kerja keras,
menghargai)
6. Memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik
lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok (contoh nilai yang
ditanamkan: jujur, bertanggung jawab, percaya diri, saling menghargai, mandiri,
kerjasama)
7. Memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun
kelompok (contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, saling menghargai,
mandiri, kerjasama)
8. Memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta
produk yang dihasilkan (contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, saling
menghargai, mandiri, kerjasama)
9. Memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan
kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik (contoh nilai yang ditanamkan:
percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama)
Dan bagian ketiga adalah konfirmasi, nilai-nilainya antara lain:
1. Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan,
isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik (contoh nilai yang
ditanamkan: saling menghargai, percaya diri, santun, kritis, logis)
2. Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik
melalui berbagai sumber (contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, logis, kritis)
3. Memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman
belajar yang telah dilakukan (contoh nilai yang ditanamkan: memahami kelebihan
dan kekurangan)
4. Memfasilitasi peserta didik untuk lebih jauh/dalam/luas memperoleh
pengetahuan, keterampilan, dan sikap, antara lain dengan guru:
Berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan
peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku
dan benar (contoh nilai yang ditanamkan: peduli, santun);
Membantu menyelesaikan masalah (contoh nilai yang ditanamkan: peduli);
Memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil
eksplorasi (contoh nilai yang ditanamkan: kritis)
Memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh (contoh nilai yang
ditanamkan: cinta ilmu); dan
Memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum
berpartisipasi aktif (contoh nilai yang ditanamkan: peduli, percaya diri).
Penanaman nilai inilah yang nantinya diharapkan akan menjadikan peserta didik
menjadi lebih berkarakter.
Menurut Depdiknas untuk penerapannya, pendekatan kontekstual (CTL)
memiliki tujuh komponen utama yaitu:
1. konstruktivisme (contructivism).
2. menemukan (Inquiry)
3. bertanya (Questioning)
4. masyarakat belajar (Learning community)
5. pemodelan (modeling)
7

6. refleksi (reflection)
7. penilaian yang sebenarnya (authentic Assessment)
Bertolak dari model pembelajaran di atas, pola pembelajaran
kontekstual berbasis multikultural berkarakter dilakukan untuk meningkatkan
kesadaran diri siswa terhadap nilai-nilai keberbedaan dan keberagaman yang ada
pada pelangi serta melekat pula pada kehidupan sehari-hari siswa. Dengan
kesadaran diri siswa terhadap nilai-nilai kerjasama,kejujuran,menghormati
pendapat orang lain,serta kebersamaan antar siswa di samping memiliki ketegaran
dan ketangguhan secara pribadi, juga mampu melakukan pilihan-pilihan rasional
(rational choice) ketika berhadapan dengan isu-isu lokal, nasional dan global.
Siswa mampu menatap perspektif global sebagai suatu realitas yang tidak selalu
dimaknai secara emosional, akan tetapi juga rasional serta tetap sadar akan jati diri
bangsa dan negaranya. Kemampuan akademik tersebut, salah satu indikasinya
ditampakkan oleh siswa dalam perolehan hasil pembelajaran yang dialami.
Kriteria yang dapat digunakan untuk mengetahui keberhasilan
kegiatan belajar siswa adalah laporan kerja (makalah), unjuk kerja dan partisipasi
yang ditampilkan oleh siswa dalam pembelajaran dengan cara diskusi dan curah
pendapat, serta perkembangan prestasi belajar siswa setelah mengikuti tes di akhir
pembelajaran. Selain itu, kriteria lain yang dapat digunakan adalah unjuk kerja
yang ditampilkan oleh guru di dalam melaksanakan pendekatan multikultural
dalam pembelajarannya.
Tahapan proses tindakan yang dilakukan dalam mengembangkan model
pembelajaran kontekstual berbasis multikultural berkarakter dikemukakan dalam
matriks berikut.Tahap Kegiatan Deskripsi Kegiatan :
1. Studi eksplorasi diri dan lingkungan sosial-budaya (lokal) siswa yang potensial
dengan substansi multikultural Menugaskan kepada siswa untuk melakukan
eksplorasi lokal, yang meliputi terjadinya pelangi dan istilah pelangi dari
berbagai daerah beserta cerita mitosnya.
2. Presentasi hasil eksplorasi Siswa mempresentasikan hasil eksplorasi (bisa
individual atau kelompok) terhadap masalah terjadinya pelangi dan warna-warna
dari pelangi yang menarik bagi dirinya, di hadapan teman atau kelompok lain.
3. Peer group analysis , siswa yang telah dibagi menjadi beberapa kelompok,
dimohon untuk mengalisis dan memberi komentar terhadap presentasi hasil
eksplorasi tentang materi terjadinya pelangi dan jenis-jenis warnanya . Secara
bergiliran masing-masing siswa atau kelompok memprensentasikan hasil
analisisnya. Guru merekam beberapa masukan dan komentar yang muncul di
antara mereka.
4. Expert opinion Guru memberikan komentar mengenai hasil eksplorasi yang
dipresentasikan dan beberapa komentar teman.
5. Refleksi, rekomendasi dan membangun komitmen Guru bersama siswa
melakukan refleksi tampilan siswa
Menyusun Rancangan Pembelajaran Fisika dengan Pendekatan
Multikultural. Beberapa perangkat yang diperlukan dalam menyusun rancangan
pembelajaran berbasis multikultural, antara lain, adalah menetapkan topik
pembelajaran yang mengandung pesan multikultural, organisasi materi, penetapan
strategi, metode dan teknik pembelajaran multikultural, penetapan media, dan
evaluasi pembelajaran penuangan dalam format rancangan pembelajaran.
Alternatif, topik yang diangkat dalam pembelajaran dengan pendekatan
8

multikultural adalah Mengembangkan Kesadaran terhadap kebesaran Allah SWT


atas ciptaannya yang bernama pelangi.Materi tentang dispersi dalam
pembelajaran di kelas XII semester ganjil .Dispersi adalah peristiwa penguraian
cahaya polikromatik(putih) menjadi cahaya monokromatik pada prisma lewat
pembiasan atau pembelokan .Hal ini membuktikan bahwa cahaya putih terdiri dari
harmonisasi brbagai cahaya warna dengan berbeda-beda panjang gelombang

Warna

Panjang gelombang

Ungu

400-440nm

Biru

440-495nm

Hijau

495-580nm

Kuning

580-600nm

Orange

600-640nm

Merah

640-750nm

Sebuah
prisma
atau
kisi
kisi
mempunyai
kemampuan
untuk
menguraikan cahaya menjadi warna warna spektralnya. Indeks cahaya suatu
bahan menentukan panjang gelombang cahaya mana yang dapat diuraikan
menjadi komponen komponennya. Untuk cahaya ultravioletadalah prisma dari
kristal, untuk cahaya putih adalah prisma dari kaca, untuk cahaya infrared adalah
prisma dari garam batu.
Peristiwa dispersi ini terjadi karena perbedaan indeks bias tiap warna cahaya.
Cahaya berwarna merah mengalami deviasi terkecil sedangkan warna ungu
mengalami deviasi terbesar.
Rancangan pembelajaran dengan pendekatan multikultural dapat dikemukakan
sebagai berikut:
Pokok Bahasan/Topik: Mengembangkan Kesadaran bahwa berbeda itu indah jika
dihimpun dengan harmoni yang serasi.
Jenjang : SMA
Kelas : XII (duabelas)
Semester : 1 (satu)
9

I. Kompetensi Dasar Pembelajaran: Mendeskripsikan gejala dan ciri-ciri


gelombang bunyi dan cahaya.
Mendeskripsikan gejala dan ciri-ciri gelombang bunyi dan cahaya
II. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK):
1. Siswa dapat mengenali jenis-jenis warna dari pelangi
2. Siswa dapat menunjukkan adanya perbedaan panjang gelombang pada cahaya
tampak yang terdiri darimerah,jingga,kuning,hijau,biru,nila,dan ungu.
3. Siswa dapat menjelaskan terjadinya pelangi
4. Siswa dapat mengkomunikasikan tentang perbedaan warna pelangi.Ternyata
berbeda itu indah
5. Siswa dapat menemukan nilai-nilai keindahan dalam harmoni warna putih
dengan adanya perbedaan panjang gelombang yang dimiliki oleh masingmasing warna.
III. Proses Belajar-Mengajar
Hal-hal yang perlu dipersiapkan:
a. Model pembelajaran yang digunakan adalah kontekstual,konstruktivisme
b. Metode yang dominan: kooperatif learning dialog/diskusi, resitasi (penugasan),
curah pendapat, tanya jawab dan refleksi.
c. Media dan sumber: (1) Animasi terjadinya pelangi/film terjadinya pelangi; (2)
Gambar spektrum warna pelangi beserta nilai panjang gelombangnya (3) Bukubuku Fisika untuk SMA kelas XII yang relevan.
1. Kegiatan Awal Pembelajaran:
1.1. Guru mengkomunikasikan topik (pokok bahasan) pembelajaran kepada
sisiwa.
1.2. Sebagai bahan apersepsi guru bercerita tentang terjadinya
pelangi
menggunakan film .
1.3. Guru mengajak siswa untuk mengidentifikasi warna pelangi dengan
menggunakan prisma samasisi yang disinari cahaya dan selanjutnya curah
pendapat mengenai warna warna pelangi yang berbeda serta cerita dari berbagai
daerah tentang pelangi dalam kaitannya dengan keperluan pembelajaran..
2. Kegiatan Inti Pembelajaran
(1). Siswa mengidentifikasi variasi perbedaan warna yang terdapat dalam pelangi.
(2). Membentuk formasi kelompok, jika memungkinkan dengan posisi melingkar,
sehingga mempermudah untuk melakukan dialog secara mendalam.
(3). Guru mempersilahkan siswa untuk memperkenalkan diri (nama, daerah asal,
agama, etnis, dan istilah pelangi dan cerita tentang pelangi dari daerah asal
masing-masing) .
(4). Melakukan kegiatan pembelajaran yang diadaptasi dari tuntutan tujuan
pembelajaran .
a. Mempersilahkan siswa untuk mengkomunikasikan cerita mitos dan istilah
tentang pelangi dari daerahnya. b. Mempersilahkan siswa yang lain untuk
mengidentifikasi persamaan dan perbedaan dari sudut dispersi masing-masing
warna oleh masing-masing kelompok.
c. Menanyakan kepada siswa tentang adanya perbedaan warna pelangi dan
bagaimana mengidentifikasi panjang gelombang dari tiap-tiap warna pelangi

10

d. Menugasi siswa uintuk membangun pengetahuan tentang dispersi dari


peristiwa terjadinya pelangi. Guru memfasilitasi, menuliskan hasil diskusi siswa
di papan tulis dan meminta siswa menuliskan di buku masing-masing.
e. Menugasi siswa untuk melakukan curah pendapat (brainstorming), bagaimana
caranya untuk mengembangkan pengetahuan tentang dispersi dan terjadinya
pelangi karena adanya perbedaan panjang gelombang. Kegiatan ini senantiasa
dipersepsikan untuk membangun pola berpikir siswa tentang dispersi dan
perbedaan warna yang membuat pelangi menjadi indah dipandang dan
mengimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih
luas (kehidupan nasional)
Menugasi siswa untuk melakukan komitmen dalam melestarikan nilainilai kerjasama,kejujuran ,menghormati pendapat orang lain dan bersama sama
mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.. Guru memfasilitasi dengan
mengajak anak-anak untuk mengidentifikasi spektrum warna yang dimiliki
pelangi ,menigidentifikasi sifat-sifat cahaya sebagai gelombang dan dapat
menyimpulkan bahwa cahaya putih itu terdiri dari berbagai spektrum warna yang
berbeda,ternyata berbeda itu indah.
Guru memberikan pemantapan kepada siswa. Hal-hal yang perlu
ditegaskan sekitar:
Spektrum warna pelangi.
Panjang gelombang tiap-tiap spektrum warna pelangi.
sudut dispersi warna ungu dan merah.
(5). Melakukan penilaian hasil belajar (diasumsikan penilaian proses,afektif dan
psikomotorik telah dilakukan selama pembelajaran berlangsung).
3. Kegiatan Akhir Pembelajaran
(1) Melakukan refleksi. Guru mempersilahkan beberapa siswa untuk melakukan
refleksi sekitar kesan secara umum dari kegiatan pembelajaran yang telah
dilaksanakan. Misalnya apa yang dirasakan dan bisa didapatkan dari kegiatan
pembelajaran ini, dan kesan cara belajar yang digunakan kegiatan pembelajaran.
(2) Menyampaikan informasi tindak lanjut pembelajaran. Apa yang perlu
dilakukan siswa terhadap materi yang telah dipelajari dan menganjurkan kepada
siswa untuk selalu menghormati dan bersikap adaptif jika mereka hidup di
masyarakat dengan berbagai perbedaan yang ada .Ternyata differens is beatiful
as rainbow.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan penulisan makalah ini, dapat dituliskan beberapa kesimpulan yaitu:
1. Penerapan pembelajaran
berbasis multikultural berkarakter
dalam
pembelajaran fisika berimplikasi terhadap Orientasi Pembelajaran. Pembelajaran
dispersi cahaya dengan model belajar kontekstual berbasis multikulural yang
berkarakter tidak berorientasi pada produk tetapi berorientasi pada proses.
Pembelajaran tidak dirasakan sebagai suatu proses pembebanan yang semata-mata
berorientasi pada kemampuan siswa dalam merefleksikan apa yang dikerjakan
atau diinformasikan guru. Penekanan pembelajaran terletak pada kemampuan
siswa untuk mengemukakan argumentasi dan mengorganisasi pengalaman serta
menerapkannya dalam kehidupan bermasyarakat yang penuh dengan
keberagaman sifat,etmis,agama, sosial ,ekonomi,dan ras seperti halnya
11

pengungkapan pengetahuan tentang pelangi yang dimiliki siswa dan


memperbaharui perngetahuannya tentang perbedaan itu indah.
2. Penerapan model pembelajaran kontekstual berbasis multikultural berkarakter
dalam pembelajaran fisika menuntut perubahan peran guru khususnya dalam cara
pandang terhadap siswa. Model pembelajaran kontekstual berbasis multikultural
berkarakter sangat memperhatikan jaringan ide-ide yang ada dalam struktur
kognitif siswa. Pengetahuan bukanlah gambaran dari suatu realita.. Transformasi
pengetahuan dalam konstruktivisme adalah pergeseran siswa sebagai penerima
pasif informasi menjadi pengkonstruksi aktif dalam proses pembelajaran. Siswa
dipandang sebagai subyek yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan
kemampuan masing-masing.
B. SARAN
1. Para guru fisika disarankan untuk menggunakan model pembelajaran
kontekstual berbasis multikultural berkarakter
sebagai model pembelajaran
alternatif dalam pembelajaran fisika. Model pembelajaran kontekstual berbasis
multikultural berkarakter dapat menjadikan siswa saling menghormati pendapat
yang berbeda dalam berdiskusi,saling bekerjasama antar anggota kelompok yang
berbeda etnis,agama dan ras,serta bersikap jujur.
2. Pembelajaran fisika sangat sarat dengan konsep-konsep yang
sangat
kontekstual sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Agar hasil
belajar yang dicapai lebih optimum maka para guru fisika sebaiknya selalu
memperhatikan pembelajaran kontekstual berbasis multikultural yang berkarakter
. Sehingga konsep fisika tentang dispersi dapat membuktikan bahwa cahaya putih
dapat terurai menjadi cahaya tampak karena adanya perbedaan panjang
gelombang yang dimiliki tiap warna.Sama halnya dengan kehidupan manusia
yang berbeda karakter dan sifat jika saling menghormati akan sangat harmoni dan
tidak menimbulkan konflik antar etnis atau agama . Telah terbukti bahwa
keberagaman dan perbedaan itu indah jika kita saling hormat menghormati.

12

DAFTAR PUSTAKA
Al-Hakim, Suparlan. 2002. Strategi Pembelajaran Berdasarkan Deep
Dialogue/Critical Thinking (DD/CT), P3G, Dirjen Dikdasmen.
Ali, Muhamad. 2003. Teologi Pluralis-Multikultural: Menghargai Kemajemukan
Menjalin Kebersamaan. Jakarta. Penerbit Buku Kompas.
Banks, J.A. 1993. Multicultural Educatian: Historical Development, Dimentions
and Practrice In Review of Research in Education, vol. 19, edited by L. DarlingHammond. Washington, D.C.: American Educational Research Association.
Banks, J.A. 1991. Multicultural Education: Its Effects on Studies Racial and
Gender Role Attitude In Handbook of Research on Sociel Teachng and Learning.
New York: MacMillan.
Banks, J.A. 1992. Multicultral Education: Historical Development, Dimentions
and Practice In Review of Research in Education, Vol 19, edited by L DarlingHammond, Washington, D.C.: American Educational Research Association.
Banks, J.A. 1993. Multicultural Education: Its Effects on Studies Racial abd
Gender Role Attitude In Handbook of Research on Social Teaching and
Learning. New York.: MacMillan.
Banks, J.A. 1994b. Multiethnic Education: Theory and Practice, 3rd ed. Boston:
Allyn and Boston.
Liliweri, Alo. 2005. Prasangka & Konflik: Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat
Multikultural. Yogyakarta. LKiS..
Sleeter, C.E. & Grant, C.A. 1988. Making Choice for Multicultural Education,
File Approaches to Race, Class, and Gender. New York. MacMillan Publishing
Compeny.
Supiyanto. 2007. Fisika 3 untuk SMA Kelas XI. Jakarta : Phibeta.

13

14

Anda mungkin juga menyukai