Dosen Pengampu:
Siti Nur’aini, M.Pd.I
Disusun Oleh:
KELOMPOK 2
1. Salsa Sabina Zia 2323250040
2. Sendy Listari 2323250038
3. Ayu Kurnia Sari 2323250026
Kelompok 2
DAFTAR ISI
COVER.............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR....................................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah................................................................................... 2
C. Tujuan Makalah...................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Teori Belajar Humanistik...................................................... 3
B. Teori Belajar Menurut Para Ahli Humanistik......................................... 6
C. Aplikasi Konstruktivisme, Humanisme, dan Pendidikan....................... 8
BAB IIII PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
5
Tutik Rachmawati, dkk, Teori belajar dan Proses Pembelajaran yang Mendidik,
(Yogyakarta: Gava Media, 2015), h. 36
6
Abd. Qodir, “Teori Belajar Humanistik dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa”,
Jurnal Humanistik Vol. 04, No. 02 (2017), h.191
7
Baharuddin dan Moh. Makin, Pendidikan Humanistik: Konsep, Teori, dan Aplikasi
Praksis dalam Dunia Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), h. 22
dan teknologi maka teori ini diterapkan dalam dunia pendidikan khususnya
dalam pembelajaran formal maupun non formal dan cenderung mampu
mengatasi kesulitan-kesulitan dalam dunia pendidikan. Teori ini memberikan
suatu pencerahan khususnya dalam bidang pendidikan bahwa setiap pendidikan
haruslah berparadigma Humanistik yakni, praktik pendidikan yang memandang
manusia sebagai satu kesatuan yang integralistik, harus ditegakkan, dan
pandangan dasar demikian diharapkan dapat mewarnai segenap komponen
sistematik kependidikan dimanapun serta apapun jenisnya.
Tujuan dasar pendidikan Humanistik adalah mendorong siswa menjadi
mandiri dan independen, mengambil tanggung jawab untuk pembelajaran
mereka, menjadi kreatif dan teetarik dengan seni, dan menjadi ingin tahu
tentang dunia di sekitar mereka. Sejalan dengan itu, prinsip-prinsip pendidikan
humanistik disajikan sebagai berikut:8
1. Siswa harus dapat memilih apa yang mereka ingin pelajari. Guru humanistik
percaya bahwa siswa akan termotivasi untuk mengkaji materi bahan ajar
jika terkait dengan kebutuhan dan keinginannya
2. Tujuan pendidikan harus mendorong keinginan siswa untuk belajar dan
mengajar mereka tentang cara belajar. Siswa harus memotivasi dan
merangsang diri pribadi untuk belajar sendiri
3. Pendidik Humanistik percaya bahwa nilai tidak relevan dan hanya evaluasi
diri (self evaluation) yang bermakna. Pemeringkatan mendorong siswa
belajar untuk mencapai tingkat tertentu, bukan untuk kepuasan pribadi.
Selain itu, pendidik humanistik menentang tes objektif, karena mereka
menguji kemampuan siswa untuk menghafal dan tidak memberi umpan
balik pendidikan yang cukup kepada guru dan siswa.
4. Pendidik Humanistik percaya bahwa, baik perasaan maupun pengetahuan,
sangat penting dalam proses belajar dan tidak memisahkan domain kognitif
dan afektif.
8
Baharuddin dan Moh. Makin, Pendidikan Humanistik: Konsep, Teori, dan Aplikasi
Praksis dalam Dunia Pendidikan…”, h.32.
5. Pendidik Humanistik menekankan perlunya siswa terhindar dari tekanan
lingkungan, sehingga mereka akan merasa aman untuk belajar. Setelah
siswa merasa aman, belajar mereka menjadi lebih mudah dan lebih
bermakna
Teori Humanistik lebih mengedepankan sisi humanis manusia dan tidak
menuntut jangka waktu pembelajar mencapai pemahaman yang diinginkan,
akan tetapi lebih menekankan pada isi atau materi yang harus dipelajari agar
membentuk manusia seutuhnya. Proses belajar dilakukan agar pembelajaran
mendapatkan makna yang sesungguhnya dari belajar atau yang disebut
Ausubel sebagai meaningful learning. Meaningful learning bermakna bahwa
belajar adalah mengasosiasikan pengetahuan baru dengan prior knowladge
(pengetahuan awal) si pembelajar. Setiap pembelajar memiliki kecepatan
belajar yang berbedabeda sehingga keberhasilan belajar akan tercapai apabila
pembelajar dapat memahami diri dan lingkungannya. Hal ini karena setiap
manusia adalah unik dan tugas pendidik adalah membantu mengenali sisi unik
tersebut serta mewujudkan potensi yang dimiliki oleh siswa.9
Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan teori belajar humanistik
belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya
sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia
mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini
berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari
sudut pandang pengamatnya.
B. Teori Belajar Menurut Para Ahli Humanistik
Banyak tokoh penganut aliran humanistik yang menyampaikan teorinya
tentang belajar, diantaranya Carl Rogers, Arthur Combs, dan Abraham
Maslow.
1. Carl R. Rogers
Carl Rogers kurang menaruh perhatian kepada mekanisme proses
belajar, tetapi lebih menaruh perhatian terhadap isi yang dipelajarinya,
9
Jamil Supriha tiningrum, Strategi Pembelajaran: Teori dan Aplikasi, (Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media, 2013), h. 31-32
sehingga belajar dipandang sebagai fungsi keseluruhan pribadi.
Menurutnya, belajar yang sebenarnya tidak dapat berlangsung bila tidak ada
keterlibatan intelektual maupun emosional peserta didik. Oleh karena itu,
menurut teori belajar humanisme bahwa motivasi belajar harus bersumber
pada diri peserta didik. Roger membedakan dua ciri belajar, yaitu:
a. Belajar yang bermakna
b. Belajar yang tidak bermakna
Belajar yang bermakna terjadi jika dalam proses pembelajaran
melibatkan aspek pikiran dan perasaan peserta didik, sedangkan belajar
yang tidak bermakna terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan
aspek pikiran akan tetapi tidak melibatkan aspek perasaan peserta didik.
Menurut Roger, peranan guru dalam kegiatan belajar adalah sebagai
fasilitator yang berperan aktif dalam:
a. Membantu menciptakan iklim kelas yang kondusif agar peserta didik
bersikap positif terhadap belajar
b. Membantu peserta didik untuk memperjelas tujuan belajarnya dan
memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk belajar
c. Membantu peserta didik untuk memanfaatkan dorongan dan cita-cita
mereka sebagai kekuatan pendorong belajar
d. Menyediakan berbagai sumber belajar kepada peserta didik
e. Menerima pertanyaan dan pendapat, serta perasaan dari berbagai peserta
didik sebagaimana adanya.
2. Arthur Combs
Comb mencurahkan banyak perhatian terhadap dunia pendidikan.
Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering digunakan dan
belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa
memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan
mereka. Ketidakberhasilan siswa pada mata pelajaran tertentu bukan karena
ia bodoh, tetapi karena ia terpaksa dan merasa tidak ada alasan penting
baginya harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu tidak lain adalah
ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan
memberikan kepuasan baginya.10
Untuk itu guru harus memahami perilaku peserta didik dengan
mencoba memahami dunia persepsi peserta didik tersebut, sehingga apabila
ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau
pandangan yang ada pada peserta didik.
3. Abraham Maslow
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya
untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing
orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha
atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan
apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga
memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke
arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi
dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri (self).
Maslow percaya bahwa manusia tergerak untuk memahami dan
menerima dirinya sebisa mungkin. Teorinya yang sangat terkenal sampai
dengan hari ini adalah teori tentang Hierarchy of Needs (Hirarki
Kebutuhan). Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi
kebutuhankebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki
tingkatan atau hirarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat
dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri).11
C. Aplikasi Konstruktivisme, Humanisme, dan Pendidikan
1. Aplikasi Teori Belajar Humanistik dalam Kegiatan Pembelajaran
Aplikasi teori humanisme dalam pembelajaran cenderung
mengarahkan siswa untuk berfikir induktif, mementingkan pengalaman,
serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses
pembelajaran. Oleh sebab itu guru harus dapat menentukan langkah-langkah
10
Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h.107.
11
Djiwandono dan Sri Esti Wuryani, Psikologi Belajar, (Jakarta: Gramedia, 2002), h.346.
pembelajaran yang mengacu pada aspek tersebut. Adapun contoh langkah
kongkrit yang bisa dijadikan bahan pertimbangan oleh guru adalah :
a. Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran.
b. Menentukan materi pelajaran.
c. Mengidentifikasi kemampuan awal siswa.
d. Mengidentifikasi topik-topik pelajaran yang memungkinkan siswa secara
aktif melibatkan diri dalam proses pembelajaran.
Kemudian implementasi dari teori humanisme dalam pembelajaran
itu dapat kita lihat dengan beberapa model pembelajaran yang telah
digunakan pada beberapa lembaga pendidikan. Dalam makalah ini penulis
hanya memaparkan tiga model pembelajaran yang berkaitan dengan
implementasi teori humanisme, yaitu Confluent Education, Open Education
dan Cooperative Learning.
a. Confluent Education
Confluent Education adalah pendidikan yang memadukan atau
mempertemukan pengalaman-pengalaman afektif dengan belajar kognitif
di dalam kelas. Hal ini merupakan cara yang bagus sekali untuk
melibatkan para siswa secara pribadi di dalam bahan pelajaran.
Sebagai contoh misalnya, guru bahasa Arab memberikan tugas
kepada para siswa untuk membaca sebuah Qishoh yang berjudul “Abu
Nawas”. Melalui tugas itu, siswa-siswa tidak hanya diharapkan
memahami isi bacaan tersebut dengan baik tetapi juga memperoleh
kesadaran antar pribadi yang lebih baik dengan jalan guru membahas
nilai-nilai yang terkandung dalam qishoh tersebut. Sehingga siswa tahu
bagaimana seharusnya bersikap dalam kehidupan sehari-hari.
b. Open Education
Open Education adalah proses pendidikan terbuka. Menurut
Walberg dan Tomas(1972), Open Education itu memiliki delapan
kriteria, yaitu:
1) Kemudahan belajar tersedia, artinya berbagai macam bahan yang
diperlukan untuk belajar tersedia, para siswa bergerak bebas di
sekitar ruangan, tidak dilarang berbicara, tidak ada pengelompokkan
atas dasar tingkat kecerdasan.
2) Penuh kasih sayang, hormat, terbuka dan hangat, artinya
menggunakan bahan buatan siswa, guru menangani masalah-
masalah tingkah laku dengan jalan berkomunikasi secara pribadi
dengan siswa yang bersangkutan, tanpa melibatkan kelompok.
3) Mendiagnosa pristiwa-pristiwa belajar, artinya siswa-siswa
memerikasa pekerjaan mereka sendiri, guru mengamati dan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan.
4) Pengajaran, yaitu pengajaran individual, tidak ada tes ataupun buku
kerja.
5) Penilaian, ujudnya: guru membuat catatan, penilaian secara
individual, hanya sedikit sekali diadakan tes formal.
6) Mencari kesempatan untuk pertumbuhan profesional, artinya guru
menggunakan bantuan orang lain, guru bekarja dengan teman
sekerjanya.
7) Persepsi guru sendiri, artinya guru mengamati semua siswa untuk
memantau kegiatan mereka.
8) Asumsi tentang para siswa dan proses belajar, artinya suasana kelas
hangat dan ramah, para siswa asyik melakukan sesuatu.
9) Meskipun pendidikan terbuka memberikan kesempatan kepada para
siswa untuk bergerak secara bebas de sekitar ruangan dan memilih
aktifitas belajar mereka sendiri, namun bimbingan guru tetap
diperlukan.
c. Cooperative Learning
Cooperative Learning atau belajar kooperatif merupakan fondasi
yang baik untuk menigkatkan dorongan berprestasi siswa. Menurut
Slavin (1980) Cooperative Learning mempunyai tiga karakteristik:
1) Siswa bekerja dalam tim-tim belajar yang kecil (4-6 orang anggota),
komposisi ini tetap selama berminggu-minggu.
2) Siswa didorong untuk saling membantu dalam mempelajari bahan
yang bersifat akademik atau dalam melakukan tugas kelompok.
3) Siswa diberi imbalan atau hadiah atas dasar prestasi kelompok.
12
Sardiman A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja. Grafindo
Persada, 2007), h.38.
Konstruktivisme adalah suatu pendapat yang menyatakan bahwa
perkembangan kognitif merupakan suatu proses dimana anak secara aktif
membangun sistem arti dan pemahaman terhadap realita melalui
pengalaman dan interaksi mereka. Menurut pandangan konstruktivisme
anak secara aktif membangun pengetahuan dengan cara terus menerus
mengasimilasi dan mengakomodasi informasi baru, dengan kata lain
konstruktivisme adalah teori perkembangan kognitif yang menekankan
peran aktif siswa dalam membangun pemahaman mereka tentang realita.13
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh para tokoh konstruktivisme
di atas, maka implikasi dari dari penerapan teori belajar konstruktivistik ini
dalam kegiatan pembelajaran adalah:14
a. Proses pembelajaran harus menggunakan pendekatan student centered,
dimana fungsi guru hanya sebagai fasilitator yang bisa mendorong siswa
untuk menemukan sendiri potensi yang dimilikinya
b. Proses pembelajaran tidak terlalu berorientasi kepada hasil, tetapi lebih
diorientasikan kepada proses bagaimana siswa memperoleh pemahaman
c. Guru harus memberikan kebebasan kepada siswa untuk menggunakan
pengalaman dan pemahamannya untuk berpikir, sehingga menumbuhkan
kemandirian pada siswa dalam mengambil keputusan dan tindakan
d. Guru harus mengembangkan pembelajaran yang collaborative, sehingga
siswa bisa mendapatkan pemahaman dan pengalaman melalui interaksi
sosial dengan teman-temannya.
e. Guru harus menghindari pola pembelajaran yang memberikan tekanan
kepada siswa untuk bertindak sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh
guru
f. Guru harus membantu siswa menginternalisasi dan mentransformasi
informasi baru, sehingga menghasilkan pengetahuan baru yang
selanjutnya akan membentuk struktur kognitif baru bagi siswa
13
Isjoni, Pembelajaran Kooperatif : Meningkatkan Kecerdasan. Komunikasi Antar Peserta
Didik, (Yogyakarta:Pustaka Bekijar, 2009), h.46.
14
Ningsih, “Aplikasi Teori Belajar Konstruktivisme dalam Pembelajaran”, Jurnal
Foundasia Vol.9 No.1 (2018), h.46.
g. Guru harus memfasilitasi siswa agar dia bisa belajar dengan sumber yang
tidak terbatas pada apa yang diberikan oleh guru, oleh karenanya guru
harus membantu siswa agar bisa memanfaatkan media internet untuk
memperoleh pengetahuan dan pemahaman.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teori adalah suatu pendapat yang didasarkan pada penelitian dan
penemuan yang didukung oleh data dan argumentasi. Belajar merupakan suatu
aktivitas psikis yang dilakukan oleh seseorang sehingga terjadi perubahan pola
pikir dan perilaku yang diakibatkan oleh belajar tersebut. Belajar juga dapat
diartikan sebagai kegiatan yang dapat mengubah struktur pengetahuan lama
hingga terbentuk struktur pengetahuan baru.
Teori Belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan bagaimana
manusia belajar, sehingga membantu kita semua memahami proses inhern yang
kompleks dari belajar. Cahyo berpendapat bahwa teori belajar dapat diartikan
sebagai konsep-konsep dan prinsip-prinsip belajar yang bersifat teoritis dan
telah teruji kebenarannya melalui eksperimen. Ada beberapa perspektif dalam
teori belajar, yaitu Behaviorisme, Kognitivisme, dan Humanistik
Humanistik adalah aliran dalam psikologi yang muncul tahun 1950an.
Adapun Humanistik memandang manusia sebagai manusia, artinya manusia
adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan dengan fitrahfitrah tertentu. Ciri khas
teori humanistik adalah berusaha untuk mengamati perilaku seseorang dari
sudut si pelaku dan bukan si pengamat. Sebagai makhluk hidup, ia harus
melangsungkan, mempertahankan, dan mengembangkan, hidupnya dengan
potensipotensi yang dimilikinya
Aplikasi teori humanisme dalam pembelajaran cenderung mengarahkan
siswa untuk berfikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan
keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Oleh sebab itu guru
harus dapat menentukan langkah-langkah pembelajaran yang mengacu pada
aspek tersebut.
Kemudian implementasi dari teori humanisme dalam pembelajaran itu
dapat kita lihat dengan beberapa model pembelajaran yang telah digunakan
pada beberapa lembaga pendidikan. Dalam makalah ini penulis hanya
memaparkan tiga model pembelajaran yang berkaitan dengan implementasi
teori humanisme, yaitu Confluent Education, Open Education dan Cooperative
Learning.
Teori konstruktivisme adalah salah satu sifat filsafat pengetahuan yang
menekankan bahwa pengetahuan kita itu adalah konstruksi (bentukan) kita
sendiri.Von glasersfeld menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan
dari kenyataan.Pengetahuan bukan gambaran dari kenyataan yang ada.Tetapi
pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif kenyataan
melalui kegiatan seseorang
DAFTAR PUSTAKA
A.M, Sardiman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja.
Grafindo Persada.
Baharuddin dan Moh. Makin. 2007. Pendidikan Humanistik: Konsep, Teori, dan
Aplikasi Praksis dalam Dunia Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Dalyono. 2009. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Djiwandono dan Sri Esti Wuryani. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Gramedia.
Fitri, Agus Zaenul. 2013. Manajemen Kurikulum Pendidikan Islam. Bandung:
Alfabeta.
Isjoni. 2009. Pembelajaran Kooperatif : Meningkatkan Kecerdasan. Komunikasi
Antar Peserta Didik. Yogyakarta:Pustaka Bekijar.
Ningsih. 2018. “Aplikasi Teori Belajar Konstruktivisme dalam Pembelajaran”,
Jurnal Foundasia 9(1): 46.
Qodir, Abd.. 2017. “Teori Belajar Humanistik dalam Meningkatkan Prestasi
Belajar Siswa”, Jurnal Humanistik 4(2): 191
Rachmawati, Tutik, dkk. 2015. Teori belajar dan Proses Pembelajaran yang
Mendidik. Yogyakarta: Gava Media.
Rais, El Rais El. 2012. Kamus Ilmiah Populer. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suprijono, Agus. 2011. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Syarifuddin. 2011. “Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Belajar dan
Faktor-faktor yang Mempengaruhinya”, Jurnal Ta’dib 16(1): 115
Tiningrum, Jamil Supriha. 2013. Strategi Pembelajaran: Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.