Anda di halaman 1dari 47

MAKALAH

Esensi Nilai, Norma, dan Moral

DISUSUN OLEH :

UMAR

UNIVERSITAS TOMPOTIKA

PRODI ILMU PEMERINTAHAN

2020/2021

Page | 1
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kita panjatkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,

yang telah memberikan rahmah, taufiq serta hidayah-Nya sehingga saya bisa

menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Esensi Nilai, Norma, dan Moral” .

saya menyadari bahawa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih

banyak kekurangannya. Dan saya pun berharap semoga makalah ini dapat

menambah ilmu pengetahuan bagi semua, dan kami berharap bahwa yang

akhirnya nanti makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca yang

membacanya.

Banggai Laut, 24 Novenber 2020

UMAR

Page | 2
DAFTAR ISI

COVER................................................................................................ 1

KATA PENGANTAR............................................................................ 2

DAFTAR ISI........................................................................................ 3

BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 4

A. Latar Belakang................................................................................. 4

B. Rumusan Masalah........................................................................... 5

C. Tujuan Penulisan............................................................................. 5

BAB II PEMBAHASAN........................................................................6

A Konsep Nilai....................................................................................... 6

B Konsep Moral .................................................................................... 11

C Konsep Norma.................................................................................... 17

D Hubungan Antara Nilai, Moral Dan Norma ........................................ 28

E Konsep Nilai, Moral, Dan Norma Dalam Pancasila.............................. 30

F Nilai, Moral, Dan Norma Dalam Pancasila Dan

Dinamika Kehidupan ......................................................................... 35

BAB III PENUTUP.............................................................................. 45

A. Kesimpulan...................................................................................... 45

B. Saran................................................................................................. 46

DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 47

Page | 3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan nilai, norma dan moral memiliki esensi dan makna

yang sama dengan pendidikan budi pekerti dan pendidikan akhlak.

Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia

yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria

manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang

baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai

sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan

bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari Pendidikan Nilai, norma dan

moral dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah budi pekerti, yakni

pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia

sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda. 

pendidikan nilai, norma dan moral adalah sebuah wadah pembinaan

akhlak. Maka hal ini perlu adanya sebuah pendekatan yang akan

membawa siswa atau peserta didik untuk memaknai dan menerapkan

dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.

Page | 4
B. Rumusan Masalah

Dari penjelasan diatas dapat di ambil rumusan masalah sebagai

berikut:

1) Apa itu nilai?

2) Apa itu norma?

3) Apa itu moral?

4) Bagaimana pelaksanaan pendidikan nilai, norma, dan moral?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui pengertian dari nilai

2. Mengetahui pengertian dari norma

3. Mengetahui pengertian dari moral

4. Mengetahui bagaimana pelaksanaan pendidikan nilai, norma dan

moral

Page | 5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Nilai

Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak bisa dipisahkan

dengan nilai. Manusia selalu memberi nilai pada suatu objek yang

diamatinya, misalnya ketika kita mengatakan bahwa orang itu baik atau

orang itu jahat, berarti kita telah melakukan penilaian terhadap suatu

objek. Perihal baik atau jahat, indah atau tidak indah, benar atau salah,

merupakan contoh dari nilai. Lalu pertanyaannya ialah apakah yang

dimaksud nilai?

Secara etimologis, nilai berasal dari kata “value” (Inggris), valere

(Latin) yang berarti kuat, berguna, harga, taksiran, mutu, kadar.

Sementara itu, secara terminologi kita dapat melihat beberapa pandangan

para ahli mengenai definisi nilai, antara lain:

1. “Value is an enduring belief that a specific mode of conduct or end-

state of existence is personally or socially preferable to an opposite

or converse mode of conduct or end-state of existence.” (Rokeach,

1973 hal. 5)

Page | 6
2. “Value is a general beliefs about desirable or undesirable ways of

behaving and about desirable or undesirable goals or end-states.”

(Feather, 1994 hal. 184)

3. “Value as desirable transsituatioanal goal, varying in importance,

that serve as guiding principles in the life of a person or other social

entity.” (Schwartz, 1994)

4. Nilai adalah suatu keyakinan, berkaitan dengan cara bertingkah

laku atau tujuan akhir tertentu, melampaui situasi spesifik,

mengarahkan seleksi atau evaluasi terhadap tingkah laku, individu,

dan kejadian-kejadian, serta tersusun berdasarkan derajat

kepentingannya (Schwartz, 1994)

5. Nilai adalah sebuah konsepsi dari apa yang diinginkan dan

mempengaruhi seseorang dalam menentukan tindakan terhadap

cara dan juga tujuan yang ingin dicapai (Kluckhohn)

6. Nilai adalah sebuah patokan yang bersifat normatif dan dapat

mempengaruhi manusia dalam menentukan sebuah pilihan

(Kupperman)

7. Nilai merupakan suatu keyakinan yang dapat membuat seseorang

melakukan tindakan berdasarkan pilihannya (Gordon Allport)

8. Nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak, ia ideal, nilai bukan

benda konkrit, bukan fakta, tidak hanya persoalan benar dan salah

Page | 7
yang menuntut pembuktian empirik, melainkan penghayatan yang

dikehendaki dan tidak dikehendak (Sidi Gazalba)

9. Nilai adalah suatu gagasan mengenai apakah suatu tindakan itu

penting ataukah tidak penting (Horton & Hunt (1987)

10. Nilai adalah konsepsi abstrak yang ada dalam diri manusia, hal ini

dikarenakan nilai dapat dianggap baik dan dapat pula dianggap

sebagai jelek. Nilai baik selalu menjadi simbol kehidupan yang

dapat mendorong integritas sosial sedangkan nilai yang buruk akan

memberikan dampak yang berarti seperti halnya dampak yang

terjadi pada konflik. (Soerjono Soekanto)

Mencermati beberapa definisi tersebut, maka dapat dikatakan

bahwa nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak, ideal (yang

seharusnya, diinginkan, diharapkan) karena berupa keyakinan, gagasan

yang dapat mendorong seseorang untuk melakukan tindakan atau

tidak melakukan suatu tindakan tertentu atas dasar pilihannya.

Menurut Notonogoro, nilai terdiri atas tiga macam, meliputi:

1. Nilai material, yakni sesuatu yang berguna bagi jasmani

manusia.

2. Nilai vital, yakni sesuatu yang berguna bagi manusia untuk

dapat melaksanakan kegiatan.

Page | 8
3. Nilai kerohanian, dibedakan menjadi 4 macam, yaitu:

a. Nilai kebenaran bersumber pada akal pikiran manusia

(rasio, budi, dan cipta)

b. Nilai estetika (keindahan) bersumber pada rasa manusia.

c. Nilai kebaikan atau nilai moral bersumber pada

kehendak keras, keras hati, dan nurani manusia.

d. Nilai religius (ketuhanan) yang bersifat mutlak dan

bersumber pada keyakinan manusia

Berbeda dengan jenis-jenis nilai yang dikemukakan oleh

Notonogoro, dilihat dari segi filsafat, nilai dapat diklasifikasi ke dalam

tiga jenis, diantarnya:

1. Nilai logika yaitu benar dan salah. Dalam hal ini, nilai logika

berkaitan dengan pengetahuan atau kaidah berpikir

seseorang. Sebagai contoh seorang siswa menjawab

pertanyaan yang diajukan oleh guru, kemudian ia berhasil

menjawab dengan benar, maka secara logika jawaban

tersebut dianggap benar, dan ketika jawabannya keliru maka

secara logika jawaban tersebut dianggap salah.

2. Nilai etika yaitu nilai tentang baik dan buruk yang berkaitan

dengan perilaku manusia. Jadi, kalau kita mengatakan etika

Page | 9
orang itu buruk, bukan berarti wajahnya buruk, tetapi

menunjuk perilaku orang itu buruk. Nilai etik adalah nilai

moral. Jadi, moral yang di maksudkan di sini adalah nilai

moral sebagai bagian dari nilai.

3. Nilai estetika yaitu nilai tentang indah dan tidak indah. Nilai

estetika lebih berkaitan dengan kesenian, keindahan,

keserasian, penampilan fisik.

Adapun fungsi utama dari nilai dapat dijelaskan sebagai berikut:

Pertama, nilai sebagai standar (Rokeach, 1973; Schwartz, 1992, 1994),

fungsinya ialah: membimbing individu dalam mengambil posisi

tertentu dalam social issues tertentu (Feather, 1994); mempengaruhi

individu untuk lebih menyukai ideologi politik tertentu dibanding

ideologi politik yang lain; mengarahkan cara menampilkan diri pada

orang lain; melakukan evaluasi dan membuat keputusan; mengarahkan

tampilan tingkah laku membujuk dan mempengaruhi orang lain,

memberitahukan individu akan keyakinan, sikap, nilai dan tingkah laku

individu lain yang berbeda, yang bisa diprotes dan dibantah, bisa

dipengaruhi dan diubah. Kedua, sistem nilai sebagai rencana umum

dalam memecahkan konflik dan pengambilan keputusan (Feather, 1995;

Rokeach, 1973; Schwartz, 1992, 1994). Situasi tertentu secara tipikal akan

Page | 10
mengaktivasi beberapa nilai dalam sistem nilai individu. Umumnya

nilai-nilai yang teraktivasi adalah nilai-nilai yang dominan pada

individu yang bersangkutan. Ketiga, fungsi motivasi yakni untuk

mengarahkan tingkah laku individu dalam situasi sehari-hari, untuk

mengekspresikan kebutuhan dasar. Nilai dapat memotivasi individu

untuk melakukan suatu tindakan tertentu (Rokeach, 1973; Schwartz,

1994), memberi arah dan intensitas emosional tertentu terhadap

tingkah laku (Schwartz, 1994). Hal ini didasari oleh teori yang

menyatakan bahwa nilai juga merepresentasikan kebutuhan (termasuk

secara biologis) dan keinginan, selain tuntutan sosial (Feather, 1994;

Grube dkk., 1994)

B. Konsep Moral

Setiap manusia dalam melakukan interaksi sosial, tentunya harus

memiliki dan selalu mengutamakan moral yang baik kepada sesama

manusia lainnya. Moral ini menjadi hal penting untuk membangun

komunikasi maupun kerja sama antar manusia guna memenuhi

kepentingannya atau kebutuhannya masing-masing. Lalu apakah yang

dimaksud dengan moral?, mari kita kaji bersama!

Page | 11
Secara etimologis, kata moral berasal dari kata ‘mos’ (Latin), bentuk

jamaknya ‘mores’ yang berarti tata cara, adat-istiadat. Kata moral dalam

bahasa arab, identik dengan akhlak, yang berarti perangai, watak, tabiat,

karakter yang menetap kuat dalam jiwa manusia dan merupakan sumber

timbulnya perbuatan tertentu dari dirinya secara ringan dan mudah, tanpa

perlu dipikirkan dan direncanakan sebelumnya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi moral dapat

ditinjau dari tiga aspek yaitu pertama, sebagai suatu ajaran tentang baik

buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan

sebagainya; akhlak; budi pekerti; susila: kedua, sebagai suatu kondisi

mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah,

berdisiplin, dan sebagainya; isi hati atau keadaan perasaan sebagaimana

terungkap dalam perbuatan: dan ketiga, sebagai suatu ajaran kesusilaan

Sementara itu, secara terminologi, definisi mengenai moral dapat

dilihat dari beberapa pandangan ahli, antara lain:

1. Moral adalah ajaran, ukuran, tentang baik atau buruknya

akhlak, budi pekerti dan susila manusia, baik sebagai

pribadi, warga masyarakat, dan warga negara (Suseno, 1998).

2. Moral adalah mengenai atau berhubungan dengan apa yang

benar dan salah dalam perilaku manusia, dianggap benar

dan baik oleh kebanyakan orang sesuai dengan standar

Page | 12
perilaku yang tepat pada kelompok atau masyarakat tersebut

(Merriam- webster)

3. Moral mengacu pada akhlak yang sesuai dengan peraturan

sosial, atau menyangkut hukum atau adat kebiasaan yang

mengatur tingkah laku (Chaplin, 2006)

Secara lebih komprehensif, Lickona (1992) dalam bukunya

educating for character mengatakan bahwa moral seseorang dibentuk

melalui tiga aspek yaitu, moral knowing, moral feeling, dan moral

behavior, yang saling terhubung dan terkait. Ia berpendapat bahwa

pembentukan karakter atau watak anak dapat dilakukan melalui tiga

kerangka pikir, yaitu konsep moral (moral knowing), sikap moral (moral

feeling), dan perilaku moral (moral behavior). Konsep moral (moral

knowing) mencakup kesadaran moral (moral awareness), pengetahuan

nilai moral (knowing moral value), pandangan ke depan (perspective

taking), penalaran moral (moral reasoning), pengambilan keputusan

(decision making), dan pengetahuan diri (self knowledge).

Konsep moral (moral knowing)


Kesadaran moral Kesadaran hidup ber-Pancasila
Pengetahuan nilai moralMemahami nilai-nilai Pancasila
Pandangan ke depan Dinamika dan tantangan Pancasila
Penalaran moral Alasan pentingnya Pancasila

Page | 13
Pengambilan keputusan Bagaimana cara hidup ber-Pancasila
Pengetahuan diri Introspeksi diri

Sikap moral (moral feeling) mencakup kata hati (conscience), rasa

percaya diri (self esteem), empati (empathy), cinta kebaikan (loving the

good), pengendalian diri (self control), kerendahan hati (humility).

Sikap moral (moral feeling)

Kata hati kata hati tentang hidup ber-Pancasila

Rasa percaya diri rasa percaya diri kita pada bebas berpendapat

Empati Rasa empati terhadap orang yang terkena musibah,

atau sedang mengalami kesulitan

Cinta kebaikan Cinta terhadap musyawarah mufakat

Pengendalian diri Mengendalikan diri dalam bersikap dan bertingkah

Laku

Kerendahan diri Menghormati dan menghargai pendapat orang lain

Perilaku moral (moral behavior) mencakup kemampuan

(compliance), kemauan (will) dan kebiasaan (habits).

Perilaku moral (moral behavior)

Page | 14
Kemampuan Mampu hidup ber-Pancasila
kemauan Kemauan untuk hidup ber-Pancasila
kebiasaan Membiasakan diri untuk hidup ber-Pancasila

TUJUAN DAN FUNGSI MORAL

Adapun beberapa tujuan dan fungsi moral adalah sebagai berikut:

1. Untuk menjamin terwujudnya harkat dan martabat pribadi

seseorang dan kemanusiaan.

2. Untuk memotivasi manusia agar bersikap dan bertindak

dengan penuh kebaikan dan kebajikan yang didasari atas

kesadaran kewajiban yang dilandasi moral.

3. Untuk menjaga keharmonisan hubungan sosial antar

manusia, karena moral menjadi landasan rasa percaya

terhadap sesama.

4. Membuat manusia lebih bahagia secara rohani dan jasmani

karena menunaikan fungsi moral sehingga tidak ada rasa

menyesal, konflik batin, dan perasaan berdosa atau kecewa.

5. Moral dapat memberikan wawasan masa depan kepada

manusia, baik sanksi sosial maupun konsekuensi dalam

kehidupan sehingga manusia akan penuh pertimbangan

sebelum bertindak.

Page | 15
6. Moral dalam diri manusia juga dapat memberikan landasan

kesabaran dalam bertahan dalam setiap dorongan naluri dan

keinginan/ hawa nafsu yang mengancam harkat dan

martabat pribadi.

JENIS DAN WUJUD MORAL

Wujud moral dalam diri seseorang dapat terlihat dari penampilan

dan perilakunya secara keseluruhan. Adapun beberapa macam moral

adalah sebagai berikut:

1. Moral Ketuhanan, yakni moral yang berhubungan dengan keagamaan/

religius berdasarkan ajaran agama tertentu dan pengaruhnya terhadap diri

seseorang, misalnya melaksanakan ajaran agama yang dianut dengan

sebaik-baiknya. menghargai sesama manusia, menghargai agama lain, dan

hidup rukun dengan yang berbeda agama.

2. Moral Ideologi dan Filsafat, yakni moral yang berhubungan dengan

semangat kebangsaan, loyalitas kepada cita-cita bangsa dan negara,

misalnya menjunjung tinggi dasar negara Indonesia yaitu Pancasila.

Contoh; menolak ideologi asing yang ingin mengubah dasar negara

Indonesia.

Page | 16
3. Moral Etika dan Kesusilaan, yakni moral yang berkaitan dengan etika dan

kesusilaan yang dijunjung oleh suatu masyarakat, bangsa, dan negara

secara budaya dan tradisi, misalnya menghargai orang lain yang berbeda

pendapat, baik dalam perkataan maupun perbuatan. Contoh;

mengucapkan salam kepada orang lain ketika bertemu atau berpapasan.

4. Moral Disiplin dan Hukum yakni moral yang berhubungan dengan kode

etika profesional dan hukum yang berlaku di masyarakat dan negara,

misalnya melakukan suatu aktivitas sesuai dengan aturan yang berlaku.

Contoh; selalumenggunakan perlengkapan yang diharuskan dan

mematuhi rambu-rambu lalu lintas ketika berkendara di jalan raya.

C. Konsep Norma

Norma adalah aturan atau ketentuan yang mengikat warga

kelompok dalam masyarakat, dipakai sebagai panduan, tatanan, dan

tingkah laku yang sesuai dan berterima, aturan, ukuran, atau kaidah yang

dipakai sebagai tolak ukur untuk menilai atau memperbandingkan

sesuatu. Dalam norma/kaidah-kaidah terdiri atas dua unsur yaitu (1)

adanya perintah, yang merupakan keharusan bagi seseorang untuk

berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang baik dan (2)

adanya larangan, yang merupakan keharusan bagi seseorang untuk

Page | 17
berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang tidak baik.

(C.S.T. Kansil, 1986:81).

Norma atau kaidah-kaidah aturan yang berlaku dalam masyarakat

dapat dipertahankan dengan adanya sanksi-sanksi, yaitu ancaman

hukuman terhadap siapa saja yang melanggarnya. Sanksi itu merupakan

suatu pengukuhan terhadap berlakunya norma-norma yang berlaku tadi

dan merupakan reaksi terhadap perbuatan yang melanggar norma

tersebut.

Adapun yang menjadi fungsi norma tersebut, antara lain:

1. Sebagai ukuran, patokan dan pedoman bagi manusia dalam

berperilaku hidupnya. Artinya norma memuat aturan

tingkah laku masyarakat dalam pergaulan sosial.

2. Untuk memberikan sanksi kepada masyarakat yang

melanggarnya. Norma mengatur agar dalam memberikan

sanksi sesuai dengan aturan norma-norma yang berlaku di

masyarakat setempat.

3. Untuk menjaga ketertiban dan kerukunan antar anggota

masyarakat. Norma mengatur agar perbedaan dalam

masyarakat tidak menimbulkan kekacauan.

4. Sebagai sistem pengendalian dan penilai dalam sosial.

Tingkah laku anggota masyarakat diawasi dan dinilai serta

Page | 18
dikendalikan oleh aturan-aturan yang berlaku dalam

masyarakat;

5. Untuk menciptakan keadilan dalam masyarakat. Norma ini

memberikan jaminan dan rasa keadilan dalam masyarakat;

6. Untuk mencapai tujuan bersama yaitu kedamaian dalam

ketertiban masyarakat.

Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, berlaku norma-norma

sosial, diantaranya ialah norma agama, norma

a. Norma agama

Norma agama adalah sekumpulan kaidah atau peraturan

hidup manusia yang sumbernya dari wahyu Tuhan. Penganut

agama meyakini bahwa apa yang diatur dalam norma agama

berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, yang disampaikan kepada nabi

dan rasul-Nya untuk disebarkan kepada seluruh umat manusia di

dunia.

Peter Mahmud Marzuki, (2008: 89), menyatakan bahwa,

norma agama bersangkut paut dengan aspek manusia sebagai

individu dan aspek bathiniah manusia, norma ini mengatur

hubungan antara individu manusia sebagai suatu ciptaan dengan

sang khalik sebagai penciptanya. Norma agama bertujuan untuk

mencapai suatu kehidupan yang beriman. Ajaran agama atau

Page | 19
kepercayaan dalam masyarakat sangat menjunjung tinggi tata

tertib dalam kehidupan bermasyarakat. Setiap manusia akan selalu

berusaha melaksanakan perintah Tuhan dan meninggalkan apa

yang dilarang-Nya sesuai dengan yang tercantum di dalam kitab

suci masing-masing agamanya.

Sesuai dengan negara Indonesia berdasarkan atas hukum,

maka pengaturan terhadap keagamaan dinyatakan di dalam Pasal

29 ayat (2) UUD NRI 1945, yang berbunyi: “Negara menjamin

kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya

masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan

kepercayaannya itu”. Melalui norma keagamaan ini bertujuan

untuk membimbing manusia dalam bertingkah laku yang baik dan

melarang manusia untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang

jahat agar tercapai kebahagiaan di dunia dan akhirat sesuai dengan

kepercayaannya masing-masing.

Bahwa pelaksanaan kaidah norma agama dalam masyarakat

Indonesia bergantung pada agama yang diyakininya. Norma agama

Islam bagi penganutnya bersumber pada kitab suci Al-Quran dan

Hadist Nabi Muhammad SAW. Sedangkan orang yang beragama

Kristen dan Katolik pegangan hidupnya bersumber pada

Injil/Alkitab. Sementara Umat Hindu pegangan hidupnya

Page | 20
bersumber pada Veda. Kemudian penganut agama Buddha

bersumber pada Tripitaka sebagai kaidah pegangan hidupnya.

Selanjutnya agama Khonghucu bersumber pada kitab susi Shishu

Wujing sebagai pegangan hidupnya.

Oleh karena itu norma agama dalam pelaksanaannya tidak

hanya mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan, tetapi

juga mengatur bagaimana hubungan manusia dengan makhluk

ciptaan Tuhan lainnya. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan

dilengkapi dengan akal dan pikiran. Dengan akal tersebut manusia

diberi tanggung jawab oleh Tuhan untuk tidak hanya

memanfaatkan alam sekitarnya, tetapi juga harus memelihara serta

melestarikannya sebagai kehidupan manusia. Manusia juga

dituntut untuk menciptakan ketertiban, kebaikan dan kebahagiaan

dengan sesama manusia. Dengan demikian pelaksanaan norma

agama, akan tercipta atas kepatuhan manusia kepada Tuhan dan

keserasian manusia dengan sesamanya dalam menjaga

lingkungannya.

b. Norma Kesusilaan

Norma kesusilaan adalah peraturan hidup yang bersumber

dari suara hati nurani manusia. Peraturan hidup ini berkenaan

Page | 21
dengan bisikan kalbu dan suara hati nurani manusia. Norma

kesusilaan ada bersamaan dengan kelahiran atau keberadaan

manusia itu sendiri, tanpa melihat jenis kelamin dan suku

bangsanya.

Norma kesusilaan bertujuan agar manusia mempunyai

kehidupan yang berakhlak atau mempunyai hati nurani yang

bersih. Sumber dari norma kesusilaan ini adalah hati sanubari

manusia itu sendiri, yang bersifat otonom dan tidak ditujukan

kepada hal-hal yang besifat lahiriah, tetapi ditujukan kepada

sifat batin manusia. Artinya dengan hati nurani yang bersih

maka manusia akan dapat membedakan mana yang merupakan

perilaku yang buruk dan mana perilaku yang tidak baik.

(Chairun Arrasjid, 2004:8). Adapun yang menjadi sanksi dari

norma kesusilaan ini lebih menekankan kepada penyesalan

terhadap diri atau batin seseorang yang melakukan pelanggaran

norma kesusilaan tersebut, sebagai contoh, seseorang yang

melakukan kebohongan dan tidak jujur atas perkataanya, maka

sebenarnya dalam hati nuraninya mengakui atas tindakan yang

tidak baik terhadap dirinya hingga menimbulkan penyesalan

terhadap perbuatan yang dilakukannya.

Page | 22
Sebagai bisikan hati nurani, norma kesusilaan memiliki

hubungan dan keterkaitan dengan norma agama. Hal itu

mengandung arti bahwa ajaran dalam norma agama juga

mengandung kaidah dalam norma kesusilaan, seperti, “jaga

kehormatan keluargamu, niscaya hidupmu akan penuh

martabat”. Norma kesusilaan juga dapat memiliki keterkaitan

dengan norma hukum, seperti, “dilarang melakukan pencurian

yang atas milik orang lain”. Seseorang yang melakukan

pencurian milik orang lain akan dihukum dengan hukuman

pidana, dan secara nilai kemanusiaan ini merupakan

pelanggaran kesusilaan.

Dengan demikian, norma kesusilaan yang dapat diterima

oleh tatanan manusia hanyalah perbuatan seseorang yang

didasarkan atas suara hati nuraninya dengan menetapkan baik

buruknya suatu perbuatan manusia agar dapat memelihara

ketertiban manusia dalam masyarakat dan bernegara.

c. Norma Kesopanan

Norma kesopanan adalah norma yang berhubungan dengan

peraturan hidup yang timbul dari pergaulan segolongan

manusia dalam kehidupan sehari-hari. Norma kesopanan

Page | 23
bertujuan untuk mencapai kehidupan dalam pergaulan hidup

berlangsung dengan menyenangkan. Peraturan-peraturan yang

timbul tersebut ditaati sebagai pedoman yang mengatur tingkah

laku manusia terhadap manusia yang ada di sekitarnya

(Winataputra, 2007:6.18)

Hakikat norma kesopanan adalah kepantasan, kepatutan,

atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Norma

kesopanan sering juga disebut sopan santun, tata karma, atau

adat istiadat. Dalam pergaulan pada masyarakat sering tata cara

yang dipertahankan di masyarakat yang melekat secara kuat dan

menjadi adat istiadat. Adat istiadat adalah aturan/kebiasaan

yang dianggap baik dalam masyarakat yang dilakukan secara

turun temurun. Sedangkan kebiasaan, merupakan perbuatan

yang berulang-ulang dalam peristiwa yang sama, kemudian

diterima dan diakui oleh masyarakat dan dianggap sebagai

aturan hidup.

Norma kesopanan bersumber dari sistem aturan hidup

manusia atau tata kehidupan atau budaya yang berupa

kebiasaan-kebiasaan masyarakat dalam mengatur kehidupan

kelompoknya berdasarkan kesepakatan yang dibuat oleh

manusia pada wilayah tertentu. Norma kesopanan tidak berlaku

Page | 24
bagi seluruh masyarakat, melainkan bersifat khusus atau

wilayah tertentu dan hanya berlaku bagi segolongan masyarakat

tertentu, apa yang dianggap sopan atau tidak sopan bagi

segolongan masyarakat tersebut, akan tetapi belum tentu juga

berlaku bagi masyarakat lainnya. Reaksi masyarakat terhadap

pelanggaran norma kesusilaan yang berlaku di setiap wilayah

atau komunitas sangat beraneka ragam dan sangat tergantung

pada kebiasaan yang berlaku atau pada yang telah dibuat

sebelumnya. (Ilhami Bisri, 2017:3)

Norma kesopanan selalu berkaitan langsung dengan

struktur sosial atau komunitas dari masyarakat dalam suatu

wilayah dan lingkungan tertentu. Lemah kuatnya sanksi dari

masyarakat dipengaruhi oleh kuat tidaknya norma kesopanan

tersebut dalam masyarakat. Sebagai Contoh berjalan di depan

orang yang lebih tua harus meminta ijin (permisi). Bagi

masyarakat di daerah pedesaan pelanggaran ini akan mendapat

teguran lebih tegas, dibandingkan dalam masyarakat perkotaan.

Melalui sopan santun akan dapat menyentuh sesama manusia,

tidak hanya sema-mata sebagai individu, tetapi sebagai terlebih

sebagai makhluk sosial, sehingga norma-norma itu dapat

menyentuh dalam kehidupan bersama. Oleh karenanya

Page | 25
pelanggaran terhadap norma kesopanan, sanksinya adalah

berupa teguran, cemoohan, celaan, pengucilan dari masyarakat

lingkungannya, dan sebagainya. (Chairun Arrasjid, 2004:8).

Sanksi tersebut diberikan untuk memulihkan keseimbangan

tatanan masyarakat, yang telah terganggu oleh pelanggaran-

pelanggaran terhadap norma kesopanan

d. Norma Hukum

Norma hukum adalah peraturan-peraturan yang timbul

mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat

dan dibuat oleh badan-badan resmi negara serta bersifat

memaksa sehingga mempunyai perintah dan larangan serta

wajib ditaati oleh seluruh masyarakat. Norma hukum bertujuan

untuk mencapai ketertiban dan kedamaian dalam pergaulan

hidup. Ketertiban dan kedamaian dapat tercapai dengan

menciptakan suatu keserasian antara ketertiban (yang bersifat

lahiriah) dengan ketentraman (yang bersifat batiniah)

(Winataputra, 2008:6.18)

Ciri utama dari norma hukum adalah mempunyai kekuatan

sanksi berupa ancaman hukuman. Kekuatan sanksi dalam

norma hukum dapat dipaksakan dan dilakukan melalui

Page | 26
kekuatan alat-alat perlengkapan negara, yaitu aparat penegak

hukum. Hukum yang mempunyai sifat memaksa. Oleh sebab itu

peran aparat penegak hukum melalui polisi, jaksa, dan hakim

dapat memaksa seseorang untuk menaati aturan hukum dan

memberikan hukuman bagi siapa pun yang melanggar aturan

hukum tersebut. Selain memberikan sanksi bagi pelanggar

hukum, aparat penegak hukum juga memberikan perlindungan

hukum bagi masyarakat.

Seseorang tunduk kepada hukum bukan lantaran

keinginannya sendiri, melainkan karena negara atau masyarakat

memberi kekuatan mengikat kepada hukum itu sehingga setiap

orang harus tunduk kepada hukum. (Peter Mahmud Marzuki,

2008:88) Sumbernya dari aturan norma hukum ini dapat berupa

peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, kebiasaan,

doktrin, dan agama.

Negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas

hukum yang tercantum di dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang

berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Untuk

mencapai hal tersebut, maka tujuan hukum adalah: a). Untuk

mengatur tata tertib masyarakat secara damai dan adil; b).

Untuk menjaga kepentingan tiap manusia supaya agar

Page | 27
kepentingan tidak dapat diganggu; c). Untuk menjamin adanya

kepastian hukum dalam pergaulan manusia.

Oleh karenanya norma hukum sangat diperlukan untuk

mengatur dan menjamin ketertiban dalam kehidupan

bernegara. Sebagai negara hukum, sudah menjadi kewajiban

bagi pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia untuk

menegakkan hukum dalam kehidupan sehari-hari dan menjaga

ketertiban dan jaminan keadilan bagi kehidupan masyarakat

dan bernegara.

D. Hubungan antara nilai, moral dan norma

Berdasarkan uraian diatas tersebut, kita dapat melihat bahwa ada

hubungan yang erat antara nilai, moral dan norma. Hubungan antara

ketiga komponen itu dapat diringkas dalam beberapa point of view,

meliputi:

- Nilai, moral dan norma memiliki hubungan timbal balik dan

bersifat interaktif dalam artian bahwa saling mempengaruhi dan

dipengaruhi.

- Nilai dan norma dapat dijadikan sebagai suatu pedoman, tolak

ukur, penuntun, petunjuk bagi moral manusia dalam

Page | 28
kehidupannya, baik dalam hubungannya dengan Tuhan, sesama

manusia maupun dengan alam semesta.

- Nilai itu bersifat abstrak dan ideal, karena nilai itu berada dalam

gagasan, pikiran, ide, keyakinan manusia. Nilai yang sifatnya

abstrak tersebut, kemudian dikonversikan menjadi lebih konkret,

dengan cara nilai itu diwujudkan melalui wujud tingkah laku atau

perbuatan-perbuatan manusia dalam melakukan aktivitas sosialnya

sehari-hari. Untuk menjaga sekaligus memperkuat nilai yang

dianggap ideal, seharusnya (ought), yang diharapkan (desirable),

maka dapat dikonkretkan menjadi norma-norma sosial

- Sebagai contoh, nilai kemanusiaan yang adil dan beradab yang

sifatnya abstrak dan universal, dapat dikonkretkan melalui tingkah

laku manusia, misalnya menghargai dan menghormati orang lain,

tidak sewenang-wenang terhadap manusia karena manusia

memiliki hak asasi yang sama, membela kebenaran sehingga

tercipta keadilan terhadap sesama manusia. Untuk menguatkan hal

tersebut, maka dituangkan dalam bentuk norma-norma sosial,

misalnya norma hukum, yaitu UUD NRI Tahun 1945, Pasal 27 ayat

(2) yang berbunyi, segala warga negara bersamaan kedudukannya

dalam hukum dan pemerintahan, dan wajib menjunjung hukum

dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Tentunya,

Page | 29
aturan itu semakin menguatkan bahwa, untuk menciptakan

keadilan, maka manusia memiliki kedudukan yang sama dalam

hukum dan pemerintahan.

E. KONSEP NILAI, MORAL DAN NORMA DALAM PANCASILA

Pancasila sebagai ideologi bangsa-negara Indonesia, terdiri atas

dimensi idealis, dimensi instrumental dan dimensi praksis. Adapun

dimensi idealis yang dimaksud bahwa Pancasila memuat nilai-nilai dasar

yang sifat mutlak, tetap (tidak berubah), nilai-nilai yang dimaksud antara

lain nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai demokrasi

dan musyawarah, nilai keadilan. Dimensi instrumentalis yang dimaksud

bahwa nilai-nilai dasar Pancasila dijabarkan lebih lanjut dalam ketentuan

UUD NRI Tahun 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya. dan

dimensi praksis yang dimaksud ialah nilai-nilai Pancasila dilaksanakan

secara nyata dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Untuk lebih jelasnya contohnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Dimensi idealis Dimensi instrumentalis Dimensi praksis

(nilai) (norma) (moral)


Sila pertama, - Pasal 28 E ayat (1) UUD NRI Tahun - Meyakini dan

Page | 30
Ketuhanan 1945, yang menyatakan bahwa, memilih satu agama

Yang Maha Esa “setiap orang bebas memeluk agama dengan menjalankan

(nilai dan beribadah menurut agamanya”. perintah dan

ketuhanan) - Pasal 29 ayat (1) UUD NRI Tahun menjauhi larangan

1945, yang menyatakan bahwa sesuai norma agama

“negara menjamin kemerdekaan yang berlaku

tiap- tiap penduduk untuk memeluk - Tidak mengganggu

agamanya masing-masing dan ibadah agama yang

beribadat menurut agama dan lain

kepercayaannya - Hidup rukun

- UU No. 39 Tahun 1999 tentang meskipun beda

Hak Asasi Manusia agama

- UU No,12 Tahun 2005 tentang

Ratifikasi Kovenan Internasional

tentang Hak Sipil dan Politik


Sila kedua, - 24 UUD NRI Tahun 1945, kekuasaan - Sebagai manusia kita

kemanusiaan kehakiman merupakan kekuasaan harus menjunjung

yang adil dan yang merdeka untuk tinggi nilai-nilai

beradab menyelenggarakan peradilan guna kemanusiaan

menegakkan hukum dan keadilan - Berani membela

- Pasal 27 ayat (1) UUD NRI Tahun keadilan dan kebenaran

Page | 31
1945, segala warga negara - Saling menghormati

bersamaan kedudukannya di dan menghargai

dalam hukum dan pemerintahan

dan wajib menjunjung hukum dan

pemerintahan itu dengan tidak

ada kecualinya

- Pasal 28, 28A-28 J UUD NRI Tahun

1945
Sila ketiga, - Pasal 1 ayat (1) UUD NRI Tahun - Sanggup dan rela

persatuan 1945, negara Indonesia ialah negara berkorban untuk

Indonesia kesatuan yang berbentuk republik kepentingan negara

- Pasal 30 ayat (1) mengamanatkan dan bangsa apabila

bahwa “Tiap-tiap warga negara diperlukan

berhak dan wajib ikut serta - Menempatkan

dalam usaha pertahanan dan persatuan dan kesatuan

keamanan negara” serta kepentingan dan

- UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang keselamatan bangsa

Bendera, Bahasa, Lambang Negara negara sebagai

serta Lagu Kebangsaan kepentingan bersama

- UU No 3 Tahun 2002 tentang diatas kepentingan

Pertahanan Negara pribadi dan golongan


Sila keempat, - Pasal 1 ayat (2) UUD NRI Tahun - Sebagai warga negara

Page | 32
kerakyatan yang 1945, kedaulatan berada di tangan dan warga masyarakat,

dipimpin oleh rakyat dilaksanakan menurut setiap manusia

hikmat UUD Indonesia mempunyai

kebijaksanaan - Pasal 2 dan Pasal 3 UUD NRI Tahun kedudukan, hak dan

dalam 1945 tentang MPR, Pasal 4, Pasal 5 kewajiban yang sama

permusyawarata tentang Presiden, Pasal 18 tentang - Memberikan

n perwakilan Pemerintah Daerah, Pasal 19, Pasal kepercayaan kepada

20 tentang Dewan Perwakilan wakil-wakil yang

Rakyat, Pasal 22 C dan 22 D tentang dipercaya untuk

Dewan Perwakilan Daerah, Pasal 22 melaksanakan

E tentang Pemilihan Umum permusyawaratan

- UU No. 8 Tahun 2011 tentang Partai -

Politik

- UU No.2 Tahun 2018 tentang

Majelis Permusyawaratan Rakyat,

Dewan Perwakilan Rakyat,

Dewan Perwakilan Daerah, dan

Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah


- UU No.17 Tahun 2013 tentang

Organisasi Kemasyarakatan
Sila kelima, - Pasal 33 dan Pasal 34 UUD NRI - Suka memberi

Page | 33
keadilan sosial Tahun 1945 tentang pertolongan kepada

bagi seluruh Perekonomian Nasional dan orang lain agar

rakyat kesejahteraan sosial dapat berdiri sendiri

Indonesia - UU No, 17 Tahun 2003 tentang - Tidak menggunakan

Keuangan Negara hak miliki untuk usaha-

- UU No.11 Tahun 2009 tentang usaha yang bersifat

Kesejahteraan Sosial pemerasan terhadap

orang lain

- Suka bekerja keras, suka

melakukan kegiatan

dalam rangka

mewujudkan kemajuan

yang merata dan

berkeadilan sosial,

misalnya gotong royong

dalam membayar pajak.

F. NILAI, MORAL DAN NORMA DALAM PANCASILA DAN DINAMIKA

KEHIDUPAN

Page | 34
Nilai-nilai Pancasila diyakini kebenarannya dan senantiasa melekat

dalam kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Pada saat berdirinya

negara Republik Indonesia yang ditandai dengan dibacakannya teks

proklamasi pada 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia sepakat pengaturan

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berlandaskan

Pancasila dan UUD 1945. Pada era globalisasi dewasa ini, banyak hal yang

akan merusak mental dan nilai moral Pancasila yang menjadi kebanggaan

bangsa dan negara Indonesia. Dengan demikian, Indonesia perlu waspada

dan berupaya agar ketahanan mental-ideologi bangsa Indonesia tidak

tergerus. Pancasila harus senantiasa menjadi benteng moral dalam

menjawab tantangan-tantangan terhadap unsur-unsur kehidupan

bernegara, yaitu sosial, politik, ekonomi, budaya, dan agama.

Tantangan yang muncul, antara lain berasal dari derasnya arus

paham-paham yang bersandar pada otoritas materi, seperti liberalisme,

kapitalisme, komunisme, sekularisme, pragmatisme, dan hedonisme, yang

menggerus kepribadian bangsa yang berkarakter nilai- nilai Pancasila. Hal

ini pun dapat dilihat dengan jelas, betapa paham-paham tersebut telah

merasuk jauh dalam kehidupan bangsa Indonesia sehingga melupakan

kultur bangsa Indonesia yang memiliki sifat religius, santun, dan gotong-

royong. Apabila ditarik benang merah terkait dengan tantangan yang

Page | 35
melanda bangsa Indonesia sebagaimana tersebut di atas, maka dapat

diidentifikasi sebagai berikut:

Dilihat dari kehidupan masyarakat, terjadi kegamangan dalam

kehidupan bernegara dalam era reformasi ini karena perubahan sistem

pemerintahan yang begitu cepat termasuk digulirkannya otonomi daerah

yang seluas-luasnya di satu pihak, dan di pihak lain, masyarakat merasa

bebas tanpa tuntutan nilai dan norma dalam kehidupan bernegara.

Akibatnya, sering ditemukan perilaku anarkisme yang dilakukan oleh

elemen masyarakat terhadap fasilitas publik dan aset milik masyarakat

lainnya yang dipandang tidak cocok dengan paham yang dianutnya.

Masyarakat menjadi beringas karena code of conduct yang bersumber

pada nilai- nilai Pancasila mengalami degradasi.

Pancasila sebagai dasar negara merupakan nilai-nilai yang hidup

dan berkembang dalam masyarakat Indonesia, yakni:

1. Nilai-nilai Ketuhanan (religiositas) sebagai sumber etika dan

spiritualitas (yang bersifat vertical transcendental) dianggap

penting sebagai fundamental etika kehidupan bernegara. Pancasila

diharapkan dapat melindungi dan mengembangkan kehidupan

beragama; sementara agama diharapkan dapat memainkan peran

publik yang berkaitan dengan penguatan etika sosial. Sebagai

negara yang dihuni oleh penduduk dengan multi agama dan multi

Page | 36
keyakinan, negara Indonesia diharapkan dapat mengambil jarak

yang sama, melindungi terhadap semua agama dan keyakinan serta

dapat mengembangkan politiknya yang dipandu oleh nilai-nilai

agama.

2. Nilai-nilai kemanusiaan universal yang bersumber dari hukum

Tuhan, hukum alam, dan sifat-sifat sosial (bersifat horizontal)

dianggap penting sebagai fundamental etika-politik kehidupan

bernegara dalam pergaulan dunia. Prinsip kebangsaan yang luas

mengarah pada persaudaraan dunia yang dikembangkan melalui

jalan eksternalisasi dan internalisasi.

3. Nilai-nilai etis kemanusiaan harus mengakar kuat dalam

lingkungan pergaulan kebangsaan yang lebih dekat sebelum

menjangkau pergaulan dunia yang lebih jauh. Indonesia memiliki

prinsip dan visi kebangsaan yang kuat, bukan saja dapat

mempertemukan kemajemukan masyarakat dalam kebaruan

komunitas politik bersama, melainkan juga mampu memberi

kemungkinan bagi keragaman komunitas untuk tidak tercerabut

dari akar tradisi dan kesejarahan masing-masing. Dalam khazanah

Indonesia, hal tersebut menyerupai perspektif etno simbolis yang

memadukan antara perspektif modernism yang menekankan unsur-

unsur kebaruan dalam kebangsaan dengan perspektif

Page | 37
primordialism dan perennialism yang melihat unsur lama dalam

kebangsaan.

4. Nilai Ketuhanan, nilai kemanusiaan, dan nilai serta cita-cita

kebangsaan itu dalam aktualisasi nya harus menjunjung tinggi

kedaulatan rakyat yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan.

Dalam prinsip musyawarah mufakat, keputusan tidak didikte oleh

golongan mayoritas atau kekuatan minoritas elit politik dan

pengusaha, tetapi dipimpin oleh hikmat/ kebijaksanaan yang

memuliakan daya-daya rasionalitas deliberatif dan kearifan setiap

warga tanpa pandang bulu.

5. Nilai Ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai dan cita kebangsaan serta

demokrasi permusyawaratan itu memperoleh artinya sejauh dalam

mewujudkan keadilan sosial. Dalam visi keadilan sosial menurut

Pancasila, yang dikehendaki adalah keseimbangan antara peran

manusia sebagai makhluk individu dan peran manusia sebagai

makhluk sosial, juga antara pemenuhan hak sipil, politik dengan

hak ekonomi, sosial dan budaya. Pandangan tersebut berlandaskan

pada pemikiran Bierens de Haan (Soeprapto, Bahar dan Arianto,

1995: 124) yang menyatakan bahwa keadilan sosial setidak-tidaknya

memberikan pengaruh pada usaha menemukan cita negara bagi

Page | 38
bangsa Indonesia yang akan membentuk negara dengan struktur

sosial asli Indonesia

Konsep implementasi Pancasila dalam perumusan kebijakan pada

berbagai bidang kehidupan negara.

a. Bidang Politik.

Implementasi Pancasila dalam perumusan kebijakan pada

bidang politik dapat ditransformasikan melalui sistem politik

yang bertumpu kepada asas kedaulatan rakyat berdasarkan

konstitusi, mengacu pada Pasal 1 ayat (2) UUD 1945.

Implementasi asas kedaulatan rakyat dalam sistem politik

Indonesia, baik pada sektor suprastruktur maupun infrastruktur

politik, dibatasi oleh konstitusi. Dengan demikian, pejabat

publik akan terhindar dari perilaku sewenang-wenang dalam

merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan publik, dan

sektor masyarakat pun akan terhindar dari perbuatan anarkis

dalam memperjuangkan haknya. Beberapa konsep dasar

implementasi nilai-nilai Pancasila dalam bidang politik, dapat

dikemukakan sebagai berikut:

1) Sektor suprastruktur politik, seperti legislatif, eksekutif,

yudikatif, dan lembaga pemerintah lainnya baik di pusat

Page | 39
maupun di daerah. Semua lembaga pemerintah

menjalankan tugas dan fungsinya sesuai batas kewenangan

yang ditentukan dalam UUD dan peraturan perundang-

undangan lainnya. Dalam menentukan substansi, prosedur

formulasi, dan implementasi kebijakan publik, semua

lembaga pemerintah harus bertumpu pada nilai-nilai

Pancasila sebagai dasar negara. Di samping substansi,

kebijakan publik tersebut harus merupakan terjemahan

atau mengartikulasikan kepentingan masyarakat,

pemerintah juga harus melindungi, memajukan,

menegakkan, dan memenuhi hak asasi sesuai dengan

ketentuan dalam Pasal 28 I ayat (4) UUD 1945.

2) Sektor masyarakat. Dalam sistem politik, infrastruktur

politik (lembaga-lembaga sosial politik, seperti organisasi

kemasyarakatan, partai politik, dan media massa) tersebut

berfungsi memberikan masukan kepada suprastruktur

politik dalam menghasilkan kebijakan publik yang

menyangkut kepentingan umum. Nilai-nilai Pancasila akan

menuntun masyarakat ke pusat inti kesadaran akan

pentingnya harmoni dalam kontinum antara sadar

terhadap hak asasinya disatu sisi dan kesadaran terhadap

Page | 40
kewajiban asasinya disisi lain sesuai dengan ketentuan

dalam Pasal 28 J ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945.

b. Bidang Ekonomi.

Pandangan Mubyarto dalam Oesman dan Alfian (1993: 240--

241) mengenai 5 prinsip pembangunan ekonomi yang mengacu

kepada nilai Pancasila, yaitu sebagai berikut:

1) Ketuhanan Yang Maha Esa, roda perekonomian

digerakkan oleh rangsangan- rangsangan ekonomi, sosial,

dan moral;

2) Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, ada kehendak kuat

dari seluruh masyarakat untuk mewujudkan pemerataan

sosial (egalitarian), sesuai asas-asas kemanusiaan;

3) Persatuan Indonesia, prioritas kebijaksanaan ekonomi

adalah penciptaan perekonomian nasional yang tangguh.

Hal ini berarti nasionalisme menjiwai setiap

kebijaksanaan ekonomi;

4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan

dalam permusyawaratan/perwakilan, koperasi merupakan

sokoguru perekonomian dan merupakan bentuk paling

konkrit dari usaha bersama;

Page | 41
5) Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia, adanya

imbangan yang jelas dan tegas antara perencanaan di

tingkat nasional dan desentralisasi dalam pelaksanaan

kebijaksanaan ekonomi untuk mencapai keadilan

ekonomi dan keadilan sosial.

c. Bidang Sosial Budaya.

Masyarakat Indonesia memiliki karakter hidup bergotong

royong sebagaimana disampaikan oleh Bung Karno dalam

pidatonya 1 Juni 1945. Namun akhir-akhir ini, semangat gotong

royong di kalangan masyarakat menunjukkan gejala semakin

luntur. Rasa persatuan dan kesatuan bangsa tergerus oleh

tantangan arus globalisasi yang bermuatan nilai individualistic

dan materialistic. Apabila hal ini tidak segera dicegah, bukan

tidak mungkin jati diri bangsa akan semakin terancam.

Mengingat karakter masyarakat Indonesia yang berbhinneka

tunggal ika sebagaimana disebutkan dalam Pasal 36 A UUD

1945. Strategi yang harus dilaksanakan pemerintah dalam

memperkokoh kesatuan dan persatuan melalui pembangunan

sosial-budaya, ditentukan dalam Pasal 31 ayat (5) dan Pasal 32

ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945. Semua kebijakan sosial budaya

Page | 42
yang harus dikembangkan dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara di Indonesia harus menekankan rasa

kebersamaan dan semangat gotong royong karena gotong

royong merupakan kepribadian bangsa Indonesia

d. Bidang Hankam

Implementasi nilai-nilai Pancasila dalam bidang pertahanan

dan keamanan, terkait dengan nilai-nilai instrumental

sebagaimana terkandung dalam Pasal 30 ayat (1), (2), (3), (4),

dan ayat (5) UUD 1945. Prinsip-prinsip yang merupakan nilai

instrumental Pancasila dalam bidang pertahanan dan keamanan

sebagaimana terkandung dalam Pasal 30 UUD 1945 dapat

dikemukakan sebagai berikut:

1) Kedudukan warga negara dalam pertahanan dan keamanan

berdasarkan pasal 30 ayat (1) UUD 1945, “Tiap-tiap warga

negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan

dan keamanan negara”.

2) Sistem pertahanan dan keamanan. Adapun sistem

pertahanan dan keamanan yang dianut adalah sistem

pertahanan dan keamanan rakyat semesta yang lazim

disingkat Sishankamrata. Dalam Sishankamrata, Tentara

Page | 43
Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik

Indonesia (POLRI) merupakan kekuatan utama, sedangkan

rakyat sebagai kekuatan pendukung.

3) Tugas pokok TNI yang terdiri atas Angkatan Darat,

Angkatan Laut, dan Angkatan Udara, sebagai alat negara

dengan tugas pokok mempertahankan, melindungi, dan

memelihara keutuhan dan kedaulatan Negara. Tugas pokok

POLRI sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan

ketertiban masyarakat masyarakat, mempunyai tugas

pokok melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta

menegakkan hukum.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Page | 44
Nilai, moral dan norma memiliki hubungan yang saling terkait dan

terhubung serta saling mempengaruhi satu sama lain. Nilai merupakan

segala sesuatu yang bersifat abstrak, ideal berupa pikiran, gagasan,

keyakinan dalam diri manusia tentang apa yang dianggap berharga atau

tidak berharga, apa yang benar atau salah, apa yang baik atau buruk

sehingga dijadikan sebagai acuan bagi moral manusia. karena itu, Moral

merupakan hasil internalisasi dari nilai-nilai kebaikan dalam diri manusia

(psikologis), menjelma menjadi tingkah laku, perbuatan, dan tindakan.

Sedangkan norma adalah seperangkat aturan yang berlaku dalam

lingkungan masyarakat, yang mengatur tingkah laku, perbuatan dan

tindakan manusia, berisi perintah, larangan dan sanksi bagi pelanggarnya.

Dalam norma, nilai dijadikan sebagai asas-asas untuk membentuk suatu

norma. Singkatnya, nilai menjadi sumber dan acuan bagi moral dan

norma.

Nilai, moral dan norma dalam Pancasila dapat kita lihat dari tiga

dimensi Pancasila, yakni dimensi idealis, dimensi instrumentalis dan

dimensi praksis.

Pancasila harus senantiasa menjadi pedoman moral bagi warga negara

dan warga masyarakat dalam menjawab tantangan-tantangan terhadap

unsur-unsur kehidupan bernegara, yaitu sosial, politik, ekonomi, budaya,

dan agama. Tantangan yang muncul, antara lain berasal dari derasnya arus

Page | 45
paham-paham yang bersandar pada otoritas materi, seperti liberalisme,

kapitalisme, komunisme, sekularisme, pragmatisme, dan hedonisme, yang

menggerus kepribadian bangsa yang berkarakter nilai-nilai Pancasila.

B. SARAN

Sebagai warga negara kita perlu mempelajari, menghayati dan

melaksanakan dengan ikhlas mengenai nilai, norma dan moral agar terjadi

keselarasan dan keharmonisan kehidupan.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.informasi-pendidikan.com/2015/10/jenis-jenis-tujuan-dan-fungsi-

norma.html

https://www.google.com/url?

sa=t&source=web&rct=j&url=https://lmsspada.kemdikbud.go.id/pluginfile.php/8

Page | 46
5197/mod_resource/content/4/MATERI%2520PERKULIAHAN

%25201.pdf&ved=2ahUKEwjBhpvNgqrtAhWaaCsKHRvuDvEQFjAGegQIBRAB&us

g=AOvVaw2IzMRR6SZEB3l4GB-yK4A5

https://123dok.com/document/qokkwr7y-esensi-nilai-norma-moral-dan.html

Effendi, Ridwan. (2007). Panduan kuliah Pendidikan Lingkungan Sosial, Budaya,

dan Teknologi. Bandung: CV. Maulana Media Grafika.

Fikri. (2010). Pengertian nilai sosial dan norma sosial.

Tersedia : http://www.karyafikri.tk/2010/08/pengertian-nilai-sosial-dan-

norma.html. [5Maret 2011].

Sjarkawi. (2006). Pembentukan Kepribadian Anak. Jakarta: Bumi Aksara.

Sudirjo, E., Istianti T., dan Abidin, Y. (2010). Implementasi PAKEM di Sekolah

Dasar dan PAUD. Bandung: Rizqi Press.

Sumarsono, S. Dkk. (2001). Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Kencana

Prenada Media Group.

Elly M. Setiadi, dkk (2006). Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana

Prenada Media

Page | 47

Anda mungkin juga menyukai