Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH DASAR DASAR PENDIDIKAN MIPA

“TEORI BELAJAR HUMANISIK”

Disusun Oleh:
KELOMPOK 4
1. THORIQ IZZA (200105512006)
2. NUR INTAN JUNAEDI (200105511005)
3. CITRA AMELIA PUTRI (200105512003)
4. ST. NURWAHIDA FADLI (2001055100

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2021
Kata Pengantar

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, kami
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Teori Belajar Humanistik"
dengan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Dasar dasar Pendidikan MIPA.
Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang Teori Belajar
Humanistik bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Taty Sulastry, M.Si., selaku guru
Mata Kuliah Dasar dasar Pendidikan MIPA. Ucapan terima kasih juga disampaikan
kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan
kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Makassar, 22 Agustus 2021


Penulis

Kelompok 4
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ………………………………………………………………….......i


Daftar Isi ……………………………………………………………………………ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ………………………………………………………………1
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………………...…1
1.3 Tujuan …………………………………………………………………....….2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Teori Belajar Humanistik ………….…………………………….3
2.2 Tokoh-Tokoh Teori Belajar Humanistik …………………………………….4
2.3 Prinsip-Prinsip Teori Belajar Humanistik ……………………………………9
2.4 Implikasi Teori Belajar Humanistik
………………………………………….10
2.5 Aplikasi Teori Belajar Humanistik
…………………………………………..12
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
…………………………………………………………………..14
3.2 Saran …………………………………………………………………………14
Daftar Pustaka ………………………………………………………………………15
BAB I
PENDAHULUAN
 

1.1     Latar Belakang


Belajar adalah suatu proses perubahan pada diri individu yaitu perubahan
tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya. Perubahan sebagai hasil
proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk, seperti perubahan
pengetahuanya, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapanya, kemampuannya,
daya reaksinya dan daya penerimaanya.
Dalam suatu pembelajaran juga perlu didukung oleh adanya suatu teori dan
belajar, secara umum teori belajar dikelompokkan dalam empat kelompok atau aliran
meliputi: (1) Teori Belajar Behavioristik, (2) Teori Belajar Kognitif, (3) Teori
Belajar Sosial, dan (4) Teori Belajar Humanistik.
Dari keempat teori yang telah disebutkan di atas, di dalam makalah ini akan
dibahas salah satu dari teori-teori tersebut yaitu teori humanistik. Teori ini
mempelajari perilaku belajar peserta didik dan mengembangkan potensi yang ada di
dalam dirinya.
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai pemahaman tentang pengertian, tokoh-
tokoh, prinsip, implikasi, dan aplikasi dari teori humanistik ini, akan dibahas lebih
lanjut di bab selanjutnya.

1.2     Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari teori belajar humanistik?
2. Siapakah tokoh-tokoh dari teori belajar humanistik?
3. Apa sajakah prinsip-prinsip teori belajar humanistik?
4. Bagaimana implikasi dari teori belajar humanistik?
5. Seperti apa aplikasi dari teori belajar humanistik?

1.3     Tujuan
1. Mahasiswa mampu memahami apa yang dimaksud dengan teori belajar
humanistik.
2. Mengenal tokoh-tokoh dalam teori belajar humanistik.
3. Mampu memahami apa saja prinsip di dalam teori belajar humanistik.
4. Memahami pengimplikasian dari teori belajar humanistik dalam proses
belajar.
5. Mengetahui cara penerapan atau pengaplikasian teori belajar humanistik.
 

 
BAB II
PEMBAHASAN

2.1     Pengertian Teori Belajar Humanistik


Dalam teori belajar humanistik proses belajar harus berhulu dan bermuara 
pada manusia itu sendiri. Meskipun teori ini sangat menekankan pentingnya isi dari
proses belajar, dalam kenyataan teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan
dan proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan  kata lain, teori ini
lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada belajar
seperti apa adanya, seperti apa yang bisa kita amati dalam dunia keseharian. Teori
apapun dapat dimanfaatkan asal tujuan untuk “memanusiakan manusia” (mencapai
aktualisasi diri dan sebagainya) dapat tercapai.
Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar
memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus
berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-
baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang
pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk
mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal
diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan
potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Para ahli humanistik melihat adanya dua
bagian pada proses belajar, ialah :
1. Proses pemerolehan informasi baru.
2. Personalia informasi ini pada individu.
Teori humanistik sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian
ilmu filsafat, kepribadian dan psikoterapi daripada bidang kajian-kajian psikologi
dalam belajar. Teori ini sangat mementingkan obyek yang dipelajari dari pada proses
belajar tersebut.
Teori humanistik ini lebih banyak membahas tentang konsep-konsep pendidikan
untuk membentuk manusia yang dicita-citakan, dan mengenai proses belajar dalam
bentuk yang terbaik. Atau bisa dikatakan bahwa teori ini lebih tertarik pada
pengertian belajar dalam bentuknya yang paling sempurna dari pada pemahaman
mengenai proses belajar seperti yang selama ini telah dikaji berdasarkan teori-teori
belajar.
Di dalam pelaksanaannya, teori ini terlihat juga dalam pendekatan belajar
yang dikemukakan oleh Ausubel. Dia berpandangan bahwa belajar bermakna atau
yang juga tergolong dalam aliran kognitif yang mengatakan bahwa belajar adalah
asimilasi penuh makna. Materi pelajaran diasimilasikan dan dihubungkan dengan
pengetahuan yang sudah dimiliki.
Motivasi dan pengalaman emosional sangat penting dalam proses belajar,
karena tanpa motivasi dan keinginan dari pihak pelajar, tidak akan terjadi asimilasi
pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang sudah ada.
 
2.2     Tokoh-Tokoh Teori Belajar Humanistik
Tokoh penting dalam teori belajar humanistik secara teoritik antara lain adalah:
1. Arthur Combs (1912-1999)
Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak
perhatian pada dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar
yang sering digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak
bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan
mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena
mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka
harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dari
ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan
kepuasan baginya.
Untuk itu guru harus memahami perlaku siswa dengan mencoba memahami dunia
persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus
berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal
membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru
membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi
pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah
menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana
membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran
tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya.
Combs memberikan lukisan persepsi diri dan dunia seseorang seperti dua
lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu. Lingkaran kecil (1) adalah
gambaran dari persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin
jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap
perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin
mudah hal itu terlupakan.

2. Maslow
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal :
 suatu usaha yang positif untuk berkembang
 kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk
memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang
mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau
berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang
sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan
untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua
kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga
ia dapat menerima diri sendiri.
Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh
hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan
fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah
kebutuhan mendapatkan ras aman dan seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia
menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperharikan
oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan
motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum
terpenuhi.

3. Carl Rogers
Carl Rogers lahir 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinois Chicago, sebagai anak
keempat dari enam bersaudara. Semula Rogers menekuni bidang agama tetapi
akhirnya pindah ke bidang psikologi. Ia mempelajari psikologi klinis di Universitas
Columbia dan mendapat gelar Ph.D pada tahun 1931, sebelumnya ia telah merintis
kerja klinis di Rochester Society untuk mencegah kekerasan pada anak.
Gelar profesor diterima di Ohio State tahun 1960. Tahun 1942, ia menulis buku
pertamanya, Counseling and Psychotherapy dan secara bertahap mengembangkan
konsep Client-Centerd Therapy. Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu:
1. Kognitif (kebermaknaan)
2. Experiential ( pengalaman atau signifikansi)
Guru menghubungan pengetahuan akademik ke dalam pengetahuan terpakai seperti
memperlajari mesin dengan tujuan untuk memperbaikai mobil. Experiential Learning
menunjuk pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas belajar
experiential learning mencakup : keterlibatan siswa secara personal, berinisiatif,
evaluasi oleh siswa sendiri, dan adanya efek yang membekas pada siswa.
Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru
memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:
1. Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa
tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
2. Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya.
Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide
baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
3. Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide
baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
4. Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang
proses.

4. Kolb
Menurut Kolb dikutip dari UNI, 2008:15 (Thobroni, Muhammad dan Alif
Mustofa, 2011: 159-160) membagi tahapan belajar menjadi empat tahap, yaitu
sebagai berikut:
1. Tahap pengalaman konkret
Pada tahap paling dini dalam proses belajarm seorang siswa hanya mampu sekedar
ikut mengalami suatu kejadian. Dia belum mampu memiliki kesadaraan tentang
hakikat kejadian tersebut. Dia pun belum mengerti bagaimana dan mengapa suatu
kejadian harus terjadi seperti itu.
2. Pengalaman aktif dan reflektif
Pada tahap kedua, siswa mulai mampu mengadakan observasi terhadap suatu
kejadian      dan mulai berusaha memikirkan dan memahaminya.
3. Konsepualisasi
Pada tahap ketiga, siswa mulai belajar membuat abstraksi atau teori tentang suatu hal
yang pernah diamatinya. Siswa diharapkan mampu membuat aturan-aturan umum
(generalisasi) dari berbagai contoh kejadian yang meskipun tampak berbeda-beda
mempunyai aturan yang sama.
4. Eksperimentasi aktif
Pada tahap akhir, siswa mampu mengaplikasi suatu aturan umum ke situasi yang
baru. Misalnya, dalam matematika, asal-usul sebuah rumus. Akan tetapi, ia juga
mampu memaknai rumus tersebut untuk memecahkan masalah yang belum pernah ia
temui sebelumnya. Menurut kolb, sistem belajar semacam ini terjadi secara
berkesinambungan dan berlangsung tanpa disadari siswa.
1. Honey Dan Mumford
Berdasarkan teori kolb, Honey dan Mmford dikutip dari UNI, 2008: 16
(Thobroni, Muhammad dan Alif Mustofa, 2011: 160-161) membuat
penggolongan siswa menjadi empat macam, yaitu tipe siswa aktivis, reflektot,
teoretis dan pragmatis.
1. Tipe siswa aktivis bercirikan mereka yang suka melibatkan diri pada
pengalaman-pengalaman baru. Mereka cendrung berpikiran terbuka dan
mudah diajak berdialog. Namun, siswa semacam ini biasanya kurang skeptik
terhadap sesuatu. Kadang, identik dengan sifat mudah percaya. Dalam proses
belajar, mereka menyukai metode yang mampu mendorong seseorang
menemukan hal-hal barum seperti brainstrorming atau problem solving. Akan
tetapi, mereka akan cepat merasa bosan dengan hal-hal yang memerlukan
waktu lam dalam implementasi.
2. Tipe siswa reflektor adalah sebaliknya. Mereka cendrung sangat berhati-hati
mengambil langkah. Dalam proses pengambilan keputusa, siswa tipe ini
cenderung konservatif, yaiutu mereka lebih suka menimbang-nimbang secara
cermat, baik buruk suatu keputusan.
3. Tipe siswa teoretis biasanya sangat kritis, senang menganalisis, dan tidak
menyukai pendapat atau penilaian yang sifatnya sangat subjektif. Bagi
mereka, berpikir secara rasional adalah sesuatu yang penting. Mereka juga
biasanya sangat skeptik dan tidak menyukai hal-hal yang bersifat spekulatif.
4. Tipe siswa pragmatis biasanya menaruh perhatian besar pada aspek-aspek
praktis dari segala hal. Siswa tipe ini suka berlarut-berlarut dalam membahas
aspek teoretis filosofis tertentu.
5. Hebermas
Ahli psikologis lainnya adalah hebermas yang dalam pandangannya bahwa
belajar sangat dipengaruhi oleh interaksi, baik dengan lingkungan maupun dengan
sesama manusia. Dengan asumsi ini, hebermas mengelompokkan tipe belajar
menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut.
1. Belajar teknis (Technical Learning) Dalam belajar teknis, siswa belajar
bagaimana berinteraksi dengan alam sekelilingnya. Mereka berusaha
menguasai dan mengelola alam dengan cara mempelajari keterampilan dan
pengetahuan yang dibutuhkan untuk itu.

2. Belajar praktis (practical learning)

Dalam belajar praktis, siswa juga belajar juga belajar interaksi. Akan tetapi, pada
tahap ini lebih dipentingkan adalah interaksi antara dirinya dan orang-orang di
sekelilingnya.

3. Belajar emansipatoris (emancipatoris learning)

Dalam tahap ini, siswa berusaha mencapai pemahaman, kesadaran yang sebaik
mungkin tentang perubahan kultural dari suatu lingkungan.

2.3     Prinsip-Prinsip Teori Belajar Humanistik


Dalam buku Freedom To Learn karya Carl Rogers (Soemanto, 2006:139-
140), ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip dasar humanistik yang penting
diantaranya ialah :
1. Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
2. Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid
mempunyai relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
3. Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya
sendiri diangap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
4. Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan
diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
5. Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh
dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
6. Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
7. Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut
bertanggungjawab terhadap proses belajar itu.
8. Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik
perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang
mendalam dan lestari.
9. Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah
dicapai terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik
dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang
penting.
10. Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah
belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus
terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai
proses perubahan itu.
 
2.4     Implikasi Teori Belajar Humanistik
1. Guru sebagai fasilitator
Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator yang berikut ini
adalah sebagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berkualitas fasilitator.
1. Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal,
situasi kelompok, atau pengalaman kelas
2. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan
perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat
umum.
3. Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk
melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan
pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
4. Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang
paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai
tujuan mereka.
5. Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk
dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
6. Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan
menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan
mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual
ataupun bagi kelompok.
7. Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur
dapat berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang
anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang
individu, seperti siswa yang lain.
8. Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan
juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi
sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh
siswa.
9. Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan
adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar
10. Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk
menganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.
11. Guru mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk
melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya sebagai kekuatan
pendorong yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
12. Guru mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar
yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu
mencapai tujuan mereka.
13. Guru menempatkan dirinya sebgai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat
dimanfaatkan oleh kelompok
14. Guru mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasannya dan
juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksanakan tetapi
sebagi andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa.
Salah satu model pendidikan terbuka mencakup konsep mengajar guru yang
fasilitatif yang dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck pada tahun
1975 mengenai kemampuan para guru untuk menciptakan kondidi yang mendukung
yaitu empati, penghargaan dan umpan balik positif. Ciri-ciri guru yang fasilitatif
adalah :
1. Merespon perasaan siswa
2. Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah
dirancang
3. Berdialog dan berdiskusi dengan siswa
4. Menghargai siswa
5. Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
6. Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan
kebutuhan segera dari siswa.
7. Tersenyum pada siswa
Dari penelitian itu diketahui guru yang fasilitatif mengurangi angka bolos siswa,
meningkatkan angka konsep diri siswa, meningkatkan upaya untuk meraih prestasi
akademik termasuk pelajaran bahasa dan matematika yang kurang disukai,
mengurangi tingkat problem yang berkaitan dengan disiplin dan mengurangi
perusakan pada peralatan sekolah, serta siswa menjadi lebih spontan dan
menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi.
 
2.5     Aplikasi Teori Belajar Humanistik
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses
pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam
pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para peserta didik
sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam
kehidupan peserta didik. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada peserta
didik dan mendampingi peserta didik untuk memperoleh tujuan (Sumanto, 1998:
235).
Peserta didik berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai
proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan peserta didik memahami potensi
diri, mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri
yang bersifat negatif.
Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun
proses yang umumnya dilalui adalah :
1. Merumuskan tujuan belajar yang jelas
2. Mengusahakan partisipasi aktif peserta didik melalui kontrak belajar yang
bersifat jelas , jujur dan positif.
3. Mendorong peserta didik untuk mengembangkan kesanggupan peserta didik
untuk belajar atas inisiatif sendiri.
4. Mendorong peserta didik untuk peka berpikir kritis, memaknai proses
pembelajaran secara mandiri.
5. Peserta didik di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih
pilihannya sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko
dari perilaku yang ditunjukkan.
6. Guru menerima peserta didik apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran
peserta didik, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong peserta didik
untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
7. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya.
8. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi peserta
didik. (Mulyati, 2005: 182)
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini tepat untuk diterapkan. Keberhasilan
aplikasi ini adalah peserta didik merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar
dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Peserta
didik diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat
orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa
mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin atau etika
yang berlaku.
 

BAB III
PENUTUP
 
3.1     Simpulan
1. Teori belajar humanistik adalah suatu teori dalam pembelajaran yang
mengedepankan bagaimana memanusiakan manusia serta peserta didik
mampu mengembangkan potensi dirinya.
2. Tokoh-tokoh dari teori humanistik ini antara lain : Arthur Combs, Maslow,
Carl Rogers, Kolb, Honey dan Mumford, dan Hebermas.
3. Salah satu prinsip teori belajar humanistik adalah bahwa manusia itu
mempunyai kemampuan belajar secara alami. Artinya, seseorang secara
alamiah memiliki rasa ingin tahu dan keinginan yang mendalam untuk
mengeksplorasi terhadap dunianya.
4. Implikasi dari teori belajar humanistik salah satunya guru sebagai fasilitator.
Guru yang fasilitatif mengurangi angka bolos siswa, meningkatkan angka
konsep diri siswa, meningkatkan upaya untuk meraih prestasi akademik, dan
sebagainya.
5. Penerapan atau aplikasi teori belajar humanistik ini tercermin dari peserta
didik yang berperan sebagai pelaku utama yang memaknai proses
pengalaman belajarnya sendiri, sedangkan guru sebagai fasilitator
(pendamping) dan motivator.
 
3.2     Saran
          Dari makalah kami ini, kami berharap para pembaca mampu
memanfaatkannya sebagai sumber belajar untuk menambah wawasan dan
pengetahuan. Dan tak lupa kritik, masukan, saran, dalam bentuk apapun sangat kami
hargai agar kedepannya penulisan makalah kami menjadi lebih baik.
 

DAFTAR PUSTAKA
 
https://id.wikipedia.org/wiki/Humanistik
https://mihwanuddin.wordpress.com/2011/09/19/toeri-belajar-humanistik-
pengertian-teori-belajar-humanistik-tokoh-teori-belajar-humanistik-prinsip-
dalam-teori-belajar-humanistik-aplikasi-teori-belajar-humanistik-implikasi-
teori-belajar-humani/
http://www.academia.edu/8231265/MAKALAH_TEORI_PEMBELAJARAN_HUM
ANISME_Diajukan_untuk_memenuhi_tugas_matakuliah_Belajar_dan_Pemb
elajaran

Anda mungkin juga menyukai