Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH


Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Manajemen Sekolah

Dosen Pengampu;

Drs. Sugeng Purwanto, M. Pd.

Basuki Sulistio, S. Pd., M. Pd.

Disusun Oleh : Kelompok 8

1. Kristri Lestari (5402420017)


2. Ririn Wijayanti (5402420019)
3. Putri Syalma Zalbila (5402420037)
4. Lilik Rahmawati (5402420038)
5. Novia (5402420053)
6. Nora Ainun Nadia Sugiarto (5402420057)

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan
kesempatan pada kami untuk menyusun makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya, kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul "Manajemen Berbasis Sekolah" tepat pada
waktu yang ditentukan. Makalah “Manajemen Berbasis Sekolah" disusun guna memenuhi
tugas Bapak Drs Sugeng Purwanto, M. Pd. dan Bapak Basuki Sulistio, S. Pd., M. Pd. pada
bidang Manajemen Sekolah di Universitas Negeri Semarang. Selain itu, kami juga berharap
agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang Manajemen Sekolah.

Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Drs Sugeng


Purwanto, M. Pd. dan Bapak Basuki Sulistio, S. Pd., M. Pd. selaku Dosen mata kuliah
Manajemen Sekolah. Karena malalui tugas yang telah diberikan ini, menambah
pengetahuan serta wawasan terkait bidang yang ditekuni penyusun. Kami menyadari
makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami menerima kritik dan
saran yang membangun dan meyempurnakan makalah ini. Demikian yang dapat kami
sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Semarang, 11 September 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i

DAFTAR ISI............. .................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................................. 1


1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................... 1
1.3 Tujuan Pembahasan .................................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penyusunan Makalah ................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................ 3

2.1 Manajemen Berbasis Sekolah ..................................................................................... 3


2.1.1 Persyaratan ........................................................................................................ 4
2.1.2 Hambatan ........................................................................................................... 4
2.2 Tahapan Implementasi MBS ...................................................................................... 5
2.2.1 Perangkat Implementasi MBS ........................................................................... 8
2.2.2 Model-Model Implementasi MBS ..................................................................... 9
2.3 Jenis Pengorganisasian MBS ...................................................................................... 12

BAB III PENUTUP .................................................................................................................... 14

3.1 Kesimpulan ................................................................................................................. 14


3.2 Saran ........................................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Dalam peningkatan mutu pendidikan, perlu adanya perkembangan dari tahun ke
tahun seiring berkembangnya era modernisasi. Hubungan yang baik antar pengajar perlu
diciptakan dengan tujuan agar timbul suasana kerja yang kondusif dan menyenangkan.
Demikian hal penataan penampilan fisik dan manajemen sekolah perlu dibina supaya
sekolah menjadi lingkungan pendidikan yang mampu menumbuhkan kretivitas, disiplin
serta semangat belajar peserta didik.
Salah satu kurangnya keberhasilan dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan
antara lain karena strategi pembangunan pendidikan dan pengelolaan pendidikan yang
sentralistik, hal itu diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Dan atas dasar itu sekolah
perlu diberikan kepercayaan serta wewenang, bahkan kesempatan untuk mengelola dirinya
sendiri sesuai dengan kondisi obyektif di dalamnya dan sejalan dengan kebijaksanaan. Oleh
karena itu diterapkannya model manajemen yang disebut School Based Management atau
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), untuk mengimplementasikan manajemen berbasis
sekolah secara efektik dan efisien. Pada Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), kepala
sekolah perlu memiliki pengetahuan kepemimpinan, perencanaan, dan pandangan yang luas
tentang sekolah maupun pendidikan. Untuk memperdalam mengenai pengetahuan
kepemimpinan, perencanaanm, dan pandangan yang luas; hal itu dapat diperoleh dari
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) itu sendiri yang akan dibahas pada makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah


Terdapat beberapa rumusan masalah yang dibahas pada makalah ini, antara lain:
1. Apa pengertian dari Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)?
2. Apa saja pentahapan implementasi MBS?
3. Bagaimana perangkat implementasi dalam MBS?
4. Apa saja model-model pada implementasi MBS?
5. Apa saja jenis pengorganisasian MBS?

1
1.3 Tujuan Penyusunan Makalah

Tujuan yang akan didapat dari pembahasan rumusan masalah, antara lain:

1. Mengetahui strategi implementasi MBS


2. Mengetahui pentahapan implementasi MBS
3. Mengetahui perangkat implementasi dalam MBS
4. Mengetahui model-model pada implementasi MBS
5. Mengetahui jenis pengorganisasian MBS

1.4 Manfaat Penyusunan Makalah


Secara teoritis, makalah ini bermanfaat dalam menambah pengetahuan maupun
wawasan terkait hal-hal yang berhubungan dengan manajemen berbasis sekolah. Baik dari
pengertian, implementasi, pentahapan implementasi, perangkat implementasi, model-model
implementasi, bahkan jenis pengorganisasian.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Manajemen Berbasis Sekolah


MBS (Manjemen Berbasis Sekolah) mempunyai berbagai bayangan maknanya,
serta di-implementasikan dengan berbagai cara dan tujuan yang berbeda-beda. Dan konsep
mendasar dari “sekolah” dan “manajemen” tersebut berbeda, seperti dari budaya serta nilai
yang menjadi landasan dalam upaya-upaya pembentukankebijakan dan praktis. Namaun
alasan yang membuat manajemen berbasis seklah diimplementasikan pada seluruh tempat
yaitu karena terdapat peningkatan otoritas bahkan tanggung jawab pada tingkat sekolah,
tetapi kerangka kerja ditentunkan pusat supaya satu makan sistem terjaga. Suatu implikasi
yang penting yaitu ketika para pemimpin sekolah wajib mempunyai kapasitas untuk
menentukan keputusan terkait hal-hal sihnifikan operasi sekolah serta mengakui, bahkan
mengambil unsur-unsur yang ditetapkan pada kerangka kerja pusat untuk diberlakukan di
seluruh sekolah.
MBS (Media Berbasis Sekolah) menjadi bagian alternatif dari pola umum rencana
sekolah selama ini yang memusatkan wewenang pada kantor pusar serta daerah, di mana
MBS merupakan strategi peningkatan pendidikan melalui delegasi kewenangan
pengeambilan keptusan pentig dari pusat dan daerah ketingkat sekolah itu sendiri. Dengan
begitu, MBS adalah sistem manajemen dan sekolah menjadi unit pengambilan keputusan
terkait penyelenggaraan pendidikan secara mandiri. Memberi kesempatan dalam
mengendalikan hal lebih besar bagi kepala seklah, guru, murud, dan orang tua; atas
prosedur pendidikan di sekolah, merupakan bagian dari media berbasis sekolah. Pada
pendekatan, tanggung jawab menentukan keputusan tertentu akan anggaran, kepegawaian,
bahkan kurikulum; diposisikan pada tingkat sekolah dan bukan pada tingkat daerah maupun
pusat. Terlibatnya pengajar, orang tua, dan anggota masyarakat lainnya dalam menentukan
keputusan-keputusan penting; MBS dianggap mampu menciptakan lingkungan belajar yang
efektif bagi para peserta didik. Dan sejak awal, pemerintah sendiri haruslah mendukung hal
itu, di mana mereka harus mempercayai kepala sekolah serta dewan sekolah dalam
menentukan cara mencapai sasaran pendidikan di sekolah-sekolah.

3
2.1.1 Persyaratan
Pada media berbasis sekolah, perlu dilaksanakan pelatihan pada bidang-
bidang dinamika, kelompok, pemecahan masalah dan pengambilan keputusan,
penanganan komplik, teknik presentasi, manajemen stress, serta kokunikasi antar
pribadi dalam kelompok. Pelatihan-pelatihan tersebut diberikan kepada semua pihak
yang terlibat di sekolah dan anggota masyarakat, terutama di tahap awal penerapan
MBS. Dalam memenuhi tantangan pekerjaan, kepala sekolah berkemungkinan besar
memerlukan pelatihan kepemimpinan yang lebih. Hal tersebut didukung dengan
penerapan MBS yang memberikan persyaratan menurut Hamalik (2002:56), seperti
berikut:
1) Perlu adanya dkungan dari para staf terkait MBS.
2) MBS yang lebih berkemungkina berhasil bila diterapkan secara bertahap.
3) Supaya mendapatkan hasil yang maksimal, diperlukam waktu lima tahun atau
lebih.
4) Para staf sekolah serta kantor dinas sendiri saat memperoleh pelatihan, perlu
juga belajar menyesuaikan diri dengan peran serta saluran komunikasi yan
baru.
5) Perlu adanya dukungan anggaran serta waktu pada pelatihan bertemuan secara
teratur untuk para staf.
6) Perlu mendelegasikan wewenang terhadap sekolah bahkan kepala sekolah dari
pemerintah pusat dan daerah, terkait kewenangan dengan para guru serta
orang tua peserta didik.

2.1.2 Hambatan
Selain persyaratan terkain manajemen berbasis sekolah, terdapat juga
hambatan yang perlu dihaapi oleh pihak-pihak yang berkaitan dengan MBS. Dan
hambatan tersebut menutrut Rosyada (2006:90), yaitu:
a) Tidak berminat untuk terlibat. Sebagian besar ornag tidak mempunyai hasrat
untuk bekerjai tambahan di luar pekerjaan mereka saa ini, karena menurut
mereka hal tersebut hanya menambah beban. Oleh karena itu anggota dewan

4
sekolah sendiri harus memakai waktunya dalam hal perencanaan serta
anggaran, hal itu berdampak kepada kepala sekolah serta pengajar yang
semakin tidak mempunyai waktu untuk memikirkan aspek-aspek lain di luar
pekerjaan mereka.
b) Tidak efesien. Menentuka keputusan secara partisiptif, kadang-kala memicu
rasa frustasi serta hal itu itu lebih lamban dibanding dengan prosedur
otokratis. Untuk para anggota dewan sekolah perlu bekerja sama serta
memusatkan perhatian akan tugas, dan bukan hal-hal lain di luar pekerjaan
tersebut.
c) Pikiran kelompok. Setelah semakin sering bersama, berkemungkinan para
anggota dewan sekolah akan semakin kohesif. Di laim sisi hal tersebut
memicu dampak positif sebab merekabisa saling mendukung satu sama lain.
Namun kohesivitas tersebut juga dapat menyebabkan anggota terlalu
kompromis karena merasa tidak enak belainan pendapat dengan anggota yang
lain. Pada waktu tersebutlag dewan sekolah memilai terjangkit “pikiran
kelompok.” hal itu tentu berbahaya, menyebabkan keputusan yang dipilih
menjadi tidak realistis.
d) Kebingungan akan peran serta tanggung jawab baru. Pihak-pihak yang
terlibat berkemungkinan besar telah terkondisi akan iklim kerja yang selama
ini mereka tekunin. Penerapan MBS sendiri mengubah peran serta tanggung
jawab piha-pihak tersebut, dan hal itu menimbulkan kejutan bahkan
kebingungan, sehingga mereka menjadi ragu dalam memikul tanggung jawab
mengambil keputusan.
e) Kesulitan koordinasi. Dalam penerapan model yang rumit serta mencakup
kegiatan yang beragam mewajibkan adanya kordinasi yang efektif dan efesien,
karena tanpa adanya hal itu akan membuat kegiatan beragam serta tujuan
kegiatan yang ada menjadi semakin jauh dari tujuan sekolah.

2.2 Tahapan Implementasi MBS

5
Dalam implementasi media berbasis sekolah selain harus melihat kondisi sekolah
juga harus dilakukan secara bertahap. Penerapannya diperlukan perubahan terhadap aspek
keuangan, ketenagaan, kurikulum, sarana prasarana, partisipasi masyarakat. Kompleksititas
permasalahan pendidikan di Indonesia diindetifikasi oleh bank dunia dan akan
mempengaruhi kecepatan waktu pelaksanaan media berbasis sekolah, dan pelaksanaan
media berbasis sekolah paling tidak perlu melalui tiga tahap, yakni:
1. Jangka pendek tahun ke-1 hingga ke-3. Diprioritaskan pada kegiatan-kegiatan
yang tidak memerlukan perubahan aspek-aspek dasar pendidikan. Hanya berkisar
sosialisasi MBS terhadap masarakat dan sekolah yang akan melaksanakan MBS,
untuk mengetahui hak dan kewajiban mereka.
2. Jangka menengah ke-4 hingga ke-6. Di mana mulai dilaksanakan atau
dijalankannya media berbasis sekolah yang ada, dan dilihat bagaimana
perkembangan yang ada.
3. Jangka panjang ke-6 atau lebih. Apabila masyarakat dan sekolah telah
mengetahui hak dan kewajibannya masing-masing maka strategi jangka menengah
dan panjang dapat dilakukan yaitu melakukan perubahan-perubahan mendasar
mengenai aspek-aspek pendidikan.

Mengingat prioritas jangka pendek merupakan strategi yang segera dapat ditindak
lanjuti. Kegiatan jangka pendek dipilih dengan mempertimbangkan alasan-alasan berikut:
a. Sekolah dan masyarakat belum mengenal prinsip-prinsip MBS secara rinci.
Sehingga perlu diadakan sosialisasi.
b. Pengalokasian dana langsung kesekolah merupakan prioritas utama dalam otonomi
sekolah.
c. Pelaksanaan MBS memerlukan SDM yang berketerampilan memadai, minimal
mampu mengelola dan mengerti prinsip-prinsip MBS.
d. Rekomendasi bank dunia juga merujuk pada dua hal di atas, yaitu kurangnya
otonomi kepala sekolah dalam mengelola keuangan sekolah, dan kurangnya
kemampuan manajemen kepala sekolah. Maka kepala sekolah menjadi prioritas
utama dalam memperoleh pelatihan.

6
Terdapat tahap implementasi sekolah secara garis besar menurut Fattah (2000)
yaitu :
a) Tahap sosialisasi. Tahap ini merupakan tahapan penting menginag wilayah
nusantara yang luas terutama daerah-daerah yang sulit dijangkau media cetak atau
elektronik, sehingga sulit untuk menerima perubahan. Maka sosialisati sangat
diprioritaskan dalam hal ini.
b) Tahap piloting. Tahap ini merupakan tahap uji coba MBS dengan persyaratan
dasar aksepbilitas, akuntabilitas, reflikabilitas, dan sustainabilitas.
c) Tahap diseminasi. Tahap ini merupakan tahapan masyarakat model MBS yang
telah diuji ke berbagai sekolah agar dapat mengimplementasikan secara efektif dan
efisien.

Diharapkan dengan menerapkan manajemen pola MBS, sekolah lebih berdaya


dalam beberapa hal berikut:
a. Menyadari kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi sekolah tersebut.
b. Mengetahui sumber daya yang dimiliki dan “input” pendidikan yang akan
dikembangkan.
c. Mengoptimalkan sumber daya yang tersedia untuk kemajuan lembaganya.
d. Bertanggung jawab terhadap orang tua, masyarakat, lembaga terkait, dan
pemerintah dalam penyelengaraan sekolah.
e. Persaingan sehat dengan sekolah lain dalam usaha-usaha kreatif-inovatif untuk
meningkatkan layanan dan mutu pendidikan.

Ciri-ciri sekolah yang menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), misalnya:


a) Upaya meningkatkan peran serta Komite Sekolah, masyarakat, DUDI (dunia usaha
dan dunia industri) untuk mendukung kinerja sekolah.
b) Program sekolah disusun dan dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan
proses belajar mengajar (kurikulum), bukan kepentingan administratif saja.

7
c) Menerapkan prinsip efektivitas dan efisiensi dalam penggunaan sumber daya
sekolah (anggaran, personil dan fasilitas).
d) Mampu mengambil keputusan yang sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, dan
kondisi lingkungan sekolah walau berbeda dari pola umum atau kebiasaan.
e) Menjamin terpeliharanya sekolah yang bertanggung jawab kepada masyarakat.
f) Meningkatkan profesionalisme personil sekolah.
g) Meningkatnya kemandirian sekolah di segala bidang.
h) Adanya keterlibatan semua unsur terkait dalam perencanaan program sekolah
(misal: kepala sekolah, guru, komite sekolah, tokoh masyarakat, dan lain-lain).
i) Adanya keterbukaan dalam pengelolaan anggaran pendidikan sekolah.

2.2.1 Perangkat Implementasi MBS


Dalam implementasi media berbasis sekolah diperlukan peraturan serta
pendoman umum yang dapat dipergunakan sebagai pendoman perencanaan,
monitoring, evaluasi, dan laporan pelaksanaan. Implementasi sendiri harus
diperkenalakan sejak awal pelatihan jangka pendek. Selain implementasi, terdapat
juga rencana sekolah yang menjadi salah satu perangkat penting dalam pengelolaan
media berbasis sekolah.rencana sekolah menjadi bagian perencaan sekolah jangka
waktu tertentu yang sudah tersusun oleh sekolah bersama dewan sekolah.pada
rencana sekolah tentu mempunyai visi serta misi sekolah, tujuan sekolah, priolitas
sekolah yang henda dicapai, dan strategi dalam dalam mencapai hal-hal tersebut.
Dalam menentukan rencana yang baik, maka diperlukan pemberian penghargaan
kepada sekolah sebagai bentuk apresiasi. Selain itu, perlu diberikan sanki sebagai
bentuk teguran kepada sekolah yang dianggap gagal dalam implementasi. Dan
kemampuan dan kemauan politik menjadi bagian yang sangat mempengaruhi
keberhasislan implementasi sekolah sebagai tanggung jawab pendidikan.
Dengan berjalannya waktu, pelaksanaan media berbasis sekolah akan
menghadapi berbagai benturan yang tidak diinginkan, langkah awal yang perlu
diambil untuk menghadapi hal tersebut yaitu dengan memupublikasikan model
tersebut melalui media masa supaya memperoleh tanggapan serta dukungan dari

8
berbagai pihak. Hal itu penting untuk dilakukan karena mampu meminimalisasi
anggapan masyarakat mengeni pola pendidikan yang selalu berubah-ubah, tanpa
adanya hasil yang bermanfaat. Hal yang paling penting yakni tumbunya kesan di
berbagai kalangan masyarakat mengenai setiap perubahan yang dijalankan menuju
perbaikan serta kemajuan, sesuai dengan kebutuhan pembangunan dan masyarakat.

2.2.2 Model-Model Implementasi MBS


Pada media berbasis seklah sendiri mempunyai berbagai model dalam
implementasinya, daln model-model tersebut sebagai berikut:
1) Model MBS di Hong Kong. Kondisi tidak terlalu baik yang terjadi di Hong
Kong memacu dilaksanakannya media berbasis sekolah dengan tujuan
terjadinya perbaikan. Di Hong Kong sendiri memakai istilah The School
Management Initiative sebagai penyebutan media berbasis sekolah, tekanan
akan pentingnya inisiatif akan sumber daya sekolah sebagai pengganti inisiatif
dari semua hal yang diterapkan selama ini. Prinsip-prinsip MBS di Hong
Kong menawarkan perlunya telaah ulang terus menerus akan pembelajaran
anggar pemerintah, perlunya evaluasi secara sistematis akan hasil, definisi,
yang lebih baik mengenai tanggung jawab, hubungan erat antar tanggung
jawab sumber daya serta tanggung jawab manajemen, perlu adanya organisasi
dan kerangka kerja yang sesuai, hubungan yang jelas antar pembuat kebijakan
dengan agen-agen pelaksana.
2) Model MBS di Kanada. Di kanada, pendidikan menjadi tanggung jawab
pemerintah provinsi di mana pemerintah daerah/kota sebagai unit administratif
dan pengambilan kebijakan. Model MBS di sana disebut School-site decision
making (SSDM) maupun pengambilan keputusan diserahkan pada tingkat
sekolah. Ciri-ciri MBS di Kanada yaitu:
a) Penentuan alokasi sumber daya ditentukan sekolah.
b) Anggaran pendidikan diberikan secara berangsur.
c) Alokasi anggaran pendidikan tersebut dimasukkan ke dalam anggaran
sekolah.

9
d) Adanya program efektivitas guru.
e) Adanya program pengembangan profesionalisme tenaga kerja.
3) Model MBS di Amerika Serikat. Sistem pendidikan di Amerika Serikat mula-
mula secara konstistusional pemerintah pusat (state) bertanggung jawab akan
pelaksanaan pendidikan serta pemerintah daerah hanya sebagai pembuatan
kebijaksanaan dan administrasi. Pemerintah federal mempunai peran yang
terbatas bahkan semakin berkurang perannya. Perannya hanya dibatasi
terutama pada area khusus, yaitu dukungan pendanaan.
4) Model MBS di Inggris. Model MBS di Inggris disebut Grant Maintained
School (GMS) atau manajemen swakelola pada tingkat lokal. Dinamakan
seperti itu sebab adanya undang-undang pendidikan tahun 1988, antara lain
berisi mengenai kurikulum inti nasional, ujian nasional, serta pelaporan
nasional. Kontrol terhadap anggaran sekolah diberikan kepada lembaga
pengelola/pengawas beserta para kepala sekoalah menengah keatas dan
sebagian sekolah dasar dalam waktu lima tahun. Selain itu juga memberikan
pilihan pada orang tua dengan cara membantu mengembangkan diversifikasi,
meningkatkan akses, mengizinkan sekolah-sekolah negeri untuk keluar dari
kontrol otoritas pendidikan lokal.
5) Model MBS di Australia. Karakteristik MBS di Australia dapat dilihat dari
aspek kewenangan sekolah yang meliputi, yakni:
a) Menyusun dan mengembangkan kurikulum dan proses pembelajaran
untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
b) Melaksanakan pengelolaan sekolah yang dapat dipilih diantara tiga
kemungkinan yaitu; standard flexbility option (SO), Enchanced
Flexibility Option-1 (EO1), dan enchanced Flexibility -2 (EO2).
c) Menentukan perencanaan, melaksanakannya dan mempertanggung
jawabkannya.
d) Terdapat akuntabilitas dalam pelaksanaan MBS.
e) Menjamin dan mengusahakan sumber daya manusia dan sumber daya
keuangan.

10
f) Adanya felksibilitas dalam sumber daya sekolah.
6) Model MBS di Prancis. Di Prancis otoritas lokal memiliki tanggung jawab
pada dukungan finansial. Pada kekuasaan badan pengelola sekolah menengah
atas diperluas ke beberapa area., sementara itu pengangkatan guru masih
dilakukan oleh pusat dengan ketat. Masing-masing sekolah menerima
anggaran secara berangsur terhadap jam mengajar guru, dan kepala sekolah
menetukan jenis staf yang diperlukan.
7) Model MBS di Selandia Baru. Komite sekolah untuk sekolah dasar
anggotanya terdiri dari warga setempat dan dipilih setiap dua tahun, namun
sebagian besar sekolah menengah atas di kontrol serta dikelola oleh dewan
gubernur yang keanggotaannya kebanyakan dari orang tua siswa dan anggota
mayarakat lainnya.
8) Model MBS di El Salvador. Model MBS di El Salvador disebut dengan
Community Managed Scholls Program yang kemudian dikenal dengan
akronim bahasa spanyol, EDUCO ( Education participation de la comunidad)
maksud dari model ini untuk mendesentralisasikan pengelolaan sekolah
Negeri dengan cara meningkatkan keterlibatan orangtua di dalam tanggung
jawab menjalankan sekolah. Filosofinya adalah perlunya para orangtua siswa
untuk terlibat secara langsung di dalam pendidikan anak-anaknya.
9) Model MBS di Madagaskar. Model MBS yang diterapkan di madagaskar
difokuskan kepada pelibatan masyarakat pada pengontrolan pendidikan dasar.
Implementasi MBS diarahkan di dalam kerangka kerja dengan melibatkan
masyarakat desa tidak hanya untuk merehabilitasi, membangun, dan
memelihara sekolah-sekolah dasar; namun juga dilibatkan dalam pengelolaan
serta pensupervisian sekolah dasar.
10) Model MBS di Indonesia. Model MBS di Indonesia disebut Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS), diartikan sebagai model
manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah,
fleksibilitas kepada sekolah, serta mendorong partisipasi secara langsung
warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan

11
kebijakan pendidikan nasional bahkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Penerapan atau implementasi MBS pada suatu negara mempunyai
perbedaan dan karakteristik sendiri, hal tersebut terjadi dikarena sejarah
masing-masing negara yang berbeda dan itu kondisi membuat masyarakat ikut
menentukan model MBS yang hendak diterapkan. Walaupun masing-masing
wilayah memiliki model yang berbeda, namun dari perbedaan itu tidak
menimbulkan tujuan yang berbeda, tujuan mereka hanya satu yaitu
meningkatkan mutu pendidikan.Hubungan saling memberi dan saling
menerima antara lembaga pendidikan dengan masyarakat sekitarnya, lembaga
pendidikan merealisasikan apa yang dicita-citakan oleh orangtua terhadap
anak-anaknya. Oleh sebab itu perlu adanya kerjasama yang baik antara
orangtua dan sekolah. Dan salah satu solusinya adalah dengan model MBS
pengambilan keputusan pendidikan yang diletakkan pada posisi paling dekat
dengan pembelajaran, yakni sekolah.

2.3 Jenis Pengorganisasian MBS


Pada oengorganisasian media berbasis sekolah (MBS) sendiri mempunyai gambaran
akan pengelolaan sekolah pada kadar kewenangan yang diberikan kepala sekolah, antara
lain:
1) Standar Flevibiliti (SO), merupakan peran serta dukungan akan kantor distrik yang
lebih besar.Kepala seklah sendiri hanya bertanggung jawab akan penyusunan rencana
sekolah (termasuk penggunaan anggaran) dan pelaksaan pelaaran (implementasi
kurikulum), sedangkan kantor distrik bertanggung jawab akan pengesahan, memantau,
serta bertindak dalam memberi nasihat saat penyusunan school planning overview. Dan
pemerintah Negara sendiri kan memberikan petunjuk maupun pendoman, bahkan
dukungan.
2) Enhanced Flexsibility Option (EO1). dalam bentu tersebut, sekolah bertanggung
jawab dalam menyusun rencana strategis sekolah (school planning overview) untuk
tiga tahun ke depan. Peran kantor distrik, yaitu: 1) memberikan dukungan kepada

12
kepala sekolah dalam melaksanakan monitoring internal; 2) Menandatangani atau
membenarkan isi dari rencana seklah (rencana strategi serta rencana tahunan). Dan
Negara menjadi bagian yang mengembangkan serta menetapkan prioritas program
yang hendak disusun sumber penyusun perencanaan sekolah.
3) Enhanced fleksibility option (EO2). Untuk ini, keterlibatan ditrik amat kurang, karena
perannya hanya sebagai lembaga konsultasi serta memberi dokumen yang disusun dan
disahkan oleh sekolah. Dan kantor oendidikan Negara menjadi bagian yang akan
menyiapkan isi kurikulum inti yang ada, menerbutkan dokumen silabus, bahkan
mengkoordinasikan test standart dan melaksanakan school overview. Dalam
mengimplementasikan praktik tersebut bila pada kondisi:
a) Partisipasi dan komitmen dari orang tua dan penduduk masyarakat sekitar dalam
penyelenggaraan pendidikan bagi anak-anak. Komitmen dan partisipasi tersebut
direfleksikan dalam kondisi yang tampaknya sangat berkaitan dengan tingkat
pendidikandan status sosial-ekonomi masyarakat.
b) Program Quality-Assurance dan Accountability yang dipahami dengan baik
semuapihak dalam jajaran departemen pendidikan. Dalam program ini,
praktek pendelegasian ke sekolah yang disertai dengan kejelasan indikator kinerja
sebagai bench marking memungkinkan para pejabat/pelaksana dari kantor
pendidikan Negara bagian, distrik sampai sekolah memiliki kesamaan persepsi
dalam pelaksanaannya.
c) Pelaksanaan basic skill test memungkinkan kantor pendidikan Negara bagian,
distrik,dan sekolah memperoleh informasi tentang kinerja sekolah. Bagi sekolah
test ini dapatdijadikan bahan diagnosis dan masukan bagi program pengembangan
sekolah.
d) Adanya school planning overview yang merupakan perencanaan strategic sekolah,
memungkinkan sekolah untuk memahami visi, misi dan sarana prioritas
pengembangan sekolah.
e) Pelaksanaan MBS ini didukung oleh adanya school annual report yang
menggambarkan pencapaian perencanaan tahunan sekolah.

13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari makalah ini dapat diartikan bahwa MBM adalah model menejemen
yang memberikan otonomi (Kewenangan) yang lebih besar kepada sekolah dan mendorong
pengambilan keputusan yang partisipasif. Dengan adanya otonomi (Kewenangan) yang
lebih besar diharapkan dapat menggunakan dan mengembangkan kewenangan secara
mandiri dalam mengelola dan memilih strategi dalam meningkatkan mutu pendidikan serta
dapat memilih pengembangan program yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan
kepentingan.

3.2 Saran

Mengingat Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) memiliki kontribusi positif dalam


upaya peningkatan mutu pendidikan maka di area desentralisasi ini onotomi pendidikan
tidak hanya berhenti sampai pada birokrasi di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota,
melainkan perlu ada pemeberian kewenangan yang lebih luas di tingkatan sekolah agar
lebih berdaya dan mandiri dalam mengelola sekolahnya dalam kerangka Manajemen
Berbasis Sekolah.

14
DAFTAR PUSTAKA

_______Hamid, H. (2013). Manajemen Berbasis Sekolah. Al-Khwarizmi: Jurnal


Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, 1(1), 87-96.

_______Sutarto, M., Darmansyah, D., & Warsono, S. (2014). Manajemen berbasis


sekolah. The Manager Review Jurnal Ilmiah Manajemen, 13(3), 343-355.

_______Pratiwi, S. N. (2016). Manajemen berbasis sekolah dalam meningkatkan Kualitas


sekolah. EduTech: Jurnal Ilmu Pendidikan dan Ilmu Sosial, 2(1).

_______Tuindra, E., & Sahuri, C. (2013). Implementasi strategi manajemen berbasis


sekolah. Jurnal Administrasi Pembangunan, 1(2), 109-114.

_______Opradesman, O. (2019). Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Di SMA


Negeri 1 Teluk Kuantan Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau (Doctoral dissertation,
Universitas Kristen Indonesia).

_______Pasaribu, A. (2017). Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Dalam


Pencapaian Tujuan Pendidikan Nasional Di Madrasah. EduTech: Jurnal Ilmu Pendidikan
dan Ilmu Sosial, 3(1).

_______Sugiarti, S., & Mulyoto, M. (2019). Manajemen Berbasis Sekolah melalui


Optimalisasi Evaluasi Diri Sekolah untuk Mendukung Peningkatan Prestasi Sekolah. Media
Manajemen Pendidikan, 1(3), 26-41.

15

Anda mungkin juga menyukai