A. Hakikat Kebudayaan
Budaya merupakan istilah yang banayak dan digunakan hampir dalam setiap aktifitas
sehari-hari. Hal ini menunjukkan bahwa budaya begitu dengan lingkungan kita.
1. Pengertian Kebudayaan
Kata budaya/kultur (culture ) di pandang penting karena kata ini membentuk dan
merupakan bagian dari istilah Pendidikan Multikultural. Tanpa kita mengetahui arti
budaya/kultur kita akan sulit memahami implikasi Pendidikan Multikultur secara utuh.
Dalam istilah Bahasa Inggris, “budaya” adalah culture, yang berasal dari kata lain
colere yang berarti “mengolah, mengerjakan” terutama mengolah tanah atau bertani
(Koentjaraningrat, 2000). Hal ini berarti bahwa budaya merupakan aktivitasmanusia. Bukan
aktivitas makhluk yang lain dan menjadi ciri manusia. Dari sudut antropologi budaya,
mengkatagorikan temuan artifak yang disebut “Pithecanthropus Erectus” (manusia kera yang
berdiri tegak), “Homo Solosiensis” sebagai manusia atau bukan. Didasarkan pada
kemampuan artifak itu saat hidup dalam menciptakan benda budaya.
Manusia dapat dilihat dari keddukannya sebagai homo huanus,homo socius dan
homoeducandum. Humanus berasal dari bahasa latin yang berarti lebih halus, berbudaya dan
manusiawi. Manusia akan selalu mencipta, menikmati dan merasakan hal-hal yang bisa
membuat dia lebih halus, berbudaya dan manusiawi. Manusia menyukai musik, menari atau
berperilaku sopan. Semua itu di dorong oleh kodratnya sebagai manusia sebagai homo
humanus.
Selain sebagai makhluk yang berbudaya, manusia juga makhluk yang selalu
berinteraksi dan tidak terlepas dari orang lain (homo socius). Dalam berinteraksi dengan
lingkungannya, manusia menggunakan simbol (homo simbolicum). Manusia akan banyak
menggunakan benda-benda sebagai simbol untuk mengekspresikan sesuatu.
Menurut Margaret Mead (1901-1978) budaya adalah perilaku yang dipelajari oleh
sebuah masyarakat atau sub kelompok. Koentjaraningrat mengartikan budaya dalam arti
sempit dan luas. Dalam arti sempit budaya itu adalah kesenian (koentjaraningrat,2000).
Secara luas, Koentjaraningrat mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan dan karya
manusia yang harus dibiasakannya dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan
karyanya. Kita lihat pengertian yang dibuat oleh Koentjaraningrat itu sangat luas yang
mencakup seluruh aktivitas manusia.
Pengertian kebudayaan ini di fokuskan pada pendapat Bullivant yang mendefinisikan
budaya sebagai program bertahan hidup dan adaptasi suatu kelompok dengan lingkungannya.
Program budaya terdiri dari pengetahuan , konsep, nilai-nilai yang dimiliki oleh anggota
kelompok melalui sistem komunikasi. (Banks,1993:8). Kebudayaan juga terdiri dari
keyakinan, simol, dan interpretasi dalam kelompok manusia. Esensi budaya bukan pada
benda, alat, atau elemen budaya yang terlihat lainnya namun bagaimana kelompok
menginterpretasikan, menggunakan, dan merasakannya. Orang-orang di dalam suatu
kebudayaan biasanya menginterpretasikan makna simbol, benda dan perilaku menurut cara
yang sama atau yang serupa (Banks,1993:8) dan ada kemungkinan orang
menginterpretasikan secala lain pada suatu perilaku yang sama. Semua kebudayan
menggunakan bahasa tubuh (body language) untuk berkomunikasi. Ada kebudayaan yang
lebih banyak menggunakan bahasa tubuh dibandingkan dengan yang lainnya. Masalah
menggunakan bahasa tubuh untuk komunikasi dapat terjadi jika dua makna yang
bertentangan menggambarkan satu gerakan tubuh. Misalnya di Bulgaria, menganggukan
berarti “tidak” dan menggelengkan kepala berati “iya” (Axtel,1995) sedangkan di tempat lain
umumnya mengartikan sebaliknya.
2. Unsur-unsur Budaya
E.B.Tylor (1832-1917) memandang budaya sebagai hal yang meliputi pengetahuan,
kepercayaan, seni, moral, huukum, adat istiadat,dan kemampuan serta kebiasaan lain yang
diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Koentjaraningrat lebih sistematis dalam
memerinci unsur-unsur kebudayaan. Unsur-unsur kebudayaan menurut Koentjaraningrat
(2000:2) adalah sebagai berikut :
1. Wujud idiil (adat tata kelakuan) yang bersifat abstrak, tak dapat diraba. Terletak di alam
pikiran dari warga masyarakat di mana kebudayan yang bersangkutan itu hidup, yang
nampak pada karangan, lagu-lagu. Fungsinya adalah mengatur, penata, pengendali, dan
pemberi arah kelakuan manusia dalam masyarakat. Adat terdiri atas beberapa lapisan, yaitu
sistem nilai budaya, sistem norma-norma, dan peraturan khusus mengenai berbagai aktivitas
sehari-hari ( aturan sopan dan santun) yang paling kongkrit dan terbatas ruang lingkupnya.
2. Wujud kedua adalah sistem sosial mengenai kelakuan berpola dari manusia itu sendiri.
Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas manusia yang berinteraksi yang selalu mengikuti pola
tertentu. Sifatnya kongkrit, bisa diobservasi.
3. Wujud ketiga adalah kebudayaan fisik yang bersifat paling kongkrit dan berupa benda
yang dapat diraba dan dilihat.
Ketiga wujud dari kebudayaan di atas dalam kenyataan kehidupan masyarakat tidak terpisah
satu dengan yang lain. Kebudayaan idiil memberi arah pada perbuatan dan karya manusia.
Pikiran atau ide dan karya manusia menghasilkan benda kebudayaan fisik. Sebaliknya
kebudayaan fisik membetuk suatu lingkungan hidup tertentu yang makin lama makin
menjauhkan manusia dari lingkungan alamiahnya, sehingga mempengaruhi pola perbuatan,
bahkan juga mempengaruhi cara berpikirnya.
4. Budaya dan Lingkungan
Keberhasilan bertahan hidup suatu kelompok tergantung pada jenis lingkungan yang
dihadapi kelompok. Pertama, ada lingkungan geografi, atau di habitat fisik. Lingkungan ini
memberi berbagai keunikan alamiah dimana kelompok sosial itu beradaptasi dengan atau
mengubah lewat teknologinya.
Kedua, anggota kelompok sosial harus hidup bersama dan berinteraksi. Beberapa
kelompok sosial ini ada interaksi lokal dan memungkinkan interaksi tatap muka, sedangkan
yang lain lebih berjarak. Dalam skala dunia kelompok sosial utama seperti negara hidup
dalam lingkungan sosial, regional, global dan harus beradaptasi dengan negara lain.
Ketiga, ada suatu jenis lingkungan yang biasanya kita tidak memikirkannya karena
tidak terlihat atau berinteraksi di dalam dunia ini Namun nyatanya sangat mempengaruhi
hidupjutaan manusia seperti dunia spiritual yang biasa disebut lingkungan metafisik. Satu
cara untuk memuaskan kebutuhan akan makna ini adalah mengembangkan keyakinan bahwa
hidup di tentukan oleh sesuatu yang lebih tinggi, seperti tuhan atau hal– hal supernatural
lainnya. Lingkungan ini berlokasi di luar pengalaman di sini dan kini. Atau transenden
(melampaui dunia).
6. Pranata Budaya
Pranata yang ada dalam kebudyaan dikelompokkan berdasarkan kebutuhan hidup
manusia yang hidup manusia yang hidup dalam ruang dan waktu.
1. Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan kehidupan kekerabatan (kinship atau
domistic institutions). Misal : perkawinan, pengasuhan anak
2. Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia untuk pencaharian hidup.
Memproduksi, menimbun, dan mendistribusi harta benda (economic institutions) contoh :
pertanian, industri, koperasi, pasar
3. Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan penerangan dan pendidikan manusia
supaya menjadi anggota masyarakat yang berguna (edicational institutions). Contoh :
pengasuh anak, pendidkan dasar, menegah dan pendidika tinggi, pendidikan keagamaan,
pers.
4. Pranata yang memenuhi kebutuhan alamiah manusia menyelami alam semesta
(scientific institutions). Contoh : penjelajahan luar angkasa, satelit.
5. Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia menyatakan keindahannya dan
reaksi. Contoh : batik, seni rupa, seni gerak, seni drama, olah raga.
6. Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia untuk berhubungan dengan
Tuhan atau alam gaib. Contoh : masjid, do’a, kenduri, upacara, pantanagan, ilmu gaib.
7. Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan jasmaniah manusia. Contoh : perawatan
kecantikan, peliharaan kesehatan, kedokteran. (koentjaraningrat : 2008).
b. Jams A. Banks
Jams A. Banks merupakan seorang yang dikenal sebagai perintis dari teori pendidikan
multicultural hal tersebut dikarenakan Banks lebih menekankan dan lebih terfokus pada
pendidikan multicultural. Menurut Banks, pendidikan lebih mengarah pada bagaimana
berfikir dari pada apa yang dipikirkan serta Banks juga menjelaskan bahwa siswa harus
diajari tentang bagaimana cara memahami berbagai jenis pengetahuan, konstruksi
pengetahuan serta interpretasi yang berbeda-beda walaupun terkadang interpretasi
pengetahuan tersebut berlawanan dengan pikiran siswa itu sendiri. Banks
mengindentifikasikan tiga kelompok yang berbeda dalam hal keberadaan kelompok-
kelompok budaya di Amerika Serikat. Yang pertama yaitu tradisionalis barat. Kelompok ini
beranggapan bahwa mereka berada dalam keadaan terancam dan berbahaya karena
mengenyampingkan kelompok fiminis, minoritas dan reformasi multicultural yang lain. Tapi
kelompok ini masih sedikit memberikan perhatian terhadap pengajaran keanekaragaman atau
multikultur.
Kelompok kedua yaitu kelompok yang menolak kebudayaan barat secara berlebih-
lebihan yaitu kelompok Afrosentris. Kelompok ini menganggap bahwa sejarah dan budaya
orang Afrika lah yang menjadi pusat dari kurikulum agar siswa dapat mempelajari peranan
bangsa Afrika dalam perkembangan budaya barat dan untuk memotivasi siswa Afrika
Amerika dalam belajar. Adapun kelompok ketiga yaitu kelompok Multikulturalis yang lebih
mempercayai pendidikan seharusnya direformasi untuk lebih memberiperhatian pada
pengalaman orang kulit berwarna dan wanita. Kelompok ini sekarang sedang dalam proses
perkembangan dan memperjuangkan posisinya dominasi di tengah kelompok yang mapan.
c. Bill Martin
Bill Martin dalam tulisannya yang berjudul Multikulturalisme: Consumerist or
Transformational? bahwa keseluruhan isu tentang multikulturalisme memunculkan
pertanyaan tentang “perbedaan” yang Nampak sudah dilakukan berbagai teori filsafat atau
teori sosial. Martin dalam pendapatnya meyebut afrosentris dan tradisional barat itu sebagai
“Consumerist Multiculturalism”. Yang mana pendapatnya tersebut menentang afrosentris dan
tradisional barat. Martin mengusulkan suatu hal yang baru yaitu multikulturalisme bukanlah
konsumeris melainkan berupa transformational yang memerlukan kerangka kerja. Martin
mngatakan bahwa disamping isu tentang kelas sosial ras, etnis, dan pandangan lain yang
berbeda sehingga diperlukan komunikasi tentang berbagai segi pandangan yang berbeda pula.
Masyarakat harus memiliki visi kolektif yang bertipe baru dari berubahan sosial menuju kea
rah multikulturalisme yaitu sebuah visi yang muncul lewat transformasi.
e. Judith M. Green
Menurut Green, keunikan multikulturalisme tidak hanya dimiliki oleh Amerika,
melainkan juga negara-negara lain yang mana negara tersebutpun harus mengakomodasikan
berbagai kelompok kecil dari berbagai budaya yang berbeda-beda. Amerika dalam
pandangan Green merupakan negara yang melakukan perubahan besar dalam transformasi
berkat pendidikan, hal tersebut dikarenakan Amerika menganggap bahwa cara untuk
melakukan perubahan yang efektif adalah melalui pendidikan tidak terkecuali pendidikan
multikulturalnya. Amerika yang sejak keberadaannya telah memiliki masyarakat yang
mempunyai kebudayaan yang beragam yang dimana berbagai budaya telah bersatu melalui
perjuangan, interaksi serta kerja sama.
2. Pendekatan Sosiologis
Pendekatan ini mengandaikan terjadinya proses kontekstualisasi atas apa yang pernah
terjadi di masa sebelumnya atau datangnya di masa lampau. Dengan pendekatan ini materi
yang diajarkan bisa menjadi aktual, bukan karena dibuat-buat tetapi karena senantiasa sesuai
dengan perkembangan zaman yang terjadi, dan tidak bersifat indoktrinisasi karena kerangka
berpikir yang dibangun adalah kerangka berpikir kekinian. Pendekatan ini bisa digabungkan
dengan metode kedua, yakni metode pengayaan.
3. Pendekatan Kultural
Pendekatan ini menitikberatkan kepada otentisitas dan tradisi yang berkembang. Dengan
pendekatan ini pembelajar bisa melihat mana tradisi yang otentik dan mana yang tidak.
Secara otolatis pebelajar juga bisa mengetahui mana tradisi arab dan mana tradisi yang
datang dari islam.
4. Pendekatan Psikologis
Pedekatan ini berusaha memperhatikan situasi psikologis perseorangan secara tersendiri
dan mandiri. Artinya masing-masing pembelajar harus dilihat sebagai manusia mandiri dan
unik dengan karakter dan kemampuan yang dimilikinya. Pendekatan ini menuntut seorang
pebelajar harus cerdas dan pandai melihat kecenderungan pembelajar sehingga ia bisa
mengetahui metode-metode mana saja yang cocok untuk pembelajar.
5. Pendekatan Estetik
Pendekatan estetik pada dasarnya mengajarkan pembelajar untuk berlaku sopan dan
santun, damai, ramah, dan mencintai keindahan. Sebab segala materi kalau hanya didekati
secara doktrinal dan menekan adanya otoritas-otoritas kebenaran maka pembelajar akan
cenderung bersikap kasar. Sehingga mereka memerlukan pendekatan ini untuk
mengapresiasikan segala gejala yang terjadi di masyarakat dengan melihatnya sebagai bagian
dari dinamika kehidupan yang bernilai seni dan estetis.
b) I-Ching
I Ching adalah naskah kuno yang menjadi dasar peradaban, yang menekankan hubungan
antara nasib manusia dan alam, memberikan pandangan mengenai Alam Semesta sebagai
satu kesatuan yang senantiasa berada dalam aliran konstan yaitu perubahan. I Ching adalah
sumber pemikiran dan perilaku semua orang Cina. I Ching terdiri dari 64 heksagram yang
masing-masing berisi kombinasi garis putus dan garis utuh yang mewakili tenaga kutub alam
semesta. Yang bersifat positif (garis utuh) dan Yang bersifat negatif (garis putus).
Masing-masing trigram menggambarkan arah, elemen, binatang dan lain-lain. Trigram ini
dikombinasikan untuk membentuk 64 heksagram. Makna kombinasi menyusun sistem
peramalan yang detail.
c) Tahun kelahiran
Orang Cina biasa menggunakan simbol binatang untuk menggambarkan sifat dan tahun
kelahiran seseorang. Ada 12 nama binatang yang digunakan untuk menggambarkan tahun
kelahiran mereka.
3. Pa Kua
Lambang berbentuk segi delapan yang menggambarkan empat titik mata angin utama dan
empat titik tambahan. Menurut mata angin Cina, titik Selatan diletakkan di bagian atas, Utara
di bagian bawah, Timur di kiri dan Barat di kanan. Lambang Pa Kua berasal dari Delapan
Trigram I Ching yang diletakkan disekitar sisi lambang itu. Bentuk Pa Kua memainkan
peranan penting dalam praktek Feng Shui karena merupakan salah satu pemecahan paling
penting yang digunakan para praktisi untuk melindungi diri dari pengaruh yang mengancam
rumah atau lokasi. (WongSeng Tian, 2004, Lilian Too, 1994)
3) Slametan (Selamatan)
Slametan adalah sebuah ritual yang dimaksudkan untuk memohon keselamatan
(Endrasana, 2003:7). Selamatan yang diadakan secara turun-temurun dimaksudkan
untuk memperoleh keselamatan lahir dan bathin dari gangguan makhluk halus
(Triyoga, 1991:83). Fungsi utama dari selamatan yang diadakan adalah untuk
menetralisir bencana yang datangnya dari luar kekuasaan manusia. Dalam selamatan,
selain diucapkan doa dan mantera, harus disediakan sesaji makanan, bunga dan
kemenyan. Sesaji bunga dan kemenyan adalah makanan utama makhluk halus yang
harus ada pada setiap selamatan karena benda-benda tersebut merupakan syarat utama
agar perdamaian dapat diterima makhluk halus (Triyoga, 1991:83). Dengan memberi
sedekah, diharapkan makhluk halus itu mau membantu dan tidak mengganggu
manusia. Dalam tradisis Jawa muncul berbagai macam selamatan: selamatan sebelum
kelahiran sang bayi, lahir, perkawinan hingga kematian sangat mewarnai budaya
Jawa.
5) Tata krama
Tata krama adalah adab sopan santun Jawa dalam berbahasa, bersikap dan bertingkah
laku yang sangat dijunjung tinggi dan menjadi ciri budaya Jawa. Dalam berbahasa
mereka membedakan dengan kategori ngoka, kromo madyo dan krama inggil.
Misalnya untuk kata “makan” dalam bahasa Jawa ada tingkatan “madhang” atau
“mangan” untuk ngoko, tingkatan “nedho” untuk kromo madyo dan “dhahar” untuk
kromo inggil. Ngoko untuk orang yang sama kedudukannya dengan dirinya atau lebih
rendah (misalnya sesama teman atau kepada anak atau adik). Kromo madyo untuk
kedudukan yang di atas sedikit dirinya (misalnya mas nembe/taksih nedho = kakak
laki-laki sedang makan). Kromo inggil ditujukan kepada yang lebih tua atau lebih atas
tingkatan sosialnya. Misalnya Ibu taksih dhahar.
6) Petung
Petung atau perhitungan menduduki tempat yang sangat strategis dan urgen dalam
budaya Jawa. Karena setiap kegiatan apa pun orang Jawa tidak bisa meninggalkan
tradisi menggunakan perhitungan ini. Misalnya untuk mengetahui watak seseorang,
menentukan hari perkawinan atau menentukan arah rumah (mirip budaya Cina) harus
memperhitungkan hari kelahiran dan saat (waktu) yang tepat. Hari kelahiran dihitung:
minggu = 5, senin = 4, selasa = 3, rabu = 7, kamis = 8, jumat = 6, sabtu = 9.
Sedangkan pasaran dihitung: paing = 9, pon = 7, wage = 4, kliwon = 8, legi = 5.
Seseorang yang lahir pasti bisa ditentukan atas kombinasi hari dan pasaran. Misalnya
Jumat Paing berarti = 6+9=15. Jumlah yang 15 itu dapat diketahui watak, perkawinan
dan arah rumahnya dan seterusnya.
7) Makanan
Nama dan jenis makanan dapat menjadi ciri penanda budaya suatu daerah termasuk
budaya Jawa. Di dalam masakan dan makanan Jawa ada yang bernama : rawon,
gudeg, lontong balap, urap-urap, gado-gado, sop buntut dan sebagainya.
8) Falsafah hidup
Falsafah ini menjadi pedoman hidup yang diikuti oleh orang Jawa generasi dulu
namun sekarang lebih banyak ditinggalkan karena kurangnya pemahaman dan
kekurang mampuan dalam menafsirkan makna hakikinya. Di samping itu muncul
nilai-nilai luar yang bersifat konsumeris dan materialis membuat nilai-nilai budaya
yang adiluhung (mulia) ini mulai ditinggalkan generasi muda kita. Contoh falsafah
hidup ini adalah : alon-alon waton kelakon (biar lambat asal selamat/bisa jadi = yang
merupakan pedoman yang lebih mengutamakan keselamatan), menang tanpa
ngasorake (mengalahkan musuh tanpa merendahkan harga diri musuh)digdaya tanpa
aji (sakti tanpa memiliki aji-aji kesaktian = seseorang yang dapat menjaga
kewibawaan) contoh di atas merupakan kearifan budaya yang ada pada budaya Jawa.
3) Rwa Bhineda
Konsep dualistis yang mengekspresikan dua kategori yang berlawanan dalam hidup
(positif dan negatif, baik dan buruk)
Segala sesuatu pasti ada kelebihan dan kekurangan. Ada bahagia dan ada derita. Tidak
ada hidup yang tidak diakhiri dengan kematian. Prinsip Rwa Bhineda ini sama dengan
prinsip Yin-Yang di Cina.
4) Karmaphala
Karmaphala adalah hasil perbuatan seseorang. Ala gawe ala nemu, ayu gawe ayu
nemu (bila melakukan hal yang tidak benar maka kesengsaraan yang akan diperoleh,
sebaliknya bila melakukan hal yang benar maka kebahagiaan yang akan didapat).
Karmaphala adalah sesuatu sebab akan menghasilkan akibat sehingga sering disebut
hukum karma. Oleh karena itu berhati-hatilah dalam berbuat.
b. Lingkungan sosial
Selain lingkungan fisik, lingkungan sosial sangat mempengaruhi sikap dan
berperilaku seseorang. Orang yang dibesarkan dalam lingkungan komunitas Naudlatul
Ulama (NU) akan bersikap dan berperilaku sesuai dengan tradisi warga nahdliyin
(warga NU) yang berbeda dengan warga Muhammadiyah sekalipun keduanya berada
di lingkungan fisik yang sama. Kegiatan selamatan, tahlil menjadi ciri khas kelompok
NU ini akan diikuti dan dilaksanakan oleh lingkungan sosialnya.
c. Lingkungan metafisik
Lingkungan metafisik ini tidak dibatasi oleh lingkungan fisik dalam arti mesti tinggal
di daerah itu. Lingkungan metafisik memang mewarnai budaya yang ada di
lingkungan fisik di lokal tertentu, tetapi selain itu juga dapat mengenai orang-orang
yang “merasa memiliki” (sense of belonging) budaya itu. Biasanya mereka yang
merasa memiliki itu dulunya berasal dari daerah itu dan sudah pindah tempat tinggal
dari daerah itu, atau keturunan dari warga daerah itu. Pada prinsipnya orang yang
termasuk dalam lingkungan metafisik ini adalah orang yang mengikatkan diri dengan
tradisi budaya dan nilai-nilai tertentu.
2. Kepercayaan
Unsur yang penting dalam kehidupan bersama adalah kepercayaan. Dalam masyarakat
yang plural selalu memikirkan resiko terhadap berbagai perbedaan. Munculnya resiko dari
kecurigaan/ketakutan atau ketidakpercayaan terhadap yang lain dapat juga timbul ketika tidak
ada komunikasi di dalam masyarakat/plural.
3. Toleransi
Toleransi merupakan bentuk tertinggi, bahwa kita dapat mencapai keyakinan. Toleransi
dapat menjadi kenyataan ketika kita mengasumsikan adanya perbedaan. Keyakinan adalah
sesuatu yang dapat diubah. Sehingga dalam toleransi, tidak harus selalu mempertahankan
keyakinannya.
1. Pendidikan yang bersifat segregasi yang memberi hak berbeda antara kulit putih dan
kulit berwarna terutama terhadap kualitas pendidikan;
2. Pendidikan menurut konsep salad bowl, di mana masing-masing kelompok etnis
berdiri sendiri, mereka hidup bersama-sama sepanjang yang satu tidak mengganggu
kelompok yang lain.
3. Konsep melting pot, di dalam konsep ini masing-masing kelompok etnis dengan
budayanya sendiri menyadari adanya perbedaan antara sesamanya. Namun dengan
menyadari adanya perbedaan-perbedaan tersebut, mereka dapat membina hidup
bersama. Meskipun masing-masing kelompok tersebut mempertahankan bahasa serta
unsur-unsur budayanya tetapi apabila perlu unsur-unsur budaya yang berbeda-beda
tersebut ditinggalkan demi untuk menciptakan persatuan kehidupan sosial yang
berorientasi sebagai warga negara as. Kepentingan negara di atas kepentingan
kelompok, ras, dan budaya;
4. Pendidikan multikultural melahirkan suatu pedagogik baru serta pandangan baru
mengenai praksis pendidikan yang memberikan kesempatan serta penghargaan yang
sama terhadap semua anak tanpa membedakan asal usul serta agamanya. Studi
tentang pengaruh budaya dalam kehidupan manusia menjadi sangat signifikan. Studi
kultural membahas secara luas dan kritis mengenai arti budaya dalam kehidupan
manusia
Pendidikan di AS pada mulanya hanya dibatasi pada migran berkulit putih, sejak
didirikan sekolah rendah pertama tahun 1633 oleh imigran Belanda dan berdirinya
Universitas Harvard di Cambridge, Boston tahun 1636. Baru tahun 1934 dikeluarkan Undang
Undang Indian Reservation Reorganization Act di daerah reservasi suku Indian. Tujuan
pendidikannya adalah proses Amerikanisasi. Suatu kelompok etnis atau etnisitas adalah
populasi manusia yang anggotanya saling mengidentifikasi satu dengan yang lain, biasanya
berdasarkan keturunan (Smith, 1987). Pengakuan sebagai kelompok etnis oleh orang lain
seringkali merupakan faktor yang berkontribusi untuk mengembangkan ikatan identifikasi
ini. Kelompok etnis seringkali disatukan oleh ciri budaya, perilaku, bahasa, ritual, atau
agama.
Pendidikan Multikultural berkembang di dalam masyarakat multikultural Amerika yang
bersifat antarbudaya etnis yang besar yaitu budaya antarbangsa. Ada upaya untuk mengubah
Pendidikan Multikultural dari yang bersifat asimilasi (berupa penambahan materi
multikultural) menuju ke arah yang lebih radikal berupa Aksi Sosial. Berkaitan dengan nilai-
nilai kebudayaan yang perlu diwariskan dan dikembangkan melalui sistem pendidikan pada
suatu masyarakat, maka Amerika Serikat memakai sistem demokrasi dalam pendidikan yang
dipelopori oleh John Dewey. Intinya adalah toleransi tidak hanya diperuntukkan untuk
kepentingan bersama akan tetapi juga menghargai kepercayaan dan berinteraksi dengan
anggota masyarakat.
Program Pendidikan Multikultural antara lain berbentuk bahasa Inggris sebagai bahasa
kedua, pendidikan “community language” yaitu bahasa yang digunakan di dalam suatu
masyarakat tertentu. Ketiga, imperatif ekonomi dalam Pendidikan Multikultural (1986-1993).
Yaitu adanya bantuan dana dan masuknya Asian Studies Program yang berisi bahasa Asia
dan kebudayaannya. Bahkan informasi terakhir pelajaran Bahasa Indonesia sudah
dimasukkan di dalam kurikulum sekolah dasar.
Dewasa ini hampir semua sekolah di Australia telah melaksanakan Pendidikan
Multikultural. Pendidikan Multikultural Australia mempunyai wajah yang spesifik. Kebijakan
imigrasi dan masalah etnis dipecahkan secara konsensus dari seluruh masyarakat. Ada pakar
yang berpendapat bahwa Australia merupakan masyarakat yang polietnik bukan multi kultur
dalam arti Australia lebi bercorak Anglo Saxon yang menerima kebhinekaan selama tidak
mengganggu atau mengubah gaya hidup masyarakat Anglo Saxon tersebut.
D. Pendidikan Multikultural di Inggris
Pendidikan Multikultural di Inggris terkait dengan perkembangan revolusi industri pada
tahun 1650-an. Pada awalnya Inggris terkenal sebagai masyarakat yang monokultur dan baru
sesudah PD II menjadi multikultur ketika kedatangan tenaga kerja untuk pembangunan dari
kepulauan Karibia dan India. Meskipun oleh pemerintah Inggris telah berusaha memperbaiki
taraf kehidupan kelompok kulit berwarna ini, ternyata di dalam masyarakat terlihat adanya
pembedaan-pembedaan di dalam perumahan, tenaga kerja, dan pendidikan.
Gerakan wanita bermula di akhir tahun 1700-an dan awal yahun 1800-an. Perubahan
seperti revolusi Amerika dan Prancis mendorong gagasan mengenai ”kesamaan” dan
”kebebasan”. Sekalipun demikian kaum wanita tidak diizinkan untuk memberikan suara, dan
sebagian besar mempunyai akses terbatas pada pendidikan.
Pada tahun 1792, seorang penulis Inggris bernama Mary Wollstonecraft menerbitkan A
Vindication of the Rights of Woman, mengemukakan keyakinannya dalam persamaan hak
untuk pria dan wanita. Ide ini mendapat dukungan kuat selama tahun 1800-an, dan banyak
wanita yang mulai melakukan kampanye menuntut reformasi.
Pendidikan Multikultural berkembang sejalan dengan banyaknya kaum imigran yang
memasuki Inggris, namun masih terdapat perlakuan yang diskriminatif sehingga
memunculkan berbagai gerakan yang berlatar belakang budaya. Gerakan ini merupakan
gerakan politik yang didukung pandangan liberal, demokrasi dan gerakan kesetaraan
manusia. Hal ini tidak lepas dari pemikiran kelompok progresif di Universitas Birmingham
yang melahirkan studi budaya (cultural studies) pada tahun 1964 yang mengetengahkan
pemikiran progresif kaum terpinggirkan yang didukung oleh Kaum Buruh (Labor party).
Pendidikan Multikultural terjadi karena dorongan dari bawah, yaitu kelompok liberal (orang
putih) bersama dengan kelompok kulit berwarna.. Hal ini diperkuat oleh politik imigrasi
melalui undang-undang Commonwealth Immigrant Act tahun 1962 yang mengubah status
kelompok kulit berwarna dari kelompok imigran menjadi “shelter” (penghuni tetap).
Pada tahun 1968 didirikan Select Community on Race Relations and Immigration
(SCRRI) yang bertugas meninjau kebijakan imigrasi. Kesempatan ini digunakan oleh kaum
imigran terutama dari Hindia Barat dan Asia untuk mengetengahkan permasalahannya. Pada
tahun 1973 laporan SCRRI berkontribusi terhadap pendidikan kolompok imigran:
Pada tahun 1981 terjadi perubahan yang signifikan dengan terbitnya British Nationality
Act yang menghendaki agar Pendidikan Multikultural bukan hanya terlihat di bidang
pendidikan namun juga forum-forum pendidikan masyarakat seperti jaringan televise BBC.
Pada tahun 1988 diundangkan Education Reform Act (ERA) yang mengandung dua arti,
yaitu paham neoliberalisme yang percaya pada kekuatan pasar, dan neokonservatisme yang
memberi kekuatan besar pada kontrol pusat. Paham neoliberalisme memberi kekuasaan yang
lebih besar pada masing-masing sekolah untuk mengurus dirinya sendiri demikian juga
kepada pemerintah lokal. Pandangan neokonservatisme mempertahankan kurikulum yang
terpusat dan mempertahankan pendidikan agama yang bersifat Kristiani. Namun pelaksanaan
kebijakan ini memungkinkan terjadinya diskriminasi. Penyerahan pendidikan pada kekuatan
pasar berarti memperkecil kesempatan bagi kelompok kulit berwarna untuk mendapat
pendidikan yang layak. Kelompok kulit berwarna tidak kompetitif dengan budaya dominan
yang menguasai sumber pendidikan. Demikian juga dalam penulisan sejarah Inggris raya
yang kurang menguntungkan kelompok minoritas
1. Etnis asli ada sekitar 50 jenis dengan berbagai bahasa yang hidup secara nomaden
sebagai pemburu dan petani.
2. Abad 16 sampai 1760 masuk etnis Perancis sebagai penjajah dan pedagang karena
perdagangan bulu binatang. Percampuran etnis Perancis dengan penduduk asli Indian
melahirkan penduduk Metis.
3. Kedatangan Inggris setelah Treaty of Paris (1763) yang ditambah etnis Perancis yang
terlibat Perang Kemerdekaan Amerika 1776..
4. Imigran dari Eropa (terutama Belanda, Ukraina dan Jerman) dan Asia (Jepang, India,
Cina) dilatar belakangi kebutuhan pekerja di propinsi tengah dan barat.
Sesudah PD II terjadi banjir imigran dari Italia, Jerman, Belanda dan Polandia. Pada
tahun 1960-an terjadi perkembangan ekonomi Kanada yang membutuhkan tenaga terdidik
untuk memenuhi kebutuhan metropolitan. Toronto menjadi pusat konsentrasi imigran asing.
Berbeda dengan AS yang menerapkan politik asimilasi, Pemerintah Liberal Kanada
menerapkan politik multi kulturalisme (1971) yang memberlakukan status yang sama untuk
bahasa Perancis dan Inggris sebagai bahasa resmi.
Pada tahun 1972 didirikanlah Direktorat Multikultural di dalam lingkungan Departemen
Luar Negeri untuk memajukan cita-cita multikultural, integrasi social, dan hubungan positif
antarras. Upaya tersebut melahirkan Canadian Multiculturalism act (1988) yang isinya antara
lain :
1. Pendidikan “emergent society”. Model ini merupakan suatu upaya rekonstruksi dari
keanekaan budaya yang diarahkan kepada terbentuknya budaya nasional.
2. Pendidikan kelompok budaya yang berbeda. Model ini merupakan suatu pendidikan
khusus pada anak dari kelompok budaya yang berbeda. Tujuannya adalah
memberikan kesempatan yang sama dengan mengurangi perbedaan antara sekolah
dan keluarga, atau antara kebudayaan yang dikenalnya di rumah dengan kebudayaan
di sekolah. Model ini bertujuan membantu anak untuk menguasai bahasa resmi serta
norma dominan dalam masyarakat.
3. Pendidikan untuk memperdalam saling pengertian budaya. Model ini bertujuan untuk
memupuk sikap menerima dan apresiasi terhadap kebudayaan kelompok yang
berbeda. Model ini merupakan pendekatan liberal pluralis yang melihat perbedaan
budaya sebagai hal yang berharga dalam masyarakat. Di dalam kaitan ini Pendidikan
Multikultural diarahkan kepada memperkuat keadilan sosial dengan menentang
berbagai jenis diskriminasi dan etnosentrisme.
4. Pendidikan akomodasi kebudayaan. Tujuan model ini adalah mempertegas adanya
kesamaan dari kelompok yang bermacam-macam. Mengakui adanya partikularisme
dengan tetap mempertahankan kurikulum dominan.
5. Pendidikan “accomodation and reservation” yang berusaha untuk memelihara nilai-
nilai kebudayaan dan identitas kelompok yang terancam kepunahan.
6. Pendidikan Multikultural yang bertujuan untuk adaptasi serta pendidikan untuk
memelihara kompetensi bikultural. Model ini mengatasi pendekatan kelompok
spesifik, identifikasi dan mengembangkan kemampuan untuk berkomunikasi secara
cross-cultural dengan mendapatkan pengetahuan tentang bahasa atau kebudayaan
yang lain. (Tilaar, 2004).