1
Rusman, Manajemen Kurikulum (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hlm. 3.
rekonstruksi berarti penyusunan kembali, pengulangan kembali (seperti semula), peragaan
(contoh). Sehingga dalam kurikulum rekonstruksi sosial itu berisi tentang program, dapat
pula berisi hal-hal yang diharapkan akan dapat dipelajari siswa untuk menghadapi
tantangan, ancaman, hambatan yang dialami pada lingkungan sosial.
Kurikulum rekonstruksi sosial ini juga mempunyai fungsi seperti kurikulum pada
umumnya. Alexander Inglis, menyatakan bahwa fungsi kurikulum adalah:
a. Penyesuaian
b. Gintegrasian
c. Referensiasi
d. Persiapan
e. Pemilihan
f. Diagnostik.
Dengan adanya beberapa fungsi kurikulum tersebut, di harapkan implementasi di
kurikulum rekonstruksi soisal dapat menjawab persoalan-persoalan yang ada di
masyarakat. Seperti yang diungkapkan Jaenal (2014) beliau menyebutkan bahwa
kurikulum semestinya mencakup pengalaman pendidikan, kebudayaan, sosial, olah raga
dan kesenian baik yang berada di dalam ataupun di luar kelas yang dikelola oleh sekolah.
Menurut Partanto (2007: 89) kurikulum sebagai program pendidikan yang telah
dirancang sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan pendidikan saat ini
diharapkan dapat menjadi acuan bagi pengajar agar dapat mengajar dengan secara
maksimal sehingga dapat menghasilkan output yang dapat bersaing dalam lingkungan
sosial. Sekolah sebagai salah satu institusi sosial yang bergerak dibidang pendidikan,
setidaknya mempunyai peranan yang sangat penting, yakni peranan konservatif, peranan
kritis dan evaluatif, dan peranan kreatif.
Secara filosofis, filsafat rekonstruktivisme terdiri dari dua buah pemikiran, yaitu
(1) Masyarakat memerlukan rekonstruktsi/perubahan, (2) perubahan sosial tersebut
melibatkan baik perubahan pendidikan dan penggunaan pendidikan dalam merubah
masyarakat. Menurut Hamalik (2007:62) premis utama dari filsafat ini adalah untuk
menjadikan sekolah sebagai agen perubahan (change agents) dalam rekonstruksi2 sosial.
Aliran
2
Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), hlm.
149.
3.Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, hlm 150.
memiliki potensi intelektual, teknologi dan moral untuk menciptakan suatu peradaban
dunia “kesejahteraan, kesehatan dan kapasitas rumah” (Brameld 1969:19).
Teori Belajar
Model rekonstruksi sosial ini memang berorientasi pada terciptanya sikap kritis.
Siswa diharapkan tidak hanya sekedar menerima apa yang diusung oleh guru. Dan guru
pun harus siap dengan serangkaian strategi untuk mengajak anak berpikir kritis. Ira Shor
menampilkan serangkaian bacaan yang menantang para siswanya untuk berpikir tentang
keadilan gender. Di salah satu bacaan, dikisahkan para wanita Irlandia yang mengerjakan
pekerjaan kasar, yang bekerja dalam kondisi yang jauh dari ideal dan dibawahi oleh
dominasi laki-laki. Dia mengajukan beragam pertanyaan untuk menggiring kesadaran
kritis akan ketidaksamaan posisi pria dan wanita dalam lingkup kerja.
Dapat diambil kesimpulan bahwa model rekonstruksi sosial ini ditandai dengan
lima langkah.
Model Penilaian
4
Rusman, Manajemen Kurikulum, hlm. 137.
F. Pengertian Model Konsep kurikulum Humanistik
Munculnya teori pendidikan empiristik merupakan cikal bakal dari munculnya
pendidikan humanis yang kemudian diikuti dengan kemunculan kurikulum humanistik, hal
ini dikarenakan sama-sama mengakui bahwa dalam setiap diri manusia tedapat potensi,
dan potensi itulah yang akan dikembangkan melalui pendidikan. Pendidikan humanistik
merupakan model pendidikan yang berorientasi dan memandang manusia sebagai manusia
(humanisasi), yakni makhluk ciptaan Tuhan dengan fitrahnya. Maka manusia sebagai
makhluk hidup, ia harus mampu melangsungkan, mempertahankan, dan mengembangkan
hidupnya. Maka posisi pendidikan dapat membangun proses humanisasi, artinya
menghargai hak-hak asasi manusia, seperti hak untuk berlaku dan diperlakukan dengan
adil, hak untuk menyuarakan kebenaran, hak untuk berbuat kasih sayang.
Pendidikan humanistik, diharapkan dapat mengembalikan peran dan fungsi
manusia yaitu mengembalikan manusia kepada fitrahnya sebagai sebaik-baik makhluk.
Maka, manusia “yang manusiawi” yang dihasilkan oleh pendidikan yang humanistik
diharapkan dapat mengembangkan dan membentuk manusia berpikir, berasa dan
berkemauan dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai luhur kemanusiaan yang dapat
mengganti sifat individualistik, egoistik, egosentrik dengan sifat kasih sayang kepada
sesama manusia, sifat menghormati dan dihormati, sifat ingin memberi dan menerima, sifat
saling menolong, sifat ingin mencari kesamaan, sifat menghargai hak-hak asasi manusia,
sifat menghargai perbedaan dan sebagainya. Kurikulum merupakan aspek pendidikan yang
prinsipil, sebagai turunan dari tujuan, cita-cita atau orientasi pendidikan nasional , sehingga
kurikulum menjadi peran yang sangat besar dalam pendidikan.
Anonim (2014) mengatakan bahwa dalam diri manusia terdapat potensi dan potensi
itulah yang akan dikembangkan melalui pendidikan atau memanusiakan manusia. Aliran
humanistik bertentangan dengan nativistik yang menyebutkan manusia atau individu tak
ubahnya gelas kosong yang siap diisi oleh guru. Dalam pandangan humanistik, kurikulum
adalah sesuatu yang dapat menunjang perkembangan anak dalam aspek kepribadiannya.
Pengikut aliran ini meliputi pendidikan konfiuen, kritis radikal, dan mistisi baru.
Kurikulum humanistik berdasarkan konsep aliran pendidikan pribadi (personalized
education). Aliran ini lebih memberikan tempat utama kepada siswa. Mereka bertolak dari
asumsi bahwa anak atau siswa adalah yang pertama dan utama dalam pendidikan5. Para
pendidik humanis juga berpegang pada konsep Gestalt, bahwa individu atau anak
merupakan satu kesatuan yang menyeluruh. Pendidikan diarahkan kepada membina
manusia yang utuh bukan saja segi fisik dan intelektul tetapi juga segi sosial dan afektif
(emosi, sikap, perasaan, nilai, dan lain-lain), (Sukmadinata, 2005: 86).
5
Suharsimi Arikunto dan Lia Yuliana, Manejemen Pendidikan (Yogyakarta: Aditya Media, 2014), hlm. 133–
138.
Teori Belajar
Tujuan utama dari humanisme adalah perkembangan dari aktualisasi diri manusia
secara otonom dalam humanisme adalah sebagai seorang fasilitator. Afeksi dan kebutuhan
kognitif adalah kuncinya, Sedangkan tujuannya adalah membangun manusia yang dapat
mengaktualisasikan diri dalam lingkungan yang kooperatif dan suportif. Dijelaskan juga
bahwa pada hakekatnya setiap manusia adalah unik, memiliki potensi individual dan
dorongan internal untuk berkembang dan menentukan perilakunya. Karena itu, setiap diri
manusia adalah bebas dan memiliki kecenderungan untuk tumbuh dan berkembang
mencapai aktualisasi diri secara maksimal. Menurut Carl Rogers, teori belajar humanis
meliputi :
a) Setiap individu adalah positif, serta menolak teori Freud dan behaviorisme6.
b) Asumsi dasar teori Rogers adalah kecenderungan formatif dan
kecenderungan aktualisasi.
c) Diri (self) adalah terbentuk dari pengalaman mulai dari bayi, di mana diri terdiri
dari 2 subsistem yaitu konsep diri dan diri ideal.
pemeliharaan,
peningkatan diri,
penghargaan positif (positive regard),
Penghargaan diri yang positif (positive self-regard).
Aliran Pendidikan
6
Suharsimi Arikunto dan Lia Yuliana, Manejemen Pendidikan (Yogyakarta: Aditya Media, 2014), hlm. 141-
144.
Ada beberapa aliran yang termasuk dalam pendidikan humanis yaitu pendidikan
konfluen, kritikisme Radikal, dan Mistikisme Modern.
a. Kurikulum Konfluen
Kurikulum konfluen dikembangkan oleh para ahli pendidikan konfluen yang ingin
menyatukan segi – segi afektif ( sikap, perasaan, nilai ) dengan segi – segi kognitif dan
pendidikan konfluen menekankan keutuhan pribadi, individu harus merspons secara utuh,
akan tetapi pendidikan konfluen kurang menekankan pengetahuan yang mengandung segi
afektif, menurut mereka kurikulum tidak menyiapkan pendidikan tentang sikap, perasaan,
dan nilai yang harus dimiliki murid – murid, kurikulum hendaknya mempersiapkan
berbagai alternatif yang dapat dipilih murid – murid dalam proses bersikap dan
berperasaan dan memberi pertimbangan nilai , yaitu dengan mengajak siswa untuk
menyatakan pilihan dan mempertanggung jawabkan sikap – sikap, perasaan – perasaan
dan pertimbangan nilai yang telah dipilihnya. Ciri utama kurikulum konfluen yaitu7 :
7
Ibid…., hlm 93
4. Pribadi anak. Pendidikan ini memberi tempat utama pada pribadi
anak. Pendidikan adalah pengembangan pribadi, pengaktualisasian
segala potensi pribadi anak secara utuh.
5. Tujuan. Pendidikan ini bertujuan mengembangkan pribadi yang
utuh, yang serasi baik di dalam dirinya maupun dengan lingkungan
secara menyeluruh.
Outbound activity, salah satu aktifitas yang berguna untuk perkembangan motorik anak
Para siswa diajak untuk melihat proses pembuatan suatu produk Siswa juga dikenalkan
dengan rambu-rambu dan peraturan lalu lintas oleh Polisi secara langsung Masuk pasar,
untuk mengenalkan para siswa bagaimana cara untuk transaksi jual beli Sejak dini siswa
diajak untuk memanfaatkan kertas bekas & didaur ulang untuk bahan kreasi Cara
mengirim surat. Siswa juga diajak melihat dari dekat ke Kantor Pos untuk transaksi Pos.
Melihat dari dekat pelelangan ikan & kehidupan nelayan serta pengolahan di pantai
Kenjeran Mengenal dari dekat Fauna yang ada di Kebun Binatang Surabaya serta
melakukan observasi Peringatan Kemerdekaan RI 17 Agustus bersama tamu dari Luar
Negeri, juga turut bermain teater Pelatihan kepemimpinan dengan permainan di alam
terbuka menjadi kebutuhan mendasar.
H. Model Pembelajaran yang Mendukung Penerapan Model Konsep Kurikulum
Humanistik