Disusun Oleh:
KELOMPOK 4
1. THORIQ IZZA (200105512006)
2. NUR INTAN JUNAEDI (200105511005)
3. CITRA AMELIA PUTRI (200105512003)
4. ST. NURWAHIDA FADLI (2001055100
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2021
Kata Pengantar
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, kami
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Teori Belajar Humanistik"
dengan tepat waktu.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Dasar dasar Pendidikan MIPA.
Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang Teori Belajar
Humanistik bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Taty Sulastry, M.Si., selaku guru
Mata Kuliah Dasar dasar Pendidikan MIPA. Ucapan terima kasih juga disampaikan
kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan
kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Kelompok 4
DAFTAR ISI
1.3 Tujuan
1. Mahasiswa mampu memahami apa yang dimaksud dengan teori belajar
humanistik.
2. Mengenal tokoh-tokoh dalam teori belajar humanistik.
3. Mampu memahami apa saja prinsip di dalam teori belajar humanistik.
4. Memahami pengimplikasian dari teori belajar humanistik dalam proses
belajar.
5. Mengetahui cara penerapan atau pengaplikasian teori belajar humanistik.
BAB II
PEMBAHASAN
2. Maslow
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal :
suatu usaha yang positif untuk berkembang
kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk
memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang
mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau
berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang
sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan
untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua
kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga
ia dapat menerima diri sendiri.
Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh
hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan
fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah
kebutuhan mendapatkan ras aman dan seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia
menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperharikan
oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan
motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum
terpenuhi.
3. Carl Rogers
Carl Rogers lahir 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinois Chicago, sebagai anak
keempat dari enam bersaudara. Semula Rogers menekuni bidang agama tetapi
akhirnya pindah ke bidang psikologi. Ia mempelajari psikologi klinis di Universitas
Columbia dan mendapat gelar Ph.D pada tahun 1931, sebelumnya ia telah merintis
kerja klinis di Rochester Society untuk mencegah kekerasan pada anak.
Gelar profesor diterima di Ohio State tahun 1960. Tahun 1942, ia menulis buku
pertamanya, Counseling and Psychotherapy dan secara bertahap mengembangkan
konsep Client-Centerd Therapy. Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu:
1. Kognitif (kebermaknaan)
2. Experiential ( pengalaman atau signifikansi)
Guru menghubungan pengetahuan akademik ke dalam pengetahuan terpakai seperti
memperlajari mesin dengan tujuan untuk memperbaikai mobil. Experiential Learning
menunjuk pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas belajar
experiential learning mencakup : keterlibatan siswa secara personal, berinisiatif,
evaluasi oleh siswa sendiri, dan adanya efek yang membekas pada siswa.
Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru
memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:
1. Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa
tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
2. Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya.
Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide
baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
3. Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide
baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
4. Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang
proses.
4. Kolb
Menurut Kolb dikutip dari UNI, 2008:15 (Thobroni, Muhammad dan Alif
Mustofa, 2011: 159-160) membagi tahapan belajar menjadi empat tahap, yaitu
sebagai berikut:
1. Tahap pengalaman konkret
Pada tahap paling dini dalam proses belajarm seorang siswa hanya mampu sekedar
ikut mengalami suatu kejadian. Dia belum mampu memiliki kesadaraan tentang
hakikat kejadian tersebut. Dia pun belum mengerti bagaimana dan mengapa suatu
kejadian harus terjadi seperti itu.
2. Pengalaman aktif dan reflektif
Pada tahap kedua, siswa mulai mampu mengadakan observasi terhadap suatu
kejadian dan mulai berusaha memikirkan dan memahaminya.
3. Konsepualisasi
Pada tahap ketiga, siswa mulai belajar membuat abstraksi atau teori tentang suatu hal
yang pernah diamatinya. Siswa diharapkan mampu membuat aturan-aturan umum
(generalisasi) dari berbagai contoh kejadian yang meskipun tampak berbeda-beda
mempunyai aturan yang sama.
4. Eksperimentasi aktif
Pada tahap akhir, siswa mampu mengaplikasi suatu aturan umum ke situasi yang
baru. Misalnya, dalam matematika, asal-usul sebuah rumus. Akan tetapi, ia juga
mampu memaknai rumus tersebut untuk memecahkan masalah yang belum pernah ia
temui sebelumnya. Menurut kolb, sistem belajar semacam ini terjadi secara
berkesinambungan dan berlangsung tanpa disadari siswa.
1. Honey Dan Mumford
Berdasarkan teori kolb, Honey dan Mmford dikutip dari UNI, 2008: 16
(Thobroni, Muhammad dan Alif Mustofa, 2011: 160-161) membuat
penggolongan siswa menjadi empat macam, yaitu tipe siswa aktivis, reflektot,
teoretis dan pragmatis.
1. Tipe siswa aktivis bercirikan mereka yang suka melibatkan diri pada
pengalaman-pengalaman baru. Mereka cendrung berpikiran terbuka dan
mudah diajak berdialog. Namun, siswa semacam ini biasanya kurang skeptik
terhadap sesuatu. Kadang, identik dengan sifat mudah percaya. Dalam proses
belajar, mereka menyukai metode yang mampu mendorong seseorang
menemukan hal-hal barum seperti brainstrorming atau problem solving. Akan
tetapi, mereka akan cepat merasa bosan dengan hal-hal yang memerlukan
waktu lam dalam implementasi.
2. Tipe siswa reflektor adalah sebaliknya. Mereka cendrung sangat berhati-hati
mengambil langkah. Dalam proses pengambilan keputusa, siswa tipe ini
cenderung konservatif, yaiutu mereka lebih suka menimbang-nimbang secara
cermat, baik buruk suatu keputusan.
3. Tipe siswa teoretis biasanya sangat kritis, senang menganalisis, dan tidak
menyukai pendapat atau penilaian yang sifatnya sangat subjektif. Bagi
mereka, berpikir secara rasional adalah sesuatu yang penting. Mereka juga
biasanya sangat skeptik dan tidak menyukai hal-hal yang bersifat spekulatif.
4. Tipe siswa pragmatis biasanya menaruh perhatian besar pada aspek-aspek
praktis dari segala hal. Siswa tipe ini suka berlarut-berlarut dalam membahas
aspek teoretis filosofis tertentu.
5. Hebermas
Ahli psikologis lainnya adalah hebermas yang dalam pandangannya bahwa
belajar sangat dipengaruhi oleh interaksi, baik dengan lingkungan maupun dengan
sesama manusia. Dengan asumsi ini, hebermas mengelompokkan tipe belajar
menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut.
1. Belajar teknis (Technical Learning) Dalam belajar teknis, siswa belajar
bagaimana berinteraksi dengan alam sekelilingnya. Mereka berusaha
menguasai dan mengelola alam dengan cara mempelajari keterampilan dan
pengetahuan yang dibutuhkan untuk itu.
Dalam belajar praktis, siswa juga belajar juga belajar interaksi. Akan tetapi, pada
tahap ini lebih dipentingkan adalah interaksi antara dirinya dan orang-orang di
sekelilingnya.
Dalam tahap ini, siswa berusaha mencapai pemahaman, kesadaran yang sebaik
mungkin tentang perubahan kultural dari suatu lingkungan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
1. Teori belajar humanistik adalah suatu teori dalam pembelajaran yang
mengedepankan bagaimana memanusiakan manusia serta peserta didik
mampu mengembangkan potensi dirinya.
2. Tokoh-tokoh dari teori humanistik ini antara lain : Arthur Combs, Maslow,
Carl Rogers, Kolb, Honey dan Mumford, dan Hebermas.
3. Salah satu prinsip teori belajar humanistik adalah bahwa manusia itu
mempunyai kemampuan belajar secara alami. Artinya, seseorang secara
alamiah memiliki rasa ingin tahu dan keinginan yang mendalam untuk
mengeksplorasi terhadap dunianya.
4. Implikasi dari teori belajar humanistik salah satunya guru sebagai fasilitator.
Guru yang fasilitatif mengurangi angka bolos siswa, meningkatkan angka
konsep diri siswa, meningkatkan upaya untuk meraih prestasi akademik, dan
sebagainya.
5. Penerapan atau aplikasi teori belajar humanistik ini tercermin dari peserta
didik yang berperan sebagai pelaku utama yang memaknai proses
pengalaman belajarnya sendiri, sedangkan guru sebagai fasilitator
(pendamping) dan motivator.
3.2 Saran
Dari makalah kami ini, kami berharap para pembaca mampu
memanfaatkannya sebagai sumber belajar untuk menambah wawasan dan
pengetahuan. Dan tak lupa kritik, masukan, saran, dalam bentuk apapun sangat kami
hargai agar kedepannya penulisan makalah kami menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Humanistik
https://mihwanuddin.wordpress.com/2011/09/19/toeri-belajar-humanistik-
pengertian-teori-belajar-humanistik-tokoh-teori-belajar-humanistik-prinsip-
dalam-teori-belajar-humanistik-aplikasi-teori-belajar-humanistik-implikasi-
teori-belajar-humani/
http://www.academia.edu/8231265/MAKALAH_TEORI_PEMBELAJARAN_HUM
ANISME_Diajukan_untuk_memenuhi_tugas_matakuliah_Belajar_dan_Pemb
elajaran