Anda di halaman 1dari 21

PEMBELAJARAN YANG BERPRINSIP/BERPIJAK PADA TEORI

BELAJAR HUMANISME

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Pendidikan dan Pembelajaran

Dosen Pengampu : Rida Hatiarsih, M.Pd

Disusun oleh :

1. Raden Mohammad Luluk Herdiawan (20208300012)

2. Rigus Ajiantoro (20208310019)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

STKIP KUSUMA NEGARA JAKARTA

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini tepat waktu dengan judul “Pembelajaran yang Berpijak pada Teori
Belajar Humanisme”. Guna dapat di perjelaskan kepada rekan
Mahasiswa/Mahasiswi serta Bapak/Ibu Dosen sekalian.

Kami telah melakukan berbagai kegiatan untuk mencari informasi dan


pengumpulan data dalam penyusunan makalah ini, agar isi dari makalah ini dapat
disesuaikan dengan aplikasi serta informasi yang sebenarnya.

Disisi lain kami juga menyadari masih banyak kekurangan dari makalah
ini. Maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca
terkhususnya dosen maupun rekan-rekan civitas akademika, untuk menambah
penyempurnaan dalam isi makalah ini. Terima kasih kami sampaikan kepada
semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Semoga menjadi amal dan mendapat pahala dari Tuhan Yang Maha Esa, Amin.

Bekasi, 14 Desember 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

Daftar Isi ii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 2

C. Tujuan 2

BAB II PEMBAHASAN 3

1. Teori Belajar menurut Pandangan Humanisme 3

2. Aplikasi Teori Belajar Humanisme terhadap Peserta Didik 11

3. Kelebihan dan Kelemahan Teori Belajar Humanisme dalam Pembelajaran 16

BAB III PENUTUP 17

A. Kesimpulan 17

B. Saran 17

Daftar Pustaka 18
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Aliran humanisme muncul pada tahun 90-an sebagai reaksi ketidakpuasan


terhadap pendekatan psikoanalisa dan behavioristik. Sebagai sebuah aliran dalam
psikologi, aliran ini boleh dikatakan relatif masih muda, bahkan beberapa ahlinya
masih hidup dan terus-menerus mengeluarkan konsep yang relevan dengan bidang
pengkajian psikologi, yang sangat menekankan pentingnya kesadaran, aktualisasi
diri, dan hal-hal yang bersifat positif tentang manusia.

Pengertian humanistik yang beragam membuat batasan-batasan


aplikasinya dalam dunia pendidikan yang beragam pula. Teori humanisme
menyatakan bahwa bagian terpenting dalam proses pembelajaran adalah unsur
manusianya. Humanisme lebih melihat sisi perkembangan kepribadian manusia
dibandingkan berfokus pada “ketidaknormalan” atau “sakit”. Manusia akan
mempunyai kemampuan positif untuk menyembuhkan diri dari “sakit” tersebut,
sehingga sisi positif inilah yang ingin dikembangkan oleh teori humanisme.

Teori belajar humanisme bertujuan bahwa belajar adalah untuk


memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika telah memahami
lingkungan dan dirinya sendiri. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku
belajar dari sudut pandang pelakunya bukan dari sudut pandang pengamatnya.
Teori belajar ini sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang ilmu filsafat,
teori kepribadian dan psikoterapi dibanding tentang psikologi belajar. Teori
humanisme lebih mementingkan isi yang dipelajari daripada proses belajar itu
sendiri. Teori belajar ini lebih banyak berbicara tentang konsep-konsep
pendidikan untuk membentuk manusia yang dicita-citakan serta tentang proses
belajar dalam bentuk yang paling ideal.

Selain teori behavioristik dan teori kognitif, teori belajar humanisme juga
perlu untuk dipahami. Menurut teori humanisme, proses belajar harus dimulai dan
ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Oleh sebab itu,
teori humanisme sifatnya lebih abstrak dan mendekati bidang kajian filsafat, teori
kepribadian, dan psikoterapi daripada bidang kajian psikologi belajar. Teori
humanisme sangat mementingkan isi yang dipelajari daripada proses belajar itu
sendiri. Teori belajar ini lebih banyak berbicara tentang konsep-konsep
pendidikan untuk membentuk manusia yang dicita-citakan, serta tentang proses
belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih
tertarik pada pemahaman tentang proses belajar sebagaimana apa adanya, seperti
yang selama ini dikaji oleh teori-teori belajar lainnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah teori belajar menurut pandangan humanisme itu ?
2. Bagaimana aplikasi pembelajaran yang berpijak pada teori belajar
humanisme terhadap peserta didik ?
3. Apakah kelebihan dan kelemahan teori belajar humanisme dalam
pembelajaran ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui teori belajar menurut pandangan humanisme itu.
2. Untuk mengetahui aplikasi pembelajaran yang berpijak pada teori belajar
humanisme terhadap peserta didik.
3. Untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan teori belajar humanisme
dalam pembelajaran.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Teori Belajar menurut Pandangan Humanisme

Teori humanistik menjelaskan bahwa proses belajar harus dimulai dan


ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia (proses humanisasi). Teori
humanistik sifatnya lebih menekankan bagaimana memahami persoalan manusia
dari berbagai dimensi yang dimiliki, baik dimensi kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Teori humanistik tidak bisa serta merta mampu menciptakan
peserta didik menjadi sosok manusia yang ideal, dalam proses pembelajaran harus
mampu menciptakan situasi dan kondisi yang menyebabkan manusia memiliki
kebebasan untuk beraktualisasi, kebebasan untuk berpikir alternatif, dan
kebebasan untuk menemukan konsep dan prinsip.

Tokoh dan Teori Pembelajaran yang Berpijak pada Pandangan Humanisme Aliran
Humanisme

1. Abraham Maslow

Maslow berpandangan bahwa manusia yang wajar/sehat jiwanya


adalah manusia yang mengembangkan dirinya berdasarkan kekuatan-kekuatan
dari dalam dirinya sendiri. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa individu yang
demikian akan diberikan suatu kesempatan untuk memilih terhadap pilihan-
pilihan yang ada dan mengontrol perilakunya. Di sini kita dapat melihat
bahwa individu atau peserta didik akan di berikan kebebasan sesuai dengan
bakat dan kemampuannya. Sedangkan pendidik hanya berperan sebagai
fasilitator dan motivator dan fungsi pendukung lainnya yang mana kesemua
itu ditujukan membantu individu dalam pemantapan kemampuanya. Ini sesuai
dengan teorinya motivasi. Yang berawal dari pra-anggapan bahwa manusia
adalah baik, setidaknya netral, tidak jahat sehingga individu hanya perlu di
arahkan untuk semakin baik yang mana melalui penangkapan panca
inderanya.
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua
hal :

1) Suatu usaha yang positif untuk berkembang.


2) Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.

Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya


untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing
orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha
atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan
apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga
memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah
berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia
luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri (self). Maslow
membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila
seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan
fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya,
ialah kebutuhan mendapatkan rasa aman dan seterusnya. Hierarki kebutuhan
manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang harus
diperhatikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan
bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau
kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.

Aplikasi teori kebutuhan Maslow dalam pembelajaran :


a. Kebutuhan dasar atau fisiologis (basic needs/psysiological)
Untuk menunjang pembelajaran yang aktif, guru maupun sekolah dapat
memanfaatkan hirarki kebutuhan dasar, diantaranya :
 Untuk anak TK, sekolah dapat menyediakan makan siang yang sehat
dan murah sehingga anak akan merasa tenang dan bersemangat karena
perut kenyang dengan makanan yang menyehatkan.
 Penyediaan ruang kelas yang memadai, menyediakan ruang kelas
dengan kapasitas yang memadai dan temperatur yang tepat sehingga
peserta didik tidak merasa berdesakan atau kegerahan yang dapat
mengakibatkan kelas menjadi gaduh dan peserta didik sulit
berkonsentrasi.
b. Kebutuhan akan rasa aman (safety needs)
 Guru menunjukkan rasa aman dengan tidak selalu menunjukan prilaku
yang mengancam, mengkritik, atau bahkan menghakimi atas
kekeliruan yang dilakukan peserta didik tanpa diketahui penyebabnya.
 Guru mengarahkan agar antar teman tidak bertengkar atau berkelahi
jika ada beda pendapat sehingga peserta didik tidak takut dan merasa
aman di sekolah.
c. Pemenuhan Kebutuhan Kasih Sayang atau Penerimaan
 Guru selalu menunjukkan sikap empatik, peduli terhadap peserta didik,
sabar, adil, terbuka serta dapat menjadi pendengar yang baik.
 Guru memberi bimbingan pada peserta didiknya agar saling membantu
baik dengan teman yang dianggap mampu maupun kurang mampu,
sehingga antar peserta didik timbul rasa kasih sayang.
 Sekolah mengembangkan situasi yang memungkinkan kerjasama
mutualistik dan saling percaya di antara peserta didik.
 Sekolah mengembangkan diskusi kelas yang tidak hanya untuk
kepentingan pembelajaran sehingga antar siswa akan terjalin
keakraban.
 Sekolah mengembangkan bentuk-bentuk ekstrakurikuler yang
beragam.
d. Pemenuhan Kebutuhan akan harga diri (esteem needs)
 Guru menghargai atas keberagaman pendapat peserta didik.
 Guru tidak menghukum peserta didik di depan umum jika melakukan
kesalahan, tetapi dinasehati di ruang BP sehingga anak tidak malu dan
merasa dihargai.
 Melibatkan seluruh peserta didik di kelas untuk berpartisipasi dan
bertanggung jawab terhadap suatu kegiatan bersama, peserta didik
tidak dipilih-pilih berdasarkan subjektivitas.
 Guru mengembangkan iklim kelas dengan menerapkan pembelajaran
kooperatif di mana setiap peserta didik dapat saling menghormati dan
mempercayai, tidak saling mencemooh.
 Berusaha melibatkan para peserta didik dalam setiap pengambilan
keputusan yang terkait dengan kepentingan para peserta didik sendiri.
e. Pemenuhan Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs)
 Memberikan kesempatan kepada para peserta didik untuk mewujudkan
potensinya. Misalnya melatih dan memfasilitasi potensi peserta didik
sebagai penari.
 Memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk menggali dan
menjelajah kemampuan dan potensi yang dimilikinya.

Dari ke lima kebutuan tesebut Maslow kemudian membaginya menjadi


dua kelompok. Pertama yaitu empat kebutuhan terbawah yang
disebut  deficiency needs (kebutuhan yang timbul karena kekurangan). Dan
pemenuhan kebutuhan ini pada umumnya bergantung pada orang lain. Dalam
hal ini dapat dikatakan bahwa individu tidak dapat mencapai kebutuhan-
kebutuhan ini tanpa hadirnya suatu bantuan dari pihak lain. Kedua yaitu pada
kebutuhan teratas yang menyangkut aktualisasi diri individu, dalam hal ini
individu harus melakukan sendiri dan pihak lain seperti guru hanya
memberikan kebebasan pada individu untuk mengaktualisasikan dirinya
sesuai dengan bakat dan kemampuannya.

2. Carl Rogers
Rogers mengembangkan teori dengan konsep terapi yang berpusat
pada klien (client-centered therapy). Rogers lebih suka menggunakan nama
klien daripada pasien terhadap orang yang berkonsultasi, karena klien
merupakan tokoh utama sehingga klien dapat lebih menerima dirinya sendiri.
Jika dikaitkan dengan belajar, Rogers menerapkan pembelajaran berpusat pada
peserta didik (leaner centered approach). Dalam hal ini, berarti guru harus
tulus membantu peserta didik yang mengalami kesulitan, percaya, dan
menghargai pendapat peserta didik, dan empati (mampu merasakan keluhan
peserta didik sehingga siap membantu dengan tulus).
Berkaitan dengan teori ini berarti, dalam belajar peserta didik
diberikan kebebasan untuk memilih sendiri cara belajarnya, bukan dipaksakan
sesuai dengan cara belajar orang lain yang tidak sesuai dengan
karakteristiknya. Dalam mengambil keputusan, peserta didik diberi kebebasan
untuk menentukan pilihan serta mempertanggungjawabkan atas pilihannya
tersebut. Dalam proses belajar yang demikian, anak tidak di didik menjadi
orang lain, tetapi dibiarkan dan dipupuk untuk menjadi diri sendiri. Anak tidak
direkayasa agar terikat dengan orang lain, bergantung pada pihak lain dan
memenuhi harapan orang lain, mereka dibiarkan agar tetap bisa menjadi
arsitek buat dirinya sendiri.

Dalam dinamika kepribadian Carl Rogers mengenal tiga istilah, yang dapat
dikaitkan dengan pembelajaran, yaitu :
a) Anggapan positif tanpa syarat (Uncoditonal Positive Regard)
Dalam hal ini guru harus memiliki anggapan positif atau menerima
suatu keadaan peserta didik dengan tulus (apa adanya individu). Di sini sudah
jelas bahwa seorang pendidik dituntut untuk menganggap bahwa semua anak
didik atau peserta didik yang dihadapi adalah baik. Anggapan positif sendiri
memiliki arti kebutuhan untuk menjadi disukai, dihargai, atau diterima secara
positif dari pihak lain, contoh: dalam bidang seni siswa kurang
kemampuannya, tapi memiliki kelebihan di bidang akademik maka guru harus
tetap menerima keberadaan siswa tersebut. Jika kemampuan akademiknya
diterima secara positif maka dia akan merasa puas, dan secara otomatis akan
melakukan hal yang sama. Yaitu siswa akan menerima dan memuji kelebihan
orang lain.
b) Kesesuaian Diri (Self Cosistensy And Congruence)
Merupakan adanya kesesuaian antara persepsi diri dengan pengalaman.
Dalam kasus ini dapat dikatakan terjadi suatu hal yang berbeda dengan
pengalaman atau kebiasaan. Misalnya: seorang siswa yang mempersepsikan
dirinya pandai bahasa Inggris, namun saat ulangan mendapat nilai yang jelek
dan kemudian akan timbul kekecewaan sehingga mengakibatkan anak itu
malas untuk belajar. Sebagai guru yang humanis, pendidik harus memotivasi
siswa agar lebih meningkatkan belajarnya lagi dan menyadari akan
kekurangannya.
c) Aktualisasi Diri (self actualization)
Dalam hal ini individu di pandang terus menerus bergerak maju yang
mana seorang individu harus bisa dan mampu mengaplikasikannya dalam
kehidupan yang nyata pada suatu saat nanti. Misalnya seorang siswa ahli
fisika maka suatu saat dia haruslah mengaplikasikan keahliannya tersebut
dalam kenyataan seperti menjadi seorang fisikawan.

Dari bukunya Freedom To Learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip


dasar humanistik yang penting diantaranya ialah :
a. Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
b. Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid
mempunyai relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
c. Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya
sendiri dianggap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
d. Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan
diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
e. Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh
dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
f. Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
g. Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan
ikut bertanggungjawab terhadap proses belajar itu.
h. Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik
perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil
yang mendalam dan lestari.
i. Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah
dicapai terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik
dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang
penting.
j. Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini
adalah belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus
menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam diri sendiri
mengenai proses perubahan itu.

Salah satu model pendidikan terbuka mencakup konsep mengajar guru


yang fasilitatif yang dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck
pada tahun 1975 mengenai kemampuan para guru untuk menciptakan kondisi
yang mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpan balik positif.

Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :


 Merespon perasaan siswa.
 Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah
dirancang.
 Berdialog dan berdiskusi dengan siswa.
 Menghargai siswa.
 Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan.
 Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk menetapkan
kebutuhan segera dari siswa).
 Tersenyum pada siswa.

Dari penelitian itu diketahui guru yang fasilitatif mengurangi angka


bolos siswa, meningkatkan angka konsep diri siswa, meningkatkan upaya
untuk meraih prestasi akademik termasuk pelajaran bahasa dan matematika
yang kurang disukai, mengurangi tingkat problem yang berkaitan dengan
disiplin dan mengurangi perusakan pada peralatan sekolah, serta siswa
menjadi lebih spontan dan menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi.

3. Arthur Combs
Combs berpendapat bahwa persepsi merupakan unsur batiniah yang
menyebabkan seseorang berbeda dengan yang lain. Perilaku merupakan hasil
dari persepsi seseorang. Agar dapat memahami orang lain, seseorang harus
melihat dunia orang lain tersebut, bagaimana mereka berpikir dan bagaimana
persepsi dirinya. Oleh karena itu, untuk mengubah perilaku orang lain,
seseorang harus mengubah persepsinya. Kaitannya dengan pembelajaran, guru
berusaha untuk memahami sudut pandang peserta didik terhadap suatu hal.
Guru peka terhadap perasaan orang lain dan yakin bahwa anak didik mereka
mampu untuk belajar, serta membantu peserta didik mengembangkan konsep
diri positif.
Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa
memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan
mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi
karena mereka enggan dan terpaksa serta merasa sebenarnya tidak ada alasan
penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain
hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak
akan memberikan kepuasan baginya. Untuk itu guru harus memahami perilaku
siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga
apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan
atau pandangan siswa yang ada.
Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs
berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa
siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan
sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran
itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk
memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan
menghubungkannya dengan kehidupannya.
Untuk itu guru harus memahami perilaku siswa dengan mencoba
memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah
perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa
yang ada. Combs memberikan lukisan persepsi diri dalam dunia seseorang
seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada :
a. Lingkaran kecil adalah gambaran dari persepsi diri.
b. Lingkaran besar adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu
dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya.
Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah
hal itu terlupakan.

Dalam proses  belajar, sesungguhnya ada dua hal penting menurut ahli


psikologi humanisme, yaitu :
a) Pemerolehan informasi baru
Dalam hal ini peserta didik akan lebih tertarik, jika apa yang dipelajari
akan menjadi suatu informasi yang baru baginya. Yang seperti ini akan
membuat perasaan ingin tahu yang tinggi pada diri siswa tersebut. Dimana
informasi yang baru itu haruslah relevan dan dapat diaplikasikan dengan
kehidupannya. Dikatakan relevan berarti informasi tersebut haruslah sesuai
atau tidak bertentangan dengan informasi yang sudah lama di dapatkan oleh
peserta didik sebelumnya dalam pembelajaran lain. Ini dilakukan agar tidak
terjadi perbedaan pemahaman ataupun tumpang tindih informasi yang didapat.
b) Personalisasi informasi baru

Dalam hal ini informasi baru yang diperoleh bukan merupakan hasil
transfer langsung dari pendidik kepada peserta didik, melainkan merupakan
hasil dari pencernaan dan pengolahan yang di lakukan peserta didik dari
informasi yang disampaikan oleh pendidik.

2. Aplikasi Teori Belajar Humanisme terhadap Peserta Didik


1. Peserta Didik
Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai
proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi
diri, mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan
potensi diri yang bersifat negatif.
Dalam teori pembelajaran humanisme, peserta didik akan ditempatkan
sebagai pusat atau bahan perhatian dalam aktifitas belajar. Kemudian peserta
didik juga menjadi pelaku dalam memaknai pengalaman belajarnya sendiri.
Dengan demikian, peserta didik dituntut untuk berperan aktif, kreatif dan
inisiatif. Karena siswa akan diberikan kebebasan untuk mengepresikan
kemampuan yang dimilikinya dan bukan merupakan sekedar menerima
informasi dari guru/pendidik.
2. Guru
Dalam pembelajaran humanisme, peran guru adalah menjadi fasilitator
bagi peserta didiknya dengan cara memberi motivasi dan memfasilitasi
pengalaman belajar, dengan menerapkan strategi pembelajaran yang
sesuai  terhadap kebutuhan peserta didik sehingga akan tercipta suasana yang
aktif, yang tentu diikuti dengan penyampaian yang sistematis.
Psikologi humanisme memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator.
Berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan
berbagai kualitas fasilitator. Ini merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari
beberapa (petunjuk) :
a. Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal,
situasi kelompok, atau pengalaman kelas.
b. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan
perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat
umum.
c. Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk
melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan
pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
d. Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar
yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu
mencapai tujuan mereka.
e. Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel
untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
f. Menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima
baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba
untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual maupun
bagi kelompok.
g. Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-angsur
dapat berperan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang
anggota kelompok, dan turut menyatakan pandangannya sebagai seorang
individu, seperti siswa yang lain.
h. Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya
dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan,
tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau
ditolak oleh siswa.
i. Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan
adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar.
j. Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba
untuk mengenali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.

3. Aktifitas Dalam Proses Pembelajaran


Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar.
Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :
a. Merumuskan tujuan belajar yang jelas.
b. Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat
jelas, jujur dan positif.
c. Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk
belajar atas inisiatif sendiri.
d. Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses
pembelajaran secara mandiri.
e. Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih
pilihannya sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung
resiko dari perilaku yang ditunjukkan.
f. Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran
siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk
bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
g. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya.
h. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa.

Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterapkan


pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati
nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari
keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif
dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas
kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak
terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara
bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar
aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku.
4. Bentuk-bentuk  Pendidikan Humanisme
a. Pendidikan Terbuka (Open Education)
Pendidikan terbuka adalah proses pendidikan yang memberikan
kesempatan kepada murid untuk bergerak secara bebas di sekitar kelas dan
memilih aktifitas belajar mereka sendiri. Dimana dalam hal ini guru hanya
berperan sebagai fasilitator dan motivator serta menjadi pembimbing mereka
(peserta didik) dalam belajar. Dalam proses seperti ini biasanya lingkungan
fisik kelas berbeda dengan kelas tradisional. Individu/peserta didik dalam
proses belajar tidak hanya sekedar menjadi pendengar informasi yang
disampaikan oleh pendidik. Tapi diharapkan peserta didik mampu untuk
berkreasi dan berperan aktif terhadap proses belajar. Sehingga memungkinkan
munculnya keterampilan-keterampilan atau suatu keinginan-keinginan
tertentu.
Adapun kriteria yang disyaratkan dengan pendidikan ini antara lain :
 Tersedia fasilitas yang memudahkan proses belajar.
 Tidak adanya larangan pada peserta didik untuk bergerak secara bebas di
ruang kelas, serta pengeksplorasian dari kemampuannya.
 Adanya suasana yang harmonis, penuh kasih sayang, hangat, saling
menghargai dan keterbukaan.
 Jika terjadi suatu masalah pribadi dengan peserta didik, pendidik akan
menyelesaikannya dengan jalan komunikasi secara pribadi dengan peserta
didik yang bersangkutan tanpa melibatkan kelompok atau pihak lain yang
tidak berhubungan.
 Guru mempersepsi dengan cara mengamati setiap proses yang dilalui
murid dan membuat catatan dan penilaian secara individual, hanya sedikit-
sedikit sekali diadakan tes formal.
 Adanya kesempatan untuk pertumbuhan profesional bagi guru, maksudnya
guru dapat menggunakan bantuan pihak lain seperti: asisten pengajar,
rekan kerjanya, atau sejenisnya.
 Guru menghargai kreativitas, mendorong partisipasi, dan memberikan
kebebasan dan hasil-hasil yang bersifat afektif secara lebih baik.
b. Pembelajaran Mandiri (Independent Learning)
Pembelajaran mandiri adalah proses pembelajaran yang menuntut
murid menjadi subjek yang dapat merancang, mengatur, dan mengontrol
kegiatan mereka sendiri secara bertanggung jawab. Pembelajaran mandiri juga
dapat dikatakan sebagai suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa
dapat melakukannya sendiri dan tidak tergantung pada faktor guru, teman,
atau faktor lainnya. Dalam pembelajaran model ini peran seorang pendidik
yaitu memfasilitasi, mengkomunikasikan dan mendukung siswa dalam
menggunakan keterampilan yang telah mereka miliki.
Pembelajaran mandiri juga dapat diartikan proses pembelajaran yang
mengajak siswa melakukan tindakan mandiri. Tindakan mandiri ini dirancang
untuk menghubungkan pengetahuan akademik dengan kehidupan siswa
sehari-hari sedemikian rupa untuk mencapai tujuan yang bermakna. Tujuan ini
mungkin menghasilkan hasil yang nyata. Dalam pembelajaran ini
membebaskan siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka sendiri,
sesuai dengan kecepatan belajar mereka dan sesuai dengan minat dan bakat
dalam menggunakan kecerdasan majemuk yang mereka miliki. Dalam
pelaksanaannya, proses ini cocok untuk pembelajaran ditingkat atau level
perguruan tinggi, yang mana pada level/tingkat tersebut lebih menuntut
kemandirian dari peserta didik.
3. Kelebihan dan Kelemahan Teori Belajar Humanisme dalam Pembelajaran
a) Kelebihan Teori Belajar Humanisme dalam Pembelajaran
 Dalam pembelajaran teori ini, siswa dituntut untuk berusaha agar lambat
laun mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya.
 Belajar akan lebih cepat dipahami dan dimengerti peserta didik karena
bahan yang dipelajari relevan dengan kebutuhan atau kemampuan yang
dimiliki oleh siswa.
 Kondisi belajar akan lebih partisipatif dan efektif, karena dalam teori
belajar ini siswa diberikan kebebasan untuk menggali kemampuan pada
dirinya. Sehingga kebebasan, kreativitas, dan kepercayaan diri dalam
belajar dapat ditingkatkan dengan evaluasi diri sendiri dan evaluasi dari
orang lain tidak begitu penting karena pada dasarnya merupakan
pemantapan kemampuan pada dirinya.
b) Kelemahan Teori Belajar Humanisme dalam Pembelajaran
 Dalam pembelajaran teori ini, peserta didik kesulitan dalam mengenal diri
dan potensi-potensi yang ada pada diri mereka.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam teori pembelajaran humanisme, peserta didik akan ditempatkan
sebagai pusat atau bahan perhatian dalam aktifitas belajar. Kemudian peserta didik
juga menjadi pelaku dalam memaknai pengalaman belajarnya sendiri. Dengan
demikian, peserta didik dituntut untuk berperan aktif, kreatif dan inisiatif. Karena
siswa akan diberikan kebebasan untuk mengepresikan kemampuan yang
dimilikinya dan bukan merupakan sekedar menerima informasi dari
guru/pendidik.
Dalam pembelajaran humanisme, peran guru adalah menjadi fasilitator
bagi peserta didiknya dengan cara memberi motivasi dan memfasilitasi
pengalaman belajar, dengan menerapkan strategi pembelajaran yang
sesuai  terhadap kebutuhan peserta didik sehingga akan tercipta suasana yang
aktif, yang tentu diikuti dengan penyampaian yang sistematis.
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterapkan
pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati
nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari
keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam
belajar dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.

B. Saran
Perlu adanya kajian yang lebih mendalam dan lebih luas tentang teori ini
dan aplikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Budiningsih, Asri. 2005. Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta : PT Rineka Cipta.


Karwono dan Heni Mularsih. 2010. Belajar Dan Pembelajaran Serta
Pemanfaatan Sumber Belajar. Ciputat : Cerdas Jaya.
Uno, Hamzah. 2006. Orientasi baru Dalam Psikologi Perkembangan.  Jakarta :
Bumi aksara.

Anda mungkin juga menyukai