Anda di halaman 1dari 14

PEMIKIRAN TOKOH PEMBELAJARAN BERWAWASAN

KEMASYARAKATAN

TIM PENYUSUN

KELOMPOK 1

ANGGOTA :

ARIF FUADI

PANDU PAMUNGKAS

HARSONO

RENI MEILANI

FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN

PROGAM PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

UNIVERSITAS TERBUKA

i
KATA PENGANTAR

Puji syujur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan
hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah tentang “Pemikiran Tokoh
Pembelajar Berwawasan Kemasyarakatan” mata kuliah pendidikan agama islam
dengan lancar.

Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada ibu Maesa Nila Sari
selaku dosen mata kuliah Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan yang telah
membimbing dan membantu penulis dalam mengerjakan makalah mata kuliah
Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan tentang Pemikiran Tokoh Pembelajar
Berwawasan Kemasyarakatan ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
teman teman yang telah memberi masukan dalam mengerjakan makalah mata
kuliah ini.

Makalah mata kuliah Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan ini


mencakup tentang pemikiran pemikiran tokoh tentang pembelajaran berwawasan
kemasyarakatan.dan juga macam macam pandangan tentang pendidikan

Penulis menyadari adanya kekurangan dalam penulisan makalah mata


kuliah Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan ini. Oleh karena itu, saran dan
keritik senantiasa diharapkan demi perbaikan penukisan makalah ini. Penulis juga
berharap agar makalah ini dapat memberikan pengetahuan dan kepuasan kepada
pembaca.

Magelang, 28 April 2023

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

PEMIKIRAN TOKOH PEMBELAJARAN BERWAWASAN


KEMASYARAKATAN....................................................................................................i
KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I................................................................................................................................1
PENAHULUAN...............................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan.................................................................................................1
BAB II...............................................................................................................................2
PEMBAHASAN...............................................................................................................2
A. Pandangan Kritik Sosial dalam Pembelajaran (Teori Belajar Humanistik)...2
B. Pandangan Progresif dalam Pembelajaran........................................................4
C. Pandangan Sosialkultural Konstruktivis dalam Pendidikan....................................6
D. Pandangan Ki Hadjar Dewantoro Terhadap Pendidikan.................................7
BAB III...........................................................................................................................10
PENUTUP.......................................................................................................................10
Simpulan.....................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................11

iii
BAB I
PENAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembelajaran memiliki peranan penting dalam perkembangan kehidupan manusia.
Keluarga digunakan sebagai lembaga utama dalam pengenalan budaya pada anak-anaknya.
Selain dalam keluarga, sekolah juga menjadi salah satu lembaga yang utama untuk
mewariskan kebudayaan.
Pembelajaran berwawasan kemasyarakatan merupakan perwujudan dari modifikasi
pembelajaran melalui pelayanan, pembelajaran untuk kepentingan masyarakat. Pembelajaran
berwawasan masyarakat menjadi sebuah bentuk gerakan penyadaran masyarakat untuk terus
belajar dalam mengatasi tantangan kehidupan yang selalu berubah ubah dan semakin berat.
Dalam pembelajaran berwawasan kemasyarakatan, masyarakat sebagai satu sistem sosial
yang didalamnya terdapat proses-proses sosial. Pendidikan nasional sebagai bagian dari
pembelajaran umat manusia harus berpartisipasi untuk bersama-sama membangun
masyarakat madani.
Makalah ini dibuat untuk menjelaskan tentang pandangan-pandangan dari berbagai
tokoh yang meliputi pandangan kritik sosial dalam pembelajaran ( Teori Belajar
Humanistik), pandangan progresif dalam pembelajaran, pandangan sosiokultural
konstruktivis dalam pendidikan, serta pandangan Ki Hadjar Dewantaro terhadap pendidikan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pandangan kritik sosial dalam pembelajaran (Teori Belajar Humanistik)?
2. Bagaimana pandangan progresif dalam pembelajaran?
3. Bagaimana pandangan sosiokultural konstruktivis dalam pendidikan?
4. Bagaimana pandangan Ki Hadjar Dewantoro terhadap pendidikan?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pandangan kritik sosial dalam pembelajaran (Teori Belajar
Humanistik)
2. Untuk mengetahui pandangan progresif dalam pembelajaran
3. Untuk mengetahui pandangan sosiokultural kontruktivis dalam pendidikan
4. Untuk mengetahui pandangan Ki Hadjar Dewantoro terhadap pendidikan

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pandangan Kritik Sosial dalam Pembelajaran (Teori Belajar Humanistik)


Salah satu teori belajar yang populer akhir-akhir ini adalah teori belajar humanistik
yang mana dipelopori oleh Jurgen Habermas. Menurut teori belajar ini, proses belajar harus
dimulai dan ditujukan unruk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Jadi, teori
humanistik ini sangat mementingkan isi yang dipelajari daripada proses belajar itu sendiri.
Menurut Aubel (Rene: 1996) belajar bermakna meaning learning, menangatakan
bahwa belajar merupakan asimilasi bermakna. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan
dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Faktor motivasi dan
pengalaman emosional sangat penting dalam peristiwa belajar, karena tanpa adanya motivasi
dan keinginan dari pihak yang akan belajar maka tidak akan terjadi asimilasi pengetahuan
baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimilikinya. Teori humanistik juga berpendapat
bahwa semua teori belajar dapat dimanfaatkan asalkan tujuannya untuk memanusiakan
manusia yang artinya adalah mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri
orang yang belajar secara optimal. Tokoh-tokoh yang menganut teori humasnitik yaitu
seperti Kolb yang terkenal dengan belajar empat tahapnya, Honey dan Mumford dengan
pembagian tentang macam-macam siswa, hubermas dengan tiga macam tipe belajarnya, serta
Bloom dan Krathwohl yang terkenal dengan taksonomi Bloomnya.
a. Pandangan Kolb Terhadap Belajar
Kolb mengelompokkan tahap-tahap belajar mejadi empat tahap belajar
yaitu :
a) Tahap Pengalaman Konkret
Tahap ini merupakan tahap awal dalam peristiwa belajar seseorang. Karena
peristiwa belajar seseorang dimulai dari apa yang dia rasakan dan dia alami dari
kejadian-kejadian yang terjadi disekitarnya. Pada tahap ini, sesorang hanya
dapat melihat, merasakan dan menceritakan kejadian tersebut, tetapi mereka
belum mampu untuk memahami dan menjelaskan bagaimana peristiwa itu
terjadi dan mengapa peristiwa tersebut harus terjadi.
b) Tahap Pengamatan Aktif dan Reflektif
Tahap kedua dalam peristiwa belajar adalah seseorang semakin lama
semakin mampu mengupayakan untuk mencari jawaban dan memikirkan
kejadian tersebut. Jadi. dalam pemikiran mereka mulai mencari-cari jawaban
dengan mengembangkan pertanyaan-pertanyaan bagaimana hal tersebut bisa

2
terjadi dan mengapa hal itu mesti terjadi. Pemahaman mereka terhadap
peristiwa yang dialaminya akan semakin berkembang yang awalnya hanya
mampu melihat dan menceritakan peristiwa yang terjadi kemudian pada tahap
ini mereka akan mampu menjelaskan bagaimana dan mengapa peristiwa itu
terjadi.
c) Tahap Konseptualisasi
Tahap ketiga dalam peristiwa belajar adalah seseorang sudah mulai berupaya
untuk membuat abstraksi, mengembangkan suatu teori, konsep, atau hukum dan
prosedur tentang sesuatu yang menjadi objek perhatiannya. Berpikir induktif
banyak dilakukan untuk merumuskan suatu aturan umum atau generalisasi dari
berbagai contoh peristiwa yang dialaminya. Walaupun kejadian-kejadian yang
diamati tampak berbeda-beda, namun memiliki komponen-komponen yang
sama yang dapat dijadikan dasar aturan bersama.
d) Tahap Eksperimentasi Aktif
Tahap terakhir dari peristiwa belajar adalah melakukan eksperimen secara
aktif. Tahap ini merupakan tahap untuk mengaplikasikan semua teori atau
aturan yang ada kedalam situasi yang nyata. Berpikir deduktif banyak
digunakan untuk mempratekkan dan menguji teori-teori serta konsep
dilapangan.
Tahap-tahap belajar menurut Kolb merupakan suatu siklus yang saling
bersinambungan dan berlangsung diluar kesadaran seseorang yang sedang
belajar sehingga akan sulit ditentukan kapan terjadinya tahap-tahap belajar
tersebut.
b. Pandangan Honey dan Mumford Terhadap Belajar
Honey dan Mumford menggolongkan orang yang belajar ke dalam empat
golongan yaitu sebagai berikut :
a) Kelompok Aktifis
Kelompok ini adalah orang-orang yang senang berpartisipasi dalam berbagai
macam kegiatan dengan tujuan untuk memperoleh pengalaman baru, namun
mereka kurang dalam mempertimbangkan sesuatu. Dalam kegiatan belajar,
orang-orang tersebut akan senang dengan hal-hal yang sifatnya baru namun
akan cepat merasa bosan apabila kegiatan yang dilakukan berlangsung lama.
b) Kelompok Reflektor
Kelompok ini merupakan kebalikan dari kelompok aktifis. Orang-orang
yang tergolong dalam ini adalah orang-orang yang berhati-hati dalam bertindak
dan akan mempertimbangkan baik-buruknya dan akan diperhitungkan untung-
ruginya.

3
c) Kelompok Teoris
Kelompok ini merupakan orang-orang yang sangat kritis, suka menganalisis,
penuh pertimbangan dan berfikir rasional. Segala sesuatu sering dikembalikan
pada teori, konsep atau hukum. Mereka tidak menyukai pendapat atau penilaian
yang bersifat subjektif, sehingga kelompok ini tidak mudah terpengaruh oleh
orang lain.
d) Kelompok Pragmatif
Kelompok ini memiliki sifat yang praktis, tidak suka berbicara apalagi
membahas tentang suatu teori. Bagi mereka yang terpenting adalah segala
sesuatu yang praktis, yang nyata, dan dapat dilaksanakan dan bermanfaat bagi
kehidupan manusia.
c. Pandangan Habermas Terhadap Belajar
Menurut Habermas, belajar baru akan terhaji jika ada interaksi antara
individu dengan lingkungannya, baik lingkungan sosial mapun alam. Habermas
mengelompokkan teori belajar menjadi tiga bagian yaitu sebagai berikut :
a) Belajar Teknis, bagian ini adalah bagian belajar seseorang terhadap bagaimana
dapat berinteraksi dengan lingkungan alamnya secara benar.
b) Belajar Praktis, bagian ini adalah bagian belajar seseorang terhadap bagaimana
dapat berinteraksi dengan lingkungan sosialnya dengan baik.
c) Belajar Emansipatoris, bagian ini adalah belajar yang menekan pada upaya
seseorang untuk mencapai suatu pemahaman akan sebuah perubahan dari
lingkungan yang ada.
d. Aplikasi Teori Belajar Humanistik dalam Kegiatan Pembelajaran
Teori belajar humanistik sering dikritik karena sulit diterapkan dalam
konteks yang lebih praktis. Teori belajar humanistik lebih terarah pada ilmu filsafat
dan psikoterapi daripada pendidikan sehingga amat sukar diterjemahkan dalam
langkah konkret pada ilmu pendidikan. Meskipun teori ini masih sulit diterapkan,
namun ide, konsep dan taksonomi tujuan yang telah dirumuskan dapat membantu
para pendidik untuk memahami kejiwaan manusia.
Di dalam prakteknya teori belajar ini cenderung mengarahkan siswanya
untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan
siswa secara aktif dalm proses belajar.

B. Pandangan Progresif dalam Pembelajaran


Banyak pihak, baik dari kalangan masyarakat atau pelajar yang mulai
bingung bahkan meragukan fungsi dan arti dari pendidikan itu apa. Mereka
beranggapan sudah mati-matian untuk menempuh pendidikan, namun pada akhirnya
kesulitan ketika mencari pekerjaan sesuai dengan pengalaman yang ada. Berawal dari
keresahan masyarakat akhirnya para ahli menemukan teori pembelajaran yang

4
berdampak pada pengembangan wawasan masyarakat seutuhnya, diantaranya Jhon
Dewey. Jhon Dewey berpendapat bahwa pendidikan merupakan proses sosial bagi
orang yang belum dewasa untuk menjadi bagian yang aktif dan partisipasif dalam
masyarakat. Teori ini memandang peserta didik sebagai makhluk sosial yang aktif
dan dia percaya bahwa peserta didik ingin memahami lingkungan di mana dia
berada, baik lingkungan kehidupan manusia secara personal maupun sosial.
Dewey (Tilaar: 2000), menyebutkan terdapat tiga tingkatan kebiasaan yang
biasa dipergunakan di sekolah, antara lain:
1. Tingkatan Pertama
Untuk anak pada pendidikan prasekolah siperlukan latihan berkenaan dengan
pengembangan kemampuan panca indera dan pengembangan koordinasi fisik.
2. Tingkatan Kedua
Menggunakan bahan belajar yang bersumber dari lingkungan. Dalam
hal ini dperlukan pengayaan atau variasi bahan belajar yang dapat
merangsang minat anak untuk belajar.
3. Tingkatan Ketiga
Anak menemukan ide-ide atau gagasan, mengujinya, menggunakan
ide-ide atau gagasan tersebut untuk memecahkan persoalan yang sama.
Menurut Jhon dewey, harus terjadi perubahan dalam situasi pendidikan. Dia
ingin mengubah situasi semacam pendidikan tradisional dengan jalan:
a. Memberikan kesempatan kepada murid untuk belajar secara perorangan.
b. Memberikan kesempatan kepada murid untuk belajar melalui pengalaman
c. Memberi motivasi, dan bukan perintah. Ini berarti memberikan tujuan yang
dapat menjelaskan arah kegiatan belajar yang merupakan kebutuhan pokok
anak didik.
d. Mengikutsertakan murid di dalam setiap aspek kehidupan sekolah (mencakup
pengajaran, administrasi, dan bimbingan).
e. Menyadarkan murid bahwa hidup itu dinamis. Karena itu murid harus
dihadapkan dengan dunia yang selalu berubah dengan kemerdekaan aktivitas,
dengan orientasi kehidupan masa kini.
Terdapat lima prinsip pendidikan progresif yaitu:
a. Berikan kebebasan pada anak untuk berkembang secara alamiah.
b. Minat, Pengalaman langsung merupakan rangsangan yang paling baik untuk
belajar.
c. Guru memiliki peran sebagai narasumber dan pembimbing kegiatan belajar.

5
d. Mengembangkan kerja sama antara sekolah dengan keluarga
e. Sekolah progresif harus menjadi laboratorium reformasi dan pengujian
pendidikan.
Pandangan progresif memfokuskan kepada anak sebagai orang yang mau
belajar daripada sebagai subjek belajar, menekankan pada aktivitas dan penggalian
pengalaman daripada kemampuan, dan meningkatkan aktivitas belajar bersama
dibanding belajar individual. Progresivisme juga memandang bahwa kurikulum yang
dibuat bukan merupakan alat untuk mentranformasi pengetahuan anak, akan tetapi
kurikulum harus disusun atas dasar kepentingan anak.
C. Pandangan Sosialkultural Konstruktivis dalam Pendidikan
Saat ini sedang terjadi suatu revolusi dalam pemikirang pendidikan, terutama menyangkut
teori belajar yang selama ini telah dipopulerkan. Salah satu bagian dari revolusi pendidikan
itu adalah teori pembelajaran konstruktivis. Inti dari teori konstruktivis adalah ide bahwa
siswa harus secara individu menemukan dan mentransfer informasi-informasi kompleks
apabila mereka harus menjadikan itu miliknya sendiri (Brooks: 1990 dalam Mohamad Nur:
1999). Teori konstruktivis memandang siswa secara terus menerus memeriksa informasi-
informasi baru yang berlawanan dengan aturan-aturan yang lama dan merevisi aturan-aturan
tersebut jika tidak sesuai lagi. Karena penekananya pada siswa yang aktif, maka strategi
konstruktivis sering disebut pangajaran yang berpusat pada siswa.
1. Pandangan Sosiokultural Konstruktivis Oleh Vygotsky
Teori konstruktivis pendidikan lahir melalui gagasan yang ditemukan oleh Piaget
dan Vygotsky, dimana keduanya menekankan bahwa perubahan kognitif hanya
terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami diolah melalui suatu proses
ketidakseimbangan dalam upaya memahami informasi-informasi baru. Teori
konstruktivis menurut Vygotsky, dibagi dalam empat kelompok yaitu:
a. Penekananya pada hakikat sosial dari pembelajaran. Menurut Vygotsky,
siswa belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya yang
lebih mampu.
b. Ide bahwa belajar paling baik apabila konsep itu berada dalam zona
perkembangan mereka. Pada saat melakukan kerja sama dengan orang lain,
anak memahami konsep dengan dibantu oleh temannya pada kelompok itu
yang memiliki kemampuan kognitif lebih tinggi.
c. Adanya penekanan pada keduanya. Penganut teori ini menganjurkan
pentransferan model pengajaran dan pembelajaran yang efektif ini ke
aktivitas sehari-hari di kelas, baik dengan cara melibatkan siswa dalam
tugas-tugas komplek maupun membantu mereka mengatasi tugas-tugas
tersebut.

6
d. Pada proses pembelajaran menekankan kemandirian atau belajar
menggunakan media. Siswa seharusnya diberi tugas-tugas kompleks, sulit,
dan kemudian diberikan bantuan secukupnya untuk menyelesaikan tugas-
tugas tersebut.

Menurut Von Galsefeld, ada beberapa kemampuan yang diperlukan


dalam proses mengontruksikan pengetahuan, yaitu:
a. Kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman
b. Kemampuan membandingkan dan mengambil keputusan akan kesamaan
dan perbedaan
c. Kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang satu
daripada yang lainnya.
2. Penerapan Pandangan Konstruktivis dalam Pembelajaran Berwawasan
Kemasyarakatan
Dalam pembelajaran lebih dipandang dari segi prosesnya dibanding dari segi
hasilnya. Pemberian makna terhadap suatu objek dan pengalaman siswa tidak
dilakukan secara sendiri-sendiri oleh siswa, melainkan melalui interaksi dalam
jaringan sosial yang unik, yang terbentuk di dalam kelas maupun di luar kelas.
Oleh sebab itu, pengelolaan pembelajaran harus diutamakan pada pengelolaan
siswa dalam memproses gagasannya, bukan semata-mata ada pengelolaan siswa
dan lingkungan belajarnya, bahkan untuk kerja atau prestasi belajarnya yang
dikaitkan dengan sistem penghargaan dari luar, seperti nilai, ijazah, dan
sebagainya.

D. Pandangan Ki Hadjar Dewantoro Terhadap Pendidikan


Salah satu tokoh pendidikan nasional yang memberikan kontribusi
perkembangan pendidikan di tanah air adalah Ki Hadjar Dewantoro. Ki Hadjar
dewantoro mengawali pikiran-pikiran tentang pendidikannya dengan menekankan
bahwa pendidikan yang terjadi pada masa lalu tidak cukup memberikan ruang gerak
kepada peserta didik untuk berkembang dan dipengaruhi oleh muatan-muatan politik
kolonisme. Pendidikan nasional menurut Ki Hadjar Dewantoro adalah pendidikan
yang selaras dengan penghidupan bangsa. Kalau pendidikan bagi anak-anak tidak
berdasarkan kenasionalan, sudah tentu anak-anak kita tidak akan mengetahui
keperluan kita lahir batin, disamping itu anak-anak tidak mungkin memiliki rasa
cinta terhadap bangsa dan negara.
Salah satu bentuk kepedulian Ki hadjar Dewantoro dalam bidang pendidikan
adalah dengan membentuk lembaga-lembaga pendidikan baik formal maupun non
formal diseuluruh tanah Indoneisa, misalnya seperti mendirikan taman siswa.

7
Tatanan pendidikan yang dipelopori oleh Ki Hadjar dewantoro merupakan penerapan
dari pendidikan barat yang lebih berorientasi pada pengembangan bakat dan talenta
anak yang sudah dimiliki ecara alamiah. Menitikberatkan pada salah satu
kemampuan anak dengan pengembangan pada pengalaman nyata ang bersifat
spesifikasi diri anak.
Beberapa falsafah yang dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantoro berkenaan
dengan pendidikan yaitu:
1. Segala alat, usaha dan juga cara berpendidikan harus sesuai dengan kodratnya.
2. Kodratnya itu tersimpan dalam adat-istiadat setiap masyarakat dengan
berbabagi kekhasan, yang kesemuanya itu bertujuan untuk mencapai hidup
tertib dan damai.
3. Adat istiadat sifatnya selalu berubah (dinamis).
4. Untuk mengetahui karakteristik masyarakat saat ini diperluakan kajian
mendalam tentang kehidupan masyarakat tersebut di masa lampau, sehingga
dapat diprediksi kehidupan yang akan datang pada masyarakat tersebut.
5. Perkembangan budaya masyarakat akan dipengaruhi oleh unsur-unsur lain, hal
ini terjadi karena terjadinya pergaulan anatarbangsa.
Pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantoro adalah tuntutan di dalam tumbuh
dan berkembangnya anak-anak. Maksudnya adalah menuntun segala kekuatan
kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan anggota
masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
Menurutnya, tumbuh dan berkembangnya anak-anak itu terletak di luar kecakapan
atau kehendak pendidik/guru.
Beberapa butir pokok pendidikan yang dikemukakan oleh Ki hadjar Dewantoro
yitu:
1. Bahwa kebudayaan tidak dapat dipisahkan dari pendidikan, bahkan
kebudayaan merupakan alas atau dasar pendidikan. Artinya kebudayaan
merupakan dasar pijak pendidikan.
2. Kebudayaan yang menjadi alasan pendidikan tersebut haruslah bersifat
kebangsaan.
3. Pendidikan mempunyai arah yaitu untuk mewujudkan keperluan
perikehidupan.
4. Arah tujuan pendidikan ialah untuk mengangkat derajat negara dan rakyat.

8
5. Pendidikan yang visioner. Perwujudan pendidikan tetap mengutamakan
kepentingan umum dan mencakupi visi bangsa yang meliputi tujuan kedalam
dan tujuan keluar.

Kebudayaan merupakan dasar pendidikan, maka bukan saja seluruh proses


pendidikan berjiwakan kehidupan nasional, tetapi juga seluruh unsur kebudayaan
yang diperkenalkan dalam proses pendidikan. Pendidikan pada taman siswa yang
dikembangkan oleh Ki Hadjar Dewantoro tidak menggunakan pendekatan paksaan.
Dasar pendidikan yang dipergunakan adalah momong, among dan ngemong.
Dalam hal ini tidak ada paksaan terhadap anak didik, tetapi lebih kepada
membimbing dan memimpin meskipun pada hal-hal tertentu peran tersebut juga
tidak diperlukan. Tugas pendidik disini hanya sebagai pendamping dan membantu
mengarahkan siswa sesuai dengan perkembangannya.

9
BAB III

PENUTUP

Simpulan
Beberapa tokoh pendidikan memiliki pandangan sendiri mengenai
pembelajaran berwawasan kemasyarakatan. Setidaknya ada empat pandangan yang
sudah dijelaskan di atas yaitu pertama, pandangan politik dalam pembelajaran (teori
humanistik) teori yang proses belajarnya harus dimulai dan ditujukan untuk
kepentingan memanusiakan manusia. Teori ini lebih mengutamakan isi dari apa yang
dipelajari daripada proses pembelajaran. Kedua, pandangan progresif, teori ini
memandang peserta didik sebagai makhluk sosial yang aktif dan dia percaya bahwa
peserta didik ingin memahami lingkungan di mana dia berada, baik lingkungan
kehidupan manusia secara personal maupun sosial. Ketiga, pandangan sosiokultural
konstruktivis dalam pendidikan, teori konstruktivis memandang siswa secara terus
menerus memeriksa informasi-informasi baru yang berlawanan dengan aturan-aturan yang
lama dan merevisi aturan-aturan tersebut jika tidak sesuai lagi. Keempat, pandangan Ki
Hadjar Dewantoro terhadap pendidikan, pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantoro
adalah tuntutan di dalam tumbuh dan berkembangnya anak-anak. Maksudnya adalah
menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai
manusia dan anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Hatimah, Ihat & Sadri. 2016. Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan.


Tangerang selatan: Universitas Terbuka

Rene Van Der Veer. 1996. The Vygotsky Reader. UK: Blackwell Publihshers Ltd.

Tilaar, H.A.R. 2000. Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia.


Bandung: Remaja Rosdakarya.

11

Anda mungkin juga menyukai