Anda di halaman 1dari 11

A.

Pengertian Model Konsep Kurikulum Rekontruksi Sosial


Dalam masyarakat demokratis seluruh warga masyarakat harus turut serta dalam
perkembangan dana pembaharuan masyarakat. Untuk melaksanakan hal itu sekolah
mempunyai posisi yang cukup penting. Sekolah bukan saja dapat membantu individu
memperkembangkan kemampuan sosialnya, tetapi juga dapat membantu bagaimana
berpartisipasi sebaik-baiknya dalam kegiatan sosial.
Kurikulum rekonstruksi sosial berbeda dengan model-model kurikulum lainnya.
Kurikulum ini lebih memusatkan perhatian pada problema-problema yang dihadapinya
dalam masyarakat. Kurikulum ini bersumber pada aliran pendidikan interaksional.
Menurut mereka pendidikan bukan upaya sendiri, melainkan kegiatan, interaksi, kerja
sama. Kerja sama atau interaksi bukan hanya terjadi antara siswa dengan guru, tetapi juga
antara siswa dengan siswa , siswa dengan orang-orang di lingkungannya, dan dengan
sumber belajar lainnya. Melalui interaksi dan kerja sama ini siswa berusaha memecahkan
problem-problema yang dihadapinya dalam masyarakat menuju pembentukan masyarakat
yang lebih baik, (Syukur, 2008: 103).
Kurikulum rekonstruksi sosial berharap dengan adanya kerja sama dan interaksi,
siswa atau peserta didik dapat berusaha memecahkan masalah, baik masalah yang ada pada
dirinya sendiri atau masalah-masalah sosial yang sehingga dapat membentuk dan
menciptakan masyarakat yang baik. Ada 3 macam sumber kurikulum yaitu pengetahuan,
masyarakat, serta individu yang dididik. Jika keberadaan masyarakat dianggap sebagai
salah satu sumber kurikulum, hendaknya tidak berlebihan adanya sekolah merupakan salah
astu agen atau pusat amsyarakat dalam meneruskan warisan - warisan kebudayaan, dan
sekolah juga berfungsi sebagai wahana dan tempat untuk memecahkan masalah-masalah
masyarakat. Dengan adanya implementasi kurikulum rekonstruksi sosial, siswa1 dapat
belajar untuk memecahkan masalah yang ada dimasyarakat dengan tidak menghilangkan
sikap kerja sama dan hubungan yang baik antar sesama, (Hamalik, 2008: 146).
Tak jauh beda dengan kurikulum yang lain, jenis kurikulum rekonstruksi sosial ini
juga mempunyai peranan pada proses pembelajaran. Menurut kamus ilmiah populer,

1
Rusman, Manajemen Kurikulum (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hlm. 3.
rekonstruksi berarti penyusunan kembali, pengulangan kembali (seperti semula), peragaan
(contoh). Sehingga dalam kurikulum rekonstruksi sosial itu berisi tentang program, dapat
pula berisi hal-hal yang diharapkan akan dapat dipelajari siswa untuk menghadapi
tantangan, ancaman, hambatan yang dialami pada lingkungan sosial.
Kurikulum rekonstruksi sosial ini juga mempunyai fungsi seperti kurikulum pada
umumnya. Alexander Inglis, menyatakan bahwa fungsi kurikulum adalah:
a. Penyesuaian
b. Gintegrasian
c. Referensiasi
d. Persiapan
e. Pemilihan
f. Diagnostik.
Dengan adanya beberapa fungsi kurikulum tersebut, di harapkan implementasi di
kurikulum rekonstruksi soisal dapat menjawab persoalan-persoalan yang ada di
masyarakat. Seperti yang diungkapkan Jaenal (2014) beliau menyebutkan bahwa
kurikulum semestinya mencakup pengalaman pendidikan, kebudayaan, sosial, olah raga
dan kesenian baik yang berada di dalam ataupun di luar kelas yang dikelola oleh sekolah.
Menurut Partanto (2007: 89) kurikulum sebagai program pendidikan yang telah
dirancang sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan pendidikan saat ini
diharapkan dapat menjadi acuan bagi pengajar agar dapat mengajar dengan secara
maksimal sehingga dapat menghasilkan output yang dapat bersaing dalam lingkungan
sosial. Sekolah sebagai salah satu institusi sosial yang bergerak dibidang pendidikan,
setidaknya mempunyai peranan yang sangat penting, yakni peranan konservatif, peranan
kritis dan evaluatif, dan peranan kreatif.

B. Landasan Filosofis, Teori Belajar dan Aliran Konsep Rekontruksi Sosial


 Landasan Filosofi

Secara filosofis, filsafat rekonstruktivisme terdiri dari dua buah pemikiran, yaitu
(1) Masyarakat memerlukan rekonstruktsi/perubahan, (2) perubahan sosial tersebut
melibatkan baik perubahan pendidikan dan penggunaan pendidikan dalam merubah
masyarakat. Menurut Hamalik (2007:62) premis utama dari filsafat ini adalah untuk
menjadikan sekolah sebagai agen perubahan (change agents) dalam rekonstruksi2 sosial.

Para filsof rekonstruktivisme mempunyai sikap terhadap perubahan tersebut bahwa


mereka mendukung individu untuk mencari kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya
dan pada saat ini. Aliran filsafat rekonstruktivisme dapat menjadi alat yang reponsif karena
saat ini kita dihadapkan pada sejumlah permasalahan masyarakat yang berhubungan
dengan ras, kemiskinan, peperangan, kerusakan lingkungan dan teknologi yang tidak
manusiawi yang membutuhkan rekonstruksi/perubahan dengan segera. Para individu di
abad 20 kebingungan tidak hanya oleh perubahan yang telah terjadi, tetapi juga dengan
kemungkinan perubahan pada masa yang akan datang yang harus dibuat jika kita hendak
mengatasi masalah-masalah yang ada. Sedangkan ada banyak orang pintar
dan mempunyai pandangan yang berpikir dan menegembangkan tentang perubahan
sosial yang belakangan ini disebut dengan filsafat rekonstruktivisme.

 Aliran

Rekonstruksi merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir


didasari atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri
dengan masalah-masalah masyarakat yang ada pada saaat sekarang ini. Rekonstruksi
dipelopori oleh George S. Count dan Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun
masyarakat baru, masyarakat pantas dan adil3.

Aliran ini berpendapat bahwa sekolah harus mendominasi/mengarahkan perubahan


atau rekonstruksi pada tatanan sosial saat ini. Theodore Barameld (1904-1987).
Mendasarkan filsafatnya pada dua premis dasar pada pasca era Perang Dunia II: (1) kita
tinggal dalam suatu periode krisis hebat, yang paling nyata pada fakta bahwa manusia saat
ini telah mampu menghancurkan peradapan dalam semalam, dan (2) umat manusia juga

2
Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), hlm.
149.
3.Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, hlm 150.
memiliki potensi intelektual, teknologi dan moral untuk menciptakan suatu peradaban
dunia “kesejahteraan, kesehatan dan kapasitas rumah” (Brameld 1969:19).

 Teori Belajar

Teori belajar rekontstruksi merupakan teori-teori yang menyatakan bahwa peserta


didik itu sendiri yang harus secara pribadi menemukan dan menerapkan informasi
kompleks, mengecek informasi baru dibandingkan dengan aturan lama dan memperbaiki
aturan itu apabila tidak sesuai lagi. Kemudian mengenai dimensi-dimensi pembelajaran,
rekonstruksionisme yang integratif dengan pandangan futurisme diartikan dengan
memadukan antara pembelajaran rekonstruksionisme dengan pandangan futurisme yang
bertujuan membantu menyiapkan warga dalam hal ini generasi muda untuk merespon
perubahan dan membuat pilihan-pilihan cerdas mengingat umat manusia bergerak ke masa
depan yang memiliki lebih dari satu konfigurasi. Sehingga filsafat rekonstruksionisme-
futuristik bertujuan mengembangkan masa depan yang lebih menyenangkan melalui
pendidikan.

C. Model Pembelajaran yang Mendukung Penerapan Model Konsep Kurikulum

Model rekonstruksi sosial ini memang berorientasi pada terciptanya sikap kritis.
Siswa diharapkan tidak hanya sekedar menerima apa yang diusung oleh guru. Dan guru
pun harus siap dengan serangkaian strategi untuk mengajak anak berpikir kritis. Ira Shor
menampilkan serangkaian bacaan yang menantang para siswanya untuk berpikir tentang
keadilan gender. Di salah satu bacaan, dikisahkan para wanita Irlandia yang mengerjakan
pekerjaan kasar, yang bekerja dalam kondisi yang jauh dari ideal dan dibawahi oleh
dominasi laki-laki. Dia mengajukan beragam pertanyaan untuk menggiring kesadaran
kritis akan ketidaksamaan posisi pria dan wanita dalam lingkup kerja.

Dapat diambil kesimpulan bahwa model rekonstruksi sosial ini ditandai dengan
lima langkah.

 Mengidentifikasi suatu isu yang paling problematik,


 Mempelajari realitas dari kehidupan para peserta didik, termasuk kesulitan dan
sumber-sumber persoalannya,
 Mengaitkan beragam persoalan tersebut dengan lembaga dan struktur dalam
masyarakat yang lebih luas,
 Mengaitkan norma4 sosial dengan norma-norma dan cita-cita ideal yang mereka
miliki dalam kaitannya dengan kehidupan di masyarakat mereka, dan
 Mengambil peran dan tanggung jawab untuk membuat situasi lebih sesuai dengan
harapan.

D. Kedudukan Siswa Dan Guru


Guru dan siswa belajar bersama, guru membantu siswa menemukan
minat/kebutuhannya dan bersama siswa memecahkan masalah social yang dihadapi.
Dalam kegiatan belajar tidak ada kompetisi, yang ada adalah kooperasi atau kerjasama,
kerja kelompok, saling pengertian, dan consensus.

E. Isi Kurikulum Dan Model Penilaian


 Isi Kurikulum

memusatkan pada problema-problema yang dihadapi dalam masyarakat. Tujuan


utama kurikulum rekonstruksi sosial adalah menghadapkan peserta didik pada tantangan,
ancaman, hambatan- hambatan atau gangguan-gangguan manusia. Kegiatan belajar
dipusatkan pada masalah-masalah sosial yang mendesak.

 Model Penilaian

4
Rusman, Manajemen Kurikulum, hlm. 137.
F. Pengertian Model Konsep kurikulum Humanistik
Munculnya teori pendidikan empiristik merupakan cikal bakal dari munculnya
pendidikan humanis yang kemudian diikuti dengan kemunculan kurikulum humanistik, hal
ini dikarenakan sama-sama mengakui bahwa dalam setiap diri manusia tedapat potensi,
dan potensi itulah yang akan dikembangkan melalui pendidikan. Pendidikan humanistik
merupakan model pendidikan yang berorientasi dan memandang manusia sebagai manusia
(humanisasi), yakni makhluk ciptaan Tuhan dengan fitrahnya. Maka manusia sebagai
makhluk hidup, ia harus mampu melangsungkan, mempertahankan, dan mengembangkan
hidupnya. Maka posisi pendidikan dapat membangun proses humanisasi, artinya
menghargai hak-hak asasi manusia, seperti hak untuk berlaku dan diperlakukan dengan
adil, hak untuk menyuarakan kebenaran, hak untuk berbuat kasih sayang.
Pendidikan humanistik, diharapkan dapat mengembalikan peran dan fungsi
manusia yaitu mengembalikan manusia kepada fitrahnya sebagai sebaik-baik makhluk.
Maka, manusia “yang manusiawi” yang dihasilkan oleh pendidikan yang humanistik
diharapkan dapat mengembangkan dan membentuk manusia berpikir, berasa dan
berkemauan dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai luhur kemanusiaan yang dapat
mengganti sifat individualistik, egoistik, egosentrik dengan sifat kasih sayang kepada
sesama manusia, sifat menghormati dan dihormati, sifat ingin memberi dan menerima, sifat
saling menolong, sifat ingin mencari kesamaan, sifat menghargai hak-hak asasi manusia,
sifat menghargai perbedaan dan sebagainya. Kurikulum merupakan aspek pendidikan yang
prinsipil, sebagai turunan dari tujuan, cita-cita atau orientasi pendidikan nasional , sehingga
kurikulum menjadi peran yang sangat besar dalam pendidikan.
Anonim (2014) mengatakan bahwa dalam diri manusia terdapat potensi dan potensi
itulah yang akan dikembangkan melalui pendidikan atau memanusiakan manusia. Aliran
humanistik bertentangan dengan nativistik yang menyebutkan manusia atau individu tak
ubahnya gelas kosong yang siap diisi oleh guru. Dalam pandangan humanistik, kurikulum
adalah sesuatu yang dapat menunjang perkembangan anak dalam aspek kepribadiannya.
Pengikut aliran ini meliputi pendidikan konfiuen, kritis radikal, dan mistisi baru.
Kurikulum humanistik berdasarkan konsep aliran pendidikan pribadi (personalized
education). Aliran ini lebih memberikan tempat utama kepada siswa. Mereka bertolak dari
asumsi bahwa anak atau siswa adalah yang pertama dan utama dalam pendidikan5. Para
pendidik humanis juga berpegang pada konsep Gestalt, bahwa individu atau anak
merupakan satu kesatuan yang menyeluruh. Pendidikan diarahkan kepada membina
manusia yang utuh bukan saja segi fisik dan intelektul tetapi juga segi sosial dan afektif
(emosi, sikap, perasaan, nilai, dan lain-lain), (Sukmadinata, 2005: 86).

G. Landasan Filsafat, Teori Belajar, dan Aliran yang Mendasari Kurikulum


Humanistik
 Landasan Filsafat
Menurut Nita (2011) kurikulum humanistik berpusat pada siswa (student-centered)
dan mengutamakan perkembangan afektif siswa sebagai prasyarat dan sebagai bagian
integral dari proses belajar. Berdasarkan kurikulum humanistik, fungsi kurikulum adalah
menyiapkan peserta didik dengan berbagai pengalaman naluriah dan gagasan yang sangat
berperan dalam perkembangan individu. Bagi para pendukung kurikulum humanistik,
tujuan pendidikan adalah suatu proses atas diri individu yang dinamis, yang berkaitan
dengan pemikiran, integritas, dan otonominya. Kurikulum humanistik didasarkan atas apa
yang kadang-kadang disebut psikologi humanistik yang erat hubungannya dengan
psikologi lapangan (field psychology) dan teori kepribadian.
Menurut Deri (2013) pendidikan humanistik merupakan model pendidikan yang
berorientasi dan memandang manusia sebagai manusia (humanisasi), yakni makhluk
ciptaan Tuhan dengan fitrahnya. Maka manusia sebagai makhluk hidup, ia harus mampu
melangsungkan, mempertahankan, dan mengembangkan hidupnya. Maka posisi
pendidikan dapat membangun proses humanisasi, artinya menghargai hak-hak asasi
manusia, seperti hak untuk berlaku dan diperlakukan dengan adil, hak untuk menyuarakan
kebenaran, hak untuk berbuat kasih sayang, dan lain sebagainya.

5
Suharsimi Arikunto dan Lia Yuliana, Manejemen Pendidikan (Yogyakarta: Aditya Media, 2014), hlm. 133–
138.
 Teori Belajar
Tujuan utama dari humanisme adalah perkembangan dari aktualisasi diri manusia
secara otonom dalam humanisme adalah sebagai seorang fasilitator. Afeksi dan kebutuhan
kognitif adalah kuncinya, Sedangkan tujuannya adalah membangun manusia yang dapat
mengaktualisasikan diri dalam lingkungan yang kooperatif dan suportif. Dijelaskan juga
bahwa pada hakekatnya setiap manusia adalah unik, memiliki potensi individual dan
dorongan internal untuk berkembang dan menentukan perilakunya. Karena itu, setiap diri
manusia adalah bebas dan memiliki kecenderungan untuk tumbuh dan berkembang
mencapai aktualisasi diri secara maksimal. Menurut Carl Rogers, teori belajar humanis
meliputi :

a) Setiap individu adalah positif, serta menolak teori Freud dan behaviorisme6.
b) Asumsi dasar teori Rogers adalah kecenderungan formatif dan
kecenderungan aktualisasi.
c) Diri (self) adalah terbentuk dari pengalaman mulai dari bayi, di mana diri terdiri
dari 2 subsistem yaitu konsep diri dan diri ideal.

d) Kebutuhan individu ada 4 yaitu :

 pemeliharaan,
 peningkatan diri,
 penghargaan positif (positive regard),
 Penghargaan diri yang positif (positive self-regard).

 Aliran Pendidikan

6
Suharsimi Arikunto dan Lia Yuliana, Manejemen Pendidikan (Yogyakarta: Aditya Media, 2014), hlm. 141-
144.
Ada beberapa aliran yang termasuk dalam pendidikan humanis yaitu pendidikan
konfluen, kritikisme Radikal, dan Mistikisme Modern.

a. Kurikulum Konfluen

Kurikulum konfluen dikembangkan oleh para ahli pendidikan konfluen yang ingin
menyatukan segi – segi afektif ( sikap, perasaan, nilai ) dengan segi – segi kognitif dan
pendidikan konfluen menekankan keutuhan pribadi, individu harus merspons secara utuh,
akan tetapi pendidikan konfluen kurang menekankan pengetahuan yang mengandung segi
afektif, menurut mereka kurikulum tidak menyiapkan pendidikan tentang sikap, perasaan,
dan nilai yang harus dimiliki murid – murid, kurikulum hendaknya mempersiapkan
berbagai alternatif yang dapat dipilih murid – murid dalam proses bersikap dan
berperasaan dan memberi pertimbangan nilai , yaitu dengan mengajak siswa untuk
menyatakan pilihan dan mempertanggung jawabkan sikap – sikap, perasaan – perasaan
dan pertimbangan nilai yang telah dipilihnya. Ciri utama kurikulum konfluen yaitu7 :

1. Partisipasi. Kurikulum ini menekankan partisipasi murid dalam


belajar. Kegiatan belajar adalah belajar bersama, melalui berbagai
bentuk aktivitas kelompok. Melalui partisipasi dalam kegiatan
bersama, murid murid dapat mengadakan perundingan, persetujuan,
pertukaran kemampuan, bertanggung jawab bersama, dan lain-lain.
Ini menunjukkan cirri yang non otoriter dari pendidikan konfluen.
2. Integrasi. Melalui partisipasi dalam berbagai kegiatan kelompok
tejadi interaksi, interpenetrasi, dan integrasi dari pemikiran,
perasaan, dan juga tindakan.
3. Relevansi. Isi pendidikan relevan dengan kebutuhan, minta dan
kehidupan murid karena diambil dari dunia murid oleh murid
sendiri. Hal demikian sudah tentu akan lebih berarti bagi murid baik
secara intelektual maupun emosional.

7
Ibid…., hlm 93
4. Pribadi anak. Pendidikan ini memberi tempat utama pada pribadi
anak. Pendidikan adalah pengembangan pribadi, pengaktualisasian
segala potensi pribadi anak secara utuh.
5. Tujuan. Pendidikan ini bertujuan mengembangkan pribadi yang
utuh, yang serasi baik di dalam dirinya maupun dengan lingkungan
secara menyeluruh.

b. Pendidikan Kritikisme Radikal

Pendidkan kritikisme radikal bersumber dari aliran naturalisme atau romantisme


Rousseau. Mereka memandang pendidikan sebagai upaya untuk membantu anak
menemukan dan mengembangkan sendiri potensi yang dimilikinya. Pendidikan
merupakan untuk menciptakan situasi yang memungkinkan anak berkembang optimal.
Dalam pendidikan tidak ada pemaksaan, yang ada adalah dorongan dan rangsangan untuk
berkembang.

c. Pendidkan Mistikisme Modern

Pendidikan mistikisme modern adalah aliran yang menekankan latihan dan


pengembangan kepekaan perasaan, kehalusan budi pekerti, melalui sensitivity trainning,
yoga, meditasi dan sebagainya. Contoh :

Outbound activity, salah satu aktifitas yang berguna untuk perkembangan motorik anak
Para siswa diajak untuk melihat proses pembuatan suatu produk Siswa juga dikenalkan
dengan rambu-rambu dan peraturan lalu lintas oleh Polisi secara langsung Masuk pasar,
untuk mengenalkan para siswa bagaimana cara untuk transaksi jual beli Sejak dini siswa
diajak untuk memanfaatkan kertas bekas & didaur ulang untuk bahan kreasi Cara
mengirim surat. Siswa juga diajak melihat dari dekat ke Kantor Pos untuk transaksi Pos.
Melihat dari dekat pelelangan ikan & kehidupan nelayan serta pengolahan di pantai
Kenjeran Mengenal dari dekat Fauna yang ada di Kebun Binatang Surabaya serta
melakukan observasi Peringatan Kemerdekaan RI 17 Agustus bersama tamu dari Luar
Negeri, juga turut bermain teater Pelatihan kepemimpinan dengan permainan di alam
terbuka menjadi kebutuhan mendasar.
H. Model Pembelajaran yang Mendukung Penerapan Model Konsep Kurikulum
Humanistik

Anda mungkin juga menyukai