Anda di halaman 1dari 20

“ Penerapan Pembelajaran Yang Berpijak Pada Teori Humanistik”

Mata Kuliah : Belajar dan Pembelajaran

Dosen pengampu: Fonny Katili , S.Pd, M.Pd

Disusun oleh:

1. Dominiq T.D. Bolah ( 22105254)

2. Ni Kd Novi Christiani ( 22105165)

3. Juliana Mokansi ( 22105044)

4. Artho Matheos ( 22105172)

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN PSIKOLOGI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

UNIVERSITAS NEGERI MANADO

2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan karunia-
Nya penulis dapat menyelesaikan tugas ini,

Dalam makalah ini penulis membahas tentang “ Penerapan Pembelajaran Yang


Berpijak Pada Teori Humanistik” yang merupakan materi yang sangat berguna untuk para
mahasiswa dalam kegiatan akademiknya, Penyusun ucapkan terima kasih kepada:

1. Allah Yang Maha Esa, yang telah memudahkan dalam pembuatan karya ilmiah ini.
2. Orang tua, yang telah mendoakan dan memberikan dukungan berupa materi dan
nonmateri.
3. Ibu Fonny Katili selaku dosen mata kuliah Belajar dan Pembelajarn yang telah
memberikan bimbingan dan arahan dalam pembuatan karya ilmiah ini.
4. Rekan-rekan mahasiswa, yang telah membantu dalam bentuk apapun.

Dengan rahmat dan karunia-Nya kami bisa menyelesaikan karya ilmiah ini dengan berusaha
semaksimal mungkin, akan tetapi kami menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan,
karena itu kami menerima kritik dan saran yang membangun, agar kami bias lebih baik lagi
dalam pembuatan karya ilmiah selanjutnya.

Tomohon, 22 November 2023

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar....................................................................................................i

Daftar Isi.............................................................................................................ii

BAB I Pendahuluan............................................................................................1

1.1 Latar Belakang..............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................2

1.3 Tujuan Penulisan...........................................................................................3

BAB II Pembahassan..........................................................................................3

2.1 Teori Belajar menurut Pandangan Humanisme............................................3

2.2 Aplikasi Teori Belajar Humanisme terhadap Peserta Didik.........................9

2.3 Kelebihan dan Kelemahan Teori Belajar Humanisme dalam

Pembelajaran.................................................................................................13

BAB III Penutup.................................................................................................16

3.1 Kesimpulan...................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Aliran humanisme muncul pada tahun 90-an sebagai reaksi ketidakpuasan terhadap
pendekatan psikoanalisa dan behavioristik. Sebagai sebuah aliran dalam psikologi, aliran ini
boleh dikatakan relative masih muda, bahkan beberapa ahlinya masih hidup dan terus-
menerus mengeluarkan konsep yag relevan dengan bidang pengkajian psikologi, yang sangat
menekankan pentingnya kesadaran, aktualisasi diri, dan ha-hal yang bersifat positif tentang
manusia.
Pengertian humanisik yang beragam membuat batasan-batasan aplikasinya dalam dunia
pendidikan yang beragam pula. Teori humanisme menyatakan bahwa bagian terpenting
dalam proses pembelajaran adalah unsure manusianya. Humanisme lebih melihat sisi
perkembangan kepribadian manusia dibandingkan berfokus pada “ketidak-normalan” atau
“sakit”. Manusia akan mempunyai kemampuan positif untuk menyembuhkan diri dari “sakit”
tersebut, sehingga sisi positif inilah yang ingin dikembangka oleh teori humanisme.
Teori belajar humanisme bertujuan bahwa belajar adalah untuk memanusiakan
manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika telah memhami lingkungan dan dirinya
sendiri. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya
bukan dati sudut pandang pengamatnya. Teori belajar ini sifatnya lebih abstrak dan lebih
mendekati bidang ilmu filsafat, teori kepribadian dan psikoterapi dibanding tentang psikologi
belajar. Teori humanisme lebih mementingkan isi yang dipelajari dari pada proses belajar itu
sendiri. Teori belajar ini lebih banyak berbicara tentang konsep-konsep pendidikan unttuk
membentuk manusia yang di cita-citakan serta tentang proses belajar dalam bentuk yang
paling ideal.
Selain teori behavioristik dan teori kognitif, teori belajar humanisme juga perlu untuk
dipahami. Menurut teori humanisme, proses belajar harus dimulai dan ditunjukan untuk
kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, teori humanisme sifatnya
lebih abstrak dan mendekati bidang kajian filsafat, teori kepribadian, dan psikoterapi dari
pada bidang kajian psikologi belajar. Teori humanisme sangat mementingkan isi yang
dipelajari daripada proses belajar itu sendiri. Teori belajar ini lebih banyak berbicara tentang
konsep-konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang dicita-citakan, serta tentang
proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik

1
pada pemahaman tentang proses belajar sebagaimana apa adanya, seperti yang selama ini
dikaji oleh teori-teori belajar lainnya.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah
diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Apakah teori belajar menurut pandangan humanisme itu ?
2. Bagaimana aplikasi teori belajar humanisme terhadap peserta didik ?
3. Apakah kelebihan dan kelemahan teori belajar humanisme ?
1.3 Tujuan penulisan makalah
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain adalah :
1. Untuk mengetahui teori belajar menurut pandangan humanisme itu.
2. Untuk mengetahui aplikasi teori belajar humanisme terhadap peserta didik.
3. Untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan teori belajar humanisme dalam pembelajaran.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Teori Belajar menurut Pandangan Humanisme


Teori humanistik menjelaskan bahwa poses belajar harus dimulai dan ditunjukan untuk
kepentingan memanusiakan manusia (proses humanisasi). Teori humanistik sifatnya lebih
menekankan bagaimana memahami persoalan manusia dari berbagai dimensi yang dimilki,
baik dimensi kognitif, afektif, dan psikomotor. Teori humanistik tidak bisa serta merta
mampu menciptakan peserta didik menjadi sosok manusia yang ideal, dalam proses
pembelajaran harus mampu menciptakan situasi dan kondisi yang menyebabkan manusia
memilki kebebasan untuk beraktualisasi, kebebasan untuk berpikir alternatif, dan kebebasan
untuk menemukan konsep dan prinsip.
A. Tokoh dan Teori Pembelajaran yang Berpijak pada Pandangan Humanisme Aliran
Humanisme
1. Abraham Maslow
Maslow berpandangan bahwa manusia yang wajar/sehat jiwanya adalah manusia yang
mengembangkan dirinya berdasarkan kekuatan-kekuatan dari dalam dirinya sendiri. Dalam
hal ini dapat dikatakan bahwa individu yang demikianakan diberikan suatu kesempatan untuk
memilih terhadap pilihan-pilihan yang ada dan mengontrol perilakunya. Di sini kita dapat
melihat bahwa individu atau peserta didik akan di berikan kebebasan sesuai dengan bakat dan
kemampuannya. Sedangkan pendidik hanya berperan sebagai fasilitator dan motivator dan
fungsi pendukung lainnya yang mana kesemua itu ditujukan membantu individu dalam
pemantapan kemampuanya. Ini sesuai dengan teorinya motivasi. Yang berawal dari pra-
anggapan bahwa manusia adalah baik, setidaknya netral, tidak jahat sehingga individu hanya
perlu di arahkan untuk semakin baik yang mana melalui penangkapan panca inderanya.
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal :
 suatu usaha yang positif untuk berkembang;
 kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi
kebutuhan yang bersifat hirarkis.
Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut
untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan
apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan

3
untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan,
ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri
sendiri (self). Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki.
Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis,
barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan
mendapatkan ras aman dan seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini
mempunyai implikasi yang penting yang harus diperharikan oleh guru pada waktu ia
mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin
berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi. Aplikasi teori kebutuhan
Maslow dalam pembelajaran:

a. Kebutuhan dasar atau fisiologis (basic needs/psysiological)


Untuk menunjang pembelajaran yang aktif, guru mauopun sekolah dapat memanfaatkan
hirarki kebutuhan dasar, diantaranya :
Ø Untuk anak TK, sekolah dapat menyediakan makan siang yang sehat dan murah sehingga
anak akan merasa tenang dan bersemangat karena perut kenyang dengan makanan yang
menyehatkan.
Ø Penyediaan ruang kelasa yang memadai, menyediakan ruang kelas dengan kapasitas yang
memadai dan temperatur yang tepat sehingga peserta didik tidak merasa berdesakan atau
kegerahan yang dapat mengakkibatkan kelas menjadi gaduh dan peserta didik sulit
berkonsentrasi.

b. Kebutuhan akan rasa aman (safety needs)


Ø Guru menunjukkan rasa aman dengan tidak selalu menunjukan prilaku yang mengancam,
mengkritik, atau bahkan menghakimi atas kekeliruan yang dilakukan peserta didik tanpa
diketahui penyebabnya.
Ø Guru mengarahkan agar antar teman tidak bertengkar atau berkelahi jika ada beda
pendapat sehingga peserta didik tidak takut dan merasa aman di sekolah

c. Pemenuhan Kebuhtuhan Kasih Sayang atau Penerimaan


Ø Guru selalu menunjukkan sikap empatik, peduli terhadap peserta didik , sabar, adil, terbuka
serta dapat menjadi pendengar yang baik.

4
Ø Guru memberi bimbingan pada peserta didiknya agar saling membantu baik dengan teman
yang dianggap mampu maupun kurang mampu, sehingga antar peserta didik timbul rasa
kasih sayang.
Ø Sekolah mengembangkan situasi yang memungkinkan kerja sama mutualistik dan saling
percaya di antara peserta didik.
Ø Sekolah mengembangkan dikusi kelas yang tidak hanya untuk kepentingan pembelajaran
sehingga antar siswa akan terjalin keakraban.
Ø Sekolah mengembangkan bentuk-bentuk ekstra kurukuler yang beragam.

d. Pemenuhan Kebutuhan akan harga diri (esteem needs)


Ø Guru menghargai atas keberagaman pendapat peserta didik.
Ø Guru tidak menghukum peserta didik di depan umum jika melakukan kesalahan, tetapi
dinasehati di ruang BP sehingga anak tidak malu dan meras dihargai.
Ø Melibatkan seluruh peserta didik di kelas untuk berpartipasi dan bertanggung jawab
terhadap suatu kegiatanbersama, peserta didik tidak dipilih-pilih berdasarkan subjektivitas.
Ø Guru mengembangkan iklim kelas dengan menerapkan pembelajaran kooperatif di mana
sdetiap peserta didik dapat saling menghormati dan mempercayai, tidak saling mencemooh.
Ø Berusaha melibatkan para peserta didik dalam setiap pengambilan keputusan yang terkait
dengan kepentingan para peserta didik sendiri.

e. Pemenuhan Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs)


Ø Memberikan kesempatan kepada para peserta didik untuk mewujudkan potensinya.
Misalnya, melatih dan memfasilitasi potensi peserta didik sebagai penari.
Ø Memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk menggali dan menjelajah kemampuan
dan potensi yang dimilikinya.
Dari ke lima kebutuan tesebut Maslow kemudian membaginya menjadi dua kelompok
yaitu pertama: empat kebutuhan terbawah yang disebut deficiency needs (kebutuhan yang
timbul karena kekurangan). Dan pemenuhan kebutuhan ini pada umumnya bergantung pada
orang lain. Dalam hal ini dapat dikataka bahwa individu tidak dapat mencapai kebutuhan-
kebutuhan ini tanpa hadirnya suatu bantuan dari pihak lain. Kedua yaitu pada kebutuhan yang
teratas yaitu menyangkut aktualisasi diri individu, dalam hal ini individu harus melakukan
sendiri dan pihak lain seperti guru hanya memberikan kebebasan pada individu untuk
mengaktualisasikan dirinya sesuai dengan bakat dan kemampuannya.

5
2. Carl Rogers
Rogers mengembangkan teori dengan konsep terapi yang berpusat pada klien ( client-
centered therapy ). Rogers lebih suka menggunakan nama klien daripada pasien terhadap
orang yang berkonsultasi, karena klien merupakan tokoh utama sehingga klien dapat lebih
menerima dirinya sendiri. Jika dikaitkan dengan belajar, Rogers menerapkan pembelajaran
berpusat pada peserta didik ( leaner centered approach ). Dalam hal ini, berarti guru harus
tulus membantu peserta didik yang mengalami kesulitan, percaya, dan menghargai pendapat
peserta didik, dan empati (mampu merasakan keluhan peserta didik sehingga siap membantu
dengan tulus).
Berkaitan dengan teori ini berarti, dalam belajar peserta didik diberikan kebebasan
untuk memilih sendiri cara belajarnya, bukan dipaksakan sesuai dengan cara belajar orang
lain yang tidak sesuai dengan karakteristiknya. Dalam mengambil keputusan, peserta didik
diberi kebebasan untuk menentukan pilihan serta mempertanggungjawabkan atas pilihannya
tersebut. Dalam proses belajar yang demmikian, anak tidak di didik menjadi orang lain, tetapi
dibiarkan dan dipupuk untuk menjadi diri sendiri. Anak tidak direkayasa agar terikat dengan
orang lain, bergantung pada pihak lain dan memenuhi harapan orang lain, mereka dibiarkan
agar tetap bisa menjadi arsitek buat diri sendiri.
Dalam dinamika kepribadian Carl Rogers mengenal tiga istilah, yang dapat dikaitkan
dengan pembelajaran, yaitu:
a) Anggapan positif tanpa syarat (Uncoditonal Positive Regard)
Dalam hal ini guru harus memliki anggapan positif atau menerima suatu keadaan
peserta didik dengan tulus (apa adanya individu). Di sini sudah jelas bahwa seorang pendidik
ditubtut untuk menganggap bahwa aemua anak didik atau peserta didik yang dihadapi adalah
baik. Anggapan positif sendiri memiliki arti kebutuhan untuk menjadi disukai, dihargai, atau
diterima secara positif dari pihak lain, contoh: dalam bidang seni siswa kurang
kemampuannya, tapi memiliki kelebihan di bidang akademik maka guru harus tetap
menerima keberadaan siswa tersebut. Jika kemampuan akademiknya diterima secara positif
maka dia akan merasa puas, dan secara otomatis akan melakukan hal yang sama. Yaitu siswa
akan menerima dan memuji kelebihan orang lain.
b) Kesesuaian Diri (Self Cosistensy And Congruence)
Merupakan adanya kesesuaian antara persepsi diri dengan pengalaman. Dalam kasus ini
dapat dikatakan terjadi suatu hal yang berbeda dengan pengalaman atau kebiasaan. Misalnya:
seorang siswa yang mempersepsikan dirinya pandai bahasa Inggris, namun saat ulangan
mendapat nilai yang jelek dan kemudian akan timbul kekecewaan sehingga mengakibatkan

6
anak itu malas untuk belajar. Sebagai guru yang humanis, peidik harus memotivasi siswa
agar lebih meningkatkan belajarnya lagi dan menyadari akan kekurangannya.
c) Aktualisasi Diri (self actualization)
Dalam hal ini individu di pandang terus menerus bergerak maju.yang mana seorang
individu harus bisa dan mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan yang nyata pada suatu
saat nanti. Misalnya seorang siswa ahli fisika maka suatu saat dia haruslah mengaplikasikan
keahliannya tersebut dalam kenyataan seperti menjadi seorang ahli fisikawan.
Dari bukunya Freedom To Learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip dasar
humanistik yang penting diantaranya ialah :
a. Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
b. Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai
relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
c. Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri diangap
mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
d. Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan
apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
e. Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan
berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
f. Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
g. Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut
bertanggungjawab terhadap proses belajar itu.
h. Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun
intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari.
i. Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai terutama
jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri dan penilaian dari orang
lain merupakan cara kedua yang penting.
j. Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar
mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan
penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu.
Salah satu model pendidikan terbuka mencakup konsep mengajar guru yang fasilitatif
yang dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck pada tahun 1975 mengenai
kemampuan para guru untuk menciptakan kondidi yang mendukung yaitu empati,
penghargaan dan umpan balik positif.

7
Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :
 Merespon perasaan siswa
 Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
 Berdialog dan berdiskusi dengan siswa
 Menghargai siswa
 Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
 Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan
segera dari siswa)
 Tersenyum pada siswa
Dari penelitian itu diketahui guru yang fasilitatif mengurangi angka bolos siswa,
meningkatkan angka konsep diri siswa, meningkatkan upaya untuk meraih prestasi akademik
termasuk pelajaran bahasa dan matematika yang kurang disukai, mengurangi tingkat problem
yang berkaitan dengan disiplin dan mengurangi perusakan pada peralatan sekolah, serta siswa
menjadi lebih spontan dan menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi.

3. Arthur Combs
Combs berpendapat bahwa persepsi merupakan unsur batiniah yang menyebabkan
seseorang berbeda dengan yang lain. Perilaku merupakan hasil dari persepsi seseorang. Agar
dapat memahami orang lain, seseorang harus melihat dunia orang lain tersebut, bagaimana
mereka berpikir dan bagaimana persepsi dirinya. Oleh karena itu, untuk untuk mengubah
perilaku orang lain, seseorang harus mengubah persepsinya. Kaitannya dengan pembelajaran,
guru berusaha untuk memahami sudut pandang peserta didik terhadap suatu hal. Guru peka
terhadap perasaan orang lain dan yakin bahwa anak didik mereka mampu untuk belajar, serta
membantu peserta didik mengembangkan konsep diri positif.
Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi
yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika
atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa
sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu
sebenarnya tak lain hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang
tidak akan memberikan kepuasan baginya. Untuk itu guru harus memahami perilaku siswa
dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah
perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada.
Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa
banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi
8
pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu
pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk
memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya
dengan kehidupannya.

Untuk itu guru harus memahami perlaku siswa dengan mencoba memahami dunia
persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha
merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Combs memberikan lukisan persepsi diri
dalam dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada :

a. Lingkaran kecil adalah gambaran dari persepsi diri.


b. Lingkungan besar adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi
diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai
sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.
Dalam proses belajar, sesungguhnya ada dua hal penting menurut ahli psikologi
humanisme, yaitu:
a) Pemerolehan Informasi Baru
Dalam hal ini peserta didik kan lebih tertarik, jika apa yang dipelajari akaan menjadi
suatu informasi yang baru baginya. Yang seperti ini akan membuat perasaan ingin tahu yang
tinggi pada diri siswa tersebut. Dimana informasi yang baru itu haruslah relevan dan dapat
diaplikasikan dengan kehidupannya. Dikatakan relevan berarti informasi tersebut haruslah
sesuai atau tidak betentangan dengan informasi yang sudah lama di dapatkan oleh peserta
didik sebelumnya dalam pembelajaran lain. Ini dilakukan agar tidak terjadi perbedaan
pemahaman ataupun tumpang tindih informasi yang didapat.
b) Personalisasi informasi baru
Dalam hal ini informasi baru yang diperoleh bukan merupakan hasil transfer trafer
langsung dari pediik kepada peserta didik, melainkan merupakan hasil dari pencernaan dan
pengolahan yang di lakukan peserta didik dari informasi yang disampaikan oleh pendidik.

2.2 Aplikasi Teori Belajar Humanisme terhadap Peserta Didik


1. Peserta Didik
Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses
pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri , mengembangkan
potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.

9
Dalam teori pembelajaran humanisme, peserta didik akan ditempatkan sebagai pusat
atau bahan perhatian dalam aktifitas belajar. Kemudian peserta didik juga menjadi pelaku
dalam memaknai pengalaman belajarnya sendiri. Dengan demikian, peserta didik dituntut
untuk berperan aktif, kreatif dan inisiatif. Karena siswa akan diberikan kebebasan untuk
mengepresikan kemampuan yang dimilikinya dan bukan merupakan sekedarmenerima
informasi dari guru/pendidik.
2. Guru
Dalam pembelajaran humanisme, peran guru adalah menjadi fasilitator bagi peserta
didiknya dengan cara member motifasi dan memfasilitasi pengalaman belajar, dengan
menerapkan strategi pembelajaran yang sesuai terhadap kebutuhan peserta didik sehingga
akan tercipta suasana yang aktif, yang tentu diikuti dengan penyampaian yang sistematis.
Psikologi humanisme memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator. Berikut ini
adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas fasilitator. Ini
merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa (petunjuk):
a. Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi
kelompok, atau pengalaman kelas
b. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di
dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
c. Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan
tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di
dalam belajar yang bermakna tadi.
d. Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas
dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
e. Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat
dimanfaatkan oleh kelompok.
f. Menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi yang
bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan
cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok.
g. Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-angsur dapat
berperan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan
turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.
h. Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga
pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil
secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa.

10
i. Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya
perasaan yang dalam dan kuat selama belajar.
j. Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk
menganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.

3. Aktifitas Dalam Proses Pembelajaran


Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun
proses yang umumnya dilalui adalah :
a. Merumuskan tujuan belajar yang jelas
b. Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas, jujur
dan positif.
c. Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif
sendiri.
d. Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara
mandiri.
e. Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri,
melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dariperilaku yang ditunjukkan.
f. Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai
secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan
atau proses belajarnya.
g. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya.
h. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterapkan pada materi-
materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap,
dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa
merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku
dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak
terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab
tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang
berlaku.

11
4. Bentuk-bentuk Pendidikan Humanisme
a. Pendidikan Terbuka (Open Education)
Pendidikan terbuka adalah proses pendidikan yang memberikan kesempatan kepada murid
untuk bergerak secara bebas di sekitar kelas dan memilih aktifitas belajar mereka sendiri.
Dimana dalam hal ini guru hanya berperan sebagai fasilitator dan motivator serta menjadi
pembimbing mereka (peserta didik) dalam belajar. Dalam proses seperti ini biasanya
lingkungan fisik kelas berbeda dengan kelas tradisional. Individu/peserta didik dalam proses
belajarni tidak hanya sekedar menjadi pendengar informasi yang disampaikan oleh pendidik.
Tapi diharapkan pesrta didik mampu untuk berkreasi dan berperan aktif terhadap proses
belajar. Sehingga memungkinkan munculnya keterampilan-keterampilan atau suatu
keinginan-keinginan tertentu.
Adapun kriteria yang disyaratkan dengan pendidikan ini antara lain:
Ø Tersedia fasilitas yang memudahkan proses belajar.
Ø Tidak adanya larangan pada peserta diik untuk bergerak secara bebas di ruang kelas,
serta pengeksplorasian dari kemampuannya.
Ø Adanya suasana yang harmonis, penuh kasih saying,hangat, saling menghargai dan
keterbukaan.
Ø Jika terjadi suatu masalah pribadi dengan peserta didik, pendidik akan
menyelesaikannya dengan jalan komunikasi secara pribadi dengan peserta didik yang
bersangkutan tanpa melibatkan kelompok atau pihak lain yang tidak berhubungan.
Ø Guru mempersepsi dengan cara mengamati setiap proses yang dilalui murid dan membuat
catatan dan penilaian secara individual, hanya sedikit sedikit sekali diadakan tes formal.
Ø Adanya kesempatan untuk pertumbuhan profesional bagi guru, maksudnya guru dapat
menggunakan bantuan pihak lain seperti: asisten pengajar, rekan sekerjanya, atau sejenisnya.
Ø Guru menghargai kreativitas, mendodorng berpartisipasi, dan memberikan kebebasan dan
hasil-hasil yang bersifat afektif secara lebih baik.
b. Pembelajaran Mandiri (Independent Learning)
Pembelajaran mandiri adalah proses pembelajaran yang menuntut murid menjadi subjek
yang dapat merancang, mengatur, dan mengontrol kegiatan mereka sendiri secara
bertanggung jawab. Pembelajaran mandiri juga dapat dikatakan sebagai suatu system
pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat melakukannya sendiri dan tidak tergantung
pada factor guru, teman, atau faktor lainnya. Dalam pembelajaran model ini peran seorang
pendidik yaitu memfasilitasi, mengkomunikasikan dan mendukung siswa dalam
menggunakan keterampilan yang telah mereka miliki.

12
Pembelajaran mendiri juga dapat diartikan proses pembelajaran yang mengajak siswa
melakukan tindakan mandiri. Tindakan mandiri ini dirancang untuk menghubungkan
pengetahuan akademik dengan kehidupan siswa sehari-hari secaraa sedemikian rupa untuk
mencapai tujuan yang bermakna. Tujuan ini mungkin menghasilkan hasil yang nyata. Dalam
pembelajaran ini membebaskan siswa untuk belajarsesuai dengan gaya belajar mereka
sendiri, sesuai dengan kecepatan belajar mereka dan sesuai dengan ara minat dan bakat dalam
menggunakan kecerdasan majemuk yang mereka miliki. Dalam pelaksanaannya, proses ini
cocok untuk pembelajaran ditingkat atau level perguruan tinggi, yang mana pada level/tingkat
tersebut lebih menuntut kemandirian dari peserta didik.

2.3 Kelebihan dan Kelemahan Teori Belajar Humanisme dalam Pembelajaran


a) Kelebihan Teori Belajar Humanisme dalam Pembelajaran
 Dalam pembelajaran teori ini, siswa dituntut untuk berusaha agar lambat laun mampu
mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya.
 Belajar akan lebih cepat di pahami dan dimengerti peserta didik karena bahan yang
dipelajari relevan dengan kebutuhan atau kemampuan yang dimiliki oleh siswa.
 Kondisi belajar akan lebih partisipatif dan efektif, karena dalam teori belajar ini siswa
diberikan kebebasan untuk menggali kemampuan pada dirinya. Dan kebebasan,
kreativitas, dan kepercayaan diri dalam belajar dapat ditingkatkan dengan evaluasi
diri sendiri dan evaluasi dari orang lain tidak begitu penting karena pada dasarnya
merupakan pemantapan kemampuan pada dirinya.
b) Kelemahan Teori Belajar Humanisme dalam Pembelajaran
 Dalam pembelajaran teori ini, peserta didik kesulitan dalam mengenal diri dan
potensi-potensiyang ada pada diri mereka.

Teori belajar humanisme menekankan pada pengembangan potensi individu, kebebasan


dalam belajar, otonomi, serta penekanan pada aspek psikologis dan emosional dalam
pembelajaran. Namun, ada beberapa alasan mengapa peserta didik mungkin mengalami
kesulitan dalam mengenal diri dan potensi yang ada pada diri mereka dalam kerangka teori
belajar humanisme:

1. Kurangnya bimbingan atau bantuan: Siswa mungkin memerlukan bimbingan yang


tepat untuk membantu mereka dalam proses mengenal diri dan potensi yang
dimilikinya. Tanpa arahan atau bimbingan yang memadai, mereka mungkin merasa
kebingungan atau tidak yakin bagaimana cara menggali potensi mereka sendiri.

13
2. Lingkungan yang tidak mendukung: Lingkungan di sekitar siswa dapat berperan
penting dalam membantu mereka mengenali diri dan potensi mereka. Jika lingkungan
di sekolah atau di rumah tidak mendukung perkembangan pribadi yang positif, siswa
mungkin mengalami kesulitan dalam menggali potensi mereka.
3. Ketidakpastian atau kebingungan: Beberapa siswa mungkin tidak yakin apa yang
sebenarnya mereka inginkan atau mampu lakukan. Ini bisa menjadi tantangan dalam
mengidentifikasi dan memahami potensi yang sebenarnya pada diri mereka.
4. Kurangnya kesempatan eksplorasi: Proses pengenalan diri dan potensi dapat
terhambat jika siswa tidak diberikan kesempatan atau ruang untuk mengeksplorasi
minat, bakat, dan kecakapan mereka. Pembatasan ini bisa berupa kurangnya program
ekstrakurikuler, kurikulum yang terlalu kaku, atau penekanan yang berlebihan pada
tes standar.
5. Rendahnya rasa percaya diri: Beberapa siswa mungkin menghadapi masalah dengan
rendahnya rasa percaya diri, yang dapat menghalangi mereka untuk mengeksplorasi
potensi mereka secara penuh. Perasaan tidak percaya diri atau kurangnya dorongan
dari lingkungan sekitar dapat menjadi penghambat dalam proses pengenalan diri.
6. Kurangnya refleksi diri: Proses mengenal diri sendiri memerlukan kemampuan untuk
merefleksikan pengalaman, nilai, dan keinginan pribadi. Jika siswa tidak diajari atau
didorong untuk melakukan refleksi diri, mereka mungkin kesulitan dalam mengenali
potensi dan kekuatan yang dimiliki.

Mengatasi kesulitan dalam mengenal diri dan potensi pada diri siswa membutuhkan
pendekatan yang holistik dan mendalam. Diperlukan perhatian pada aspek psikologis,
lingkungan yang mendukung, serta pengembangan keterampilan refleksi diri untuk
membantu siswa menemukan dan memahami potensi mereka dengan lebih baik.

Untuk mengatasi kesulitan peserta didik dalam mengenal diri dan potensi yang ada pada
mereka dalam kerangka teori belajar humanisme, beberapa upaya yang dapat dilakukan
adalah:

1. Pembinaan Pribadi: Guru dan pendidik dapat memfasilitasi proses pengenalan diri
dengan membina hubungan yang baik antara mereka dan siswa. Berikan ruang bagi
siswa untuk berbagi pemikiran, kekhawatiran, serta minat mereka. Mengenal siswa
secara individu akan membantu dalam mendukung pengembangan pribadi mereka.

14
2. Bimbingan dan Konseling: Sekolah dapat menyediakan layanan bimbingan dan
konseling untuk membantu siswa mengatasi kesulitan dalam mengenal diri. Konselor
dapat membantu siswa mengidentifikasi minat, kekuatan, dan nilai-nilai pribadi
mereka, serta memberikan arahan dalam mengeksplorasi potensi mereka.
3. Pengembangan Keterampilan Empati: Mendorong keterampilan empati di antara
siswa dapat membantu mereka memahami perbedaan individu. Ini akan menciptakan
lingkungan yang inklusif, di mana setiap siswa merasa dihargai dan didukung dalam
mengembangkan potensi mereka.
4. Peningkatan Kesadaran Diri: Melalui latihan refleksi diri, siswa dapat diajak untuk
lebih memahami kekuatan, kelemahan, serta minat mereka sendiri. Ini bisa dilakukan
melalui jurnal pribadi, kegiatan diskusi kelompok, atau proyek-proyek refleksi.
5. Program Pengembangan Diri: Sekolah dapat merancang program pengembangan diri
yang beragam, termasuk pelatihan keterampilan interpersonal, pengembangan
keterampilan kepemimpinan, serta kesempatan untuk mengeksplorasi minat dan bakat
melalui klub atau organisasi ekstrakurikuler.
6. Penekanan pada Kecerdasan Jamak: Mengakui beragam jenis kecerdasan dan bakat
yang dimiliki siswa dapat membantu mereka merasa dihargai dan diperhatikan dalam
konteks pembelajaran. Guru dapat menyediakan berbagai jenis tugas atau proyek
yang memungkinkan siswa menunjukkan kecerdasan mereka di bidang yang berbeda-
beda.
7. Penguatan Diri dan Penerimaan: Mendorong sikap positif terhadap diri sendiri dan
penerimaan atas keunikan individu adalah aspek penting dari pendekatan humanis
dalam pendidikan. Guru bisa membantu siswa untuk menghargai perbedaan mereka
dan mempromosikan rasa percaya diri.
8. Keterlibatan Orang Tua: Melibatkan orang tua dalam proses pendidikan juga sangat
penting. Dengan mendorong orang tua untuk mendukung anak-anak mereka dalam
eksplorasi minat dan bakat, serta memberikan apresiasi atas pencapaian mereka, dapat
membantu siswa merasa lebih termotivasi dan dihargai.

Melalui kombinasi pendekatan-pendekatan ini, diharapkan siswa dapat merasa lebih


percaya diri, memahami potensi mereka, dan lebih baik dalam mengenali dan
mengembangkan diri mereka sendiri.

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam teori pembelajaran humanisme, peserta didik akan ditempatkan sebagai pusat
atau bahan perhatian dalam aktifitas belajar. Kemudian peserta didik juga menjadi pelaku
dalam memaknai pengalaman belajarnya sendiri. Dengan demikian, peserta didik dituntut
untuk berperan aktif, kreatif dan inisiatif. Karena siswa akan diberikan kebebasan untuk
mengepresikan kemampuan yang dimilikinya dan bukan merupakan sekedarmenerima
informasi dari guru/pendidik.
Dalam pembelajaran humanisme, peran guru adalah menjadi fasilitator bagi peserta
didiknya dengan cara member motifasi dan memfasilitasi pengalaman belajar, dengan
menerapkan strategi pembelajaran yang sesuai terhadap kebutuhan peserta didik sehingga
akan tercipta suasana yang aktif, yang tentu diikuti dengan penyampaian yang sistematis.
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterapkan pada materi-
materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap,
dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa
merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir,
perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.

16
DAFTAR PUSTAKA

Budiningsih, Asri. 2005. Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta : PT Rineka Cipta.


Karwono dan Heni Mularsih. 2010. Belajar Dan Pembelajaran Serta Pemanfaatan Sumber
Belajar. Ciputat : Cerdas Jaya.
Uno, Hamzah. 2006. Orientasi baru Dalam Psikologi Perkembangan. Jakarta:
Bumi aksara.

17

Anda mungkin juga menyukai