Anda di halaman 1dari 18

TEORI HUMANISTIK

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Psikologi Pendidikan
Islam Prodi Pascasarjana Konsentrasi Pendidikan Agama Islam
UIN Alauddin Makassar

Oleh:
Suhaeni (80200222806)
Nurul Hasanah Arifuddin (80200222079)

Dosen Pengampu:

Prof. Dr. H. Rahman Getteng

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


PASCASARJANA UIN ALAUDDIN MAKASSAR
SAMATA-GOWA
2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala atas limpahan rahmat dan
anugerah dari-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam
senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam yang telah menunjukkan kepada kita semua jalan yang lurus
berupa ajaran agama Islam yang sempurna dan menjadi anugerah terbesar bagi
seluruh alam semesta.
Penyusun bersyukur karena dapat menyelesaikan makalah yang menjadi tugas mata
kuliah Psikologi Pendidikan Islam dengan judul “Teori Humanistik”. Disamping
itu, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
kami selama pembuatan makalah ini berlangsung sehingga dapat terealisasikan.

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat


bermanfaat bagi para pembaca. Kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun terhadap makalah ini agar kedepannya dapat kami perbaiki. Karena
kami sadar, bahwa dalam makalah masih terdapat kekurangan.

Makassar, 26 Oktober 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

SAMPUL ................................................................................................................. i

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 4

A. Latar Belakang ............................................................................................. 4

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 5

C. Tujuan .......................................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 6

A. Pengertian Teori Belajar Humanistik ........................................................... 6

B. Tokoh-Tokoh Teori Belajar Humanistik...................................................... 9

C. Urgensi Teori Belajar Humanistik Terhadap Pembelajaran PAI…………..15

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 17

A. Kesimpulan ................................................................................................ 17

B. Saran........................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 18

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidik memiliki peran yang signifikan dalam mewujudkan


keberhasilan pada proses pendidikan (Sum, Theresia Alviani, 2020).
Kemampuan guru dalam menumbuhkan inovasi untuk membantu peserta didik
memperoleh solusi kesulitan dalam pembelajaran sangat diperlukan di dalam
karakteristik pendidik (Ghoyatul Qoshwa, 2020). Akan tetapi saat ini,
pendidikan Islam terkadang tidak menjadi prioritas utama di dalam pendidikan
nasional. Padahal apapun bentuk pendidikan itu baik pendidikan nasional
maupun pendidikan Islam, hakikat pendidikan adalah mengembangkan harkat
dan martabat manusia dalam memanusiakan manusia agar benar-benar mampu
menjadi khilafah di muka bumi ini (Bakar, 2015).
Teori belajar humanistik memiliki tujuan dalam menjadikan manusia
menjadi manusia seutuhnya, sehingga peserta didik dalam sebuah lembaga
pendidikan dapat memahami dirinya sebagai peserta didik itu sendiri. Lebih
dari itu, seorang guru atau pendidik harus memiliki kompetensi pedagogik yang
professional serta sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan peserta didik (Amalia,
2019). Hal yang seperti itulah yang nantinya akan menimbulkan suasana
pembelajaran yang responsif dengan peserta didik.

Pada tahun 1930, kata humanistik mulai dikenal di Amerika. Istilah


tersebut merupakan perkembangan dari dua aliran sebelumnya. Aliran-aliran
tersebut dikenal sebagai psikologi behaviorisme dan psikoanalisa. Dari
perkembangan tersebut, istilah humanistik mengalami perkembangan dan
dikenal dengan istilah a third force atau a third power disebabkan oleh
ketidakpuasan terhadap aliran-aliran sebelumnya. Sebagai sebuah aliran, aliran
ini masih tergolong muda. Bahkan, beberapa ahli yang masih adapun masih
mengeluarkan konsep yang relevan denganbidang psikologi yang berguna bagi
pengkajian tentang konsep manusia. Tokoh-tokoh tersebut adalah antara lain:
Abraham Maslow, Carl R. Rogers, Arthur Combs (Rachmahana, 2008), Kolb,

4
Honey dan Humford dan Hebermas.
Pendalaman mengenai teori-teori tokoh humanistik masih memerlukan
pendalaman yang tepat oleh para pendidik. Karena pada kenyataannya,
perjalanan pendidikan kurang berkembang dengan baik seperti yang
diharapkan. Pada masyarakat, masalah-masalah yang muncul pada pendidikan
terkadang menyebabkan munculnya dehumanisasi (Zulfikar Mujib, 2020).
Sebagai fasilitator, guru hendaknya tidak hanya memberikan materi secara
bertubi-tubi. Akan tetapi sebagai pendidik, guru hendaknya juga berperan
sebagai partner dialog, sehingga murid dapat merasakan efek positif yang besar
dari proses pembelajaran di lembaga-lembaga pendidikan.
Pada pendidikan Islam, teori belajar humanistik sangat cocok
diterapkan pada materi pembelajaran PAI. Hal tersebut dikarenakan, materi
PAI yang pada umumnya adalah membahas tentang pembentukan kepribadian,
hati nurani, sikap dan fenomena-fenomena sosial. Pendekatan- pendekatan
melalui teori-teori humanistik tersebut bisa menjadi tolak ukur para guru dalam
menyusun strategi pengajaran di kelas. Hal tersebut dikarenakan, proses
pembelajaran yang alot akan mudah dicerna oleh murid, sehingga proses
transformasi materi dapat diperoleh dengan baik(Amalia, 2019). Maka dari itu,
para pendidik sangat diharuskan memahami teori belajar humanistikini dengan
seksama, agar pembelajaran PAI dapat terlaksana dengan baik pula.

B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, makalah ini mencoba membahas
beberapa poin penting terkait dengan Teori humanistik. Adapun permasalahan
yang akan di bahas adalah:
1. Apakah Pengertian Teori Belajar Humanistik?
2. Siapakah Tokoh-Tokoh Teori Belajar Humanistik?
3. Apakah Urgensi dari Teori Belajar Humanistik Terhadap Pembelajaran
PAI?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa Pengertian Teori Belajar Humanistik.

5
2. Untuk mengetahui Tokoh-Tokoh Teori Belajar Humanistik.
3. Untuk mengetahui Urgensi dari Teori Belajar Humanistik Terhadap
Pembelajaran PAI.

6
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Teori Belajar Humanistik

Secara luas definisi teori belajar humanisitk ialah sebagai aktivitas jasmani dan
rohani guna memaksimalkan proses perkembangan. Sedangkan secara sempit
pembelajaran diartikan sebagai upaya menguasai khazanah ilmu pengetahuan
sebagai rangkaian pembentukan kepribadian secara menyeluruh. Pertumbuhan
yang bersifat jasmaniyah tidak memberikan perkembangan tingkah laku.
Perubahan atau perkembangan hanya disebabkan oleh proses pembelajaran
seperti perubahan habit atau kebiasaan, berbagai kemampuan dalam hal
pengetahuan, sikap maupun keterampilan (Fajri, 2014).
Dalam pandangan humanism, manusia memegang kendali terhadap
kehidupan dan perilaku mereka, serta berhak untuk mengembangkan sikap dan
kepribadian mereka. Masih dalam pandangan humanism, belajar bertujuan
untuk menjadikan manusia selayaknya manusia, keberhasilan belajar ditandai
bila peserta didik mengenali dirinya dan lingkungan sekitarnya dengan baik.
Peserta didik dihadapkan pada target untuk mencapai tingkat aktualisasi diri
semaksimal mungkin. Teori humanistic berupaya mengerti tingkah laku belajar
menurut pandangan peserta didik dan bukan dari pandangan pengamat
(Arbayah, 2014).

Humanisme meyakini pusat belajar ada pada peserta didik dan pendidik
berperan hanya sebagai fasilitator. Sikap serta pengetahuan merupakan syarat
untuk mencapai tujuan pengaktualisasian diri dalam lingkungan yang
mendukung. Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang spesial, mereka
mempunyai potensi dan motivasi dalam pengembangan diri maupun perilaku,
oleh karenanya setiap individu adalah merdeka dalam upaya pengembangan diri
serta pengaktualisasiannya (Endang K, 2014). Penerapan teori humanistic
pada kegiatan belajar hendaknya pendidik menuntun peserta didik berpikir
induktif, mengutamakan praktik serta menekankan pentingnya partisipasi
peserta didik dalam pembelajaran. Hal tersebut dapat diaplikasikan dengan
diskusi sehingga peserta didik mampu mengungkapkan pemikiran mereka di

7
hadapan audience. Pendidik mempersilakan peserta didik menanyakan materi
pelajaran yang kurang dimengerti. Proses belajar menurut pandangan
humanistic bersifat pengembangan kepribadian, kerohanian, perkembangan
tingkah laku serta mampu memahami fenomena di masyarakat. Tanda kesuksesan
penerapan tersebut yaitu peserta didik merasa nyaman dan bersemangat dalam
proses pembelajaran serta adanya perubahan positif cara berpikir, tingkah laku
serta pengendalian diri (Suprihatin, 2017).

B. Tokoh-Tokoh Teori Belajar Humanistik


1. Abraham Maslow
Abraham Maslow adalah pelopor psikologi humanistik. Ia berasal dari
Amerika yang tepatnya berada di Brooklyn Newyork. Ia dilahirkan pada
tahun 1930. Ia merupkan anak pertama dari tujuh bersaudara. Orangtuanya
merupakan imigran dari Rusia. Sedangkan, latar belakang keluarga
Abraham Maslow adalah bukan dari latar belakang keluarga yang
berpendidikan. Dengan keadaan yang sepeti itu, ayah Abraham Maslow
mengharapkan kesuksesan dalam berpendidikan dan dalam bidang yang
diminati di kemudian hari (Amalia, 2019). Pada masa kecilnya, Abraham
Masow mulai mengagumi para tokoh filosof, seperti: Alfred North,
Whitehead, Henry Bagson, Thomas Jefferson, Abraham Lincolin, Plato dan
Spinoza. Selain itu, Abraham Maslow juga mendalami karya-karya para
tokoh tersebut (Insani, 2019). Hal itulah yang menjadikan cikal bakal
Abraham Maslow bisa menjadi salah satu tokohteori humanistik.
Pada tahun 1951-1969, Abraham Maslow menjadi professor di
Universitas Brandeis. Kemudian, ia juga menjadi anggota di Laughlin Insitute.
Tidak lama dari itu, Abraham Maslowmengalami serangan jantung. Lalu, ia
meninggal pada tanggal 8 Juni tahun 1970 Sebelum itu, Abraham Maslow
telah dikenal sebagai bapak psikologi humanistik. Ia meyakini, bahwa
manusia berperilaku untuk mengapresiasi diri mereka sebaik-baiknya. Selain
itu, manusia jugamelakukan aktivitas dalam memenuhi kebutuhannya. Dari
situlah kemudian, Abraham Maslow memunculkan sebuah teori hirarki

8
kebutuhan manusia yang terkenal hingga saat ini. Dari teori hierarki
kebutuhan tersebut, manusia memiliki lima macam kebutuhan, antara lain:
kebutuhanfisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan akan rasa kasih sayang,
kebutuhan akan harga diri dan kebutuhan akan aktualisasi diri (Qodir, 2017).
Kelima hierarki kebutuhan tersebut memiliki keterkaitan. Hal tersebut
menyesuaikan dengan kemauan belajar yang dimiliki peserta didik dalam
proses pembelajaran (Yuliandri, 2017), sehingga seorang guru harus bisa
memahami peserta didik dengan baik, agar kegiatan belajar mengajar bisa
terlaksana dengan kebutuhan murid sebagai peserta didik di sekolah.
Dalam hal pembelajaran, teori hierarki Abraham Maslow memang
harusnya digunakan untuk mengembangkan sumber daya manusia pada dunia
pendidikan. Pembelajaran yang kondusif akan memotivasi dan mendorong
peserta didik dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya secara
maksimal (Zulfikar Mujib, 2020). Hal inilah yang nantinya akan membatu
memotivasi siswa dalam perkembangan belajar di dalam kelas. Akan tetapi,
agar hal tersebut bisa tercapai, maka sistem pembelajaran yang humanistik
benar-benar sangat diperlukan dalamhal ini. Proses yang humanistik tersebut
akan memunculkan cara berpikir aktif positif yang berguna untuk
memperoleh kemajuan di bidang intelektual, emosi atau oerasaan (EQ),
afeksi maupun keterampilan peserta didik. Dengan suasana pembelajaran
yang humanistik itulah, peran guru dalam memanusiakan manusia telah
terwujud.

2. Carl R. Rogers
Dalam psikologi humanistik, Carl Rogers memiliki dua konsep.
Konsep yang pertama adalah jika manusia bisa memberikan peluang kepada
diri sendiri dalam mengeksplorasi, menganalisis, memahami dan
memecahkan persoalan masalah. Konsep yang kedua adalah freedom to
learn (teori belajar bebas). Hal yang dimaksud adalah pendidikan yang
bertujuan untuk membimbing peserta didik ke arah kemerdekaan dan
kebebasan (Sanusi, 2013). Carl Rogers juga meyakini, bahwa pengalaman

9
seseorang di dalam hidupnya akan menentukan masukan-masukan yang
nantinya akan diterima olehnya, sehingga masukan-masukan tersebut akan
mengarahkan hidupnya secara mutlak ke arah pemenuhan-pemenuhan
kebutuhan di dalam dirinya (Qodir, 2017). Dari pengalama-pengalaman
tersebut itulah, peserta didik akan menemukan sesuatu yang berbeda yang
mampu meningkatkan semangat peserta didik.

Oak park merupakan tempat kelahiran Carl Rogers Carl Rogers


dilahirkan pada tahun 1902. Tahun 1987, Carl Rogers meninggal di Lajolla
California. Carl Rogers merupakan psikologi humanistik yang
mengharuskan perilaku murid untuk bertoleransi tanpa berprasangka antara
satu individu dengan individu lainnya dalam memecahkan masalah-masalah
dalam kehidupannya. Hal tersebut berdasarkan latar belakang akademik
Carl Roger yang merupakan Master pada bidang psikologi Universitas
Colombia dan perolehan gelar Ph.D pada bidang psikologi klinis Society for
the prevention of Cruelty to Children di Rochester, NY (Budi AgusSumantri,
2019). Pada konsep belajar, Roger juga telah mengeluarkan gagasan-
gagasan yang berpengaruh terhadap pemikiran dan praktek pendidikan.
Gagasan yang dimaksud adalah prinsip-prinsip belajar yang humanistik,
seperti: hasrat untuk belajar, belajar yang berarti, belajar tanpa ancaman,
belajar atas inisiatif sendiri dan belajar untuk perubahan (Yuliandri, 2017).
Oleh karena itu, peserta didik di dalam proses pembelajaran akan merasa
bebas dalam memilih keputusan-keputusan di dalam hidupnya dengan
penuh tanggung jawab.
Menurut Carl Rogers, setiap orang memiliki kebutuhan akan anggapan
yang positif yang bernilai bagi dirinya sendiri. Carl Rogers juga menyatakan,
bahwa konsep diri manusia adalahtersirat dan terpadu. Hal yang dimaksud
adalah kebebasan seorang individu dalam mengekspresikan semua
keinginan yang perlu dilakukan oeh individu tersebut (Nurbaiti, 2019).
Proses belajar dengan konsep belajar Rogers adalah membangun kemauan
belajar murid dalam memperoleh eksistensi dirinya di tengah-tengah
lingkungan sekolah maupun masyarakat (Self Realization). Peserta didik

10
diharapkan untuk menggunakan kemampuan dasar dan potensiyang dimiliki
terhadap proses pembelajaran (Insani, 2019), sehingga peserta didik mampu
memahami dirinya dan menemukan pengalaman-pengalaman yang berarti
dalam kehidupannya pada proses pembelajaran.

3. Arthur Combs
Arthur Combs juga adalah tokoh humanistik yang telah mencetuskan
gagasannya yang juga memiliki keterkaitan dengan dunia pendidikan.
Menurut Combs, bahwa pendidik perlu memahami tingkah laku peserta
didik dengan melihat berbagai sudut pandang dari peserta didik itu sendiri
(Yuliandri, 2017). Hal tersebut akan berdampak pada ranah kognitif dan
afektif peserta didik dalam proses pembelajaran. Pada tahun 1904-1967,
Combs bersama Donald Syngg menjelaskan tentang meaning. Hal yang
dimaksud adalah peserta didik harus memperoleh kebermaknaan dalam
proses pembelajaran. Dengan hal itu, peserta didik diharapkan untuk
mengembangkan pengetahuan yang diperoleh dari proses pembelajaran
dengan perubahan tingkah lakunya di dalam kehidupan sehari-hari. Oleh
sebab itu, peran yang harus dilakukan adalah pendidik juga mampu
mengkonstruk pembelajaran atau materi ke dalam dunia peserta didik
(Ekawati & Yarni, 2019). Sehingga, proses pembelajaran dapat terhindar
dari hal-hal yang dehumanis.

Arthur Combs juga mengatakan, bahwa setiap orang memiliki potensi


yang perlu dikembangkan. Pada intinya, Combs menjelaskan hal tersebut ke
dalam lima hal yang berkaitan dengan pandangan psikologi humanistik,
antara lain: keterbatasan fisik, kesempatan, kebutuhan manusia, konsep
diri dan penolakan akan ancaman (Haryu, 2006). Kelima hal tersebut harus
diperhatikan secara seksama oleh para pendidik, karena kelima hal tersebut
merupakan hasil interaksi peserta didik di dalam lingkungannya yang dapat
menghambat peserta didik dalam mengembangkan potensinya. Menurut
Combs, perilaku yang keliru dari peserta didik adalah akibat dari perlakuan
para pendidik yang tidak melakukan tindakan pada proses pembelajaran

11
yang menarik dan memuaskan, sehingga perilaku peserta didik
menunjukkan ketidakminatan pada proses pembelajaran yang sedang
berlangsung (Rachmahana, 2008). Maka dari itu, para pendidik memerlukan
aktivitas yang menarik dalam proses pembelajaran, agar peserta didik dapat
merubah sikap dan menerima pembelajaran dengan baik.
Pada proses pembelajaran, peserta didik akan mempersonalisasikan
informasi-informasi materi pembelajaran kepada diri peserta didik tersebut.
Menurut Combs, proses personalisasian bisa dianalogikan kepada gambaran
lingkaran kecil (gambaran persepsi diri dan lingkungannya masing-masing)
dan lingkaran besar (gambaran persepsi dunia) (Sulistiyono, 2018). Konsep
gambaran yang dimaksud adalah guru harus bisa mendalami dunia peserta
didik dalammerubah pandangan mereka terhadap proses pembelajaran yang
berlangsung, agar peserta didik memperoleh sesuatu yang bermakna dari
proses pembelajaran yang diberikan oleh pendidik itu sendiri (Yuliandri,
2017). Oleh sebab itu, para pendidik di lembaga-lembaga pendidikan
memerlukan pemahaman yang kuat terhadap peserta didik, agar proses
belajar mengajar dapat terlaksana dengan kondusif dan fleksibel.

4. Kolb, Honey dan Humford, Hebermas

Menurut Kolb, bahwa belajar dapat dibagi empat tahap, antara lain:
pengalaman konkret, pengalaman reflektif dan kreatif, konseptualisasi dan
eksperimen aktif. Tahapan-tahapan ini berjalan secara berkesinambungan
dan tidak dirasakan secara langsung oleh peserta didik (Nurjan, 2016).
Pengalaman konkret merupakan pengalaman yang dialami secara langsung
oleh peserta didik. Akan tetapi, para peserta didik belum mengetahui alasan
dari pengalaman tersebut bisa terjadi. Bisa dibilang, hal ini merupakan tahap
awal dalam proses pembelajaran. Selanjutnya, reflektif dan kreatif
merupakan tahap yang menunjukkan bahwa siswa telah melakukan aktvitas
mengamati dalam proses pembelajaran serta mulai berusaha untuk
memahamiya. Lalu, konseptualisasi merupakan aktivitas yang telah
dilakukan oleh siswa berupa penciptaan abstraksi dan teori-teori. Hal ini

12
dilakukan siswa dengan menunjukkan sikap aturan-aturan prinsip yang
digeneralisasikan terhadap berbagai fenomena yang terjadi. Terakhir,
eksperimen aktif merupakan tahapan peserta didik dalam
mengimplementasikan suatu aturan umum yang telah diterima kepada
situasi yang baru atau yang akan terjadi, sehingga peserta didik dapat
menyelesaikan masalah-masalah yang mereka alami di dalam kehidupan
sehari-hari khususnya pada proses pembelajaran (Yuberti, 2014).
Berdasarkan empat teori yang digagas oleh Kolb, maka Honey dan
Humford mengkategorisasikan peserta didik menjadi empat macam, antara
lain: aktifis, reflektor, teoris dan pragmatis (Nurjan, 2016). Tipe aktifis
merupakan tipe siswa yang cenderung antusias terhadap hal-hal baru atau
pengalaman-pengalaman baru yang mengedepankan pemikiran- pemikiran
yang terbuka. Pada tipe ini, peserta didik memiliki kesenangan dalam
berdialog dan berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya. Sedangkan,
tipe reflektor merupakan tipepeserta didik yang cenderung skeptis dalam
melangkah dan melakukan sesuatu. Lalu, teoris merupakan tipe peserta didik
yang selalu tertarik terhadap fenomena-fenomena yang bersifat kritis, serta
mereka juga selalu tertarik terhadap fenomena yang bersifat objektif analisis
dan tidak menyukai kesubjektifitasan sesuatu. Terakhir, pragmatis
merupakan murid yang selalu tertarik terhadap fenomena yang bersifat
praktis. Mereka tidak menyukai hal-hal yang bertele- tele, teori-teori dan
filosofis terhadap sesuatu hal. Mereka lebih menyukai sesuatu yang benar-
benar bisa dipraktekkan secara langsung (Yuberti, 2014).

Sedangkan menurut Hebermas, bahwa proses belajar dipengaruhi oleh


interaksi yang dialami peserta didik baik di lingkungan alam maupun
lingkungan masyarakatnya. Hebermas membagi tipe belajar menjadi tiga
macam, antara lain: belajar teknis, belajar praktis dan belajaremansipatoris
(Nurjan, 2016). Tipe belajar teknis merupakan tipe belajar peserta didik yang
menyukai interaksi dengan lingkungan alamnya. Mereka cenderung
berusaha untukmempelajari pengetahuan-pengetahuan yang telah diketahui
oleh peserta didik tersebut. Lalu, tipe belajar praktis merupakan tipe belajar

13
peserta didik yang menyukai akan interaksi langsung dengan sesamanya.
Mereka mempercayai interaksi dengan manusia akan lebih relevan sebagai
pemahaman yang telah diperoleh sebelumnya. Terakhir, tipe belajar
emansipatoris merupakan tipe belajar peserta didik yang berusaha untuk
memahami dan mendalami perubahan- perubahan kultural yang terjadi di
lingkungan masyarakatnya. Pemahaman ini merupakan pemahaman dari
tipe belajar yang paling tinggi, karena prosesnya telah tersirat dari tujuan dari
pendidikan itu sendiri (Yuberti, 2014).

C. Urgensi Teori Belajar Humanistik Terhadap Pembelajaran PAI


Pembelajaran yang nyaman adalah proses belajar yang menyenangkan
bagi peserta didik. Dari perasaan nyaman itulah, peserta didik akan
menimbulkan inner motivation dari peserta didik tersebut. Apalagi dalam
pembelajaran PAI, penggunaan strategi pembelajaran sangat diperlukan oleh
guru dalam mendidik siswa di dalam proses pembelajaran (Solichin, 2018),
agar proses pembelajaran menimbulkan proses tranformasi yang interaktif yang
diimplementasikan oleh guru kepada murid. Setelah melihat usaha-usaha yang
dilakukan oleh pendidik humanisme, maka urgensi yang mengedepankan
emosi sangat diperlukan di dalam dunia pendidikan. Dengan mempelajari teori-
teori yang digagas oleh tokoh psikologi humanistik, maka para pendidik yang
bergelut di dalam dunia pendidikan akan mendapatkan keuntungan dari
pendekatan humanistik inidalam belajar menggunakan dan memahami emosi
peserta didik di dalam proses pembelajaran.
Teori belajar humanistik pada proses pembelajaran telah memposisikan
guru sebagai fasilitator di dalam proses pembelajaran tersebut yang juga
merupakan faktor penentu peseta didik dalam mencapai kompetensi belajar
(Yuliandri, 2017). Hal ini dikarenakan para pendidik humanistik merupakan
insan yang manusiawi. Para pendidik humanistik harus dapat membmbing
murid ke arah potensi intelektual yang murid miliki. Para guru tersebut harus
dapat mengembangkan potensitersebut, agar peserta didik dapat memperoleh
nilai-nilai atau perilaku positif melalui proses pembelajaran PAI (Ekawati &

14
Yarni, 2019).
Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah kurikulum pendidikan Islam
yang menggunakan pendekatan humanistik. Hal tersebut dikarenakan PAI
memiliki keunggulan dalam menumbuhkan jiwa semangat peserta didik.
Korelasi teori dan praktik di lapangan oleh guru PAI merupakan implementasi
langsung pendekatan humanistik, karena diharapkan proses tersebut dapat
terlaksanasecara maksimal oleh pendidik humanistic (Zulfikar Mujib, 2020).
Oleh sebab itu, peran humanistik sangat dibutuhkan dalam pembelajaran PAI
di dalam lembaga- Lembaga Pendidikan.

Pada pembelajaran PAI sudah seharusnya mengedepankan teori belajar


humanistik padapenerapannya. Dengan adanya teori belajar humanistik, PAI
dapat menggunakan perannya dalam proses pembelajaran di lembaga
pendidikan sebagai pendukung humanisasi (Fakhruddin, 2016). Sejalan dengan
itu, para tokoh teori belajar humanistik telah memberikan gagasannya di dalam
dunia pendidikan. Abraham Maslow telah menjelaskan teori kebutuhan yang
bisa digunakan pendidik PAI dalam memajukan atau mengembangkan potensi
peserta didik (Zulfikar Mujib, 2020). Carl Rogers dengan gagasan belajarnya
tentang peserta didik telah menjelaskan, bahwa belajar merupakan keseluruhan
konsep pribadi. Yang artinya, guru PAI harus berinteraksi langsung dengan
peserta didik secara intelektual maupun emosional (Maslukiyah & Rumondor,
2020). Combs menjelaskan tentang gambaran lukisan diri persepsi diri murid
di sekolah dengan menggunakan konsep lingkaran kecil dan lingkaran besar.
Dengan maksud, guru PAI harus memahami persepsi diri peserta didik dalam
merubah perilaku mereka di dalam proses pembelajaran (Solichin, 2018). Lalu
Kolb, Honey dan Humford, Hebermas menjelaskan tentang empat tahapan dan
empat tipe peserta didik dalam kaitannya di dalam proses pembelajaran. Semua
itu, para pendidik khususnya guru PAI harus menyesuaikan, mendalami dan
menerapkan teori humanistik secara mendalam, agar proses pembelajaran PAI
dapat menciptakan suasana yang kondusif antara pendidik dengan peserta
didik.

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Abraham Maslow memunculkan sebuah teori hirarki kebutuhan manusia


yang terkenal hingga saat ini. Dari teori hierarki kebutuhan tersebut, manusia
memiliki lima macam kebutuhan, antara lain: kebutuhan fisiologis, kebutuhan
rasa aman, kebutuhan akan rasa kasih sayang, kebutuhan akan harga diri dan
kebutuhan akan aktualisasi diri. Lalu dalam psikologi humanistik, Carl Rogers
memiliki dua konsep. Konsep yang pertama adalah jika manusia bisa
memberikan peluang kepada diri sendiri dalam mengeksplorasi, menganalisis,
memahami dan memecahkan persoalan masalah. Konsep yang kedua adalah
freedom to learn (teori belajar bebas). Hal yang dimaksud adalah pendidikan
yang bertujuan untuk membimbing peserta didik ke arah kemerdekaan dan
kebebasan. Sedangkan menurut Combs, bahwa pendidik perlu memahami
tingkah laku peserta didik dengan melihat berbagai sudut pandang dari peserta
didik itu sendiri. Berbeda dengan Kolb, bahwa belajar dapat dibagi empat tahap,
antara lain: pengalaman konkret, pengalaman reflektif dan kreatif,
konseptualisasi dan eksperimen aktif. Lalu Honey dan Humford
mengkategorisasikan peserta didik menjadi empat macam, antara lain: aktifis,
reflektor, teoris dan pragmatis. Sedangkan menurut Hebermas, bahwa proses
belajar dipengaruhi oleh interaksi yang dialami peserta didik baik di lingkungan
alam maupun lingkungan masyarakatnya. Hebermas membagi tipe belajar
menjadi tiga macam, antara lain: belajar teknis, belajar praktis dan belajar
emansipatoris.
B. Saran
Demikian yang dapat penulis sampaikan, lebih dan kurangnya mohon di
maafkan, kami sangat mengharapakan kriktik dan saran yang membangun dari
teman-teman skalian. Sekian

16
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, A. (2019). Aplikasi Teori Kebutuhan Maslow Dalam Pembelajaran


Bahasa Arab (Implementasi Pendekatan Humanistik). Edulab: Majalah
Ilmiah Laboratorium Pendidikan,4(2), 25–42.
Amiruddin. (2017). Dinamika Lembaga Pendidikan Tinggi Islam. Miqot, Xli(1),
98–117.
Bakar, M. Y. A. (2015). Problematika Pendidikan Islam Di Indonesia. Dirasat,
Jurnal Manajemen& Pendidikan Islam, 1(1), 2015.
Budi Agus Sumantri, N. A. (2019). Teori Belajar Humanistik Dan Implikasinya
Terhadap Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Fondatia: Jurnal
Pendidikan Dasar, 3(September), 1–18.
Ekawati, M., & Yarni, N. (2019). Teori Belajar Berdasarkan Aliran Psikologi
Humanistik Dan Implikasi Pada Proses Belajar Pembelajaran. Jurnal
Review Pendidikan Dan Pengajaran, 2(2), 266–269.
Fakhruddin. (2016). Konsep Humanistik Ditinjau Dari Perspektif Pendidikan
Islam Fakhruddin.
Jurnal Kajian Keislaman Dan Kemasyarakatan, 1(2), 137–158.
Ghoyatul Qoshwa, E. F. R. (2020). Profesionalisme Guru Dalam Implementasi
Teknologi Di Madrasah Aliyah Bustanul Ulum Glagah Lamongan. Jurnal
Tarbawi Stai Al-Fitrah, 9(1), 1–19.
Haryu. (2006). Aplikasi Psikologi Humanistik Dalam Dunia Pendidikan Di
Indonesia (Konsep Arthur W. Combs Tentang Pengembangan Potensi
Anak). Tadris, 1(1), 75–90.
Insani, F. D. (2019). Teori Belajar Humanistik Abraham Maslow Dan Carl
Rogers Serta Implikasinya Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
As-Salam, 8(2), 209–230.
Maslukiyah, N., & Rumondor, P. (2020). Implementasi Konsep Belajar
Humanistik Pada Siswa Dengan Tahap Operasional Formal Di Smk Miftahul
Khair. Psikologika, 25(3), 97–110.
Https://Doi.Org/10.20885/Psikologika.Vol25.Iss1.art8
Nurbaiti. (2019). Pendidikan Humanistik Islami Melalui Pembelajaran Aplikatif.
Kordinat, 18(1),160–193.
Nurjan, S. (2016). Psikologi Belajar (W. Setiawan (Ed.)). Wade Group.
Qodir, A. (2017). Teori Belajar Humanistik Dalam Meningkatkan Prestasi
Belajar Siswa. JurnalPedagogik, 04(02), 188–202.
Rachmahana, R. S. (2008). Psikologi Humanistik Dan Aplikasinya Dalam
Pendidikan. El-Tarbawi: Jurnal Pendidikan Islam, I(1), 99–114.
Sanusi, U. (2013). Pembelajaran Dengan Pendekatan Humanistik (Penelitian
Pada Mts Negeri Model Cigugur Kuningan). Jurnal Pendidikan Agama

17
Islam, 11(2), 123–142.
Solichin, M. M. (2018). Teori Belajar Humanistik Dan Aplikasinya Dalam
Pendidikan Agama Islam: Telaah Materi Dan Metode Pembelajaran.
Islamuna, 5(1), 1–12.
Sulistiyono, A. (2018). Implementation Of Humanistic Approaches For Social
Studies In Elementary Schools. Social, Humanities And Education Studies
(Shes), 1(Snpd), 92–102.
Sum, Theresia Alviani, E. G. M. T. (2020). Kompetensi Pedagogik Guru Paud
Dalam PerencanaanDan Pelaksanaan Pembelajaran. Jurnal Obsesi: Jurnal
Pendidikan Anak Usia Dini, 4(2), 543–
550. Https://Doi.Org/10.31004/Obsesi.V4i2.287
Suprihatin. (2017). Pendekatan Humanistik Dalam Pengembangan Kurikulum
Pendidikan Agama Islam. Potensia: Jurnal Kependidikan Islam, 3(1), 82–
104.
Yuberti. (2014). Teori Pembelajaran Dan Pengembangan Bahan Ajar Dalam
Pendidikan.
Anugrah Utama Raharja.
Yuliandri, M. (2017). Pembelajaran Inovatif Di Sekolah Dasar Berdasarkan
Paradigma TeoriBelajar Humanistik. Journal Of Moral And Civic Education,
1(2), 101–115.
Zulfikar Mujib, S. (2020). Teori Humanistik Dan Implikasi Dalam Pembelajaran
Pai Di Sma SainsAlquran Yogyakarta. Jurnal Pendidikan Islam, 4(1), 11–23.

18

Anda mungkin juga menyukai