Anda di halaman 1dari 4

Urgensi Implementasi Pendidikan Multikultural Dalam Penanaman Nilai

Moral Ditengah Keberagaman

Indonesia merupakan salah satu negara multikultural terbesar di dunia,


kebenaran dari pernyataan ini dapat dilihat dari kondisi sosio-cultural maupun
geografis yang begitu beragam dan luas. Selain itu, Indonesia termasuk salah satu
dari sekian puluh negara berkembang. Sebagai negara berkembang, menjadikan
pendidikan sebagai salah satu sarana startegis dalam upanya membangun jati diri
bangsa adalah sebuah langkah yang bagus, relatif tepat, dan menjanjikan pendidikan
yang layak dan kelihatannya tepat dan kompatibel untuk membangun bangsa kita
adalah dengan model pendidikan multikultural. Berkaitan dengan hal ini, maka
pendidikan multikultural menawarkan satu alternatif melalui penerapan strategi dan
konsep pendidikan yang berbasis pada pemanfaatan keragaman yang ada di
masyarakat, khususnya yang ada pada siswa seperti keragaman etnis, budaya, bahasa,
agama, status sosial, gender, kemampuan, umur dan ras. Hal ini didasarkan pada
beberapa pertimbangan berikut:
Pertama, pendidikan multikultural secara inhern sudah ada sejak bangsa
Indonesia ini ada. Falsafah bangsa Indonesia adalah bhineka tunggal ika, suka gotong
royong, membantu, dan menghargai antar satu dengan yang lainnya.betapa dapat
dilihat dalam potret kronologis bangsa ini yang sarat dengan masuknya berbagai suku
bangsa asing dan terus berakulturasi dengan masyarakat pribumi. Misalnya etnis cina,
etnis arab, etnis arya, etnis erofa, etnis afrika dan sebagainya. Semua suku itu ternyata
secara kultural telah mampu beradaptasi dengan suku-suku asli negara Indonesia.
Misalnya suku jawa, batak, minang, bugis, ambon, papua, suku dayak, dan suku
sunda. Proses adaptasi dan akulturasi yang berlangsung di antara suku-suku tersebut
dengan etnis yang datang kemudian itu, ternyata sebagian besar dilakukan dengan
damai tanpa adanya penindasan yang berlebihan. Proses inilah yang dikenal dengan
pendidikan multikultural. Hanya saja model pendidikan multikultural ini semakin
tereduksi dengan adanya kolonialisasi di bibidang ploitik, ekonomi, dan mulai
merambah ke bidang budaya dan peradaban bangsa.
Kedua, pendidikan multikultural memberikan secerah harapan dalam mengatasi
berbagai gejolak masyarakat yang terjadi akhir-akhir ini. Pendidikan multikultural,
adalah pendidikan yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai, keyakinan,
heterogenitas, pluralitas dan keragaman, apapun aspeknya dalam masyarakat. Dengan
demikian, pendidikan multikultural yang tidak menjadikan semua manusia sebagai
manusia yang bermodel sama, berkepribadian sama, berintelektual sama, atau bahkan
berkepercayaan yang sama pula.
Ketiga, pendidikan multikultural menentang pendidikan yang beroreintasi
bisnis. Pada saat ini, lembaga pendidikan baik sekolah atau perguruan tinggi
berlomba-lomba menjadikan lembaga pendidikannya sebagai sebuah institusi yang
mampu menghasilkan income yang besar. Dengan alasannya, untuk meningkatkan
kualitas pelayanan kepada peserta didik. Padahal semua orang tahu, bahwa
pendidikan yang sebenarnya bagi bangsa Indonesia bukanlah pendidikan
keterampilan belaka, melainkan pendidikan yang harus mengakomodir semua jenis
kecerdasan.yang sering dikenal dengan nama kecerdasan ganda (multiple
intelligence).
Keempat, pendidikan multikultural sebagai resistensi fanatisme yang mengarah
pada berbagai jenis kekerasan. Kekersan muncul ketika saluran kedamaian sudah
tidak ada lagi. Kekerasan tersebut sebagai akibat dari akumulasinya berbagai
persoalan masyarakat yang tidak diselesaikan secara tuntas dan saling menerima.
Ketuntasan penyelesaian berbagai masalah masyarakat adalah prasyarat bagi
munculnya kedamaian. Fanatisme yang sempit juga bisa meyebabkan munculnya
kekerasan. Dan fanatisme ini juga berdimensi etnis, bahasa, suku, agama, atau bahkan
sistem pemikiran baik di bidang pendidikan, politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya,
dan aspek kehidupan lainnya.
Pertimbangan-pertimbangan itulah yang barang kali perlu dikaji dan
direnungkan ulang bagi subjek pendidikan di Indonesia. salah satunya dengan
mengembangkan model pendidikan multikultural. Yaitu pendidikan yang mampu
mengakomodir sekian ribu perbedaan dalam sebuah wadah yang harmonis, toleran,
dan saling menghargai. Inilah yang diharapkan menjadi salah satu pilar kedamaian,
kesejahteraan, kebahagian, dan keharmonisan kehidupan masyarakat Indonesia.
Pendidikan multikultural memiliki beberapa dimensi yang saling berkaitan satu
dengan yang lain”, yaitu: Pertama, Content integration, yaitu mengintegrasikan
berbagai budaya dan kelompok untuk mengilustrasikan konsep mendasar,
generalisasi dan teori dalam mata pelajaran atau disiplin ilmu. Kedua, the knowledge
construction process, yaitu membawa siswa untuk memahami implikasi budaya
kedalam sebuah mata pelajaran (disiplin). Ketiga, an equity paedagogy, yaitu
menyusuaikan metode pengajaran dengan cara belajar siswa dalam rangka
mempasilitasi prestasi akademik siswa yang beragambaik dari segi ras, budaya,
ataupun sosial. Keempat, prejudice reduction, yaitu mengidentifikasi karakteristik ras
siswa dan menentukan metode pengajaran mereka.
Dalam konteks ini dapat dikatakan, tujuan utama dari pendidikan multikultural
adalah untuk menanamkan sikap simpati, respek, apresiasi, dan empati terhadap
penganut agama dan budaya yang berbeda. dan yang terpenting dari strategi
pendidikan multikultural ini tidak hanya bertujuan agar supaya siswa mudah
memahami pelajaran yang dipelajarinya, akan tetapi juga untuk meningkatkan
kesadaran mereka agar selalu berprilaku humanis, pluralis, dan demokrasi.
Pendidikan multikultural merupakan serangkaian konsep, petunjuk tingkah laku
dan arena yang secara resmi diformulasi melalui kurikulum, regulasi, metode
pembelajaran, kemampuan guru, hubungan antar sekolah dan masyarakat dalam
istilah multikulturalisme. Pendidikan multikultural dipandang lebih sesuai dengan
kebutuhan dan kebudayaan lokal. Kebijakan otonomi pendidikan mendukung upaya
yang mengedepankan kepentingan dan keberagaman lokal. Tantangan bagi
pendidikan justru muncul ketika dihadapkan pada upaya mempertahankan keutuhan
negara. Sekolah seringkali menjadi alat bagi dominansi otoritas nasional yang
memikul beban untuk menjaga integrasi bangsa melalui pengajaran. Adanya
kurikulum nasional dan standardisasi ujian merupakan contoh konkrit dari kasus
tersebut. Hal itu berangkat dari asumsi bahwa keberagaman harus tetap berada dalam
keutuhan dan kesatuan, yang pada akhirnya memunculkan monokulturalisme.
Pendidikan yang mengedepankan isu keberagaman dalam masyarakat menjadi
inti dari pendidikan multikultural. Pendidikan ini lebih menekankan pada penanaman
moral dibandingkan dengan pola-pola pendidikan birokratis yang lebih menekankan
pada tampilan kecerdasan pikiran. Dalam pendidikan multikultural, nilai-nilai
kesetaraan dan kebersamaan perlu ditanamkan. Sikap superioritas yang justru
menghambat pemahaman akan keberagaman perlu dihilangkan. Hal ini seringkali
terkait dengan kesukuan, ras, agama, jender dan sebagainya. Kelompok tertentu
diharapkan tidak merasa lebih tinggi dari kelompok lain. Untuk itu, belajar kooperatif
dan kolaboratif dikembangkan secara aktif dalam memberikan kesadaran akan
kesetaraan dan kebersamaan tersebut. Kerja belajar seperti itu akan membiasakan
untuk berinteraksi dengan kelompok lain yang memiliki perbedaan. Seseorang akan
berupaya bagaimana menyelesaikan tugas-tugas belajar untuk mencapai tujuan yang
sama, meskipun dari kelompok yang berbeda-beda. Kondisi ini memaksa seseorang
untuk lebih memahami kelompok lain maupun orang lain agar tujuan dapat tercapai
dengan baik.
Kesadaran nilai kemanusiaan juga menjadi hal yang penting. Perlunya
pemahaman akan adanya eksistensi manusia secara utuh. Memahami manusia dengan
keberadaanya perlu menyadari bahwa manusia memiliki kemerdekaan yang perlu
dihargai. Untuk itu, semua yang ada dalam diri manusia penting untuk dipahami
ketika berinteraksi dengan manusia lainnya. Cara berpikir demikian akan
memberikan konsekuensi munculnya perilaku interaktif yang positif. Perilaku
tersebut seperti misalnya penghargaan terhadap orang lain, kesediaan untuk
bergotong royong, tidak menghakimi orang lain, empati dan sebagainya. Perilaku
moral yang demikian tampaknya perlu dijaga dan dilestarikan.
Pendidikan mulrikultural inilah yang sepantasnya diterapkan di sekolah-
sekolah, khususnya sekolah dasar. Untuk menanamkan rasa menghargai dan
menerima perbedaan orang lain sejak dini. Karena dizaman globalisasi seperti
sekarang, dimana teknologi dan informasi berkembang secara pesat. Pendidikan
multikultural sangat urgent untuk diterapkan di sekolah-sekolah untuk menangkal isu-
isu SARA, yang akhir-akhir ini sedang marak di masyarakat. Sehingga nantinya
masalah-masalah yang berkaitan dengan isu SARA tidak lagi menjadi bahan
perpecahan di negara ini, melainkan menjadi pemersatu negara Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai