Anda di halaman 1dari 34

1

MODEL PEMBELAJARAN KONTRUKTIVISME


UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA
PADA PEMBEJALARAN IPA TENTANG PESAWAT SEDERHANA
(Penelitian Tindakan Kelas di Kelas V SD Negeri 2 Kiarapayung
Kecamatan Rancah Kabupaten Ciamis Tahun Pelajaran 2013/2014)

PROPOSAL

Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Sebagai Sebagian Dari


Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Madrasah Ibtidahiyah/ Sekolah Dasar

Oleh
IRVAN IRMAN MELANA
NIM. 1055.009

FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM LATIFAH MUBAROKIYAH (IAILM)
PONDOK PESANTREN SURYALAYA TASIKMALAYA
2013
2

MODEL PEMBELAJARAN KONTRUKTIVISME


UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA
PADA PEMBEJALARAN IPA TENTANG PESAWAT SEDERHANA
(Penelitian Tindakan Kelas di Kelas V SD Negeri 2 Kiarapayung
Kecamatan Rancah Kabupaten Ciamis Tahun Pelajaran 2013/2014)

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan untuk Penulisan Skripsi Sebagai Sebagian


dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Madrasah Ibtidahiyah/ Sekolah Dasar

Oleh
IRVAN IRMAN MELANA
NIM. 1055.009

Telah disetujui dan disahkan oleh


Pembimbing

Drs. H. Suhrowardi, M.Ag.

Mengetahui,
Ketua Program Studi
Pendidikan Guru Madrasah Ibtidahiyah/ Sekolah

Drs. H. Suhrowardi, M.Ag.


1

PROPOSAL PENELITIAN

A. Judul

Model Pembelajaran Kontruktivisme untuk Meningkatkan Hasil Belajar

Siswa pada Pembejalaran IPA Tentang Pesawat Sederhana

(Penelitian Tindakan Kelas di Kelas V SD Negeri 2 Kiarapayung Kecamatan

Rancah Kabupaten Ciamis Tahun Pelajaran 2013/2014)

B. Bidang Kajian

Hasil Belajar siswa pada pembelajaran IPA tentang pesawat sederhana dan

model pemebelajaran konstruktivisme.

C. Latar Belakang

Meningkatkan mutu pendidikan merupakan harapan yang harus

dicapai, baik menurut tujuan nasional maupun tujuan lembaga yang terkait

di dalamnya, yang salah satunya yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa,

taqwa, terampil serta bisa menjadi warga Negara yang demokratis, dan

bertanggung jawab. Sudah sepatutnya semua elemen tenaga kependidikan,

baik yang berperan sebagai pendidik ataupun elemen lain yang menunjang

terhadap penyelenggaraan pendidikan berusaha keras agar dapat mewujudkan

cita-cita tersebut. Hal ini sesuai dengan menurut UndangUndang No 20

Tahun 2003 Tentang sistem Pendidikan Nasional pada BAB II Dasar, Fungsi

dan Tujuan Pasal 2-3 di tegaskan bahwa:

Pendidikan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia Tahun 1945.
2

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan


membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan di

Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945.

Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah

masyarakat dan orang tua. Kerjasama antara ketiga pihak diharapkan dapat

mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan nasional, untuk mencerdaskan

kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya. Manusia

Indonesia seutuhnya artinya manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap

Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki kepribadian yang

mantap, mandiri, serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Sejauh ini pendidikan masih didominasi oleh pandangan bahwa

pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Kelas masih

berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, kemudian ceramah

menjadi pilihan utama strategi belajar. Untuk itu, diperlukan sebuah strategi

belajar “baru” yang lebih memberdayakan siswa. Sebuah strategi belajar yang

tidak mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta, tetapi sebuah strategi yang

mendorong siswa mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri.

Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa

anak akan belajar lebih baik jika lingkungan belajar diciptakan alamiah.
3

Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya,

bukan mengetahuinya dan menghafalkannya. Pembelajaran yang berorientasi

target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetensi jangka pendek,

tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam jangka

panjang. Terutama dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam ( IPA).

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah pengetahuan yang rasional dan

objektif tetang alam semesta dengan segala isinya. IPA membahas tentang

gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis oleh manusia yang

didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan manusia.

Pembelajaran IPA berupaya membangkitkan minat manusia agar mau

meningkatkan kecerdasan dan pemahamannya tentang alam seisinya yang

penuh rahasia yang tak habis-habisnya. Khusus untuk IPA hendaknya

membuka kesempatan untuk memupuk rasa ingin tahu siswa secara alamiah

dengan dikaitkan dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan pengamatan, diperoleh gambaran bahwa ternyata kesulitan

yang dihadapi oleh para siswa adalah mereka kurang mampu mengaitkan

konsep-konsep IPA yang dipelajarinya dengan kegiatan kehidupan sehari-

hari. Dan pada umumnya siswa belajar dengan menghafal konsep-konsep

IPA bukan belajar untuk mengerti konsep-konsep IPA. Permasalahan yang

dihadapi siswa di SD adalah hasil belajar IPA yang belum tuntas hanya 20%

(5 orang) siswa yang sudah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM),

selebihnya 80% (15 orang) siswa belum mencapai KKM. Hal ini disebabkan

dalam pembelajaran IPA guru selalu menggunakan metode ceramah yang


4

menjadikan siswa bosan, dan jenuh sehingga siswa berpendapat bahwa

pelajaran IPA dianggap sulit karena kurangnya pemahaman siswa terhadap

pembelajaran IPA, sehingga tidak menarik untuk belajar, dan berdampak

pada rendahnya hasil belajar yang diperoleh siswa.

Untuk mengatasi masalah tersebut guru yang baik harus menciptakan

suasana pembelajaran yang menyenangkan. Kegiatan pembelajaran yang

menyenangkan dapat tercipta bila guru menggunakan model pembelajaran

yang tepat dan relevan dengan materi IPA yang akan diajarkan. Selain itu

siswa akan merasa tertarik mempelajari IPA, mencoba dan membuktikan

sendiri, sehingga akan memperkuat kemampuan kognitifnya dengan

demikian pembelajaran menjadi lebih bermakna dan tujuan Nasional

Pendidikan dapat tercapai.

Menurut pandangan konstruktivisme keberhasilan belajar bukan hanya


bergantung lingkungan atau kondisi belajar melainkan juga pada
pengetahuan awal siswa. Pengetahuan itu tidak dapat dipindahkan
secara utuh dari pikiran guru ke siswa, namun secara aktif dibangun
oleh siswa sendiri melalui pengalaman nyata, hal ini sesuai dengan apa
yang dilakukan oleh Piaget yaitu belajar merupakan proses adaptasi
terhadap lingkungan yang melibatkan asimilasi, yaitu proses
bergabungnya stimulus kedalam struktur kognitif. Bila stimulus baru
tersebut masuk kedalam struktur kognitif diasimilasikan, maka akan
terjadi proses adaptasi yang disebut kesinambungan dan struktur
kognitif menjadi bertambah. (Dr. Ari Widodo, 2007:50)

Dengan demikian jelas bahwa tahap berfikir anak usia SD harus

dikaitkan dengan hal-hal nyata dan pengetahuan awal siswa yang telah

dibangun mereka dengan sendirinya. Model pembelajaran kontruktivisme

merupakan strategi yang cocok diterapkan dalam mengatasi masalah-masalah

yang dihadapi siswa dalam proses belajar IPA khususnya mengenai konsep
5

pesawat sederhana. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami sendiri

apa yang dipelajari bukan mengetahuinya. Pembelajaran kontruktivisme

merupakan suatu konsep belajar mengajar dimana guru menghadirkan situasi

dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara

pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapanya dalam kehidupan mereka

sehari-hari.

Dalam konteks tersebut, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa

manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya?. Mereka

sadar bahwa apa yang mereka pelajari berguna bagi kehidupannya. Dengan

demikian mereka memposisikan diri sebagai dirinya sendiri yang

memerlukan suatu bekal untuk masa depannya. Dengan pembelajaran

kontruktivisme diharapkan akan mempermudah dalam memahami dan

memperdalam IPA untuk meningkatkan motivasi belajar siswa sehingga

dapat meningkatkan pemahaman siswa.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik umtuk mengadakan

penelitian demgan judul : “Model Pembelajaran Kontruktivisme untuk

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Pembejalaran IPA Tentang

Pesawat Sederhana (Penelitian Tindakan Kelas di Kelas V SD Negeri 2

Kiarapayung Kecamatan Rancah Kabupaten Ciamis Tahun Pelajaran

2013/2014)”.
6

D. Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Pemahaman Siswa Kelas V terhadap pembelajaran IPA masih

kurang, hal ini ditandai dengan nilai rata-rata hasil ulangan relativ rendah.

Kurangnya pemahaman siswa tersebut disebabkan oleh beberapa faktor,

antara lain :

2. Lemahnya perencanaan pembelajaran IPA melalui model pembelajaran

Kontruktivisme untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD

Negeri 1 Kiarapayung tentang konsep pesawat sederhana.

3. Jarangnya pelaksanaan pembelajaran IPA melalui model pembelajaran

Kontruktivisme untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD

Negeri 1 Kiarapayung tentang konsep pesawat sederhana.

4. Lemahnya hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 1 Kiarapayung

tentang konsep pesawat sederhana.pada pembelajaran IPA tidak

menggunakan model pembelajaran Kontruktivisme.

5. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan indentifikasi masalah diatas,

maslah utama dalam penelitian ini adalah : bagaimanakah penggunaan

model pembelajaran konstruktivisme untuk meningkatkan hasil bejar

siswa pada pembelajaran IPA tentang pesawat sederhana di kelas V SD

Negeri 1 Kiarapayung Kecamatan Rancah?


7

Adapun secara khusus dan operasional, masalah-masalah yang

menjadi fokus penelitian ini dapat diuraikan menjadi beberapa pertanyaan

berikut :

1. Bagaimana perencanaan pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil

belajar siswa IPA kelas V SD Negeri 1 Kiarapayung tentang konsep

pesawat sederhana melalui model pembelajaran Kontruktivisme?

2. Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran IPA yang dapat

meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 1 Kiarapayung

tentang konsep pesawat sederhana melalui model pembelajaran

Kontruktivisme?

3. Bagaimanakah hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 1 Kiarapayung

terhadap konsep pesawat sederhana pada pembelajaran IPA melaui

model pembelajaran Kontruktivisme?

E. Cara Memecahkan Masalah

Cara pemecahan masalah yang akan digunakan dalam penelitian ini

adalah dengan mengimplemantasikan metode penelitian tindakan kelas dalam

pembelajaran IPA tentang pesawat sederhana melalui model pembejalaran

konstruktivisme .

Model konstruktivisme dalam pembelajaran adalah suatu proses belajar

mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental, membangun

pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur kognitif yang dimilikinya. Guru

lebih berperan sebagai fasilitator dan mediator pembelajaran. Penekanan


8

tentang belajar dan mengajar lebih berfokus terhadap suksesnya siswa

mengorganisasi pengalaman mereka.

Dengan demikian model pembejalaran konstruktivisme dapat

meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA di kelas V SD

Negeri 1 Kiarapayung Kecamatan Rancah Kabupaten Ciamis.

F. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan latar belakang, dan rumusan masalah serta cara

pemecahan masalah, sebagai mana diuraiakan diatas, maka hipotesis secara

umum dirumuskan sebagai berikut : ”Model pemebelajaran konstruktivisme

dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA tentang

pesawat sederhana di kelas V SD Negeri 1 Kiarapayung”.

G. Tujuan Dan Keguanaan

1. Tujuan

Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan,

penelitian ini bertujuan untuk:

a. Meningkatkan kemampuan guru merancang perencanaan pembelajaran

yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA

kelas V SD Negeri 1 Kiarapayung tentang konsep pesawat sederhana

melalui model pembelajaran Kontruktivisme?

b. Meningkatkan kemampuan guru mengelola pelaksanaan pembelajaran

IPA yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 1

Kiarapayung tentang konsep pesawat sederhana melalui model

pembelajaran Kontruktivisme?
9

c. Meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 1 Kiarapayung

terhadap konsep pesawat sederhana.pada pembelajaran IPA melaui

model pembelajaran Kontruktivisme?

2. Keguanaan

Kegunaan dari penelitan ini adalah untuk memperkaya kajian keilmuan

dalam masalah model pembelajaran dan pengaruhnya terhadap peningkatan

hasil belajar siswa.

Manfaat secara praktis memberikan wawasan pengetahuan dan

pengalaman kepada guru dan siswa dalam memecahkan permasalahan

pembelajaran IPA, khususnya tentang meningkatkan hasil belajar siswa

tentang pesawat sederhana dengan menggunakan model pembelajaran

kontruktivisme, terutama pada beberapa hal diantara sebagai berikut:

1. Manfaat Bagi Guru : Memberikan pengetahuan dan pengalaman dalam

mengelola pembelajaran IPA tentang pesawat sederhana;

Mengembangkan kemampuan guru dalam meningkatkan hasil belajar

siswa tentang pesawat sederhana; dan Meningkatkan profesionalis

guru sebagai tenaga pendidik

2. Manfaat Bagi Siswa : Membantu dalam menguasai konsep pesawat

sederhana; Dapat meningkatkan hasil belajar siswa tentang pesawat

sederhana; dan tidak merasa bosan dalam mengikuti pembelajaran

IPA.

3. Manfaat Bagi Lembaga : Secara kelambagaan bermanfaat untuk

mengembangkan ilmu pendidikan tentang model pembelajaran


10

tentang untuk meningkatkan hasil belajar siswa tentang konsep

pesawat sederhana.

H. Landasan Teori

1. Model Pembelajaran Konstruktivisme

Teori belajar kontruktivisme beranjak dari model pembelajaran

konstruktivisme adalah salah satu pandangan tentang proses pembelajaran

yang menyatakan bahwa dalam proses belajar (perolehan pengetahuan)

diawali dengan terjadinya konflik kognitif. Konflik kognitif ini hanya

dapat diatasi melalui pengetahuan akan dibangun sendiri oleh anak melalui

pengalamannya dari hasil interaksi dengan lingkungannya.

Konflik kognitif tersebut terjadi saat interaksi antara konsepsi awal

yang telah dimiliki siswa dengan fenomena baru yang dapat diintegrasikan

begitu saja, sehingga diperlukan perubahan/modifikasi struktur kognitif

untuk mencapai keseimbangan peristiwa ini akan terjadi secara

berkelanjutan, selama siswa menerima pengetahuan baru. Perolehan

pengetahuan siswa diawali dengan diadopsinya hal baru sebagai hasil

interaksi dengan lingkungannya, kemudian hal baru tersebut dibandingkan

dengan konsepsi awal yang telah dimiliki sebelumnya. Jika hal baru

tersebut tidak sesuai dengan konsepsi awal siswa, maka akan terjadi

konflik kognitif yang mengakibatkan adanya ketidakseimbangan dalam

struktur kognisinya. Pada kondisi ini diperlukan alternatif strategi lain

untuk mengatasinya.
11

Berdasarkan pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa model

konstruktivisme dalam pembelajaran adalah suatu proses belajar mengajar

dimana siswa sendiri aktif secara mental, membangun pengetahuannya,

yang dilandasi oleh struktur kognitif yang dimilikinya. Guru lebih

berperan sebagai fasilitator dan mediator pembelajaran. Penekanan tentang

belajar dan mengajar lebih berfokus terhadap suksesnya siswa

mengorganisasi pengalaman mereka.

a. Karakteristik Model Pembelajaran Kontruktivisme

Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik memandang

subyek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya

dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek

menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh

realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh

subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan

disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang

berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui

proses rekonstruksi.

Yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam

proses pembelajaran, si belajarlah yang harus mendapatkan penekanan.

Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan

pembelajar atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab

terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu
12

dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka

untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa.

Belajar lebih diarahkan pada experimental learning yaitu merupakan

adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium,

diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian dikontemplasikan dan

dijadikan ide dan pengembangan konsep baru. Karenanya aksentuasi dari

mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada

pembelajaran.

1) Beberapa hal yang mendapat perhatian pembelajaran


konstruktivistik, yaitu: (1) mengutamakan pembelajaran yang
bersifat nyata dalam kontek yang relevan, (2) mengutamakan
proses, (3) menanamkan pembelajran dalam konteks pengalaman
social, (4) pembelajaran dilakukan dalam upaya
mengkonstruksipengalaman
(http://puslit.petra.ac.id/journals/interior/.)
2) Hakikat pembelajaran konstruktivistik oleh Brooks & Brooks dalam
Degeng mengatakan bahwa pengetahuan adalah non-objective,
bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak menentu. Belajar dilihat
sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas
kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar berarti menata
lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna serta
menghargai ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka si belajar akan
memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan
tergentung pada pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam
menginterpretasikannya.

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa hakikat

pembelajaran Kontruktivisme ditekankan bahwa anak yang aktif

sedangkan yang lain hanya sebagai pemantu saja dalam artian sebagai

penaunjang keberhasilan dalam pembelajaran.

Model Pembelajaran Kontruktivisme adalah salah satu model

pembelajaran yang menekankan pada pengetahuan awal siswa sebagai


13

tolak ukur dalam belajar. Hal ini sesuai dengan paendapat para tokoh-

tokoh kontruktivis:

a. Menurut Von Glasersfeld dalam bettencourt, 1989 dan matthews,


1994 (Dr. Paul Suparno, 1997:18) kontruktivisme adalah salah satu
filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetauan kita
adalah kontruksi (bentukan) kita sendiri. Von Glasersfeld
menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari
kenyataan (realitas).
b. Model belajar kontruktivis adalah model pembelajaran yang
menekankan pada pengetahuan awal siswa sebagai tolak ukur dalam
belajar (Dr. Ari Widodo, 2007: 50).
c. Model belajar kontruktivis teori perkembangan intelektual Piaget
(Carin, 1994:60) dalam buku Dr. Ari Widodo (2007:50) yang
memandang belajar sebagai proses pengaturan sendiri (self
regulation) yang dilakukan seseorang dalam mengatasi kognitif.
Konflik timbul pada saat ketidak selarasan (disequilibration) antara
informasi yang diterima siswa dengan struktur kognitif yang
dimilikinya. Adapun pengaturan sendiri adalah proses internal untuk
mencapai keselarasan (equilibration) yang dilakukan melalui dua
fungsi yakni organisasi dan adaptasi.

Berdasarkan pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa model

konstruktivisme dalam pembelajaran adalah model pembelajaran yang

menekankan pada pengetahuan awal siswa sebagai tolak ukur dalam

belajar, suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara

mental, membangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur kognitif

yang dimilikinya. Guru lebih berperan sebagai fasilitator dan mediator

pembelajaran. Penekanan tentang belajar dan mengajar lebih berfokus

terhadap suksesnya siswa mengorganisasi pengalaman mereka.

Pada karakteristik pembelajaran kontruktivisme dalam merancang

dan menyelenggarakan pembelajaran IPA hendaknya guru memperhatikan

hal-hal berikut:
14

1) Mempertimbangkan bahwa pengetahuan awal sangat berperan dalam

pengalaman belajar mereka

2) Pembelajaran dipandang sebagai proses transformasi konsepsi yang

menyebabkan terjadinya perubahan konseptual pada diri siswa

3) Dalam pembelajaran, perubahan konseptual atau pengetahuan

dikontruksi siswa melalui partisipasi aktif dalam aktivitas Hand-on dan

minds-on

4) Perubahan konseptual (belajar) akan terjadi secara efektif jika tersedia

konteks (ekologi konseptual) yang mendukung bagi siswa. Konteks ini

bersifat cultural, social/bahasa dan material.

b. Keutungan dan kerugian dalam Menggunakan Model


Konstruktivisme

Dalam penggunaan model konstruktivisme terdapat keuntungan

yaitu sebagai berikut:

1) Dapat memberikan kemudahan kepada siswa dalam mempelajari

konsep IPA

2) Melatih siswa berfikir kritis dan kreatif.

Adapun kerugian model pembelajaran kontruktivisme adalah sebagai

berikut:

1) Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa

hasil konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi para ilmuan

sehingga menyebabkan miskonsepsi.


15

2) Konstruktivisme menanamkan agar siswa membangun

pengetahuannya sendiri, hal ini pasti membutuhkan waktu yang lama

dan setiap siswa memerlukan penanganan yang berbeda-beda.

3) Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua

sekolah memiliki sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan

dan kreatifitas siswa.

2. Hasil Belajar Siswa

Dalam melakukan kegiatan belajar, terjadi proses berpikir yang

melibatkan kegiatan mental. Dalam kegiatan mental, terjadi penyusunan

hubungan informasi-informasi yang diterima sehingga timbul suatu

pemahaman dan penguasaan materi yang diberikan. Pemahaman dan

penguasaan materi yang diberikan ini disebut sebagai hasil belajar.

Pendapat S. Nasution dalam bukunya “Didaktik Dasar-Dasar

Mengajar” menyatakan bahwa :

Hasil belajar adalah suatu perubahan pada diri individu siswa


setelah mengalami proses belajar, tidak hanya mengenai
pengetahuan tetapi juga membutuhkan kecakapan, kebiasaan,
pengertian, penghargaan, sikap, penguasaan diri dalam pribadi
individu yang belajar.

Perubahan yang terjadi pada setiap individu yang belajar

tergantung pada banyak faktor, diantaranya kematangan, lingkungan, latar

belakang pribadi, sikap, dan bakat terhadap suatu bidang belajar yang

diberikan. Perubahan ini dapat berupa sesuatu yang baru yang segera

tampak dalam perilaku nyata atau masih tersembunyi mungkin juga

perubahan itu berupa penyempurnaan terhadap hal yang sudah dipelajari.


16

Menurut Benyamin Bloom,dalam taksonomi Bloom kategori hasil

belajar dibedakan atas tiga ranah yaitu :

a. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual,


meliputi pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis,
sintesis, dan evaluas.
b. Ranah afekif berkenaan dengan sikap, meliputi penerimaan,
jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.
c. Ranah psikomotor berkenaan dengan hasil belajar keterampilan
dan kemampuan bertindak, meliputi gerak reflek, keterampilan
gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau
kecepatan, gerakan kompleks, dan gerakan ekspresif dan
interpretatif.

Diantara ketiga ranah tersebut yang paling banyak dinilai oleh para

pendidik di sekolah adalah ranah kognitif, karena berkaitan dengan

kemampuan para siswa dalam menguasai bahan pelajaran. Masing-masing

ranah terdiri dari sejumlah aspek yang saling berkaitan. Oleh sebab itu,

penilaian terhadap proses belajar siswa meliputi aspek kognitif, afektif,

dan psikomotor. Dan alat penilaian untuk setiap ranah berbeda dalam

cakupan dan hakikat yang terkandung di dalamnya.

3. Pemeblajaran IPA di Sekolah Dasar

Kegiatan yang paling pokok dalam proses pendidikan adalah proses

pembelajaran. Hal ini berarti menunjukan keberhasilan pendidikan banyak

tergantung kepada proses pembelajaran. Belajar bukan hanya terjadi di

dalam Sekolah, akan tetapi berlangsung pula dalam kehidupan sehari-hari.

Seseorang yang dikatakan belajar proses yang mengakibatkan perubahan

tingkah laku.
17

Perubahan tersebut terjadi secara berkesinambungan yang

menyebabkan perubahan berikutnya dan bermanfaat bagi proses

pembelajaran. Hal ni seperti yang diungkapkan Slameto mengenai arti

belajar, yaitu:

a. Belajar dapat didefinisikan sebagai suatu aktivitas mental/psikis


yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang
menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan,
pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat
relative, konstan dan terbatas (Winkel, 1996:10).
b. Belajar dalam arti luas adalah proses perubahan tingkah laku yang
dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan, dan penilaian
terhadap atau mengnai sikap dan nilai-nilai, pengetahuan dan
kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai bidang studi, lebih
luas lagi dalam berbagai bidang studi, lebih luas lagi dalam
berbagai aspek-aspek kehidupan atau pengalaman-pengalaman
yang terorganisasi (Tabrani Rusyan, 1996:17).
c. Belajar merupakan suatu proses perubahan perilaku atau pribadi
seseorang berdasarkan praktek atau pengalaman tertentu (Syaiful
Sagala, 2006:37).

Dari uraian di atas dapat disimpulakn bahwa seseorang telah

dikatakan belajar apabila pada dirinya telah terjadi perubahan tingkah laku

maupun telah memperoleh kecakapan, keterampilan dan sikap, yang

semuanya diperoleh berdasarkan pengalan yang dialaminya.

a. Menurut Fisher (1975:5) dalam buku hakikat IPA dan Pendidikan


IPA (Dr.I Made Alit Mariana, M.Pd, 2009:14) kata sains berasal
dari bahasa latin, yaitu scientia yang artinya secara sederhana
adalah pengetahuan (knowledge). Kata mungkin juga berasal dari
bahasa Jerman, yaitu: Wissechaft yang artinya sistematis,
pengetahuan yang terorganisasi. Sains diartikan sebagai
pengetahuan yang secara sistematis tersusun (assembled) dan
bersama-sama dalam suatu urutan terorganisasi. Misalnya
pengetahuan tentang fisika, biologi dan kimia.
b. Dalam metodik khusus pengajaran IPA disusun oleh direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah dinyatakan bahwa IPA
merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis untuk
mengetahui pengetahuan, fakta-fakta konsep-konsep, prinsip-
prinsip, proses penemuan, dan memiliki sifat sikap ilmiah.
18

Pendidikan IPA di SD bermanfaat bagi siswa untuk mempelajari


diri sendiri dan alam sekitar.

Dari pandangan di atas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan IPA

merupakan pengetahuan yang secara sistematis tersusun (assembled) dan

bersama-sama dalam suatu urutan terorganisasi dan menekankan pada

pemberian pengalaman langsumg dan kegiatan praktis untuk

mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan

memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk

“mencari tahu” dan “berbuat” sehingga dapat membantu siswa untuk

memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

Pendidikan IPA juga merupakan suatu upaya atau proses untuk

membelajarkan siswa untuk memahami hakikat IPA: produk, proses, dan

mengembangkan sikap ilmiah serta sadar akan nilai-nilai yang ada dalam

masyarakat untuk pengembangan sikap dan tindakan berupa aplikasi IPA

yang positif.

Adapun Connor (1997:7) berkesimpulan bahwa pendidikan sains

untuk sekolah dasar harus secara konsisten berorientasi pada: (a)

pengembangan ketrampilan proses, (b) pengembangan konsep, (c)

aplikasi, (d) isu sosial yang berdasarkan pada Sains.

Tujuan pendidikan IPA dewasa ini mencakup lima dimensi, yaitu

dimensi:

1. Pengetahuan dan pemahaman.

Dimensi ini mencakup: fakta, konsep, teori, hukum, dan penyelidikan

sejarah IPA.
19

2. Penggelian dan penemuan

Dimensi ini berhubungan dengan penggunaan proses-proses IPA

untuk mempelajari bagaimana ahli IPA bekerja dan berpikir.

Ketrampilan yang harus diajarkan mencakup: mengamati,

mendeskripsikan, mengklasifikasi, dan mengorganisasikan,

mengkomunikasikan, berhipotesis, menguji hipotesis,

menginterpretasikan data, penggunaan ketrampilan psikomotor dan

sebagainya.

3. Imaginasi dan kreativitas

Dimensi ini berhubungan dengan kemampuan memvisualisasikan atau

menghasilkan gambaran mental, mengkombinasikan objek, dan

gagasan dengan cara-cara baru, memecahkan masalah dan teka-teki,

mengahsilkan idea tau gagasan yang tidak biasa.

4. Sikap dan nilai

Pengembangan kepekaan dan pengahargaan kepada orang lain,

mendeskripsikan perasaan perasaan dengan cara yang kontruktif,

mengambil keputusan dengan didasari oleh nilai-nilai individu, social

dan isu-isu lingkungan.

5. Penerapan

Mampu mengidentifikasi hubungan konsep IPA dalam penggunaanya

dengan kehidupan sehari-hari; memahami prinsip-prinsip ilmiah dan

dan teknologi yang bekerja pada alat-alat rumah tangga, memahami


20

dan menilai laporan-laporan perkembangan ilmiah yang ditulis pada

media masa.

Pada pembelajaran IPA terdapat efek. Efek pembelajaran merupakan

langsung sebai hasil pembelajaran dan efek ringan atau tidak langsung

terjadi akibat pendekatan, pengalam belajar siswa. Efek ringan muncul

karena IPA memiliki nilai. Nilai-nilai inilah yang diharapkan dapat

tumbuh dan berkembang dalam diri siswa ketika dan setelah belajar IPA.

Nilai-nilai IPA dalam berbagai segi kehidupan itu adalah: nilai praktis,

nilai intelktual, nilai sosial politik-ekonomi, nilai keagamaan dan nilai

pendidikan.

4. Konsep Pesawat Sedarhana di Kelas V Sekolah Dasar

Pada pembelajaran IPA di kelas V Sekolah Dasar tentang konsep

pesawat sederhana terdapat Standar kompetensi, Kompetensi Dasar dan

Indikator. Standar Kompetensi nya yaitu: Memahami hubungan antara

gaya, gerak, dan energi, serta fungsinya. Kompetensi Dasar: menjelaskan

pesawat sederhana yang dapat membuat pekerjaan lebih mudah dan lebih

cepat. Sedangkan Indikator nya meliputi: (a) menjelaskan pengertian jenis

pesawat sederhana, (b) engidentifikasi pesawat sedehana yang dapat

membuat pekerjaan lebih mudah dan cepat, (c)menyebutkan jenis pesawat

sederhana dan keuntungannya, (d) mengelompokan jenis pesawat

sederhana (pengungkit, bidang miring, katrol, roda dan poros),

(e)mendemontrasikan cara menggunakan pesawat sederhana.

Dalam kamus Bahasa Indonesia paham adalah pandai atau mengerti


benar tentang sesuatu hal, sedangkan pemahaman adalah proses,
21

cara, perbuatan memahami atau memahamkan. Pemahaman dalam


penelitian ini adalah kesanggupan untuk mengenal fakta, konsep,
prinsip, dan skill. Meletakkan hal-hal tersebut dalam hubungannya
satu sama lain secara benar dan menggunakan secara tepat pada
situasi tertentu. Pemahaman meliputi penerimaan dan komunikasi
secara akurat sebagai akurat sebagai hasil komunikasi dalam
pembagian yang berbeda dan mengorganisasi secara singkat tanpa
mengubah pengertian. (http://4rif.word.pres.com, 17 september
2009).

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman dapat

tumbuh apabila ada kesanggupan pada dirinya untuk mengenal fakta,

konsep, prinsip, dan skill dimilkinya.

Dalam melakukan semua pekerjaan atau kegiatan, tidak seorangpun

menginginkan yang sulit-sulit atau sukar, semua orang pasti menginginkan

pekerjaanya dapat dilakukan dengan mudah dan ringan. Untuk itu manusia

menciptakan sebuah alat yang dapat mempermudah pekerjaan manusia

yang dinamakan dengan pesawat sederhana.

Pesawat sederhana adalah alat-alat yang dapat mempermudah

pekerjaan manusia. Pada prinsipnya pesawat sederhana dibedakan menjadi

empat macam, yaitu: pengungkit, bidang miring, katrol dan roda berporos.

Pertama, pengungkit adalah batang kaku yang dapat diputar bebas

pada sebuah poros tetap yang bertindak sebagai penumpu. Berdasarkan

letak beban, kuasa, dan penumpunya Pengungkit dibedakan menjadi tiga

golongan yaitu pengungkit golongan I (letak titik tumpu berada diantara

beban dan kuasa), pengungkit golongan II (letak beban diantara titik

tumpu dan kuasa), pengungkit golongan III (letak kuasa di antara beban

dan titik tumpu).


22

Kedua, bidang miring adalah permukaan benda yang diletakan

secara miring, dijadikan landasan untuk menaikkan beban.

Ketiga, katrol adalah benda berbentuk roda yang digunakan untuk

menyangga tali atau beban. Katrol dapat berputar sehingga memudahkan

tali untuk bergerak pada katrol. Katrol dibedakan menjadi empat yaitu;

katrol tetap, katrol bebas, katrol rangkap, dan katrol ganda atau takal.

Keempat, roda berporos adalah peralatan yang menggunkan roda

berpasangan biasanya dihubungkan pada poros roda. Poros roda berada

pada titik temu jari-jari roda.

Proses pembelajaran di sekolah dasar akan dapat berlangsung

dengan baik dan berhasil apabila dalam pembelajaran yang dilakukannya

tidak hanya menggunakan metode konvensional, namun mungkin akan

lebih berhasil dengan menggunakan sebuah model pembelajaran yang

lebih tepat yaitu salah satunya dengan menggunakan model pembelajaran

kontruktivismne. Dimana pada pembelajaran model kontruktivisme

menekankan pada pengetahuan awal siswa sebagai tolak ukur dalam

belajar. Dengan menggunakan model pembelajaran kontruktivisme

aktivitas siswa lebih aktiv, kreatif, inovatif dan menyenangkan.

Aktifitas sangat penting sekali dalam proses belajar mengajar di

sekolah. Aktifitas belajar dapt diartikan sebagai proses atau usaha yang

dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan untuk

memperoleh perubahan tingkah laku baru yang dinyatakan dalam bentuk

penguasaan, penggunaan dan penilaian terhadap sikap dan nilai-nilai


23

pengetahuan serta kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai berbagau

bidang study atau lebih luas dalam berbagai aspek kehidupan atau

pengalaman yang terorganisir (Tabrany Rusyana, 1991 : 8), sealur dengan

pendapat tersebut, sardiman (2004:96) Mengatakan bahwa aktivitas belajar

merupakan prinsip atau asas yang sangat penting dalam interaksi belajar

mengajar untuk mengubah tingkah laku.

Adapun macam-macam aktivitas belajar yan dapat dilakukan oleh

siswa di sekolah diantaranya dikemukakan oleh Sudirman (2004:10) yaitu :

a. Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya: membaca,


memperhatikan gambar, demonstrasi, percobaan pekerjaan orang
lain.
b. Oaral activities, seperti menyatakan, merumuskan, bertanya,
memberi saran, mengeluarkan pendapat, mngadakan wawancara,
diskusi, dan intrupsi.
c. Listening activities, seperti mendengarkan uraian, percakapan,
diskusi, musik, dan pidato.
d. Writing activities, seperti menulis cerita, karangan, laporan, angket
dan menyalin.
e. Drawin activities, misalnya : menggambar, membuat grafik, peta dan
diagram.
f. Motor activities, yang termasuk didalamnya antara lain melakukan
percobaan, membuat kontruksi, model mereparasi, bermain,
berkebun, dan berternak.
g. Mental activities, misalnya menanggapi, mengingat, memecahkan
masalah, menganalisis, memilih hubungan, dan mengambil
keputusan.
h. Emotioanl activities, seperti menaruh minat, merasa bosan, gembira,
bersemangat, bergairah, berani, tenag dan gugup.

I. Metodologi Penelitian

Metode penelitian yang di gunakan dalam penelitian model

pemebalajran konstruktivisme untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada

pembejaran IPA tentang pesawat sederhana di kelas V SD Negeri 1

Kiarapayung Kecamatan Rancah ini adalah metode Penelitian Tindakan Kelas


24

(PTK) yang dikenal Clasroom Action Reesearch. Pemilihan metode ini

dengan alasan permasalahan yang hendak diteliti adalah permasalahan yang

timbul dalam kegiatan pembelajaran. Penelitian ini dilaksanakan dalam 3

siklus, dan setiap siklus terdiri dari 3 tindakan.

Gambar 1. Alur Penelitian Tindakan Kelas


Model Kemmis dan Mc. Taggart dikutip oleh Margaretha (2008 : 22)

1. Setting Lokasi Penelitian dan Karakteristik Subjek Penelitian

Lokasi penelitian yaitu di SD Negeri 1 Kiarapayung Kecamatan

Rancah Kabupaten Ciamis. Alasan lokasi penelitian ini di pilih antara lain:

1) Baik guru dan kepala sekolah maupun pejabat yang terkait

memberikan izin dilaksanakannya penelitian di SD tersebut


25

2) Peneliti sekaligus sebagai tenaga pengajar di Sekolah tersebut.

Penelitian Tindakan Kelas ini akan dilaksanakan pada awal

semester II pada tahun pelajaran 2013/2014.

Subjek Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini adalah seluruh siswa

di kelas V SD Negeri 1 Kiarapayung Kecamatan Rancah Kabupaten

Ciamis yang berjumlah 20 siswa terdiri dari 10 siswa laki-laki dan 10

siswa perempuan. Seacara umum hasil belajar siswa dalam pembelajran

IPA masih kurang hal ini ditandai dengan rendahnya hasil ulangan harian

mengenai konsep pesawat sedarhana.

2. Variabel yang Diteliti

Penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel proses dan

variabel hasil.

a) Variabel proses pada penelitian ini adalah kemampuan guru dalam

penerapan model pembelajaran konstruktivisme dalam pemebelajaran

IPA tentang pesawat sederhana. Sub variable terdiri dari kemampuan

guru dalam membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan

motivasi belajar siswa. Variable tersebut diukur dengan instrument

observasi terstruktur. Hasil observasi dinilai oleh partisipan triangulasi

yaitu kepala sekolah, teman sejawat sebagai peneliti mitra, dan dosen

pembimbing.

b) Variable Hasil pada penelitian ini adalah hasil belajar siswa pada

pembelajaran IPA tentang pesawat sederhana. Variabel ini di ukur


26

dengan instrument penilaian tes, siswa diminta untung menjawab soal

lembar kerja siswa.

Pengukuran variabel proses dan variabel hasil dilakukan pada

setiap siklus tindakan yang dilaksananakan dan dijadikan sebagai refleksi

untuk perbaikan pada siklus selanjutnya.

3. Persiapan

Berdasarkan hasil orientasi dan identifikasi masalah, selanjutnya

direncankan tindakan. Langkah–langkah perencanaan meliputi kegiatan

berikut :

a. Disusun rancangan tindakan berupa Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP), yang didalamnya meliputi: Standar Kompetensi,

Kompetensi Dasar, Indikator, Materi Pokok, dan kegiatan

pembelajaran serta Evaluasi.

b. Menetapkan media yang sesuai dengan sumber metode, teknik dan

lingkungan sebagi sumber belajar.

c. Menyusun alat ukur untuk mengobservasi perencanaan, proses dan

hasil belajar siswa dalam pembejaran IPA tentang lingkungan sehat

dan lingkungan tidak sehat.


27

4. Rencana tindakan

Penelitian ini mengacu pada siklus Penelitian Tindakan Kelas

(PTK) model Kemmis dan Taggart ( 1998 : 13 )

a. Perencanaan Tindakan

Refleksi awal meliputi observasi awal pada pembelajaran IPA

(Ilmu Pengetahuan Alam) tentang lingkungan sebagai sumber belajar

yang dilakukan guru di Madrasah lbtidaiyah terteliti. Refleksi awal

dilakukan pada bulan Januari 2010. Observasi dilakukan selama 1

minggu, dimulai dari minggu pertama masuk sekolah.

Catatan hasil awal, secara garis besar memperlihatkan bahwa

pembelajaran anak-anak ini belum maksimal sehingga berdampak

pada kurangnya pemahaman siswa tentang lingkungan sehat dan

lingkungan tidak sehat karena guru tidak menggunakan lingkungan

sebagai sumber belajar dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM).

Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap pra perencanaan

adalah sebagai berikut. Berdasarkan studi awal mengenai hasil

kemampuan siswa yang rata-rata masih rendah (56%), maka peneliti

sebagai praktisi berkolaborasi dengan guru kelas lain sebagai observer

berkolaborasi untuk (1) menetapkan model pembelajaran

konstruktivisme sebagai model pembalajran yang digunakan dalam

pembelajaran IPA tentang pesawat sederhana, (2) menetapkan lembar

observasi untuk perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran

lingkungan sehat dan lingkungan tidak sehat dengan metode observasi.


28

Pada tahap perencanaan tindakan peneliti sebagai praktisi

dan guru kelas sebagai observer berkolaborasi membuat rencana

pembelajaran yang memuat skenario pembelajaran terdiri dari aspek

(1) Tujuan Pembelajaran (2) Materi pelajaran (3) Langkah- langkah

pembelajaran (4) Metode, Media dan Sumber Belajar (5) Evaluasi.

b. Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan tindakan pada prinsipnya merupakan realisasi

dari suatu tindakan yang sudah direncanakan. Dalam kegiatan ini

adalah melaksanakan skenario pembelajaran yang terdapat dalam

rencana pembelajaran.

c. Observasi

Pada tahap ini dilakukan kegiatan obeservasi terhadap

perencanaan, pelaksanaan tindakan dan hasil pembelajaran dengan

menggunakan lembar observasi.

d. Refleksi

Refleksi dilakukan dengan cara kolaboratif antara peneliti

sebagai praktisi dan guru kelas sebagai observer, yaitu mendiskusikan

mengenai berbagai masalah yang terjadi di kelas. Hasil yang didapat

dalam tahap observasi dikumpulkan dan dianalisa untuk menentukan

tindakan selanjutnya, jika hasil yang dicapai dalam pembelajaran

mencapai target (75%) tindakan dihentikan dan jika hasil yang

dicapai dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan

penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar kurang dari 75%,


29

maka dilanjutkan ke siklus berikutnya sampai memenuhi target

(75%), namun jika sampai ke siklus II tindakan dihentikan, dan siklus

III dilaksanakan jika pada siklus II belaum juga memenuhi target

keberhasil 75% tersebut.

5. Data dan cara pengumpulan data

Dari penelitian ini data didapat dari sumber penelitian yaitu siswa

dan guru. Jenis data yang didapat adalah data kualitatif dan data kuantitatif

berupa : (1) hasil belajar, (2) hasil observasi. Adapun cara pengumpulan

data dari data-data tersebut adalah sebagai berikut :

a. Data Hasil Belajar

Data hasil belajar diperoleh dengan memberikan tes tertulis

kepada siswa berupa tes awal dan tes akhir. Tujuannya untuk melihat

ada tidaknya peningkatan hasil belajar siswa tersebut sebelum dan

sesudah pembelajaran dengan mengimplementasikan penggunaan

lingkungan sebagai sumber belajar. Tes tidak diujicobakan kepada

siswa tetapi dikonsultasikan dengan pembimbing dan didiskusikan

dengan guru-guru.

b. Data Hasil Observasi

Untuk memperoleh data situasi belajar mengajar pada saat

dilaksanakan tindakan digunakan lembar observasi dan pencatatan

lapangan. Dalam observasi dibuat kesepakatan bersama untuk

mendiskusikan hasil observasi setelah pembelajaan selesai dan data

hasil yang terkumpul, digunakan sebagai bahan pertimbangan


30

menentukan tindakan yang akan dilakukan selanjutnya.

6. Indikator kerja

Agar tindakan perbaikan dalam PTK ini memiliki sasaran yang jelas,

maka penulis bersama mitra (observer) menetapkan beberapa kriteria

keberhasilan sebagai berikut :

1. Kriteria keberhasilan untuk kinerja guru dalam merancang RPP,

melaksanakan proses pembelajaran dan aktifitas siswa adalah sebagi

berikut :

A = 90 % - 100 % (sangat baik)

B = 70 % - 89 % (baik)

C = 50 % - 69 % (cukup)

D = 30 % - 49 % (kurang)

E = 10 % - 29 % (sangat kurang)

Keterangan : Patokan keberhasilan minimal 75 % dan apabila kurang

dari 75 % diperlukan perbaikan.

2. Kriteria prestasi belajar siswa adalah nilai minimal sesuai KKM yang

ditetapkan oleh sekolah yaitu 64 . Siswa yang mencapai nilai KKM

minimal 75 % dari jumlah siswa kelas III yang berjumlah 20 anak.


31

J. Jadwal Penelitian

Berikut ini disajikan jadwal kegiatan pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas :

Feb Mart
Jan 2013 Apl 2013
2013 2013
No Kegiatan Minggu Minggu Minggu Minggu
ke ke ke ke
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pengajuan proposal
2 Tahap Pra Penelitian
3 Tahap Tindakan
Siklus I
a. Rencana tindakan
b. Pelaksanaan tindakan
c. Observasi
d. Refleksi
Siklus II
a. Rencana tindakan
b. Pelaksanaan tindakan
c. Observasi
d. Refleksi
Siklus III
a. Rencana tindakan
b. Pelaksanaan tindakan
c. Observasi
Refleksi
4 Penyusunan Draft Laporan
5 Penyusunan laporan
6 Pengesahan laporan.
32

K. Daftar Pustaka Sementara

Ari Widodo dkk. 2007. Pendidkan IPA di SD. Bandung. Pusat Penerbitan
Universitas Pendidikan Indonesia.

Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006) Kurikulum Tingkat satuan


Pendidikan (KTSP). Mata Pelajaran llmu Pengetahuan Alam (IPA).
Jakarta: BP Dharma Bakti.

Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Penyusuna KTSP Kabuapaten/Kota:


Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang
Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional.

Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006) Kurikulum Tingkat satuan


Pendidikan (KTSP). Mata Pelajaran llmu Pengetahuan Alam (IPA).
Jakarta: BP Dharma Bakti.

Depdiknas, (2006). UU no. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional


Pusat Data dan Informasi Pendidikan.

Depdikbud, (1996/1997) Program Pengajaran SD Pesawat Sederhana. Bandung:

Depdiknas, (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kerangka Dasar,


Jakarta Pusat Kurikulum.

Didaktik , Metodik Khusus Pengajaran Ilmu Pengetahuan Alam 1994 Direktorat


Dikdasmen, Dekdikbud Jakarta.
Horyanto. (1994). Ilmu Pengetahuan Alam kelas V Jilid 4, Jakarta: PT Erlangga

I Mariana Alit Ade dkk, (2009). Hakikat IPA dan Pendidikan IPA. Jakarta:
PPPPTK IPA.
Kasbolah, Kasihani ES. (1999). Penelitian Tindakan Kelas. Malang: Depdikbud.

Kemmis, S & MC Taggart. R. 1992. The Action Research Planner. Rev. Ed.
Victoria : Deakin University.

Suparno Paul, (1997). Filsafat Kontuktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta:


Penerbit Kansius.

(http://puslit.petra.ac.id/journals/interior/.)

Anda mungkin juga menyukai