Anda di halaman 1dari 35

2

FILSAFAT DAN LANDASAN ILMU PENDIDIKAN


Landasan Humanistik & Landasan Ki Hajar Dewantara

Oleh:

1. Linda Kahar (G2G12 005)


2. Ibnu Sar (G2G121007)
3. Kisnawati (G2G121006)
4. Sulisvia (G2G121004)
5. Muhartin HL (G2G121009)
6. Febi Lestari (G2G121010)

PROGRAM PASCA SARJANA


UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
202
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa,


karena atas berkat rahmat dan karunia Nya lah makalah ini dapat
terselesaikan. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas Mata Kuliah Filsafat dan landasan ilmu pendidikan,
dengan judul Landasan Humanistik & Landasan Ki Hajar Dewantara

Dalam penyelesaian makalah ini, kami diharapkan mampu


memahami bagaimana penerapan Landasan Humanistik, dan landasan Ki
Hajar Dewantara dalam pembelajaran. Penulis menyadari bahwa masih
banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, oleh karena itu kami
membutuhkan kritik dan saran yang sifatnya membangun cakrawala
penulis dari para pembaca. Semoga makalah ini bisa bermanfaat
khususnya bagi kelompok kami dan pembaca pada umumnya.

Penulis

Kendari, September 2021

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDU
L
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian..........................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Belajar Humanistik.....................................................................5
2.2 Bentuk Pendidikan Humanistik.........................................................................6
2.3 Tokoh-tokoh Teori Humanistik....................................................................7
2.4 Prestasi Belajar............................................................................................11
2.5 Prinsip-Prinsip Teori Belajar Humanistik...................................................15
2.6 Teori Belajar Humanistik Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar..............17
2.7 Landasan Pendidikan Ki Hajar Dewantara.................................................21
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.................................................................................................30
3.2 Saran............................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................32

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun


2003 dijelaskan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi didalam diri untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Oleh
karena itu, Pendidikan merupakan salah satu bagian terpenting dalam kehidupan
manusia. Dengan adanya pendidikan manusia akan memiliki bekal untuk
membantu hidupnya dan membangun negaranya.
Belajar bukan hanya menghafal dan bukan pula mengingat, tetapi belajar
adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri peserta
didik. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai
bentuk, seperti perubahan pengetahuanya, sikap dan tingkah laku ketrampilan,
kecakapanya, kemampuannya, daya reaksinya dan daya penerimaanya.
Jadi, belajar adalah suatu proses yang aktif, proses mereaksi terhadap semua
situasi yang ada pada peserta didik. Belajar merupakan suatu proses yang
diarahkan pada suatu tujuan, proses berbuat melalui situasi yang ada pada
peserta didik.(Slameto 2010 :2)
Belajar merupakan sebuah proses yang terjadi pada manusia dengan
berpikir, merasa, dan bergerak untuk memahami setiap kenyataan yang
diinginkannya untuk menghasilkan sebuah perilaku, pengetahuan, atau
teknologi atau apapun yang berupa karya dan karsa manusia tersebut. Belajar
berarti sebuah pembaharuan menuju pengembangan diri individu agar
kehidupannya bisa lebih baik dari sebelumnya. Belajar pula bisa berarti
adaptasi terhadap lingkungan dan interaksi seorang manusia dengan
lingkungan tersebut. Menurut Arden N. Frandsen dalam Darsono (2001: 192),
mengatakan bahwa hal yang mendorong seseorang itu untuk belajar antara lain
adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas, adanya

ii
2

sifat kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju, adanya
keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan teman-teman,
adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang
baru, baik dengan koperasi maupun dengan kompetensi, adanya keinginan
untuk mendapatkan rasa aman, adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir
dari pada belajar.
Secara luas, teori belajar selalu dikaitkan dengan ruang lingkup bidang
psikologi atau bagaimanapun juga membicarakan masalah belajar ialah
membicarakan sosok manusia. Ini dapat diartikan bahwa ada beberapa ranah
yang harus mendapat perhatian. Ranah-ranah itu ialah ranah kognitif, ranah
afektif dan ranah psikomotor.
Humanisme lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia.
Pendekatan ini melihat kejadian yaitu bagaimana manusia membangun dirinya
untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang
disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanisme
biasanya memfokuskan pengajarannya pada pembangunan kemampuan positif
ini. Kemampuan positif di sini erat kaitannya dengan pengembangan emosi
positif yang terdapat dalam domain afektif. Emosi adalah karakterisitik yang
sangat kuat yang nampak dari para pendidik beraliran humanisme.
Menurut teori humanisme, manusia bertanggung jawab terhadap pilihan
dalam hidup dan perbuatannya serta mempunyai kebebasan dan kemampuan
untuk mengubah sikap dan perilakunya. Belajar dianggap berhasil jika siswa
memahami lingkungannya dan dirinya. Siswa dalam proses belajarnya harus
berusaha agar lambatlaun mereka mampu mancapai aktualisasi diri dengan
sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari
sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.

Dalam suatu pembelajaran juga perlu didukung oleh adanya suatu teori
dan belajar, secara umum teori belajar dikelompokan dalam empat kelompok
atau aliran meliputi: (1) Teori Belajar Behavioristik (2) Teori Belajar
Kognitifistik (3) Teori Belajar Konstruktifistik (4) Teori Belajar Humanistik
3

Salah satu teori belajar yaitu humanistik yang menekankan perlunya sikap
saling menghargai dan tanpa prasangka (antara klien dan terapist) dalam
membantu individu mengatasi masalah-masalah kehidupannya. Teori ini
menyakini bahwa klien sebenarnya memiliki jawaban atas permasalahan yang
dihadapinya dan tugas terapist hanya membimbing klien menemukan jawaban
yang benar. Menurut Rogers, dalam Sudrajat bahwa teknik-teknik assessment
dan pendapat para terapist bukanlah hal yang penting dalam melakukan
treatment kepada klien. (Sudrajat, 2013).

Khususnya di Indonesia, ada yang disebut dengan istilah Taman Siswa


yang merupakan salah satu aliran Pendidikan terkenal di Indonesia. Taman
siswa dipelopori oleh tiga serangkai, salah satunya adalah seorang tokoh
karismatik yang teguh pendirian dan visioner dalam persoalan pendidikan,
yakni Ki Hajar Dewantara. Terdapat banyak hal yang dapat digali dari satu
tokoh ini terutama tentang Pendidikan itu sendiri.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian yang dikemukakan pada latar belakang, dapata
diformulasikan permasalahan pokok sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan teori belajar humanistik?
2. Siapakah tokoh-tokoh dalam teori belajar humanistik?
3. Apakah Prestasi belajar ?
4 Bagaimana prinsip-prinsip teori belajar humanistic ?
5. Bagaimana aplikasi dan implikasi teori belajar humanistik dalam peningkatan
prestasi belajar
6. Apa saja landasan pendidikan Ki Hajar Dewantara
C. Tujuan
Tujuan dan kegunaan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mendapatkan deskripsi tentang teori belajar humanistik.
2. Untuk mengetahui tokoh-tokoh dalam teori belajar humanistik.
3. Untuk mengetahui prinsip-prinsip teori belajar humanistik
4

4. Untuk mendapatkan gambaran tentang aplikasi dan implikasi teori belajar


humanistik dalam pembelajaran.
5. Untuk mengetahui landasan Pendidikan Ki Hajar Dewantara
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Teori Belajar Humanistik


Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang
pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik
adalah membantu peserta didik untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu
masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia
yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam
diri mereka.
Dalam teori belajar humanistik proses belajar harus berhulu dan
bermuara pada manusia itu sendiri. Meskipun teori ini sangat menekankan
pentingya isi dari proses belajar, dalam kenyataan teori ini lebih banyak
berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang paling
ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya
yang paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya, seperti apa yang bisa kita
amati dalam dunia keseharian.. Teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuan
untuk “memanusiakan manusia” (mencapai aktualisasi diri dan sebagainya)
dapat tercapai.
Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar
memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Peserta didik dalam proses
belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri
dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar
dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. (Uno,
2006: 13)
Selanjutnya Gagne dan Briggs mengatakan bahwa pendekatan
humanistik adalah pengembangan nilai-nilai dan sikap pribadi yang dikehendaki
secara sosial dan pemerolehan pengetahuan yang luas tentang sejarah, sastra,
dan pengolahan strategi berpikir produktif Pendekatan sistem bisa dapat di
lakukan sehingga para peserta didik dapat memilih suatu rencana pelajaran agar
mereka dapat mencurahkan waktu mereka bagi bermacam-macam tujuan belajar
atau sejumlah pelajaran yang akan dipelajari atau jenis-jenis pemecahan masalah
6

dan aktifitas-aktifitas kreatif yang mungkin dilakukan.pembatasan praktis dalam


pemilihan hal-hal itu mungkin di tentukan oleh keterbatasan bahan-bahan
pelajaran dan keadaan tetapi dalam pendekatan sistem itu sendiri tidak ada yang
membatasi keanekaragaman pendidikan ini. (Uno, 2006: 13).
Tujuan utama para pendidik adalah membantu si peserta didik untuk
mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk
mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam
mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Jadi, teori belajar humanistik adalah suatu teori dalam pembelajaran yang
mengedepankan bagaimana memanusiakan manusia serta peserta didik mampu
mengembangkan potensi dirinya.

B. Bentuk Pendidikan Humanistik


1. Pendidikan Terbuka (Open Education)
Pendidikan terbuka merupakan proses pendidikan yang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk bergerak secara bebas di sekitar kelas dan
memilih aktifitas belajar mereka sendiri. Siswa dapat bekerja secara individual
maupun dengan cara membentuk kelompok-kelompok kecil. Proses ini
memungkinkan peserta didik mengeksplorasi bidang-bidang pelajaran,
megusulkan topik-topik pembelajaran sehingga dapat mewujudkan
keterampilan-keterampilan atau minat-minat tertentu.
Salah satu model pendidikan terbuka mencakuo konsep mengajar guru
yang fasilitatif yang dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck
pada tahun 1975 mengenai kemampuan para guru untuk menciptakan kondidi
yang mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpan balik positif.
Kriteria yang disyaratkan dengan bentuk pendidikan terbuka antara lain
sebagai berikut :

 Peserta didik tidak dilarang untuk bergerak secara bebas di ruang kelas,
tidak dilarang bicara yang berkaitan dengan materi pembelajaran, tidak
ada pengelompokan atas dasar tingkat kecerdasan.
7

 Tersedia fasilitas yang memudahkan proses belajar, artinya ada


ketersediaan berbagai macam bahan yang diperlukan untuk belajar harus
ada.
 Adanya suasana penuh kasih saying, hangat, hormat, dan terbuka.
 Jika ada masalah pribadi dengan peserta didik, guru menangani masalah-
masalah perilaku tersebut dengan berkomunikasi secara pribadi dengan
murid yang bersangkutan.
 Guru menghargai kreativitas, mendorong berprestasi, dan memberikan
kebebasan dan hasil-hasil yang bersifat efektif secara lebih baik.
 Guru mempersepsi dengan cara mengamati setiap proses yang dilalui
murid dan membuat catatan dan penilaian secara individual, hanya sedikit
sekali diadakan tes formal.

2.Pembelajaran Mandiri (Independent Learning)


Pembelajaran mandiri adalah proses pembelajaran yang menuntut siswa
menjadi subjek yang dapat merancang, mengatur dan mengontrol kegiatan
mereka sendiri secara bertanggung jawab. Proses ini bergantung pada siapa
yang belajar (siswa), mencakup siapa yang memutuskan tentang apa yang akan
dipelajari, siapa yang harus mempelajari sesuatu hal, metode dan sumber apa
saja yang akan digunakan, dan bagaimana cara mengukur keberhasilan upaya
belajar yang telah dilaksanakan (Lowry, dalam Rachmahana, 2008).
Dalam pelaksanaannya, proses ini cocok untuk pembelajaran di tingkat
atau level perguruan tinggi yang lebih menuntut kemandirian yang tinggi dari
peserta didik. Perancangan pembelajaran diusulkan peserta didik ini
merupakan alat yang fleksibel membantu dalam penentuan tujuan belajar
secara individual. Partisipasi para peserta dalam penentuan tujuan belajar akan
membuat mereka lebih berkomitmen terhadap proses pembelajaran.

C. Tokoh-Tokoh Teori Humanistik


1. Carl Rogers
8

Carl R. Rogers dalam Hadis (2006: 71) kurang menaruh perhatian kepada
mekanisme proses belajar. Belajar dipandang sebagai fungsi keseluruhan
pribadi. Mereka berpendapat bahwa belajar yang sebenarnya tidak dapat
berlangsung bila tidak ada keterlibatan intelektual maupun emosional peserta
didik. Oleh karena itu, menurut teori belajar humanisme bahwa motifasi belajar
harus bersumber pada diri peserta didik.

Gambar: Carl R. Rogers

Roger membedakan dua ciri belajar, yaitu: (1) belajar yang bermakna dan
(2) belajar yang tidak bermakna. Belajar yang bermakna terjadi jika dalam
proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran dan perasaan peserta didik, dan
belajar yang tidak bermakna terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan
aspek pikiran akan tetapi tidak melibatkan aspek perasaan peserta didik.
Bagaimana proses belajar dapat terjadi menurut teori belajar
humanisme?. Orang belajar karena ingin mengetahui dunianya. Individu
memilih sesuatu untuk dipelajari, mengusahakan proses belajar dengan caranya
sendiri, dan menilainya sendiri tentang apakah proses belajarnya berhasil.
Menurut Roger, peranan guru dalam kegiatan belajar peserta didik
menurut pandangan teori humanisme adalah sebagai fasilitator yang berperan
aktif dalam : (1) membantu menciptakan iklim kelas yang kondusif agar
peserta didik bersikap positif terhadap belajar, (2) membantu peserta didik
untuk memperjelas tujuan belajarnya dan memberikan kebebasan kepada
peserta didik untuk belajar, (3) membantu peserta didik untuk memanfaatkan
9

dorongan dan cita-cita mereka sebagai kekuatan pendorong belajar, (4)


menyediakan berbagai sumber belajar kepada peserta didik, dan (5) menerima
pertanyaan dan pendapat, serta perasaan dari berbagai peserta didik
sebagaimana adanya. (Hadis, 2006: 72)

2. Abraham Maslow
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada
dua hal : (1) suatu usaha yang positif untuk berkembang; (2) kekuatan untuk
melawan atau menolak perkembangan itu.

Gambar: Abraham Maslow

Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk


memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang
mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau
berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa
yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki
dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah
berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia
luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri (self).

Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh


hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti
10

kebutuhan fisiologis (udara, makanan, air, tidur), barulah ia dapat


menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan
mendapatkan ras aman / safety needs (lapangan kerja, kesehatan), kebutuhan
untuk dimiliki dan dicintai / belongingness needs (keluarga, persahabatan,
cinta), kebutuhan akan harga diri / esteem needs (harga diri, kepercayaan diri)
dan kebutuhan aktualisasi diri / self actualization needs (moralitas, kreativitas).

3. Arthur Combs
Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa
memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan
mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi
karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan
penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain
hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak
akan memberikan kepuasan baginya. Untuk itu guru harus memahami perilaku
peserta didik dengan mencoba memahami dunia persepsi peserta didik tersebut
sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah
keyakinan atau pandangan peserta didik yang ada.

Gambar: Arthur Combs


Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs
berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa
11

peserta didik mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan
sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu.
Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si peserta didik untuk
memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan
menghubungkannya dengan kehidupannya.
Combs memberikan lukisan persepsi diri dalam dunia seseorang seperti
dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu.. Lingkaran kecil
(1) adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi
dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang
pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit
hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.
D. Prestasi Belajar

Prestasi adalah hasil yang dicapai dengan usaha, sesuatu yang dicapai
tidak dengan usaha bukanlah suatu prestasi. Prestasi adalah kemampuan,
keterampilan dan sikap seseorang dalam menyelesaikan sesuatu hal.
Prestasi belajar adalah suatu hasil yang dicapai seseorang secara sadar dan
disengaja dengan kegiatannya yaitu belajar. Keberhasilan seseorang dalam
mencapai prestasi belajar tidak akan terlepas dari berbagai faktor yang
mempengaruhinya, baik itu faktor yang menunjang maupun yang bersifat
menghambat.

Prestasi belajar merupakan hasil dari proses kegiatan belajar, yang


berarti sejauh mana peserta didik menguasai bahan pelajaran yang telah
diajarkan, yang kemudian diikuti oleh munculnya perasaan puas bahwa ia
telah melakukan sesuatu dengan baik. Hal ini berarti prestasi belajar hanya
bisa diketahui jika telah dilakukan penilaian terhadap hasil belajar siswa.
Prestasi belajar ialah hasil dari sebuah usaha belajar yang dicapai oleh
seorang siswa berupa suatu kecakapan dari kegiatan belajar dalam bidang
akademik di sekolah pada jangka waktu tertentu yang dicatat pada setiap
akhir semester kemudian dituangkan di dalam buki laporan yang disebut
rapor .
12

Prestasi belajar merupakan hasil-hasil belajar yang dicapai siswa


dengan kriteria tertentu. Hal ini menandakan bahwa objek yang dinilai
adalah hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah
perubahan tingkah laku siswa yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor .

Prestasi belajar adalah tingkat kemampuan anak didik dalam


menerima suatu jenis pelajaran yang diberikan oleh guru dalam kegiatan
belajar mengajar. Melalui prestasi belajar seorang siswa dapat mengetahui
kemajuankemajuan yang telah dicapainya dalam belajar .

Prestasi belajar dan proses belajar adalah satu kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan karena prestasi belajar pada hakikatnya adalah hasil akhir
dari sebuah proses belajar. Prestasi belajar ialah sebuah jalan penguasaan
pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran,
lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka yang diberikan guru.

Prestasi belajar diperoleh dari proses belajar untuk menguasai ilmu


pengetahuan yang biasa dikembangkan dan biasanya prestasi tersebut
ditunjukkan dengan angka.

Prestasi belajar merupakan buah dari proses belajar. Belajar dapat


dikatakan berhasil jika terjadi perubahan dalam diri siswa, namun tidak
semua perubahan perilaku dapat dikatakan hasil dari belajar karena
perubahan tingkah laku akibat belajar memiliki ciri-ciri yang khas, yaitu:

(1) Perubahan intensional, merupakan perubahan dalam proses berlajar


yang tercipta karena pengalaman yang dilakukan secara sengaja dan
disadari. Pada ciri ini siswa

menyadari bahwa ada perubahan dalam dirinya, seperti penambahan


pengetahuan, kebiasaan dan keterampilan.
13

(2) Perubahan positif dan aktif. Dikatakan positif berarti perubahan tersebut
baik serta bermanfaat bagi kehidupan dan sesuai dengan harapan karena telah
memperoleh sesuatu yang baru, yang lebih baik dari sebelumnya. Sedangkan aktif
artinya perubahan tersebut terjadi karena adanya usaha dari siswa yang
bersangkutan.

(3) Perubahan efektif dan fungsional, perubahan dikatakan efektif apabila


membawa pengaruh dan manfaat tertentu bagi siswa. Perubahan yang fungsional
ialah perubahan dalam diri siswa yang relatif menetap dan apabila dibutuhkan
perubahan tersebut dapat direproduksi serta dimanfaatkan lagi .Penilaian prestasi
belajar (achievement assessment), yaitu suatu tekhnik penilaian yang digunakan untuk
mengetahui tingkat pencapaian prestasi belajar peserta didik dalam mata pelajaran
tertentu sesuai dengan komptensi kurikulum yang telah ditetapkan.

Prestasi belajar dikatakan telah mencapai titik sempurna apabila memenuhi tiga
aspek, antara lain aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.

a. Aspek kognitif berhubungan dengan pengenalan baru atau mengingat kembali


(menghafal), memahami, mengaplikasikan, menganalisis, dan kemampuan
mengevaluasi.
b. Aspek afektif berhubungan dengan pembangkitan minat, sikap/emosi,
penghormatan (kepatuhan) terhadap nilai atau norma.
c. Aspek psikomotor berhubungan dengan pengajaran yang bersifat keterampilan
atau yang menunjukkan kemampuan (skill) .

Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar ialah:

(1) Faktor dari dalam diri peserta didik (intern) yaitu: (a) Faktor jasmani seperti
faktor
14

kesehatan dan cacat tubuh, Faktor kesehatan sangat berpengaruh terhadap


proses belajar peserta didik, jika kesehatan seorang peserta didik terganggu
atau cepat lelah, kurang bersemangat maka akan berpengaruh terhadap
prestasi belajarnya. Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang
baik atau kurang sempurnanya tubuh.

(b) Faktor psikologis seperti: intelegensi, perhatian, bakat, minat,


motivasi, kematangan, kesiapan.

(c) Faktor kelelahan seperti kelelahan jasmani dan rohani. Kelelahan


jasmani tampak terlihat dengan lemah dan lunglainya anggota tubuh dan
timbul keinginan untuk membaringkan tubuh. Kelelahan rohani dapat terus
menerus karena memikirkan masalah, mengerjakan sesuatu dengan
terpaksa

(2) Faktor luar diri peserta didik (ekstern), antara lain:

(a) Faktor keluarga seperti cara orang tua mendidik, relasi antar
anggota keluarga, dan keadaan keluarga.

(b) Faktor sekolah seperti guru dan cara mengajar, model


pembelajaran, dan alat-alat pelajaran.

(c) Faktor lingkungan masyarakat seperti kegiatan peserta didik dalam


lingkungan dan teman bergaul .

Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar yang


dicapai dapat digolongkan dalam 2 faktor, yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal yang terbentuk dalam diri siswa antara lain
kesehatan jasmani maupun rohani, sikap, intelegensi dan bakat, minat,
motivasi, cara belajar, dan sebagainya. Sedangkan faktor eksternal
merupakan faktor yang berasal dari luar diri siswa, diantaranya lingkungan
keluarga, sekolah, masyarakat, dan lingkungan sekitar mahasiswa .
15

E. Prinsip-prinsip Teori Belajar Humanistik


Pendekatan humanistik menganggap peserta didik sebagai a whole person
atau orang sebagai suatu kesatuan. Dengan kata lain, pembelajaran tidak hanya
mengajarkan materi atau bahan ajar yang menjadi sasaran, tetapi juga membantu
peserta didik mengembangkan diri mereka sebagai manusia.
Keyakinan tersebut telah mengarahkan munculnya sejumlah teknik dan
metodologi pembelajaran yang menekankan aspek humanistik pembelajaran.
(Alwasilah, 1996: 23) Dalam metodologi semacam itu, pengalaman peserta didik
adalah yang terpenting dan perkembangan kepribadian mereka serta
penumbuhan perasaan positif dianggap penting dalam pembelajaran mereka.
Pendekatan humanistik mengutamakan peranan peserta didik dan berorientasi
pada kebutuhan. Menurut pendekatan ini, materi atau bahan ajar harus dilihat
sebagai suatu totalitas yang melibatkan orang secara utuh, bukan sekedar sebagai
sesuatu yang intelektual semata-mata. Seperti halnya guru, peserta didik adalah
manusia yang mempunyai kebutuhan emosional, spritual, maupun intelektual.
Peserta didik hendaknya dapat membantu dirinya dalam proses belajar mengajar.
Peserta didik bukan sekedar penerima ilmu yang pasif. (Purwo, 1989: 212)
Beberapa prinsip Teori belajar Humanistik:
1. Manusia mempunyai belajar alami
2. Belajar signifikan terjadi apabila materi plajaran dirasakan murid mempuyai
relevansi dengan maksud tertentu
3. Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya.
4. Tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasarkan bila
ancaman itu kecil
5. Bila bancaman itu rendah terdapat pangalaman peserta didik dalam
memperoleh cara.
6. Belajar yang bermakna diperolaeh jika peserta didik melakukannya
7. Belajar lancer jika peserta didik dilibatkan dalam proses belajar
16

8. Belajar yang melibatkan peserta didik seutuhnya dapat memberi hasil yang
mendalam
9. Kepercayaan pada diri pada peserta didik ditumbuhkan dengan membiasakan
untuk mawas diri
10. Belajar sosial adalah belajar mengenai proses belajar.
Roger sebagai ahli dari teori belajar humanisme mengemukakan
beberapa prinsip belajar yang penting yaitu: (1). Manusia itu memiliki keinginan
alamiah untuk belajar, memiliki rasa ingin tahu alamiah terhadap dunianya, dan
keinginan yang mendalam untuk mengeksplorasi dan asimilasi pengalaman baru,
(2). Belajar akan cepat dan lebih bermakna bila bahan yang dipelajari relevan
dengan kebutuhan peserta didik, (3) belajar dapat di tingkatkan dengan
mengurangi ancaman dari luar, (4) belajar secara partisipasif jauh lebih efektif
dari pada belajar secara pasif dan orang belajar lebih banyak bila belajar atas
pengarahan diri sendiri, (5) belajar atas prakarsa sendiri yang melibatkan
keseluruhan pribadi, pikiran maupun perasaan akan lebih baik dan tahan lama,
dan (6) kebebasan, kreatifitas, dan kepercayaan diri dalam belajar dapat
ditingkatkan dengan evaluasi diri orang lain tidak begitu penting. (Dakir, 1993:
64)
17

F. Teori Belajar Humanistik Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar


Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama
proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran
guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para peserta
didik sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar
dalam kehidupan peserta didik. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada
peserta didik dan mendampingi peserta didik untuk memperoleh tujuan
pembelajaran. (Sumanto, 1998: 235)
Peserta didik berperan sebagai pelaku utama (student center) yang
memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan peserta didik
memahami potensi diri, mengembangkan potensi dirinya secara positif dan
meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
Teori Roger dalam bidang pendidikan adalah dibutuhkannya 3 sikap dalam
fasilitator belajar yaitu (1) realitas di dalam fasilitator belajar, (2) penghargaan,
penerimaan, dan kepercayaan, dan (3) pengertian yang empati.
 Realitas di dalam fasilitator belajar
Merupakan sikap dasar yang penting. Seorang fasilitator menjadi dirinya
sendiri dan tidak menyangkal diri sendiri, sehingga ia dapat masuk kedalam
hubungan dengan pelajar tanpa ada sesuatu yang ditutup-tutupi.
 Penghargaan, penerimaan, dan kepercayaan
Menghargai pendapat, perasaan, dan sebagainya membuat timbulnya
penerimaan akan satu dengan lainnya. Dengan adanya penerimaan tersebut,
maka akan muncul kepercayaan akan satu dengan lainnya.
 Pengertian yang empati
Untuk mempertahankan iklim belajar atas dasar inisiatif diri, maka guru
harus memiliki pengertian yang empati akan reaksi murid dari dalam. Guru
harus memiliki kesadaran yang sensitif bagi jalannya proses pendidikan dengan
tidak menilai atau mengevaluasi. Pengertian akan materi pendidikan dipandang
dari sudut murid dan bukan guru.

Guru menghubungan pengetahuan akademik ke dalam pengetahuan


terpakai seperti memperlajari mesin dengan tujuan untuk memperbaikai mobil.
Experiential Learning menunjuk pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan
18

siswa. Kualitas belajar experiential learning mencakup : keterlibatan siswa


secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh siswa sendiri, dan adanya efek yang
membekas pada siswa.
a. Peserta didik
Menurut teori ini agar belajar bermakna bagi siswa, perlu keterlibatan
penuh dari siswa sendiri. Peserta didik sebagai pusat (central) dalam aktivitas
belajar. Peserta didik menjadi pelaku dalm memaknai pengalaman belajarnya
sendiri. Peseerta didik diharapkan mampu menemukan potensinya dan
mengembangkan potensi tersebut secara maksimal.
Peserta didik mengarahkan sekaligus memotivasi diri sendiri dalam
belajar daripada sekedar menjadi penerima pasif dalam proses belajar. Ia
berusaha manila kegunaan belajar itu bagi dirinya sendiri. Mengarahkan
perilaku dalam belajar (self regulated learning), apa yang akan dipelajari dan
dan sampai tingkatan mana, kapan dan bagaimana mereka akan belajar.
b. Guru
Dalam hal ini peran guru adalah sebagai fasilitator yang membantu siswa
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang lebih tinggi bukan sebagai
pengelola perilaku seperti pada behavorisme. Guru oleh karenanya dsarankan
untuk menekankan nilai-nilai kerjasama, saling membantu, dan
menguntungkan, kejujuran, dan kreativitas untuk diaplikasikan dalam proses
pembelajaran.
Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator.
Berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai
kualitas fasilitator :
1. Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal,
situasi kelompok, atau pengalaman kelas
2. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan
perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat
umum.
19

3. Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk


melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan
pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna.
4. Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang
paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai
tujuan mereka.
5. Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk
dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
6. Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan
menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan
mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual
ataupun bagi kelompok.
7. Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur
dapat berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang
anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang
individu, seperti siswa yang lain.
8. Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan
juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi
sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh
siswa.
9. Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan
adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar.
10. Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk
menganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.
11. Bersikap hangat dan berusaha memahami perasaan peserta didik (berempati)
dan dan meluruskan dianggap kurang relevan dengan cara yang santun.
12. Sebagai seorang manusia yang tidak selalu sempurna, guru mengenali,
mengakui dan menerima keterbatasan-keterbatasan diri dengan cara mau dan
senang hati menerima pandangan yang lebih baik dari peserta didik.
13. Menempatkan dirinya sebagai sumber yang fleksibel untuk dapat
dimanfaatkan peserta didik baik individu maupun kelompok.
20

c. Aktivitas Selama Proses Pembelajaran


Berbagai pengertian mengenai pembelajaran merupakan suatu pertanda
bahwa kegiatan pembelajaran itu memang suatu yang sangat kompleks.
Pembelajaran itu sendiri sebenarnya mempunyai tujuan untuk membantu siswa
agar memperoleh berbagai pengalaman dan dengan pengalaman itu tingkah
laku siswa bertambah, baik kuantitas maupun kualitas.
Beberapa karakteristik pembelajaran yang dapat diungkapakan dengan
melihat pengertian pembelajaran dari berbagai perspektif teori pembelajaran
yaitu sebagai berikut :
1. Pembelajaran dilakukan secara sadar dan direncanakan secara sistematis
2. Pembelajaran merupakan pemberian bantuan yang memungkinkan siswa
dapat atau terfasilitasi untuk belajar
3. Pembelajaran lebih menekankan pada pengaktifan siswa baik secara hands
on (aktivitas fisik) maupun minds on (aktivitas mental).

Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar.


Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :
1. Merumuskan tujuan belajar yang jelas
2. Mengusahakan partisipasi aktif peserta didik melalui kontrak belajar yang
bersifat jelas , jujur dan positif.
3. Mendorong peserta didik untuk mengembangkan kesanggupan peserta didik
untuk belajar atas inisiatif sendiri
4. Mendorong peserta didik untuk peka berpikir kritis, memaknai proses
pembelajaran secara mandiri
5. Peserta didik di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih
pilihannya sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko
dari perilaku yang ditunjukkan.
6. Guru menerima peserta didik apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran
peserta didik, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong peserta didik
untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
7. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
21

8. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi peserta


didik. (Mulyati, 2005: 182).
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini tepat untuk diterapkan.
Keberhasilan aplikasi ini adalah peserta didik merasa senang bergairah,
berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap
atas kemauan sendiri. Peserta didik diharapkan menjadi manusia yang bebas,
berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri
secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar
aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku.
F. Landasan Pendidikan Ki Hajar Dewantara
Ki Hadjar Dewantara adalah seorang tokoh Pendidikan Nasional, di
mana untuk menyelenggarakan pendidikan nasional beliau mendirikan
Lembaga Pendidikan Nasional Taman Siswa yang kemudian dikenal sebagai
Perguruan Taman Siswa. Perguruan Taman Siswa bertujuan untuk membuat
rakyat pandai, sebab Ki Hadjar Dewantara berkeyakinan bahwa perjuangan
pergerakan tidak akan berhasil tanpa kepandaian. Untuk itu beliau

mengemukakan konsepnya mengenai Pendidikan Nasional yang direalisasi


mulai tanggal 3 Juli 1922 dengan mendirikan Perguruan Taman Siswa di
Yogyakarta dengan tugas-tugasnya: Pertama adalah untuk mendidik rakyat
agar berjiwa kebangsaan dan berjiwa merdeka, untuk menjadi kader-kader yang
sanggup dan mampu mengangkat derajat nusa dan bangsanya sejajar dengan
bangsa lain yang merdeka. Kedua membantu perluasan pendidikan dan
pengajaran yang pada waktu itu sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, sedang
sekolah yang disediakan oleh pemerintah Belanda sangat terbatas.

Gambar 1: Ki hadjar Dewantara (Pendiri Lembaga Pendidikan Taman Siswa)


22

Ki Hajar Dewantara telah menciptakan sistem pendidikan yang


merupakan sistem pendidikan perjuangan. Falsafah pendidikannya adalah
menentang falsafah penjajahan dalam hal ini falsafah Belanda yang berakar
pada budaya Barat. Falsafah pendidikan Ki Hajar Dewantara bukan semata-
mata sistem pendidikan perjuangan, melainkan juga merupakan suatu
pernyataan falsafah dan budaya bangsa Indonesia sendiri. Sistem pendidikan
tersebut kaya akan konsep- konsep kependidikan yang asli. Ki Hajar Dewantara
mengembangkan sistem pendidikan melalui Perguruan Taman Siswa yang
mengartikan pendidikan sebagai upaya suatu bangsa untuk memelihara dan
mengembangkan benih turunan bangsa itu. Untuk itu, Ki Hajar Dewantara

mengembangkan metode among sebagai sistem pendidikan yang didasarkan


asas kemerdekaan dan kodrat alam.

Sistem pendidikan Ki Hadjar Dewantara itu dikembangkan berdasarkan


lima asas pokok yang disebut Pancadarma Taman Siswa, yang meliputi:

1. Asas kemerdekaan, yang berarti disiplin diri sendiri atas dasar nilai hidup
yang tinggi, baik hidup sebagai individu maupun sebagai anggota
masyarakat. Arti merdeka adalah sanggup dan mampu untuk berdiri sendiri
untuk mewujudkan hidup diri sendiri, hidup tertib dan damai dengan
kekuasaan atas diri sendiri. Merdeka tidak hanya berarti bebas tetapi harus
diartikan sebagai kesanggupan dan kemampuan yaitu kekuatan dan
kekuasaan untuk memerintah diri pribadi.
2. Asas kodrat alam, yang berarti bahwa pada hakikatnya manusia itu sebagai
makluk, adalah satu dengan kodrat alam. Manusia tidak dapat lepas dari
kodrat alam dan akan berbahagia apabila dapat menyatukan diri dengan
kodrat alam yang mengandung kemajuan itu. Oleh karena itu, setiap
individu harus berkembang dengan sewajarnya.
3. Asas kebudayaan, yang berarti bahwa pendidikan harus membawa
kebudayaan kebangsaan itu ke arah kemajuan yang sesuai dengan
kecerdasan zaman, kemajuan dunia dan kepentingan hidup lahir dan batin
23

rakyat pada setiap zaman dan keadaan.


4. Asas kebangsaan, yang berarti tidak boleh bertentangan dengan
kemanusiaan, malah harus menjadi bentuk kemanusiaan yang nyata. Oleh
karena itu asas kebangsaan ini tidak mengandung arti permusuhan dengan
bangsa lain melainkan mengandung rasa satu dengan bangsa sendiri, satu
dalam suka dan duka, rasa satu dalam kehendak menuju kepada
kebahagiaan hidup lahir dan batin seluruh bangsa.
5. Asas kemanusiaan, yang menyatakan bahwa darma setiap manusia itu
adalah perwujudan kemanusiaan yang harus terlihat pada kesucian batin dan
adanya rasa cinta kasih terhadap sesama manusia dan terhadap makluk
ciptaan Tuhan seluruhnya.

Dalam berbagai sumber tulisan tentang pendidikan Ki Hadjar


Dewantara, Pendidikan harus dimulai dari persamaan persepsi pemangku
pendidikan tentang mendidik itu sendiri. Menurut Kihajar dewantara mendidik
dalam arti yang sesungguhnya adalah proses memanusiakan manusia
(humanisasi), yakni pengangkatan manusia ke taraf insani. Di dalam mendidik
ada pembelajaran yang merupakan komunikasi eksistensi manusiawi yang
otentik kepada manusia, untuk dimiliki,

dilanjutkan dan disempurnakan. Jadi sesungguhnya pendidikan adalah usaha


bangsa ini membawa manusia Indonesia keluar dari kebodohan, dengan
membuka tabir aktual-transenden dari sifat alami manusia (humanis).

Menurut Ki Hajar Dewantara tujuan pendidikan adalah “penguasaan


diri” sebab di sinilah pendidikan memanusiawikan manusia (humanisasi).
Penguasaan diri merupakan langkah yang harus dituju untuk tercapainya
pendidikan yang mamanusiawikan manusia. Ketika setiap peserta didik mampu
menguasai dirinya, mereka akan mampu juga menentukan sikapnya. Dengan
demikian akan tumbuh sikap yang mandiri dan dewasa.

Dalam konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara ada 2 hal yang harus


dibedakan yaitu sistem “Pengajaran” dan “Pendidikan” yang harus bersinergis
satu sama lain. Pengajaran bersifat memerdekakan manusia dari aspek hidup
24

lahiriah (kemiskinan dan kebodohan). Sedangkan pendidikan lebih


memerdekakan manusia dari aspek hidup batin (otonomi berpikir dan
mengambil keputusan, martabat, mentalitas demokratik). Keinginan yang kuat
dari Ki Hajar Dewantara untuk generasi bangsa ini dan mengingat pentingnya
guru yang memiliki kelimpahan mentalitas, moralitas dan spiritualitas. Beliau
sendiri untuk kepentingan mendidik, meneladani dan pendidikan generasi
bangsa ini telah mengubah namanya dari ningratnya sebagai Raden Mas
soewardi Suryaningrat menjadi Ki hajar dewantara. Menurut tulisan Theo
Riyanto, perubahan nama tersebut dapat dimaknai bahwa beliau ingin
menunjukkan perubahan sikap ningratnya menjadi pendidik, yaitu dari satria
pinandita ke pinandita satria yaitu dari pahlawan yang berwatak guru spiritual
ke guru spiritual yang berjiwa ksatria, yang mempersiapkan diri dan peserta
didik untuk melindungi bangsa dan Negara ini. Bagi Ki Hajar Dewantara, para
guru hendaknya menjadi pribadi yang bermutu dalam kepribadian dan
spiritualitas, baru kemudian menyediakan diri untuk menjadi pahlawan dan juga
menyiapkan para peserta didik untuk menjadi pembela nusa dan bangsa. Yang
utama sebagai pendidik adalah fungsinya sebagai model keteladanan dan
sebagai fasilitator kelas.

Nama Hajar Dewantara sendiri memiliki makna sebagai guru yang


mengajarkan kebaikan, keluhuran, keutamaan. Pendidik atau Sang Hajar adalah
seseorang yang memiliki kelebihan di bidang keagamaan dan keimanan,
sekaligus masalah-masalah sosial kemasyarakatan. Modelnya adalah Kyai
Semar (menjadi perantara antara Tuhan dan manusia, mewujudkan kehendak
Tuhan di dunia ini). Sebagai pendidik yang merupakan perantara Tuhan
maka guru sejati sebenarnya

adalah berwatak pandita juga, yaitu mampu menyampaikan kehendak Tuhan


dan membawa keselamatan.

Menerjemahkan dari konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara tersebut,


maka banyak pakar menyepakati bahwa pendidikan di Indonesia haruslah
memiliki 3 Landasan filosofis, yaitu nasionalistik, universalistik dan
spiritualistik. Nasionalistik maksudnya adalah budaya nasional, bangsa yang
25

merdeka dan independen baik secara politis, ekonomis, maupun spiritual.


Universal artinya berdasarkan pada hukum alam (natural law), segala sesuatu
merupakan perwujudan dari kehendak Tuhan. Prinsip dasarnya adalah
kemerdekaan, merdeka dari segala hambatan cinta, kebahagiaan, keadilan, dan
kedamaian tumbuh dalam diri (hati) manusia. Suasana yang dibutuhkan dalam
dunia pendidikan adalah suasana yang berprinsip pada kekeluargaan, kebaikan
hati, empati, cintakasih dan penghargaan terhadap masing-masing anggotanya.
Maka hak setiap individu hendaknya dihormati, pendidikan hendaknya
membantu peserta didik untuk menjadi merdeka dan independen secara fisik,
mental dan spiritual, pendidikan hendaknya tidak hanya mengembangkan aspek
intelektual sebab akan memisahkan dari orang kebanyakan; pendidikan
hendaknya memperkaya setiap individu tetapi perbedaan antara masing-masing
pribadi harus tetap dipertimbangkan, pendidikan hendaknya memperkuat rasa
percaya diri, mengembangkan harga diri, setiap orang harus hidup sederhana
dan guru hendaknya rela mengorbankan kepentingan- kepentingan pribadinya
demi kebahagiaan para peserta didiknya.

Output pendidikan yang dihasilkan adalah peserta didik yang


berkepribadian merdeka, sehat fisik, sehat mental, cerdas, menjadi anggota
masyarakat yang berguna, dan bertanggungjawab atas kebahagiaan dirinya dan
kesejahteraan orang lain. Dalam pemikiran kihajar dewantara, metode yang
sesuai dengan sistem pendidikan ini adalah sistem among yaitu metode
pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan pada asih, asah dan asuh. Metode
ini secara teknik pengajaran meliputi ‘kepala, hati dan panca indera’ (educate
the head, the heart, and the hand).

Dalam sistem pembelajaran ini guru adalah sebagai teladan. Teladan


sesungguhnya memiliki makna sesuatu dari proses mengajar, hubungan dan
interaksi selama proses pendidikan yang kemudian pada hari ini atau masa
depan peserta didik menjadi contoh yang selalu ditiru dan digugu. Jadi guru
teladan tidak ada hubungannya dengan sosok guru yang senantiasa menjaga
wibawa, menjaga ‘image’ dengan selalu menampilkan dirinya ‘perfect’ dan
26

‘penuh aturan’ dan kaku di hadapan peserta didiknya.

Dalam sebuah proses belajar, sadar atau tidak maka ‘perilaku’ seorang
guru akan menjadi komunikasi (penyampaian pesan) paling efektif dan
pengaruhnya sangat besar (90%) pada peserta didik. Perilaku inilah yang akan
menjadi ‘teladan’ bagi kehidupan sosial peserta didik. Secara psikologis
pengaruh ‘perilaku’ tersebut adalah pengaruh bawah sadar peserta didik, yang
akan muncul kembali saat ia melakukan aktifitas dalam ‘bersikap’, ‘bertindak’
atau ‘menilai sesuatu’ pada dirinya maupun orang lain.

Proses memindahkan segala’keteladanan diri’ pengetahuan diri dan


perilaku professional seorang guru kepada peserta didik dibutuhkan teknik yang
oleh Ki hajar dewantara disebuat ‘among’ mendidik dengan sikap asih, asah
dan asuh, dibutuhkan guru yang tidak hanya mampu ‘mengajar’ tetapi juga
mampu ‘mendidik’. Pada posisi inilah guru juga harus mampu menjadi
motivator dikelasnya. Mengapa motivator? Karena Motivator memiliki
kekuatan sinergis antara mengajar dan mendidik seperti motivasi dari
pendidikan Ki Hajar itu sendiri.

Proses memindahkan segala’keteladanan diri’ pengetahuan diri dan


perilaku professional seorang guru kepada peserta didik dibutuhkan teknik yang
oleh Ki hajar dewantara disebuat ‘among’ mendidik dengan sikap asih, asah
dan asuh, dibutuhkan guru yang tidak hanya mampu ‘mengajar’ tetapi juga
mampu ‘medidik’. Pada posisi inilah guru juga harus mampu menjadi motivator
dikelasnya. Mengapa motivator? Karena Motivator memiliki kekuatan sinergis
antara mengajar dan mendidik seperti motivasi dari pendidikan Ki Hajar itu
sendiri.
Menulusuri sejarah dan perkembangan pendidikan di indonesia maka
tidak bisa dipisahkan dari pendirian dan pengembangan beberapa lembaga
pendidikan yang telah dirintis sejak era penjajahan belanda oleh beberapa tokoh
pendidikan di Negara ini.
27

Menurut Tirtahardja (2005:56) berbagai bentuk dan pengembangan


pendidkan di Indonesia saat ini tidak bisa dipisahkan dari dua aliran pokok
pendidikan di Indonesia yaitu perguruan kebangsaan taman siswa dan
pendidikan INS kayu tanam, menurutnya, kedua aliran tersebut dipadang
sebagai tonggak pemikiran tentang pendidikan di Indonesia.

1. Perguruan Kebangsaan Taman Siswa


Perguruan kebangsaan taman siswa
didirikan oleh ki hajar dewantara pada tnggal 3
juli 1922 di yokyakarta, dalam bentuk yayasan.
Menurut sukarjo (2009:96),sifat, sistem, dan
metode pendidikan taman siswa diringkas
kedalam empat kemasan, yaitu asas taman siswa,
panca dharma, adat istiadat, dan semboyang atau
perlambangan.
Keberadaan taman siswa cukup berpengaruh di indonesia hal ini dapat
ditandai dengan semboyang atau lambang kementrian pendidikan nasional yaitu
ing ngarso sung tulado, ing madya mangun karso, dan tut wuri handayani.
Menurut mudyahardjo (1993:45) bahwa makna semboyang itu adalah ing
ngarso sun tulado bermakna seorang guru hendaknya memberi teladan yang
baik kepada muridnya. Ing Madya Mangun Karso, menyiratkan bahwa
seseorang guru harus terus membuat inovasi dalam pembelajaran. Sedangkan
Tut Wuri Handayani, maka seorang pendidik harus dapat membeirkan
dorongan pada anak anak didikan untuk terus maju, berkarya dan berprestasi.

Menurut Tirtaharardja (2005) bahawa perkembangan dan pengaruh


taman siswa sangat luas dan harus dihargai dalam bentuk terus melakukan
inovasi pendidikan saat ini. Keseriusan yayasan ini dapat dilihat dari asas dan
tujuannya. Adapun asas taman siswa yaitu:

a. Setiap orang mempunyai hak mengatur dirinya sendri dengan terbitnya


persatuan dalam peri kehidupan umum.
b. Pembelajaran harus memberi pemberitahuan yang berfaedah yang dalam arti
28

lahir dan batin dapat memerdekakan diri.


c. Pembelajaran harus berdasar pada kebudayaan dan kebngsaan sendiri
d. Pembelajaran harus tersebar luas sampai dapat menjangkau keepada seluruh
rakyat
e. Sebagai konsekuensi hidup dengan kekuatan sendiri maka harus mutlak
harus membelanjai sendiri segala usaha yang dilakukan.
f. Dalam mendidik anak-anak perlu adanya keihklasan lahir dan batin untuk
mengobarkan segala kepentingan pribadi demi keselamatan dan
kebahagiaan anak-anak.
g. Kemudian di tambahakan dengan asas kemerdekaan, asa kodrat alam, asa
kebudayaan, asas kebangsaan, dan asas kemanusiaan.
Sementara itu, menurut Tirtarahardja (2005:58) banyaknya generasi saat
ini belum memahami lebih dalam betapa besar jasa Ki Hajar Dewantara
meletakkan dasar pendidikan dalam bentuk lembaga. Sehingga penting dalam
hal ini dipaparkan tujuan pendidikan taman siswa sebagai tambahan pemahan
lebih jauh Ki Hajar Dewantara sebagai pencetus seekolah taman siswa. Tujuan
pendirian taman siswa yaitu:
a. Sebagai badan perjuangan kebudayaan dan pembangunan masyarakat
tertib dan damai.
b. Membangun anak didik menjadi manusia yang merdeka lahir dan batin,
luhur akal budidaya, serta sehat jasmaninya untuk menjadi anggota
masyarakat yang berguna dan bertanggung jawab atas keserasian
bangsa, tanah air, serta manusia pada umumnya.
Sedangkan jika melihat hasil dan pengaruh yang ditelarkan keberadaan
sekolah atau yayasan ini sudahsangat besar bagi perkembangan pendidikan di
Indonesia. Menurut Tirtarahardja (2005) salah satu hasil dari taman siswa yaitu
telah berhasil mengemukakan gagasan tentang pendidikan, lembaga-lembaga
pendidikan dari taman indriya samapi sarjana wiyata. Taman siswapun telah
melahirkan alumni besar di Indonesia.
29

2. Pendidikan INS Kayu Tanam

Pendidikan INS kayu tanam didirikan oleh


Muhammad Sjafei pada tanggal 41 oktober 1926 di kayu
tanam (sumatera barat) sekolah ini dinamakan kayu
tanam sebab sekolah ini didirikan didaerah kayu tanam.
Kayu tanam adalah sebuah nama desa kecil di Sumatera
Barat sedangkan INS sebuah lembaga pendidikan yang
merupakan akronim dari Indonesia Nederlandsche
School.

Muhammad Sjafei adalah seorang yang berdarah Minang yang


dilahirkan di kalimantan barat. Ia dilahirkan tepatnya di Daerah Nathan tahun
1895. Ayahnya bernama Marah Sutan dan ibunya Khadijah mendirikan sekolah
RP INS kayu tam setelah beliau kembali dari belanda menempuh pendidikan
disana karena kemampuannya mengelola sekolah ini, akhirnya tersohor dengan
nama RP INS kayu tanam dan sangat dikenal di Indonesia.
RP INS Kayu tanam didirikan atas asas tersendiri sekalipun sekolah ini
pernah diambil alih paksa dan pendudukan jepang akan tetapi setelah
kemederdekaan, hasil dan landasan tersebut kemudian dikembangkan menjadi
dasar-dasar pendidikan Republik Indonesia.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Dari deskripsi yang dikemukakan pada pembahasan, dapat dikemukakan


beberapa poin penting sebagai kesimpulan, yaitu:
1.Teori Belajar Humanistik adalah suatu teori dalam pembelajaran yang
mengedepankan bagaimana memanusiakan manusisa serta peserta didik
mampu mengembangkan potensi dirinya
2. Tokoh dalam teori ini adalah C. Roger, Abraham Maslow dan Arthur Comb.
3. Aplikasi dalam teori ini, peserta didik diharapkan menjadi manusia yang
bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya
sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau
melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku serta guru hanya
sebagai fasilitator.
4. Teori belajar humanistik merupakan konsep belajar yang lebih melihat pada
sisi perkembangan kepribadian manusia. Berfokus pada potensi manusia
untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan
mengembangkan kemampuan tersebut. Teori humanisme ini cocok untuk
diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan
kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena
sosial. Psikologi humanisme memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator.
5. Dalam pemikiran Ki Hajar Dewantara, metode yang yang sesuai dengan
sistem pendidikan di Indonesia adalah sistem Among. Ajarannya yang
terkenal ialah tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan), ing
madya mangun karsa (di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa),
ing ngarsa sungtulada (di depan memberi teladan).
6. Bahwa Teori Belajar Humanistik sejalan dengan Landasan Pendidikan Ki
Hajar Dewantara yang mengedepankan pada kenyamanan belajar peserta
didik, dan bukan hanya membahas tentang ranah kognitif, tapi juga ranah
afektif dan psikomotorik
31

B. Saran
Bagi pendidik perlunya mengajarkan pembelajaran pada ranah afektif dan
psikomotorik bukan hanya terpusat pada pada pembelajaran kognitif saja.
32

DAFTAR PUSTAKA
Sudrajat, Ahkmad. Media Pembelajaran. Artikel. Diakses di
http://ahkmadsudrajat. wordpress. com /bahan-ajar/media-
pembelajaran/, tanggal 18 September 2021.

Suprobo, Novina. Teori Belajar Humanistik. Diakses di http://novinasuprobo.


wordpress. com /2008/06/15/teori-belajar-humanistik/tanggal 18
September 2021.

http://abidsaiful.blogspot.com/teori-pembelajaran-menurut-ki-hajar.html, tanggal
20 September 2021.

Filosifi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara diakses di


https://youtu.be/qgsbRba78GE , tanggal 21 September 2021
http://geo.fis.unesa.ac.id/web/index.php/en/12-artikel/319-tujuan-pendidikan-
menurut-ki-hajar- dewantara.

http://seberkassejarah2.blogspot.com/2011/03/konsep-fungsi-tujuan-dan-aliran-
aliran.html

Modul Diklat Kurikulum Sekolah Penggerak. Profil Pelajar Pancasila. 2021

https://www.ejournal.unuja.ac.id/index.php/pedagogik/article/download/17/17#:
~:text=Teori%20humanistik%20berasumsi%20bahwa%20teori,optimal%20(Ass
egaf%2C%202011), diakses tanggal 21 September 2021

https://www.ejournal.unuja.ac.id/index.php/pedagogik/article/download/17/17#:
~:text=Menurut%20Teori%20humanistik%2C%20tujuan%20belajar,aktualisasi
%20diri%20dengan%20sebaik%2D%20baiknya, diakses tanggal 22 september
2021

Teori Belajar Humanistik. Diakses di hhtps://bagawanabiyasa.wordpress.com,


tanggal 22 September 2021

Anda mungkin juga menyukai