KEMASYARAKATAN
TIM PENYUSUN
KELOMPOK 1
ANGGOTA :
ARIF FUADI
PANDU PAMUNGKAS
HARSONO
RENI MEILANI
UNIVERSITAS TERBUKA
i
KATA PENGANTAR
Puji syujur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan
hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah tentang “Pemikiran Tokoh
Pembelajar Berwawasan Kemasyarakatan” mata kuliah pendidikan agama islam
dengan lancar.
Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada ibu Maesa Nila Sari
selaku dosen mata kuliah Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan yang telah
membimbing dan membantu penulis dalam mengerjakan makalah mata kuliah
Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan tentang Pemikiran Tokoh Pembelajar
Berwawasan Kemasyarakatan ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
teman teman yang telah memberi masukan dalam mengerjakan makalah mata
kuliah ini.
Kelompok 1
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembelajaran memiliki peranan penting dalam perkembangan kehidupan manusia.
Keluarga digunakan sebagai lembaga utama dalam pengenalan budaya pada anak-anaknya.
Selain dalam keluarga, sekolah juga menjadi salah satu lembaga yang utama untuk
mewariskan kebudayaan.
Pembelajaran berwawasan kemasyarakatan merupakan perwujudan dari modifikasi
pembelajaran melalui pelayanan, pembelajaran untuk kepentingan masyarakat. Pembelajaran
berwawasan masyarakat menjadi sebuah bentuk gerakan penyadaran masyarakat untuk terus
belajar dalam mengatasi tantangan kehidupan yang selalu berubah ubah dan semakin berat.
Dalam pembelajaran berwawasan kemasyarakatan, masyarakat sebagai satu sistem sosial
yang didalamnya terdapat proses-proses sosial. Pendidikan nasional sebagai bagian dari
pembelajaran umat manusia harus berpartisipasi untuk bersama-sama membangun
masyarakat madani.
Makalah ini dibuat untuk menjelaskan tentang pandangan-pandangan dari berbagai
tokoh yang meliputi pandangan kritik sosial dalam pembelajaran ( Teori Belajar
Humanistik), pandangan progresif dalam pembelajaran, pandangan sosiokultural
konstruktivis dalam pendidikan, serta pandangan Ki Hadjar Dewantaro terhadap pendidikan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pandangan kritik sosial dalam pembelajaran (Teori Belajar Humanistik)?
2. Bagaimana pandangan progresif dalam pembelajaran?
3. Bagaimana pandangan sosiokultural konstruktivis dalam pendidikan?
4. Bagaimana pandangan Ki Hadjar Dewantoro terhadap pendidikan?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pandangan kritik sosial dalam pembelajaran (Teori Belajar
Humanistik)
2. Untuk mengetahui pandangan progresif dalam pembelajaran
3. Untuk mengetahui pandangan sosiokultural kontruktivis dalam pendidikan
4. Untuk mengetahui pandangan Ki Hadjar Dewantoro terhadap pendidikan
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
terjadi dan mengapa hal itu mesti terjadi. Pemahaman mereka terhadap
peristiwa yang dialaminya akan semakin berkembang yang awalnya hanya
mampu melihat dan menceritakan peristiwa yang terjadi kemudian pada tahap
ini mereka akan mampu menjelaskan bagaimana dan mengapa peristiwa itu
terjadi.
c) Tahap Konseptualisasi
Tahap ketiga dalam peristiwa belajar adalah seseorang sudah mulai berupaya
untuk membuat abstraksi, mengembangkan suatu teori, konsep, atau hukum dan
prosedur tentang sesuatu yang menjadi objek perhatiannya. Berpikir induktif
banyak dilakukan untuk merumuskan suatu aturan umum atau generalisasi dari
berbagai contoh peristiwa yang dialaminya. Walaupun kejadian-kejadian yang
diamati tampak berbeda-beda, namun memiliki komponen-komponen yang
sama yang dapat dijadikan dasar aturan bersama.
d) Tahap Eksperimentasi Aktif
Tahap terakhir dari peristiwa belajar adalah melakukan eksperimen secara
aktif. Tahap ini merupakan tahap untuk mengaplikasikan semua teori atau
aturan yang ada kedalam situasi yang nyata. Berpikir deduktif banyak
digunakan untuk mempratekkan dan menguji teori-teori serta konsep
dilapangan.
Tahap-tahap belajar menurut Kolb merupakan suatu siklus yang saling
bersinambungan dan berlangsung diluar kesadaran seseorang yang sedang
belajar sehingga akan sulit ditentukan kapan terjadinya tahap-tahap belajar
tersebut.
b. Pandangan Honey dan Mumford Terhadap Belajar
Honey dan Mumford menggolongkan orang yang belajar ke dalam empat
golongan yaitu sebagai berikut :
a) Kelompok Aktifis
Kelompok ini adalah orang-orang yang senang berpartisipasi dalam berbagai
macam kegiatan dengan tujuan untuk memperoleh pengalaman baru, namun
mereka kurang dalam mempertimbangkan sesuatu. Dalam kegiatan belajar,
orang-orang tersebut akan senang dengan hal-hal yang sifatnya baru namun
akan cepat merasa bosan apabila kegiatan yang dilakukan berlangsung lama.
b) Kelompok Reflektor
Kelompok ini merupakan kebalikan dari kelompok aktifis. Orang-orang
yang tergolong dalam ini adalah orang-orang yang berhati-hati dalam bertindak
dan akan mempertimbangkan baik-buruknya dan akan diperhitungkan untung-
ruginya.
3
c) Kelompok Teoris
Kelompok ini merupakan orang-orang yang sangat kritis, suka menganalisis,
penuh pertimbangan dan berfikir rasional. Segala sesuatu sering dikembalikan
pada teori, konsep atau hukum. Mereka tidak menyukai pendapat atau penilaian
yang bersifat subjektif, sehingga kelompok ini tidak mudah terpengaruh oleh
orang lain.
d) Kelompok Pragmatif
Kelompok ini memiliki sifat yang praktis, tidak suka berbicara apalagi
membahas tentang suatu teori. Bagi mereka yang terpenting adalah segala
sesuatu yang praktis, yang nyata, dan dapat dilaksanakan dan bermanfaat bagi
kehidupan manusia.
c. Pandangan Habermas Terhadap Belajar
Menurut Habermas, belajar baru akan terhaji jika ada interaksi antara
individu dengan lingkungannya, baik lingkungan sosial mapun alam. Habermas
mengelompokkan teori belajar menjadi tiga bagian yaitu sebagai berikut :
a) Belajar Teknis, bagian ini adalah bagian belajar seseorang terhadap bagaimana
dapat berinteraksi dengan lingkungan alamnya secara benar.
b) Belajar Praktis, bagian ini adalah bagian belajar seseorang terhadap bagaimana
dapat berinteraksi dengan lingkungan sosialnya dengan baik.
c) Belajar Emansipatoris, bagian ini adalah belajar yang menekan pada upaya
seseorang untuk mencapai suatu pemahaman akan sebuah perubahan dari
lingkungan yang ada.
d. Aplikasi Teori Belajar Humanistik dalam Kegiatan Pembelajaran
Teori belajar humanistik sering dikritik karena sulit diterapkan dalam
konteks yang lebih praktis. Teori belajar humanistik lebih terarah pada ilmu filsafat
dan psikoterapi daripada pendidikan sehingga amat sukar diterjemahkan dalam
langkah konkret pada ilmu pendidikan. Meskipun teori ini masih sulit diterapkan,
namun ide, konsep dan taksonomi tujuan yang telah dirumuskan dapat membantu
para pendidik untuk memahami kejiwaan manusia.
Di dalam prakteknya teori belajar ini cenderung mengarahkan siswanya
untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan
siswa secara aktif dalm proses belajar.
4
berdampak pada pengembangan wawasan masyarakat seutuhnya, diantaranya Jhon
Dewey. Jhon Dewey berpendapat bahwa pendidikan merupakan proses sosial bagi
orang yang belum dewasa untuk menjadi bagian yang aktif dan partisipasif dalam
masyarakat. Teori ini memandang peserta didik sebagai makhluk sosial yang aktif
dan dia percaya bahwa peserta didik ingin memahami lingkungan di mana dia
berada, baik lingkungan kehidupan manusia secara personal maupun sosial.
Dewey (Tilaar: 2000), menyebutkan terdapat tiga tingkatan kebiasaan yang
biasa dipergunakan di sekolah, antara lain:
1. Tingkatan Pertama
Untuk anak pada pendidikan prasekolah siperlukan latihan berkenaan dengan
pengembangan kemampuan panca indera dan pengembangan koordinasi fisik.
2. Tingkatan Kedua
Menggunakan bahan belajar yang bersumber dari lingkungan. Dalam
hal ini dperlukan pengayaan atau variasi bahan belajar yang dapat
merangsang minat anak untuk belajar.
3. Tingkatan Ketiga
Anak menemukan ide-ide atau gagasan, mengujinya, menggunakan
ide-ide atau gagasan tersebut untuk memecahkan persoalan yang sama.
Menurut Jhon dewey, harus terjadi perubahan dalam situasi pendidikan. Dia
ingin mengubah situasi semacam pendidikan tradisional dengan jalan:
a. Memberikan kesempatan kepada murid untuk belajar secara perorangan.
b. Memberikan kesempatan kepada murid untuk belajar melalui pengalaman
c. Memberi motivasi, dan bukan perintah. Ini berarti memberikan tujuan yang
dapat menjelaskan arah kegiatan belajar yang merupakan kebutuhan pokok
anak didik.
d. Mengikutsertakan murid di dalam setiap aspek kehidupan sekolah (mencakup
pengajaran, administrasi, dan bimbingan).
e. Menyadarkan murid bahwa hidup itu dinamis. Karena itu murid harus
dihadapkan dengan dunia yang selalu berubah dengan kemerdekaan aktivitas,
dengan orientasi kehidupan masa kini.
Terdapat lima prinsip pendidikan progresif yaitu:
a. Berikan kebebasan pada anak untuk berkembang secara alamiah.
b. Minat, Pengalaman langsung merupakan rangsangan yang paling baik untuk
belajar.
c. Guru memiliki peran sebagai narasumber dan pembimbing kegiatan belajar.
5
d. Mengembangkan kerja sama antara sekolah dengan keluarga
e. Sekolah progresif harus menjadi laboratorium reformasi dan pengujian
pendidikan.
Pandangan progresif memfokuskan kepada anak sebagai orang yang mau
belajar daripada sebagai subjek belajar, menekankan pada aktivitas dan penggalian
pengalaman daripada kemampuan, dan meningkatkan aktivitas belajar bersama
dibanding belajar individual. Progresivisme juga memandang bahwa kurikulum yang
dibuat bukan merupakan alat untuk mentranformasi pengetahuan anak, akan tetapi
kurikulum harus disusun atas dasar kepentingan anak.
C. Pandangan Sosialkultural Konstruktivis dalam Pendidikan
Saat ini sedang terjadi suatu revolusi dalam pemikirang pendidikan, terutama menyangkut
teori belajar yang selama ini telah dipopulerkan. Salah satu bagian dari revolusi pendidikan
itu adalah teori pembelajaran konstruktivis. Inti dari teori konstruktivis adalah ide bahwa
siswa harus secara individu menemukan dan mentransfer informasi-informasi kompleks
apabila mereka harus menjadikan itu miliknya sendiri (Brooks: 1990 dalam Mohamad Nur:
1999). Teori konstruktivis memandang siswa secara terus menerus memeriksa informasi-
informasi baru yang berlawanan dengan aturan-aturan yang lama dan merevisi aturan-aturan
tersebut jika tidak sesuai lagi. Karena penekananya pada siswa yang aktif, maka strategi
konstruktivis sering disebut pangajaran yang berpusat pada siswa.
1. Pandangan Sosiokultural Konstruktivis Oleh Vygotsky
Teori konstruktivis pendidikan lahir melalui gagasan yang ditemukan oleh Piaget
dan Vygotsky, dimana keduanya menekankan bahwa perubahan kognitif hanya
terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami diolah melalui suatu proses
ketidakseimbangan dalam upaya memahami informasi-informasi baru. Teori
konstruktivis menurut Vygotsky, dibagi dalam empat kelompok yaitu:
a. Penekananya pada hakikat sosial dari pembelajaran. Menurut Vygotsky,
siswa belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya yang
lebih mampu.
b. Ide bahwa belajar paling baik apabila konsep itu berada dalam zona
perkembangan mereka. Pada saat melakukan kerja sama dengan orang lain,
anak memahami konsep dengan dibantu oleh temannya pada kelompok itu
yang memiliki kemampuan kognitif lebih tinggi.
c. Adanya penekanan pada keduanya. Penganut teori ini menganjurkan
pentransferan model pengajaran dan pembelajaran yang efektif ini ke
aktivitas sehari-hari di kelas, baik dengan cara melibatkan siswa dalam
tugas-tugas komplek maupun membantu mereka mengatasi tugas-tugas
tersebut.
6
d. Pada proses pembelajaran menekankan kemandirian atau belajar
menggunakan media. Siswa seharusnya diberi tugas-tugas kompleks, sulit,
dan kemudian diberikan bantuan secukupnya untuk menyelesaikan tugas-
tugas tersebut.
7
Tatanan pendidikan yang dipelopori oleh Ki Hadjar dewantoro merupakan penerapan
dari pendidikan barat yang lebih berorientasi pada pengembangan bakat dan talenta
anak yang sudah dimiliki ecara alamiah. Menitikberatkan pada salah satu
kemampuan anak dengan pengembangan pada pengalaman nyata ang bersifat
spesifikasi diri anak.
Beberapa falsafah yang dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantoro berkenaan
dengan pendidikan yaitu:
1. Segala alat, usaha dan juga cara berpendidikan harus sesuai dengan kodratnya.
2. Kodratnya itu tersimpan dalam adat-istiadat setiap masyarakat dengan
berbabagi kekhasan, yang kesemuanya itu bertujuan untuk mencapai hidup
tertib dan damai.
3. Adat istiadat sifatnya selalu berubah (dinamis).
4. Untuk mengetahui karakteristik masyarakat saat ini diperluakan kajian
mendalam tentang kehidupan masyarakat tersebut di masa lampau, sehingga
dapat diprediksi kehidupan yang akan datang pada masyarakat tersebut.
5. Perkembangan budaya masyarakat akan dipengaruhi oleh unsur-unsur lain, hal
ini terjadi karena terjadinya pergaulan anatarbangsa.
Pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantoro adalah tuntutan di dalam tumbuh
dan berkembangnya anak-anak. Maksudnya adalah menuntun segala kekuatan
kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan anggota
masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
Menurutnya, tumbuh dan berkembangnya anak-anak itu terletak di luar kecakapan
atau kehendak pendidik/guru.
Beberapa butir pokok pendidikan yang dikemukakan oleh Ki hadjar Dewantoro
yitu:
1. Bahwa kebudayaan tidak dapat dipisahkan dari pendidikan, bahkan
kebudayaan merupakan alas atau dasar pendidikan. Artinya kebudayaan
merupakan dasar pijak pendidikan.
2. Kebudayaan yang menjadi alasan pendidikan tersebut haruslah bersifat
kebangsaan.
3. Pendidikan mempunyai arah yaitu untuk mewujudkan keperluan
perikehidupan.
4. Arah tujuan pendidikan ialah untuk mengangkat derajat negara dan rakyat.
8
5. Pendidikan yang visioner. Perwujudan pendidikan tetap mengutamakan
kepentingan umum dan mencakupi visi bangsa yang meliputi tujuan kedalam
dan tujuan keluar.
9
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Beberapa tokoh pendidikan memiliki pandangan sendiri mengenai
pembelajaran berwawasan kemasyarakatan. Setidaknya ada empat pandangan yang
sudah dijelaskan di atas yaitu pertama, pandangan politik dalam pembelajaran (teori
humanistik) teori yang proses belajarnya harus dimulai dan ditujukan untuk
kepentingan memanusiakan manusia. Teori ini lebih mengutamakan isi dari apa yang
dipelajari daripada proses pembelajaran. Kedua, pandangan progresif, teori ini
memandang peserta didik sebagai makhluk sosial yang aktif dan dia percaya bahwa
peserta didik ingin memahami lingkungan di mana dia berada, baik lingkungan
kehidupan manusia secara personal maupun sosial. Ketiga, pandangan sosiokultural
konstruktivis dalam pendidikan, teori konstruktivis memandang siswa secara terus
menerus memeriksa informasi-informasi baru yang berlawanan dengan aturan-aturan yang
lama dan merevisi aturan-aturan tersebut jika tidak sesuai lagi. Keempat, pandangan Ki
Hadjar Dewantoro terhadap pendidikan, pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantoro
adalah tuntutan di dalam tumbuh dan berkembangnya anak-anak. Maksudnya adalah
menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai
manusia dan anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya.
10
DAFTAR PUSTAKA
Rene Van Der Veer. 1996. The Vygotsky Reader. UK: Blackwell Publihshers Ltd.
11