Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PEMBELAJARAN

BERWAWASAN KEMASYARAKATAN

Disusun untuk memenuhi tugas kuliah


Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan

Tutor : ASBI, S.pd.M.pd


Disusun Oleh :
KELOMPOK 1
 Dewi Anggraini
 Desi Ramadhani
 Apriana Syah Putri
 Joyin Charles Agustinus Situmorang

UNIVERSITAS TERBUKA
UPBJJ-UT MEDAN
PROGRAM S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
POKJAR AEK KANOPAN KABUPATEN LABURA
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum. Wr. Wb
Puji syukur yang dalam penyusun sampaikan kehadirat Allah SWT,
karena atas limpahan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya sehingga
penyusun dapat menyelesaiakan makalah ini sesuai yang diharapkan.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulallah SAW,
yang telah membawa kita dari jalan kegelapan menuju jalan yang terang
benderang.

Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah


PEMBELAJARAN BERWAWASAN KEMASYARAKATAN . pembuatan
makalah ini diperlukan supaya penulis dan pembaca dapat memahami
pelajaran tersebut.

Dalam proses pendalaman materi ini, tentunya kami mendapatkan


bimbingan, arahan, koreksi dan saran. Untuk itu rasa terima kasih yang
dalam kami sampaikan kepada:
 BAPAK ASBI, S.pd.M.pd yang telah membimbing kami dalam mata
kuliah Pembelajaran PKn di SD.
 Rekan – rekan mahasiswa yang telah memberikan masukan untuk
makalah ini.

Penyusun sadar bahwa dirinya hanya manusia biasa yang pasti


mempunyai banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu penyusun
mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun demi pengembangn
makalah ini selanjutnya. Demikian makalah ini kami buat semoga bermanfaat.

Wassalamu’alaikum. Wr. Wb

Aek Kanopan, 25 April 2021

Penyusun Kelompok 1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………..………………...…...i

DAFTAR ISI……………………………………………………….…………………….……ii

BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………….......................................

1.1 Latar Belakang……………………………………………………………….1


1.2 Rumusan Masalah…………………………………………….…………….1
1.3 Tujuan Pembelajaran …… ………………………………..……………..2

BAB 2 PEMBAHASAN MODUL 1……………………………………...……….….....3

2.1 Kegiatan Belajar 1…………………………………………………………...3


2.2 Kegiatan Belajar 2…………………………………………………………...4
2.3 Kegiatan Belajar 3…………………………………….……………………..5
2.4 Kegiatan Belajar 4……………………………………………………………6

BAB 3 PEMBAHASAN JURNAL………………………………………………………..10

BAB 4 PENUTUP…………………………………………………………………………….14

4.1 Kesimpulan………………………………………………...............................14
4.2 Saran……………………………………………………………………………….14

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………...………………………....15
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pembelajaran memiliki peranan penting dalam perkembangan kehidupan manusia.


Keluarga digunakan sebagai lembaga utama dalam pengenalan kebudayaan pada anak-
anaknya. Selain dalam keluarga, sekolah juga merupakan salah satu lembaga utama untuk
mewariskan kebudayaan.

Pembelajaran berwawasan kemasyarakatan merupakan perwujudan dari


demokratisasi pembelajaran melalui pelayanan, pembelajaran untuk kepentingan
masyarakat. Pembelajaran berwawasan masyarakat menjadi sebuah gerakan penyadaran
masyarakat untuk terus belajar dalam mengatasi tantangan kehidupan yang berubah ubah
dan semakin berat. Dalam pembelajaran berwawasan kemasyarakatan, masyarakat
sebagai satu sistem sosial yang di dalamnya terdapat proses-proses sosial. Pendidikan
nasional sebagai bagian dari pembelajaran umat manusia harus berpartisipasi untuk
bersama-sama membangun masyarakat madani.

Makalah ini menjelaskan tentang pengertian pembelajaran berwawasan


kemasyarakatan, fungsi dari pembelajaran berwawasan kemasyarakatan, teori yang
mendasari pembelajaran berwawasan kemasyarakatan, tujuan dan prinsip pembelajaran
berwawasan kemasyarakatan, serta contoh program pembelajaran berwawasan
masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah


1. Sebutkan pemikiran tokoh tentang pembelajaran berwawasan kemasyarakatan ?
2. Apa saja penerapan pandangan kontruktivis dalam pembelajaran berwawasan
kemasyarakatan ?
3. Apa pandangan Ki Hadjar Dewantoro terhadap pendidikan ?
4. Apa yang dimaksud dengan kontruktivis ?
5. Hal apa saja yang diperlukan dalam pembelajaran ?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan Makalah
Tujuan dan manfaat dari makalah “Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan”
ialah:
1. Agar mengetahui pemikiran tokoh tentang pembelajaran berwawasan
kemasyarakatan.
2. Untuk mengetahui penerapan pandangan tentang pembelajaran berwawasan
kemasyarakatan.
3. Agar mengetahui isi pandangan Ki Hadjar Dewantoro tentang pendidikan.
4. Agar mengetahui kaitan kontruktivisme dengan pendidikan.
5. Agar dapat menerapkan kebutuhan pembelajaran yang diperlukan di era sekarang
ini.
BAB 2
MODUL 1
PEMIKIRAN TOKOH PEMBELAJARAN BERWAWASAN KEMASYARAKATAN
2.1 Kegiatan Belajar 1 : Pandangan kritik sosial dalam pembelajaran

A. TEORI BELAJAR HUMANISTIK


Menurut teori humanistik, proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk
kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Pelopor dari teori humanistik adalah
Jurgen Habermas.
1. Pandangan Kolb terhadap belajar
Kolb seorang ahli penganut aliran humanistik membagi tahap-tahap belajar menjadi
empat tahap, yaitu (1) tahap pengalaman konkret, (2) tahap pengamatan aktif dan reflektif,
(3) tahap konseptualisasi, (4) tahap eksperimentasi aktif.
a. Tahap pengalaman konkret adalah seseorang mampu atau dapat mengalami suatu
peristiwa atau suatu kejadian sebagaimana adanya.
b. Tahap pengamatan aktif dan reflektif adalah bahwa seseorang makin lama akan
semakin mampu melakukan observasi secara aktif terhadap peristiwa yang
dialaminya.
c. Tahap konseptualisasi adalah seseorang sudah mulai berupaya untuk membuat
abstraksi, mengembangkan suatu teori, konsep, atau hokum dan prosedur tentang
sesuatu yang menjadi objek perhatiannya.
d. Tahap eksperimentasi aktif adalah melakukan eksperimentasi secara aktif. Pada
tahap ini seseorang mampu mengaplikasikan konsep-konsep, teori-teori atau
aturan-aturan kedalam situasi nyata.

2. Pandangan Honey dan Mumford terhadap belajar


Honey dan mumford menggolongkan orang yang belajar kedalam empat macam atau
golongan, yaitu: kelompok aktivis, kelompok reflector, kelompok teoris, dan kelompok
pragmatis.
a. Kelompok aktivis adalah mereka yang senang melibatkan diri dan berpartisipasi
aktif dalam berbagai kegiatan dengan tujuan untuk memperoleh pengalaman-
pengalaman baru.
b. Kelompok reflector adalah mereka yang mempunyai kecenderungan yang
berlawanan dengan mereka yang termasuk kelompok aktivis.
c. Kelompok teoris adalah kelompok ini memikili kecenderungan yang sangat kritis,
suka menganalisis, selalu berpikir rasional, dengan menggunakan penalarannya.
d. Kelompok pragmatis adalah kelompok ini memiliki sifat yang praktis, tidak suka
berbicara, dan membahas sesuatu dengan teori-teori, konsen-konsep, dan
sebagainya.
3. Pandangan Habermas terhadap belajar
Habermas adalah tokoh humanis yang memiliki banyak pengaruh terhadap teori
belajar humanis. Menurutnya, belajar baru akan terjadi jika ada interaksi antara
individu dengan lingkungannya.
a. Belajar teknis (technica learning)
Yang dmaksud belajar teknis adalah belajar bagaimana seseorang dapat beinteraksi dengan
lingkungan alamnya secara benar.
b. Belajar praktis (practical learning)
Sedangkan yang dimaksud belajar praktis adalah belajar bagaimana seseorang dapat
berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, yaitu dengan orang-orang di sekelilingnya
dengan baik. Kegiatan belajar ini lebih mengutamakan terjadinya interaksi yang harmonis
antar sesama manusia. Untuk itu bidang-bidang ilmu yang berhubungan sosiologi,
komunikasi, psikologi, antropologi, dan semacamnya, amat diperlukan.
c. Belajar emansipatoris (emancypatory learning)
Lain halnyadengan beljar emansipatoris. Belajar emansipatoris menekanan upaya agar
seseorang mencapai suatu pemahaman dan kesadaran yang tinggi akan terjadinya
perubahan atau informasi budaya dalam lingkungan sosialnya. Dengan pengertian
demikian maka dibutuhkan pengetahuan dan ketrampilan serta sikap yang benar untuk
mendukung terjadinya transformasi kultural tersebut.

4. Aplikasi teori belajar humanistic dalam kegiatan pembelajaran


Teori humanistik sering dikritik karena sukar diterapkan daam konteks yang lebih praktis.
Teori ini diangagap lebih dekat dengan bidang filsafat, teori kepribadian dan psikoterapi dari pada
bidang pendidikan, sehingga sukar menterjemahkannya ke dalam langkah-langkah yang lebih
kongkret dan praktis. Namun karena sifatnya yang ideal, yaitu memanusiakan manusia, maka teori
humanistik mampu memberikan arah terhadap semua komponen pembelajaran untuk mendukung
tercapainya tujuan tersebut.

2.2 Kegiatan Belajar 2 : Pandangan Progresif dalam Pembelajaran

A. PANDANGAN PROGRESIF
Salah satu teori yang menekankan pentingnya kesiapan anak-anak untuk belajar adalah
teori belajar progresif yang salah satunya dikemukakan oleh John Dewey..
Menurut Dewey, harus terjadi perubahan dalam situasi pendidikan. Dia ingin mengubah
semacam pendidikan tradisional dengan jalan:
1. Memberikan kesempatan murid untuk belajar secara perorangan.
2. Memberikan kesempatan kepada murid untuk belajar melalui pengalaman.
3. Memberikan motivasi, dan bukan perintah.
4. Mengikutsertakan murid didalam setiap aspek kehidupan sekolah.
5. Menyadarkan murid bahwa hidup itu dinamis.

2.3 Kegiatan Bealajar 3 : Pandangan Sosiokultural Kontruktivis dalam Pendidikan


A. PANDANGAN SOSIOKULTURAL KONSTRUKTIVIS OLEH VYGOTSKY
Revolusi konstruktivis memiliki akar kuat di dalam sejarah pendidikan.
Konstruktivisme lahir dari gagasan Piaget dan Vygotsky. Mereka menekankan bahwa
perubahan kognitif hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami sebelumnya
diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya memahami informasi-
informasi baru.
Teori konstruktivis modern terbagi atas empat prinsip kunci, yaitu:
1. Penekanannya pada hakikat social dari pembelajaran
2. Ide bahwa belajar yang paling baik apabila konsep itu berada
dalam zona perkembangan mereka.
3. Ada penekanan pada keduanya yaitu hakikat social dari
belajar dan zona perkembangan terdekat yang dinamakan
dengan pemagangan kognitif.
4. Pada proses pembelajaran menekankan kemandirian atau
belajar menggunakan multimedia.
Von Galserfeld mengemukakan beberapa kemampuan yang diperlukan dalam proses
mengontruksi pengetahuan, yaitu (1) kemampuan mengingat dan mengungkapkan
kembali pengalaman, (2) kemampuan membandingkan dan mengambil keputusan akan
kesamaan dan perbedaan, dan (3) kemampuan untuk menyukai suatu pengalaman yang
satu daripada yang lainnya.

B. PENERAPAN PANDANGAN KONTRUKTIVIS DALAM PEMBELAJARAN


BERWAWASAN KEMASYARAKATAN

1. Kedudukan siswa
Paradigma konstruktivistik memandang siswa sebagai pribadi yang sudah memiliki
kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Kemampuan awal tersebut akan menjadi
dasar dalam mengontruksi pengetahuan yang baru.
2. Peran Guru
Guru memiliki peran membantu agar proses pengontruksian pengetahuan oleh siswa
berjalan lancar. Guru tidak mentransfer pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan
membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri.
3. Sarana belajar
Pendekatan kontruktivis menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar
adalah aktivitas siswa dalam mengontruksi pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu seperti
bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu
pembentukan tersebut.

4. Evaluasi belajar
Pendekatan Vygotsky menganjurkan pengetesan lapisan bawah dan atas zona itu
sehingga guru mengetahui tentang tingkat status dan kemampuan normal siswa saat ini
disamping juga berapa banyak siswa itu mendapatkan manfaat dari jenis-jenis bantuan
tertentu.

2.4 Kegiatan Belajar 4 : Pandangan Ki Hadjar Dewantoro Terhadap Pendidikan

A. PANDANGAN KI HADJAR DEWANTORO


Pendidikan adalah upaya untuk memerdekakan manusia dalam arti bahwa menjadi
manusia yang mandiri, agar tidak tergantung kepada orang lain baik lahir maupun batin.
Pendidikan nasional menurut Ki Hadjar Dewantoro adalah pendidikan yang selaras dengan
penghidupan bangsa.
Salah satu pikiran Ki Hadjar Dewantoro tentang pendidikan diwujudkan dalam bentuk
taman siswa. Pendidikan pad ataman siswa tidak menggunakan paksaan. Dasar pendidikan
yang digunakan adalah Momong, among, dan ngemong.
Beberapa butir pokok pendidikan yang dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantoro adalah:
1. Bahwa kebudayaan tidak dapat dipisahkan dari pendidikan, bahkan kebudayaan
merupakan alas atau dasar pendidikan.
2. Kebudayaan yang menjadi alasan pendidikan tersebut haruslah bersifat
kebangsaan.
3. Pendidikan mempunyai arah yaitu utnuk mewujudkan keperluan perkehidupan.
4. Arah tujuan pendidikan ialah untuk mengangkat derajat Negara dan rakyat.
5. Pendidikan yang bersifat visioner.

Penerapan pandangan Ki Hadjar Dewantoro dalam pembelajaran berwawasan


kemasyarakatan
Pendidikan secara umum berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi
pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran dan tubuh anak. Dalam pikiran ini mengandung
makna bahwa pendidikan pad ataman siswa tidak boleh dipisah-pisahkan, tetapi sebagai
sesuatu kesatuan untuk memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan
penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan dunianya.
BAB 3
PEMBAHASAN JURNAL

Hengki Atmadja 4 tahun lalu Tontonan: 12

A. KONTRUKTIVISME

Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, bahwa


pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui
konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat
fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diingat. Manusia harus mengkonstruksi
pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan
untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut
dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa.
Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri (Trianto, 2007).
Pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi pengetahuan bukan
menerima pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri
pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar dan mengajar. Siswa
menjadi pusat kegiatan, bukan guru. Setiap siswa membangun pengetahuannya sendiri,
sehingga transfer pengetahuan akan sangat mustahil terjadi.

Von Glasersfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu (2001) menegaskan


bahwa “konstruktivisme juga menyatakan bahwa semua pengetahuan yang kita peroleh
adalah hasil konstruksi sendiri, maka sangat kecil kemungkinan adanya transfer
pengetahuan dari seseorang kepada yang lain. Menurut Von Glasersfeld dalam Pannen,
Mustafa, dan Sekarwinahyu (2001), agar siswa mampu mengkonstruksi pengetahuan,
maka diperlukan:
1. Kemampuan siswa untuk mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman.
Kemampuan untuk mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman sangat penting
karena pengetahuan dibentuk berdasarkan interaksi individu siswa dengan pengalaman-
pengalaman tersebut.
2. Kemampuan siswa untuk membandingkan, dan mengambil keputusan mengenai
persamaan dan perbedaan suatu hal. Kemampuan membandingkan sangat penting agar
siswa mampu menarik sifat yang lebih umum dari pengalaman-pengalaman khusus serta
melihat kesamaan dan perbedaannya untuk selanjutnya membuat klasifikasi dan
mengkonstruksi pengetahuannya.
3. Kemampuan siswa untuk lebih menyukai pengalaman yang satu dari yang lain
(selective conscience). Melalui suka dan tidak suka inilah muncul penilaian siswa terhadap
pengalaman, dan menjadi landasan bagi pembentukan pengetahuannya.
Prinsip-prinsip konstruktivisme menurut Suparno (1997), antara lain:
1. Pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif
2. Tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa;
3. Mengajar adalah membantu siswa belajar;
4. Tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir;
5. Kurikulum menekankan partisipasi siswa;
6. Guru adalah fasilitator.

Secara keseluruhan pengertian atau maksud pembelajaran secara konstruktivisme


adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa. Guru hanya berperan sebagai penghubung
yang membantu siswa mengolah pengetahuan baru, menyelesaikan suatu masalah dan
guru berperan sebagai pembimbing pada proses pembelajaran.

Ciri atau prinsip dalam belajar menurut Suparno (1997) sebagai berikut:
1. Belajar berarti mencari makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang
mereka lihat, dengar, rasakan dan alami
2. Konstruksi makna adalah proses yang terus menerus,
3. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi merupakan
pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian baru. Belajar bukanlah
hasil perkembangan tetapi perkembangan itu sendiri,
4. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman subjek belajar dengan dunia fisik
dan lingkungannya,
5. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui, subjek
belajar, tujuan, motivasi yang mempengaruhi proses interaksi dengan bahan
yang sedang dipelajari.

Perspektif kognitif-konstruktivis, yang menjadi landasan Pembelajaran Problem


Solving, banyak meminjam pendapat Piaget (1954,1963). Perspektif ini mengatakan
bahwa pelajar dengan umur berapapun terlibat secara aktif dalam proses mendapatkan
informasi dan mengonstruksikan pengetahuannya sendiri. Pengetahuan tidak statis, tetapi
berevolusi dan berubah secara konstan selama pelajar mengkonstruksikan pengalaman-
pengalaman baru yang memaksa mereka untuk mendasarkan diri pada dan memodifikasi
pengetahuan sebelumnya.

Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak
dengan kegiatan asimilasi, akomodasi dan ekuilibrasi. Asimilasi ialah pemaduan data baru
dengan stuktur kognitif yang ada. Akomodasi ialah penyesuaian stuktur kognitif terhadap
situasi baru, dan equilibrasi ialah penyesuaian kembali yang terus dilakukan antara
asimilasi dan akomodasi (Bell, 1994).

Selain teori belajar menurut Piaget, teori belajar yang juga berlandaskan
kontruktivisme adalah teori belajar Ausubel. David Ausubel terkenal dengan teori belajar
yang dibawanya yaitu teori belajar bermakna (meaningful learning). Menurut Ausubel
belajar bermakna terjadi jika suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-
konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang, selanjutnya bila
tidak ada usaha yang dilakukan untuk mengasimilasikan pengertian baru pada konsep-
konsep yang relevan yang sudah ada dalam struktur kognitif, maka akan terjadi belajar
hafalan. Ia juga menyebutkan bahwa proses belajar tersebut terdiri dari dua proses yaitu
proses penerimaan dan dan proses penemuan. (Dahar, 1989). Belajar bermakna Ausubel
erat kaitannya dengan model pembelajaran problem solving, karena pengetahuan tidak
diberikan dalam bentuk jadi tetapi pemahaman konsep diperoleh siswa melalui penemuan
dengan mengkaitkan informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimilikinya.
Keaktifan siswa menemukan konsep baik sendiri maupun diskusi kelompok membuat
proses belajar menjadi bermakna.

Vygotsky berpendapat bahwa menggunakan alat berpikir akan menyebabkan


terjadinya perkembangan kognitif dalam diri seseorang. Berdasarkan teori Vygotsky, dapat
disimpulkan beberapa hal yang perlu untuk diperhatikan dalam proses pembelajaran,
yaitu :

1. Dalam kegiatan pembelajaran hendaknya anak memperoleh kesempatan yang luas


untuk mengembangkan zona perkembangan proksimalnya atau potensinya melalui
belajar dan berkembang.
2. Pembelajaran perlu dikaitkan dengan tingkat perkembangan potensialnya daripada
perkembangan aktualnya.
3. Pembelajaran lebih diarahkan pada penggunaan strategi untuk mengembangkan
kemampuan intermentalnya daripada kemampuan intramentalnya.
4. Anak diberikan kesempatan yang luas untuk mengintegrasikan pengetahuan
deklaratif yang telah dipelajarinya dengan pengetahuan prosedural untuk
melakukan tugas-tugas dan memecahkan masalah.
5. Proses belajar dan pembelajaran tidak sekedar bersifat transferal tetapi lebih
merupakan konstruksi.

B. Model Pembelajaran
Problem Solving Salah satu pembelajaran konstruktivisme adalah pembelajaran yang
menggunakan model problem solving. Model problem solving adalah suatu penyajian
materi pelajaran dengan menghadapkan siswa kepada persoalan yang harus dipecahkan
atau diselesaikan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu dalam
pembelajaran siswa harus aktif agar dapat memecahkan masalah yang diberikan oleh guru.
Problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan suatu
masalah dan memecahkannya berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga dapat
diambil kesimpulan yang tepat dan cermat. Proses problem solving memberikan
kesempatan siswa berperan aktif dalam mempelajari, mencari, dan menemukan sendiri
informasi untuk diolah menjadi konsep, prinsip, teori, atau kesimpulan. Dengan kata lain,
problem solving menuntut kemampuan memproses informasi untuk membuat keputusan
tertentu (Hidayati dalam Atika, 2011).

Menurut Nasution (2006) mempelajari aturan perlu, terutama untuk memecahkan


masalah. Pemecahan masalah merupakan perluasan yang wajar dari belajar aturan. Dalam
pemecahan masalah prosesnya terletak dalam diri siswa. Variabel dari luar hanya berupa
instruksi verbal yang membantu atau membimbing siswa untuk memecahkan masalah itu.
Namun memecahkan masalah tidak sekedar menerapkan aturan-aturan yang diketahui,
akan tetapi juga menghasilkan pelajaran baru. Tahap-tahap model problem solving
(Depdiknas, 2008) yaitu meliputi :

1. Ada masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari siswa
sesuai dengan taraf kemampuannya.
2. Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah
tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca buku-buku, meneliti, bertanya dan lain-
lain.
3. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban ini tentu
saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh, pada tahap kedua di atas.
4. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam tahap ini siswa harus
berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa jawaban tersebut
itu betul-betul cocok. Apakah sesuai dengan jawaban sementara atau sama sekali
tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran jawaban ini tentu saja diperlukan
modelmodel lainnya seperti demonstrasi, tugas, diskusi, dan lain-lain.
5. Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai kepada kesimpulan terakhir
tentang jawaban dari masalah tadi.

BAB 4
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan merupakan pembelajaran yang


diselenggarakan dengan menggunakan berbagai potensi (sumber daya) yang ada pada
lingkungan masyarakat, yang terdiri atas sumber daya alam, sumber daya manusia,
sumber daya budaya, dan sumber daya teknologi dengan tujuan untuk melatih
kemampuan akademis peserta didik dan Memperkuat mental fisik dan disiplin
Pembelajaran berbasis.

Dengan mengacu pada UU No. 20 tahun 2003 tentang sisdiknas, pasal 26 ayat (4),
tercantum bahwa satuan pembelajaran nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga
pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, majelis taklim, serta
satuan pembelajaran yang sejenis.

B. Saran
Dengan membaca makalah ”Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan” dapat
mengadakan kegiatan yang bermanfaat baik di lingkungan keluarga, sekolah, dan
masyarakat.

Pembaca mampu mencari sumber informasi lain, sebagai pengetahuan untuk


membuat kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat.

Daftar Pustaka
Hamalik, Prof.Dr.Oemar.2001.Proses Belajar Mengajar.Bandung:Bumi Aksara

Hatimah, Ihat, dkk. 2007. Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan. Jakarta:Universitas


Terbuka

Dewantoro,K.H. (1962). Pendidikan ( bagian pertama). Jogjakarta: Taman siswa.

Anda mungkin juga menyukai