Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Psikologi Pendidikan
Islam Prodi Pascasarjana Konsentrasi Pendidikan Agama Islam
UIN Alauddin Makassar
Oleh:
Suhaeni (80200222806)
Nurul Hasanah Arifuddin (80200222079)
Dosen Pengampu:
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala atas limpahan rahmat dan
anugerah dari-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam
senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam yang telah menunjukkan kepada kita semua jalan yang lurus
berupa ajaran agama Islam yang sempurna dan menjadi anugerah terbesar bagi
seluruh alam semesta.
Penyusun bersyukur karena dapat menyelesaikan makalah yang menjadi tugas mata
kuliah Psikologi Pendidikan Islam dengan judul “Teori Humanistik”. Disamping
itu, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
kami selama pembuatan makalah ini berlangsung sehingga dapat terealisasikan.
Penulis
2
DAFTAR ISI
SAMPUL ................................................................................................................. i
C. Tujuan .......................................................................................................... 5
A. Kesimpulan ................................................................................................ 17
B. Saran........................................................................................................... 17
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
4
Honey dan Humford dan Hebermas.
Pendalaman mengenai teori-teori tokoh humanistik masih memerlukan
pendalaman yang tepat oleh para pendidik. Karena pada kenyataannya,
perjalanan pendidikan kurang berkembang dengan baik seperti yang
diharapkan. Pada masyarakat, masalah-masalah yang muncul pada pendidikan
terkadang menyebabkan munculnya dehumanisasi (Zulfikar Mujib, 2020).
Sebagai fasilitator, guru hendaknya tidak hanya memberikan materi secara
bertubi-tubi. Akan tetapi sebagai pendidik, guru hendaknya juga berperan
sebagai partner dialog, sehingga murid dapat merasakan efek positif yang besar
dari proses pembelajaran di lembaga-lembaga pendidikan.
Pada pendidikan Islam, teori belajar humanistik sangat cocok
diterapkan pada materi pembelajaran PAI. Hal tersebut dikarenakan, materi
PAI yang pada umumnya adalah membahas tentang pembentukan kepribadian,
hati nurani, sikap dan fenomena-fenomena sosial. Pendekatan- pendekatan
melalui teori-teori humanistik tersebut bisa menjadi tolak ukur para guru dalam
menyusun strategi pengajaran di kelas. Hal tersebut dikarenakan, proses
pembelajaran yang alot akan mudah dicerna oleh murid, sehingga proses
transformasi materi dapat diperoleh dengan baik(Amalia, 2019). Maka dari itu,
para pendidik sangat diharuskan memahami teori belajar humanistikini dengan
seksama, agar pembelajaran PAI dapat terlaksana dengan baik pula.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, makalah ini mencoba membahas
beberapa poin penting terkait dengan Teori humanistik. Adapun permasalahan
yang akan di bahas adalah:
1. Apakah Pengertian Teori Belajar Humanistik?
2. Siapakah Tokoh-Tokoh Teori Belajar Humanistik?
3. Apakah Urgensi dari Teori Belajar Humanistik Terhadap Pembelajaran
PAI?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa Pengertian Teori Belajar Humanistik.
5
2. Untuk mengetahui Tokoh-Tokoh Teori Belajar Humanistik.
3. Untuk mengetahui Urgensi dari Teori Belajar Humanistik Terhadap
Pembelajaran PAI.
6
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Teori Belajar Humanistik
Secara luas definisi teori belajar humanisitk ialah sebagai aktivitas jasmani dan
rohani guna memaksimalkan proses perkembangan. Sedangkan secara sempit
pembelajaran diartikan sebagai upaya menguasai khazanah ilmu pengetahuan
sebagai rangkaian pembentukan kepribadian secara menyeluruh. Pertumbuhan
yang bersifat jasmaniyah tidak memberikan perkembangan tingkah laku.
Perubahan atau perkembangan hanya disebabkan oleh proses pembelajaran
seperti perubahan habit atau kebiasaan, berbagai kemampuan dalam hal
pengetahuan, sikap maupun keterampilan (Fajri, 2014).
Dalam pandangan humanism, manusia memegang kendali terhadap
kehidupan dan perilaku mereka, serta berhak untuk mengembangkan sikap dan
kepribadian mereka. Masih dalam pandangan humanism, belajar bertujuan
untuk menjadikan manusia selayaknya manusia, keberhasilan belajar ditandai
bila peserta didik mengenali dirinya dan lingkungan sekitarnya dengan baik.
Peserta didik dihadapkan pada target untuk mencapai tingkat aktualisasi diri
semaksimal mungkin. Teori humanistic berupaya mengerti tingkah laku belajar
menurut pandangan peserta didik dan bukan dari pandangan pengamat
(Arbayah, 2014).
Humanisme meyakini pusat belajar ada pada peserta didik dan pendidik
berperan hanya sebagai fasilitator. Sikap serta pengetahuan merupakan syarat
untuk mencapai tujuan pengaktualisasian diri dalam lingkungan yang
mendukung. Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang spesial, mereka
mempunyai potensi dan motivasi dalam pengembangan diri maupun perilaku,
oleh karenanya setiap individu adalah merdeka dalam upaya pengembangan diri
serta pengaktualisasiannya (Endang K, 2014). Penerapan teori humanistic
pada kegiatan belajar hendaknya pendidik menuntun peserta didik berpikir
induktif, mengutamakan praktik serta menekankan pentingnya partisipasi
peserta didik dalam pembelajaran. Hal tersebut dapat diaplikasikan dengan
diskusi sehingga peserta didik mampu mengungkapkan pemikiran mereka di
7
hadapan audience. Pendidik mempersilakan peserta didik menanyakan materi
pelajaran yang kurang dimengerti. Proses belajar menurut pandangan
humanistic bersifat pengembangan kepribadian, kerohanian, perkembangan
tingkah laku serta mampu memahami fenomena di masyarakat. Tanda kesuksesan
penerapan tersebut yaitu peserta didik merasa nyaman dan bersemangat dalam
proses pembelajaran serta adanya perubahan positif cara berpikir, tingkah laku
serta pengendalian diri (Suprihatin, 2017).
8
kebutuhan manusia yang terkenal hingga saat ini. Dari teori hierarki
kebutuhan tersebut, manusia memiliki lima macam kebutuhan, antara lain:
kebutuhanfisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan akan rasa kasih sayang,
kebutuhan akan harga diri dan kebutuhan akan aktualisasi diri (Qodir, 2017).
Kelima hierarki kebutuhan tersebut memiliki keterkaitan. Hal tersebut
menyesuaikan dengan kemauan belajar yang dimiliki peserta didik dalam
proses pembelajaran (Yuliandri, 2017), sehingga seorang guru harus bisa
memahami peserta didik dengan baik, agar kegiatan belajar mengajar bisa
terlaksana dengan kebutuhan murid sebagai peserta didik di sekolah.
Dalam hal pembelajaran, teori hierarki Abraham Maslow memang
harusnya digunakan untuk mengembangkan sumber daya manusia pada dunia
pendidikan. Pembelajaran yang kondusif akan memotivasi dan mendorong
peserta didik dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya secara
maksimal (Zulfikar Mujib, 2020). Hal inilah yang nantinya akan membatu
memotivasi siswa dalam perkembangan belajar di dalam kelas. Akan tetapi,
agar hal tersebut bisa tercapai, maka sistem pembelajaran yang humanistik
benar-benar sangat diperlukan dalamhal ini. Proses yang humanistik tersebut
akan memunculkan cara berpikir aktif positif yang berguna untuk
memperoleh kemajuan di bidang intelektual, emosi atau oerasaan (EQ),
afeksi maupun keterampilan peserta didik. Dengan suasana pembelajaran
yang humanistik itulah, peran guru dalam memanusiakan manusia telah
terwujud.
2. Carl R. Rogers
Dalam psikologi humanistik, Carl Rogers memiliki dua konsep.
Konsep yang pertama adalah jika manusia bisa memberikan peluang kepada
diri sendiri dalam mengeksplorasi, menganalisis, memahami dan
memecahkan persoalan masalah. Konsep yang kedua adalah freedom to
learn (teori belajar bebas). Hal yang dimaksud adalah pendidikan yang
bertujuan untuk membimbing peserta didik ke arah kemerdekaan dan
kebebasan (Sanusi, 2013). Carl Rogers juga meyakini, bahwa pengalaman
9
seseorang di dalam hidupnya akan menentukan masukan-masukan yang
nantinya akan diterima olehnya, sehingga masukan-masukan tersebut akan
mengarahkan hidupnya secara mutlak ke arah pemenuhan-pemenuhan
kebutuhan di dalam dirinya (Qodir, 2017). Dari pengalama-pengalaman
tersebut itulah, peserta didik akan menemukan sesuatu yang berbeda yang
mampu meningkatkan semangat peserta didik.
10
diharapkan untuk menggunakan kemampuan dasar dan potensiyang dimiliki
terhadap proses pembelajaran (Insani, 2019), sehingga peserta didik mampu
memahami dirinya dan menemukan pengalaman-pengalaman yang berarti
dalam kehidupannya pada proses pembelajaran.
3. Arthur Combs
Arthur Combs juga adalah tokoh humanistik yang telah mencetuskan
gagasannya yang juga memiliki keterkaitan dengan dunia pendidikan.
Menurut Combs, bahwa pendidik perlu memahami tingkah laku peserta
didik dengan melihat berbagai sudut pandang dari peserta didik itu sendiri
(Yuliandri, 2017). Hal tersebut akan berdampak pada ranah kognitif dan
afektif peserta didik dalam proses pembelajaran. Pada tahun 1904-1967,
Combs bersama Donald Syngg menjelaskan tentang meaning. Hal yang
dimaksud adalah peserta didik harus memperoleh kebermaknaan dalam
proses pembelajaran. Dengan hal itu, peserta didik diharapkan untuk
mengembangkan pengetahuan yang diperoleh dari proses pembelajaran
dengan perubahan tingkah lakunya di dalam kehidupan sehari-hari. Oleh
sebab itu, peran yang harus dilakukan adalah pendidik juga mampu
mengkonstruk pembelajaran atau materi ke dalam dunia peserta didik
(Ekawati & Yarni, 2019). Sehingga, proses pembelajaran dapat terhindar
dari hal-hal yang dehumanis.
11
yang menarik dan memuaskan, sehingga perilaku peserta didik
menunjukkan ketidakminatan pada proses pembelajaran yang sedang
berlangsung (Rachmahana, 2008). Maka dari itu, para pendidik memerlukan
aktivitas yang menarik dalam proses pembelajaran, agar peserta didik dapat
merubah sikap dan menerima pembelajaran dengan baik.
Pada proses pembelajaran, peserta didik akan mempersonalisasikan
informasi-informasi materi pembelajaran kepada diri peserta didik tersebut.
Menurut Combs, proses personalisasian bisa dianalogikan kepada gambaran
lingkaran kecil (gambaran persepsi diri dan lingkungannya masing-masing)
dan lingkaran besar (gambaran persepsi dunia) (Sulistiyono, 2018). Konsep
gambaran yang dimaksud adalah guru harus bisa mendalami dunia peserta
didik dalammerubah pandangan mereka terhadap proses pembelajaran yang
berlangsung, agar peserta didik memperoleh sesuatu yang bermakna dari
proses pembelajaran yang diberikan oleh pendidik itu sendiri (Yuliandri,
2017). Oleh sebab itu, para pendidik di lembaga-lembaga pendidikan
memerlukan pemahaman yang kuat terhadap peserta didik, agar proses
belajar mengajar dapat terlaksana dengan kondusif dan fleksibel.
Menurut Kolb, bahwa belajar dapat dibagi empat tahap, antara lain:
pengalaman konkret, pengalaman reflektif dan kreatif, konseptualisasi dan
eksperimen aktif. Tahapan-tahapan ini berjalan secara berkesinambungan
dan tidak dirasakan secara langsung oleh peserta didik (Nurjan, 2016).
Pengalaman konkret merupakan pengalaman yang dialami secara langsung
oleh peserta didik. Akan tetapi, para peserta didik belum mengetahui alasan
dari pengalaman tersebut bisa terjadi. Bisa dibilang, hal ini merupakan tahap
awal dalam proses pembelajaran. Selanjutnya, reflektif dan kreatif
merupakan tahap yang menunjukkan bahwa siswa telah melakukan aktvitas
mengamati dalam proses pembelajaran serta mulai berusaha untuk
memahamiya. Lalu, konseptualisasi merupakan aktivitas yang telah
dilakukan oleh siswa berupa penciptaan abstraksi dan teori-teori. Hal ini
12
dilakukan siswa dengan menunjukkan sikap aturan-aturan prinsip yang
digeneralisasikan terhadap berbagai fenomena yang terjadi. Terakhir,
eksperimen aktif merupakan tahapan peserta didik dalam
mengimplementasikan suatu aturan umum yang telah diterima kepada
situasi yang baru atau yang akan terjadi, sehingga peserta didik dapat
menyelesaikan masalah-masalah yang mereka alami di dalam kehidupan
sehari-hari khususnya pada proses pembelajaran (Yuberti, 2014).
Berdasarkan empat teori yang digagas oleh Kolb, maka Honey dan
Humford mengkategorisasikan peserta didik menjadi empat macam, antara
lain: aktifis, reflektor, teoris dan pragmatis (Nurjan, 2016). Tipe aktifis
merupakan tipe siswa yang cenderung antusias terhadap hal-hal baru atau
pengalaman-pengalaman baru yang mengedepankan pemikiran- pemikiran
yang terbuka. Pada tipe ini, peserta didik memiliki kesenangan dalam
berdialog dan berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya. Sedangkan,
tipe reflektor merupakan tipepeserta didik yang cenderung skeptis dalam
melangkah dan melakukan sesuatu. Lalu, teoris merupakan tipe peserta didik
yang selalu tertarik terhadap fenomena-fenomena yang bersifat kritis, serta
mereka juga selalu tertarik terhadap fenomena yang bersifat objektif analisis
dan tidak menyukai kesubjektifitasan sesuatu. Terakhir, pragmatis
merupakan murid yang selalu tertarik terhadap fenomena yang bersifat
praktis. Mereka tidak menyukai hal-hal yang bertele- tele, teori-teori dan
filosofis terhadap sesuatu hal. Mereka lebih menyukai sesuatu yang benar-
benar bisa dipraktekkan secara langsung (Yuberti, 2014).
13
peserta didik yang menyukai akan interaksi langsung dengan sesamanya.
Mereka mempercayai interaksi dengan manusia akan lebih relevan sebagai
pemahaman yang telah diperoleh sebelumnya. Terakhir, tipe belajar
emansipatoris merupakan tipe belajar peserta didik yang berusaha untuk
memahami dan mendalami perubahan- perubahan kultural yang terjadi di
lingkungan masyarakatnya. Pemahaman ini merupakan pemahaman dari
tipe belajar yang paling tinggi, karena prosesnya telah tersirat dari tujuan dari
pendidikan itu sendiri (Yuberti, 2014).
14
Yarni, 2019).
Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah kurikulum pendidikan Islam
yang menggunakan pendekatan humanistik. Hal tersebut dikarenakan PAI
memiliki keunggulan dalam menumbuhkan jiwa semangat peserta didik.
Korelasi teori dan praktik di lapangan oleh guru PAI merupakan implementasi
langsung pendekatan humanistik, karena diharapkan proses tersebut dapat
terlaksanasecara maksimal oleh pendidik humanistic (Zulfikar Mujib, 2020).
Oleh sebab itu, peran humanistik sangat dibutuhkan dalam pembelajaran PAI
di dalam lembaga- Lembaga Pendidikan.
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
16
DAFTAR PUSTAKA
17
Islam, 11(2), 123–142.
Solichin, M. M. (2018). Teori Belajar Humanistik Dan Aplikasinya Dalam
Pendidikan Agama Islam: Telaah Materi Dan Metode Pembelajaran.
Islamuna, 5(1), 1–12.
Sulistiyono, A. (2018). Implementation Of Humanistic Approaches For Social
Studies In Elementary Schools. Social, Humanities And Education Studies
(Shes), 1(Snpd), 92–102.
Sum, Theresia Alviani, E. G. M. T. (2020). Kompetensi Pedagogik Guru Paud
Dalam PerencanaanDan Pelaksanaan Pembelajaran. Jurnal Obsesi: Jurnal
Pendidikan Anak Usia Dini, 4(2), 543–
550. Https://Doi.Org/10.31004/Obsesi.V4i2.287
Suprihatin. (2017). Pendekatan Humanistik Dalam Pengembangan Kurikulum
Pendidikan Agama Islam. Potensia: Jurnal Kependidikan Islam, 3(1), 82–
104.
Yuberti. (2014). Teori Pembelajaran Dan Pengembangan Bahan Ajar Dalam
Pendidikan.
Anugrah Utama Raharja.
Yuliandri, M. (2017). Pembelajaran Inovatif Di Sekolah Dasar Berdasarkan
Paradigma TeoriBelajar Humanistik. Journal Of Moral And Civic Education,
1(2), 101–115.
Zulfikar Mujib, S. (2020). Teori Humanistik Dan Implikasi Dalam Pembelajaran
Pai Di Sma SainsAlquran Yogyakarta. Jurnal Pendidikan Islam, 4(1), 11–23.
18