BERWAWASAN KEMASYARAKATAN
UNIVERSITAS TERBUKA
UPBJJ-UT MEDAN
PROGRAM S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
POKJAR AEK KANOPAN KABUPATEN LABURA
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum. Wr. Wb
Puji syukur yang dalam penyusun sampaikan kehadirat Allah SWT,
karena atas limpahan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya sehingga
penyusun dapat menyelesaiakan makalah ini sesuai yang diharapkan.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulallah SAW,
yang telah membawa kita dari jalan kegelapan menuju jalan yang terang
benderang.
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb
Penyusun Kelompok 1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………..………………...…...i
DAFTAR ISI……………………………………………………….…………………….……ii
BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………….......................................
BAB 4 PENUTUP…………………………………………………………………………….14
4.1 Kesimpulan………………………………………………...............................14
4.2 Saran……………………………………………………………………………….14
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………...………………………....15
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
A. PANDANGAN PROGRESIF
Salah satu teori yang menekankan pentingnya kesiapan anak-anak untuk belajar adalah
teori belajar progresif yang salah satunya dikemukakan oleh John Dewey..
Menurut Dewey, harus terjadi perubahan dalam situasi pendidikan. Dia ingin mengubah
semacam pendidikan tradisional dengan jalan:
1. Memberikan kesempatan murid untuk belajar secara perorangan.
2. Memberikan kesempatan kepada murid untuk belajar melalui pengalaman.
3. Memberikan motivasi, dan bukan perintah.
4. Mengikutsertakan murid didalam setiap aspek kehidupan sekolah.
5. Menyadarkan murid bahwa hidup itu dinamis.
1. Kedudukan siswa
Paradigma konstruktivistik memandang siswa sebagai pribadi yang sudah memiliki
kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Kemampuan awal tersebut akan menjadi
dasar dalam mengontruksi pengetahuan yang baru.
2. Peran Guru
Guru memiliki peran membantu agar proses pengontruksian pengetahuan oleh siswa
berjalan lancar. Guru tidak mentransfer pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan
membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri.
3. Sarana belajar
Pendekatan kontruktivis menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar
adalah aktivitas siswa dalam mengontruksi pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu seperti
bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu
pembentukan tersebut.
4. Evaluasi belajar
Pendekatan Vygotsky menganjurkan pengetesan lapisan bawah dan atas zona itu
sehingga guru mengetahui tentang tingkat status dan kemampuan normal siswa saat ini
disamping juga berapa banyak siswa itu mendapatkan manfaat dari jenis-jenis bantuan
tertentu.
A. KONTRUKTIVISME
Ciri atau prinsip dalam belajar menurut Suparno (1997) sebagai berikut:
1. Belajar berarti mencari makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang
mereka lihat, dengar, rasakan dan alami
2. Konstruksi makna adalah proses yang terus menerus,
3. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi merupakan
pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian baru. Belajar bukanlah
hasil perkembangan tetapi perkembangan itu sendiri,
4. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman subjek belajar dengan dunia fisik
dan lingkungannya,
5. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui, subjek
belajar, tujuan, motivasi yang mempengaruhi proses interaksi dengan bahan
yang sedang dipelajari.
Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak
dengan kegiatan asimilasi, akomodasi dan ekuilibrasi. Asimilasi ialah pemaduan data baru
dengan stuktur kognitif yang ada. Akomodasi ialah penyesuaian stuktur kognitif terhadap
situasi baru, dan equilibrasi ialah penyesuaian kembali yang terus dilakukan antara
asimilasi dan akomodasi (Bell, 1994).
Selain teori belajar menurut Piaget, teori belajar yang juga berlandaskan
kontruktivisme adalah teori belajar Ausubel. David Ausubel terkenal dengan teori belajar
yang dibawanya yaitu teori belajar bermakna (meaningful learning). Menurut Ausubel
belajar bermakna terjadi jika suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-
konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang, selanjutnya bila
tidak ada usaha yang dilakukan untuk mengasimilasikan pengertian baru pada konsep-
konsep yang relevan yang sudah ada dalam struktur kognitif, maka akan terjadi belajar
hafalan. Ia juga menyebutkan bahwa proses belajar tersebut terdiri dari dua proses yaitu
proses penerimaan dan dan proses penemuan. (Dahar, 1989). Belajar bermakna Ausubel
erat kaitannya dengan model pembelajaran problem solving, karena pengetahuan tidak
diberikan dalam bentuk jadi tetapi pemahaman konsep diperoleh siswa melalui penemuan
dengan mengkaitkan informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimilikinya.
Keaktifan siswa menemukan konsep baik sendiri maupun diskusi kelompok membuat
proses belajar menjadi bermakna.
B. Model Pembelajaran
Problem Solving Salah satu pembelajaran konstruktivisme adalah pembelajaran yang
menggunakan model problem solving. Model problem solving adalah suatu penyajian
materi pelajaran dengan menghadapkan siswa kepada persoalan yang harus dipecahkan
atau diselesaikan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu dalam
pembelajaran siswa harus aktif agar dapat memecahkan masalah yang diberikan oleh guru.
Problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan suatu
masalah dan memecahkannya berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga dapat
diambil kesimpulan yang tepat dan cermat. Proses problem solving memberikan
kesempatan siswa berperan aktif dalam mempelajari, mencari, dan menemukan sendiri
informasi untuk diolah menjadi konsep, prinsip, teori, atau kesimpulan. Dengan kata lain,
problem solving menuntut kemampuan memproses informasi untuk membuat keputusan
tertentu (Hidayati dalam Atika, 2011).
1. Ada masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari siswa
sesuai dengan taraf kemampuannya.
2. Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah
tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca buku-buku, meneliti, bertanya dan lain-
lain.
3. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban ini tentu
saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh, pada tahap kedua di atas.
4. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam tahap ini siswa harus
berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa jawaban tersebut
itu betul-betul cocok. Apakah sesuai dengan jawaban sementara atau sama sekali
tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran jawaban ini tentu saja diperlukan
modelmodel lainnya seperti demonstrasi, tugas, diskusi, dan lain-lain.
5. Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai kepada kesimpulan terakhir
tentang jawaban dari masalah tadi.
BAB 4
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dengan mengacu pada UU No. 20 tahun 2003 tentang sisdiknas, pasal 26 ayat (4),
tercantum bahwa satuan pembelajaran nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga
pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, majelis taklim, serta
satuan pembelajaran yang sejenis.
B. Saran
Dengan membaca makalah ”Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan” dapat
mengadakan kegiatan yang bermanfaat baik di lingkungan keluarga, sekolah, dan
masyarakat.
Daftar Pustaka
Hamalik, Prof.Dr.Oemar.2001.Proses Belajar Mengajar.Bandung:Bumi Aksara