Anda di halaman 1dari 18

TEORI HUMANISTIK

Kelompok 05
Makalah
Disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah :
Dasar-dasar pemahaman tingkah laku
Dosen pengampu :
Dr. Laila Maharani , M.Pd

Disusun Oleh :
Ainun Muthmainah ( 2111080101 )
Ajeng Adinda Maulani ( 2111080102 )
Andre Azara ( 2111080008 )

BIMBINGAN KONSELING PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
TAHUN PELAJARAN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan pada
penulis untuk menyelesaikan makalah ini.Shalawat serta salam tercurahkan bagi
Baginda Agung Rasulullah SAW. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Teori Humanistik, Makalah teori
humanistik disusun untuk memenuhi tugas dasar-dasar Pemahaman tingkah
laku .Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan
Untuk para pembaca.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak
yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.Mohon maaf apabila ada
kesalahan penulisan kata.Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan
saran Ibu Dr. Laila Maharani, M.Pd sebagai sarana memperbaiki makalah ini.

Bandar Lampung, Oktober 2021

Penulis
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4
1.1. Latar belakang...............................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah.........................................................................................5
1.3. Tujuan............................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................6
2.1. Pengertian......................................................................................................6
2.2. Tokoh teori humanistik.................................................................................7
2.3. Prinsip-prinsip dalam teori humanistik.......................................................12
2.4. implikasi dan aplikasi teori belajar humanistik...........................................15
BAB III PENUTUP..............................................................................................17
3.1. Kesimpulan..................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................18
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang

Dalam dunia pendidikan terdapat dua komponen pokok yang harus jelas
tentang keberadaanya, yaitu siswa dan guru. Suatu proses pembelajaran tidak akan
berkembang jika hanya ada guru saja tanpa adanya murid, dan begitupula jika
kebradaan murid dalam proses pembelajaran tanpa didampingi oleh gurunya maka
tidak akan berkembang proses pendidikan tersebut.Belajar memegang peranan
penting di dalam perkembangan, kebiasaan, sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian,
dan persepsi manusia. Kemudian tingkat kepribadian siswa yang
bermacammacam, ada yang baik, kasar, malas, pintar, manja, bodoh, nakal dan
lain sebagainya merupakan isyarat bagi guru untuk dapat mendekati siswanya.
Belajar merupakan suatu proses usaha sadar yang dilakukan oleh individu untuk
suatu perubahan yang lebih baik dan berlangsung sepanjang hidup manusia. Oleh
karena itu untuk mengetahui bagaimana keadaan Psikologi siswa dalam proses
pembelajaran harus dilakukan beberapa pendekatan. Sehingga setelah kita
mengetahui kondisi psikologi peserta didik, kita selaku calon guru dapat
mempersiapkan dan memilih metode yang tepat dalam menyampaikan suatu mata
pelajaran ketika diberi kesempatan untuk terlibat dalam proses belajar mengajar.
Terdapat banyak teori yang digunakan dalam proses pembelajaran, beberapa di
antaranya yaitu teoti belajar humanistik dan teori belajar sosial. Pada hakikatnya
kedua teori ini berkembang dari aliran psikologi dan sosial yang kemudian
berpengaruh terhadap arah pengembangan teori, praktek pendidikan, dan
pembelajaran yang dikenal sebagai aliran humanistik.
1.2. Rumusan Masalah

1.Apa pengertian teori humanistik?

2.Siapakah tokoh teori humanistik?

3.Apa saja prinsip-prinsip dalam teori humanistik?

4.Apa implikasi dan aplikasi teori belajar humanistik?

1.3. Tujuan

1.Untuk mengetahui pengertian teori humanistik

2.Untuk mengetahui tokoh teori humanistik

3..Untuk mengetahui prinsip-prinsip teori humanistik

4.Untuk mengetahui implikasi dan aplikasi teori belajar humanistik 


BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian

Secara luas definisi teori belajar humanisitk ialah sebagai aktivitas jasmani
dan rohani guna memaksimalkan proses perkembangan. Sedangkan secara sempit
pembelajaran diartikan sebagai upaya menguasai khazanah ilmu pengetahuan
sebagai rangkaian pembentukan kepribadian secara menyeluruh. Pertumbuhan
yang bersifat jasmaniyah tidak memberikan perkembangan tingkah laku.
Perubahan atau perkembangan hanya disebabkan oleh proses pembelajaran seperti
perubahan habit atau kebiasaan, berbagai kemampuan dalam hal pengetahuan,
sikap maupun keterampilan.

Dalam pandangan humanism, manusia memegang kendali terhadap


kehidupan dan perilaku mereka, serta berhak untuk mengembangkan sikap dan
kepribadian mereka. Masih dalam pandangan humanism, belajar bertujuan untuk
menjadikan manusia selayaknya manusia, keberhasilan belajar ditandai bila
peserta didik mengenali dirinya dan lingkungan sekitarnya dengan baik. Peserta
didik dihadapkan pada target untuk mencapai tingkat aktualisasi diri semaksimal
mungkin. Teori humanistic berupaya mengerti tingkah laku belajar menurut
pandangan peserta didik dan bukan dari pandangan pengamat.

Humanisme meyakini pusat belajar ada pada peserta didik dan pendidik
berperan hanya sebagai fasilitator. Sikap serta pengetahuan merupakan syarat
untuk mencapai tujuan pengaktualisasian diri dalam lingkungan yang mendukung.
Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang spesial, mereka mempunyai potensi
dan motivasi dalam pengembangan diri maupun perilaku, oleh karenanya setiap
individu adalah merdeka dalam upaya pengembangan diri serta
pengaktualisasiannya.
2.2. Tokoh teori humanistik

1.Arthur Combs (1912-1999) Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967)

Mereka mencurahkan banyak perhatian pada dunia pendidikan. Meaning


(makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering digunakan. Belajar terjadi bila
mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak
disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika
atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan
merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya.
Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dati ketidakmampuan seseorang
untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya. Untuk
itu guru harus memahami perlaku siswa dengan mencoba memahami dunia
persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus
berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal
membedakan seseorang dari yang lain.

Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan


berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan
disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi
pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk
memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan
menghubungkannya dengan kehidupannya. Combs memberikan lukisan persepsi
dir dan dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat
pada satu. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan
besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi
diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang
mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.
2. Abraham H. Maslow (selanjutnya ditulis Maslow)

Adalah tokoh yang menonjol dalam psikologi humanistik. Karyanya di


bidang pemenuhan kebutuhan berpengaruh sekali terhadap upaya memahami
motivasi manusia. Sebagian dari teorinya yang penting didasarkan atas asumsi
bahwa dalam diri manusia terdapat dorongan positif untuk tumbuh dan kekuatan-
kekuatan yang melawan atau menghalangi pertumbuhan (Rumini, dkk. 1993).

Maslow berpendapat, bahwa manusia memiliki hierarki kebutuhan yang


dimulai dari kebutuhan jasmaniah-yang paling asasi- sampai dengan kebutuhan
tertinggi yakni kebutuhan estetis. Kebutuhan jasmaniah seperti makan, minum,
tidur dan sex menuntut sekali untuk dipuaskan. Apabila kebutuhan ini terpuaskan,
maka muncullah kebutuhan keamanan seperti kebutuhan kesehatan dan kebutuhan
terhindar dari bahaya dan bencana. Berikutnya adalah kebutuhan untuk memiliki
dan cinta kasih, seperti dorongan untuk memiliki kawan dan berkeluarga,
kebutuhan untuk menjadi anggota kelompok, dan sebagainya. Ketidakmampuan
memenuhi kebutuhan ini dapat mendorong seseorang berbuat lain untuk
memperoleh pengakuan dan perhatian, misalnya dia menggunakan prestasi
sebagai pengganti cinta kasih. Berikutnya adalah kebutuhan harga diri, yaitu
kebutuhan untuk dihargai, dihormati, dan dipercaya oleh orang lain.

Apabila seseorang telah dapat memenuhi semua kebutuhan yang


tingkatannya lebih rendah tadi, maka motivasi lalu diarahkan kepada terpenuhinya
kebutuhan aktualisasi diri, yaitu kebutuhan untuk mengembangkan potensi atau
bakat dan kecenderungan tertentu. Bagaimana cara aktualisasi diri ini tampil,
tidaklah sama pada setiap orang. Sesudah kebutuhan ini, muncul kebutuhan untuk
tahu dan mengerti, yakni dorongan untuk mencari tahu, memperoleh ilmu dan
pemahaman. Sesudahnya, Maslow berpendapat adanya kebutuhan estetis, yakni
dorongan keindahan, dalam arti kebutuhan akan keteraturan, kesimetrisan dan
kelengkapan.
3. Carl R. Rogers

Adalah seorang ahli psikologi humanistik yang gagasan-gagasannya


berpengaruh terhadap pikiran dan praktek psikologi di semua bidang, baik klinis,
pendidikan, dan lain-lain. Lebih khusus dalam bidang pendidikan, Rogers
mengutarakan pendapat tentang prinsip-prinsip belajar yang humanistik, yang
meliputi hasrat untuk belajar, belajar yang berarti, belajar tanpa ancaman, belajar
atas inisiatif sendiri, dan belajar untuk perubahan (Rumini,dkk. 1993).

Salah satu ranah ketika ide Rogers masih terus memiliki banyak pengaruh
adalah dalam peraihan tujuan. Menetapkan dan meraih tujuan adalah suatu cara
manusia untuk mengatur kehidupannya supaya dapat memberikan hasil yang
diinginkan dan menambah arti pada kegiatan sehari-hari. Menetapkan tujuan
merupakan hal yang mudah, namun menetapkan tujuan yang tepat dapat menjadi
lebih sulit daripada kelihatannya.

Menurut Rogers, penyebab dari kecemasan psikologis adalah


inkongruensi, atau saat diri ideal seseorang tidak cukup bertumpukan dengan
konsep dirinya, dan inkongruensi, atau pada saat diri ideal seorang individu tidak
cukup untuk berpijak terhadap konsep dirinya, dan inkongruensi ini dapat
dipresentasikan melalui tujuan-tujuan yang seseorang pilih untuk diraihnya.
Sebagai contoh meraih tujuan untuk berhasil dalam bidang biologi, tetapi bahkan
tidak menyukai biologi ataupun membutuhkan keberhasilan tersebut untuk
mencapai tujuannya menjadi seorang arsitek. Terdapat kemungkinan bahwa orang
tua dari orang tersebut adalah ahli biologi dan selama ini ia diharapkan akan
melakukan hal yang sama walaupun merasa bahwa arsitektur lebih menyenangkan
dan memuaskan
4 Aldous Huxley

Manusia memiliki banyak potensi yang selama ini banyak terpendam dan
disia-siakan. Pendidikan diharapkan mampu membantu manusia dalam
mengembangkan potensi-potensi tersebut, oleh karena itu kurikulum dalam proses
pendidikan harus berorientasi pada pengembangan potensi, dan ini melibatkan
semua pihak, seperti guru, murid maupun para pemerhati ataupun peneliti dan
perencana pendidikan. Huxley (Roberts, 1975) menekankan adanya pendidikan
non-verbal yang juga harus diajarkan kepada siswa. Pendidikan non verbal bukan
berwujud pelajaran senam, sepak bola, bernyanyi ataupun menari, melainkan hal-
hal yang bersifat diluar materi pembelajaran, dengan tujuan menumbuhkan
kesadaran seseorang. Proses pendidikan non verbal seyogyanya dimulai sejak usia
dini sampai tingkat tinggi. Betapapun, agar seseorang bisa mengetahui makna
hidup dalam kehidupan yang nyata, mereka harus membekali dirinya dengan
suatu kebijakan hidup, kreativitas dan mewujudkannya dengan langkah-langkah
yang bijaksana. Dengan cara ini seseorang akan mendapatkan kehidupan yang
nikmat dan penuh arti. Berbekal pendidikan non verbal, seseorang akan memiliki
banyak strategi untuk lebih tenang dalam menapaki hidup karena memiliki
kemampuan untuk menghargai setiap pengalaman hidupnya dengan lebih
menarik. Akhirnya apabila setiap manusia memiliki kemampuan ini, akan menjadi
sumbangan yang berarti bagi kebudayaan dan moral kemanusiaan
5. David Mills dan Stanley Scher

Ilmu Pengetahuan Alam selama bertahun-tahun hanya dibahas dan


dipelajari secara kognitif semata, yakni sebagai akumulasi dari fakta-fakta dan
teori-teori. Padahal, bagaimanapun, praktek dari ilmu pengetahuan selalu
melibatkan elemen-elemen afektif yang meliputi adanya kebutuhan akan
pengetahuan, penggunaan intuisi dan imajinasi dalam usaha-usaha kreatif,
pengalaman yang menantang, frustasi, dan lain-lain. Berdasarkan fenomena
tersebut, David Mills dan Stanley Scher (Roberts, 1975) mengajukan konsep
pendidikan terpadu, yakni proses pendidikan yang mengikutsertakan afeksi atau
perasaan murid dalam belajar. Metode afektif yang melibatkan perasaan telah
bisaa diterapkan pada murid-murid untuk pelajaran IPS, Bahasa dan Seni.
Sebetulnya ahli yang memulai merintis usaha ini adalah George Brown, namun
kedua ahli ini kemudia mencoba melakukan riset yang bertujuan menemukan
aplikasi yang lebih real dalam usaha tersebut. Penggunaan pendekatan terpadu ini
dilakukan dalam pembelajaran IPA, pendidikan bisnis dan bahkan otomotif.
Pendekatan terpadu atau FRQÁXHQW DSSURDFK merupakan sintesa dari
Psikologi Humanistik –khususnya Terapi Gestalt- dan pendidikan, yang
melibatkan integrasi elemen-elemen afektif dan kognitif dalam proses belajar.
Elemen kognitif menunjuk pada berpikir, kemampuan verbal, logika, analisa,
rasio dan cara-cara intelektual, sedangkan elemen afektif menunjuk pada
perasaan, caracara memahami yang melibatkan gambaran visual-spasial, fantasi,
persepsi keseluruhan, metaphor, intuisi, dan lain-lain.
2.3. Prinsip-prinsip dalam teori humanistik

1. Open Education atau Pendidikan Terbuka

Pendidikan Terbuka adalah proses pendidikan yang memberikan


kesempatan kepada murid untuk bergerak secara bebas di sekitar kelas dan
memilih aktivitas belajar mereka sendiri. Guru hanya berperan sebagai
pembimbing. Ciri utama dari proses ini adalah lingkungan fisik kelas yang
berbeda dengan kelas tradisional, karena murid bekerja secara individual atau
dalam kelompok-kelompok kecil. Dalam proses ini mensyaratkan adanya pusat-
pusat belajar atau pusat-pusat kegiatan di dalam kelas yang memungkinkan murid
mengeksplorasi bidang-bidang pelajaran, topik-topik, ketrampilanketrampilan
atau minat-minat tertentu. Pusat ini dapat memberikan petunjuk untuk
mempelajari suatu topik tanpa hadirnya guru dan dapat mencatat partisipasi dan
kemajuan murid untuk nantinya dibicarakan dengan guru (Rumini, 1993).

2. Cooperative Learning atau Belajar Kooperatif

Belajar kooperatif merupakan fondasi yang baik untuk meningkatkan


dorongan berprestasi murid. Dalam prakteknya, belajar kooperatif memiliki tiga
karakteristik :

a. Murid bekerja dalam tim-tim belajar yang kecil (4 – 6 orang anggota), dan
komposisi ini tetap selama beberapa minggu.

b. Murid didorong untuk saling membantu dalam mempelajari bahan yang bersifat
akademik dan melakukannya secara berkelompok.

c. Murid diberi imbalan atau hadiah atas dasar prestasi kelompok.


3. Independent Learning (Pembelajaran Mandiri)

Pembelajaran Mandiri adalah proses pembelajaran yang menuntut murid


menjadi subjek yang harus merancang, mengatur dan mengontrol kegiatan mereka
sendiri secara bertanggung jawab. Proses ini tidak bergantung pada subjek
maupun metode instruksional, melainkan kepada siapa yang belajar (murid),
mencakup siapa yang memutuskan tentang apa yang akan dipelajari, siapa yang
harus mempelajari sesuatu hal, metode dan sumber apa saja yang akan digunakan,
dan bagaimana cara mengukur keberhasilan upaya belajar yang telah dilaksanakan
(Lowry, dalam Harsono, 2007).

Dalam pelaksanaannya, proses ini cocok untuk pembelajaran di tingkat


atau level perguruan tinggi, karena menuntut kemandirian yang tinggi dari peserta
didik. Di sini pendidik beralih fungsi menjadi fasilitator proses belajar, bukan
sebagai penentu proses belajar. Meski demikian, pendidik harus siap untuk
menjadi tempat bertanya dan bahkan diharapkan pendidik betul-betul ahli di
bidang yang dipelajari peserta.

Agar tidak terjadi kesenjangan hubungan antara peserta dan pendidik,


perlu dilakukan negosiasi dalam perancangan pembelajaran secara keseluruhan
(Harsono, 2007). Perancangan pembelajaran ini merupakan alat yang fleksibel
tetapi efektif untuk membantu peserta didik dalam penentuan tujuan belajar secara
individual. Tanggung jawab peserta didik dan pengajar harus dibuat secara
eksplisit dalam perancangan pembelajaran. Partisipasi para peserta didik dalam
penentuan tujuan belajar akan membuat mereka lebih berkomitmen terhadap
proses pembelajaran.
4. Student Centered Learning (Belajar yang Terpusat pada Siswa)

Student Centered Learning atau disingkat SCL merupakan strategi


pembelajaran yang menempatkan peserta didik secara aktif dan mandiri, serta
bertanggung jawab atas pembelajaran yang dilakukan. Dengan SCL peserta
diharapkan mampu mengembangkan ketrampilan berpikir secara kritis,
mengembangkan system dukungan social untuk pembelajaran mereka, mampu
memilih gaya belajar yang paling efektif dan diharapkan menjadi life-long learner
dan memiliki jiwa entrepreneur. Sama seperti model sebelumnya, SCL banyak
diterapkan dalam system pendidikan di tingkat Perguruan Tinggi (Harsono, 2007).
Dengan SCL mahasiswa memiliki keleluasaan untuk mengembangkan segenap
potensinya (cipta, karsa dan rasa), mengeksplorasi bidang yang diminatinya,
membangun pengetahuan dan mencapai kompetensinya secara aktif, mandiri dan
bertanggung jawab melalui proses pembelajaran yang bersifat kolaboratif,
kooperatif dan kontekstual.
2.4. implikasi dan aplikasi teori belajar humanistik

Implikasi Teori Belajar Humanistik Penerapan teori humanistik lebih


menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai
metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik
adalah menjadi fasilitator bagi para peserta didik sedangkan guru memberikan
motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan peserta didik. Guru
memfasilitasi pengalaman belajar kepada peserta didik dan mendampingi peserta
didik untuk memperoleh tujuan pembelajaran (Zagoto., dkk; 2019; Sarumaha dkk,
2018; Dakhi, O., 2013). Peserta didik berperan sebagai pelaku utama (stundent
center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan peserta
didik memahami potensi diri, mengembangkan potensi dirinya secara positif dan
meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif. Psikologi humanistik memberi
perhatian atas guru sebagai fasilitator. Berikut ini adalah berbagai cara untuk
memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas fasilitator, yaitu: 1. Fasilitator
sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok,
atau pengalaman kelas 2. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan
memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan
kelompok yang bersifat umum. 3. Dia mempercayai adanya keinginan dari
masing-masing peserta didik untuk melaksanakan tujuan- tujuan yang bermakna
bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar
yang bermakna tadi. 4. Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber
untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para peserta didik untuk
membantu mencapai tujuan mereka. 5. Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai
suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok. 6. Di
dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima
baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk
menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi
kelompok. 7. Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-
sngsur dapat berperanan sebagai seorang peserta didik yang turut berpartisipasi,

Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama
proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru
dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para peserta didik
sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam
kehidupan peserta didik. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada peserta
didik dan mendampingi peserta didik untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
(Sumanto, 1998: 235) Peserta didik berperan sebagai pelaku utama (student
center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan peserta
didik memahami potensi diri, mengembangkan potensi dirinya secara positif dan
meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif. Tujuan pembelajaran lebih
kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya
dilalui adalah : 1. Merumuskan tujuan belajar yang jelas. 2. Mengusahakan
partisipasi aktif peserta didik melalui kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur dan
positif. 3. Mendorong peserta didik untuk mengembangkan kesanggupan peserta
didik untuk belajar atas inisiatif sendiri 4. Mendorong peserta didik untuk peka
berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secaramandiri 5. Peserta didik di
dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri,
melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dari perilaku yang
ditunjukkan.
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan

Dalam pandangan humanism, belajar bertujuan untuk menjadikan manusia


selayaknya manusia, keberhasilan belajar ditandai bila peserta didik mengenali
dirinya dan lingkungan sekitarnya dengan baik. Peserta didik dihadapkan pada
target untuk mencapai tingkat aktualisasi diri semaksimal mungkin. Teori
humanistic berupaya mengerti tingkah laku belajar menurut pandangan peserta
didik dan bukan dari pandangan pengamat. Penerapan teori humanistic pada
kegiatan belajar hendaknya pendidik menuntun peserta didik berpikir induktif,
mengutamakan praktik serta menekankan pentingnya partisipasi peserta didik
dalam pembelajaran. Hal tersebut dapat diaplikasikan dengan diskusi sehingga
peserta didik mampu mengungkapkan pemikiran mereka di hadapan audience.

Psikologi humanistik sangat relevan dengan dunia pendidikan, karena


aliran ini selalu mendorong peningkatan kualitas diri manusia melalui
penghargaannya terhadap potensi-potensi positif yang ada pada setiap insan.
Seiring dengan perubahan dan tuntutan zaman, proses pendidikan pun senantiasa
berubah. Dengan adanya perubahan dalam strategi pendidikan dari waktu ke
waktu, humanistik memberikan arahan yang signifikan dalam pencapaian tujuan
ini.
DAFTAR PUSTAKA

Nast, T. P. J., & Yarni, N. (2019). Teori Belajar Menurut Aliran Psikologi
Humanistik Dan Implikasinya Dalam Pembelajaran. Jurnal Review
Pendidikan dan Pengajaran, 2(2), 270-275.
Sumantri, B. A., & Ahmad, N. (2019). Teori Belajar Humanistik Dan
Implikasinya Terhadap Pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
Fondatia, 3(2), 1-18.
Suprobo, N. (2008). Teori Belajar Humanistik. Diakses di http://novinasuprobo.
wordpress. Com/2008/06/15/teori-belajar-humanistik/tanggal, 12.
Syifaâ, R. (2008). Psikologi humanistik dan aplikasinya dalam pendidikan. EL
TARBAWI, 1(1), 99-114
https://pdfcoffee.com/makalah-teori-belajar-humanistik-3-pdf-free.html, diakses 28
Oktober 2021

Anda mungkin juga menyukai