Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

TEORI BELAJAR HUMANISTIK

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Belajar

Dosen Pengampu: Hilyah Ashoumi M. Pd.I

Disusun Oleh :

1. Ahmad Ainur Rofiq (2001011967)


2. Muhammad Apdul Hamit (2001012080)
3. St. Mahmudatuz Zulfa (2001012092)
4. Siti Anifah (2001011841)
5. Icha Hesti Andani (2001011892)
6. Dinda Fajru Lil Ummah (2001011984)
7. Laili Ifdhatul Fitri (2001011866)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNIVERSITAS KH. A.
WAHAB HASBULLAH TAMBAKBERAS – JOMBANG
2023-2024

I
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, nikmat,
taufiq serta hidayahnya kepada kita semua, sehingga penulis mampu
menyelesaikan makalah ini dengan baik dan sesuai waktu yang telah diberikan.
Shalawat serta salam semoga tetap terlimpahkan ke pangkuan Nabi Agung, Nabi
Muhammad SAW. Karena dengan kuasa Allah lah akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan dan disusun berdasarkan tugas perkuliahan.

Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah


membantu tugas makalah ini yang berjudul “Teori Belajar Humanistik” khususnya
kepada Ibu Hilyah Ashoumi M.Pd.I selaku dosen pengampu mata kuliah Psikologi
Belajar semoga bermanfaat bagi para pembaca terutama bagi penulis.

Merupakan suatu harapan pula, semoga dengan terselesaikannya makalah


ini, pembaca bisa bersemangat dan termotivasi lagi, karena dalam penyusunan
makalah ini mungkin masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak
kekurangan yang harus diperbaiki, sehingga kita juga mencoba berusaha sekuat
tenaga dalam penyelesaian makalah ini. Karena kita sebagai manusia biasa yang
tak luput dari sifat manusiawi yang penuh khilaf dan salah.

Oleh karena itu, penulis juga berharap semoga dengan adanya makalah ini
dapat tercatat dan bisa menjadi motivator bagi penulis untuk menyusun makalah
lain yang lebih baik lagi dan bermanfaat di masa datang, Aamiin.

Jombang, 9 November 2023

Penulis

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................II

DAFTAR ISI.........................................................................................................................III

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1

A. Latar Belakang............................................................................................................1

B. Rumusan Masalah......................................................................................................1

C. Tujuan Penulisan........................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................2

BAB III PENUTUP..............................................................................................................14

A. Kesimpulan..........................................................................................................14

Berdasarkan hasil pembahasan, maka dapat disimpulan bahwa:................................14

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................15

III
IV
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan dan pengajaran adalah salah satu upaya


mencapai target atau tujuan yang secara runtut mengarah pada
perbaikan tingkah laku menuju kedewasaan anak didik. Perubahan-
perubahan itu menunjukkan tahap-tahap yang harus dilewati. Tanpa
proses itu tujuan tidak dapat tercapai, proses yang dimaksud adalah
proses. pendidikan dan pengajaran. Pengajaran adalah proses
dengan fungsi menuntun peserta didik dalam menjalani kehidupan,
yaitu menuntun serta memaksimalkan potensi diri sesuai dengan
amanat perkembangan yang harus dilalui para peserta didik. Tugas-
tugas perkembangan tersebut meliputi kebutuhan bertahan hidup
sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial serta sebagai
makhluk yangdiciptakan Sang Pencipta.
Pendidikan merupakan rangkaian humanisasi berasal dari
pemikiran faham humanistik. Hal tersebut relevan dengan arti
fundamental faham humanistik sebagai pengedukasian manusia.
Sistem edukasi Islam yang disusun di atas fondasi nilai-nilai
kemanusiaan sedari awal kelahirannya sejalan dengan esensi Islam
sebagai agama yang humanistik. Islam memposisikan aspek
kemanusiaan sebagai arah pendidikannya. Edukasi dan proses
pembelajaran di bangku sekolah dipandang kurang demokratis.
Minimnya wadah bagi siswa atau siswi untuk mengembangkan
daya imajinasi dan kreasi dengan sudut pandang mereka. Padahal,
daya kreasi dan kompetensi kritis dalam berpikir adalah modal
berharga bagi anak supaya dapat mengatasi tantangandan lebih
kompetitif.

Teori belajar humanisitk ialah sebagai aktivitas jasmani dan


guna memaksimalkan proses perkembangan. Sedangkan secara

1
sempit rohani pembelajaran diartikan sebagai upaya menguasai
khazanah ilmu pengetahuan sebagai rangkaian pembentukan
kepribadian secara menyeluruh. Pertumbuhan yang bersifat
jasmaniyah tidak memberikan perkembangan tingkah laku.
Perubahan atau perkembangan hanya disebabkan oleh proses
pembelajaran seperti perubahan habit atau kebiasaan, berbagai
kemampuan dalam hal pengetahuan, sikap maupun keterampilan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Teori Belajar Humanistik?

2. Bagaimana Definisi Belajar Menurut Pandangan Teori Humanisti

3. Apa Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Humanistik?

4. Bagaimana Aplikasi Teori Belajar Humanistik dalam pembelajaran?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui apa Pengertian Teori Belajar Humanistik.


2. Untuk mendeskripsikan Definisi Belajar Menurut Pandangan Teori
Humanistik.
3. Untuk mengetahui Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar
Humanistik.
4. Untuk mendeskripsikan Aplikasi Teori Belajar humanistik dalam
Pembelajaran.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Teori Belajar Humanistik


Pengertian Belajar Menurut Teori Humanistik Menurut teori humanistik,
proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan
manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, teori belajar humanistik sifatnya lebih
abstrak dan lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori kepribadian dan
psikoterapi, dari pada bidang kajian psikologi belajar. Teori humanistik sangat
mementingkan isi yang dipelajari dari pada proses belajar itu sendiri. Teori
belajar ini lebih banyak berbicara tentang konsep-konsep pendidikan untuk
membentuk manusia yang dicita-citakan, serta tentang proses belajar dalam
bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada
pengertian belajar dalam bentuknya yang paling ideal daripada pemahaman
tentang proses belajarsebagaimana apa adanya, seperti yang selama ini dikjaji
oleh teori-teori belajar lainnya. Dalam pelaksanaannya, teori humanistic ini
antara lain tampak juga dalam pendekatan belajar yang dikemukakan oleh
Ausubel. Pandangannya tentang belajar bermakna atau„‟meaningful learning”.
Yang juga tergolong dalam aliran kognitif ini, mengatakan bahwa belajar
merupakan asimilasi bermakna. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan
dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Faktor
motivasi dan pengalaman emosional dalam peristiwa belajar, sebab tanpa
motivasi dan keinginan dari pihak si belajar,maka tidak akan terjadi asimilasi
pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimilikinya.
Teori humanistic berpendapat bahwa teori belajar apapun dapat
dimanfaatkan, asal tujuannya untuk memanusiakan manusia yaitu mencapai
aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri orang yang belajar, secara
optimal. Pemahaman terhadap belajar yang diidealkan menjadikan teori
humanistic dapat memanfaatkan teori belajar apapun asal tujuannya untuk
memanusiakan manusia. Hal ini menjadikan teori humanistik bersifat sangat
elektik. Tidak dapat disangkal lagi bahwa setiap pendirian atau pendekatan

3
belajar tertentu, akan ada kebaikan dan ada pula kelemahannya. Dalam arti ini
eklektisisme bukanlah suatu sistem dengan membiarkan unsure-unsur tersebut
dalam keadaan sebagaimana adanya atau aslinya. Teori humanistic akan
memanfaatkan teori-teori apapun, asal tujuannya tercapai, yaitu memanusiakan
manusia. Manusia adalah makhluk yang kompleks. Banyak ahli di dalam
menysun teorinya hanya terpukau pada aspek tertentu yang sedang menjadi
pusat perhatiannya. Dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu setiap ahli
melkukan penelitiannya dari sudut pandangnya masing-masingdan
menganggap bahwa keterangannya tentang bagaimana manusia itu belajar
adalah sebagai keterangan yang paling memadai.1
B. Teori Belajar Humanistik Menurut Beberapa Pakar
Berikut adalah para pakar dalam aliran psikologi humanistik. 3 tokoh aliran
humanistik yaitu sebagai berikut.
1. Teori Humanistik Menurut Arthur Combs
Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan
banyak perhatian pada dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti)
adalah konsep dasar yang sering digunakan. Belajar terjadi bila
mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi
yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak
tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena
mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan
penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya
tak lain hanyalah dati ketidakmampuan seseorang untuk melakukan
sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya.
Untuk itu guru harus memahami perlaku siswa dengan mencoba
memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin
merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau
pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang
dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat

1
Ni Nyoman Perni, “PENERAPAN TEORI BELAJAR HUMANISTIK DALAM
PEMBELAJARAN,” Adi Widya: Jurnal Pendidikan Dasar 3, no. 2 (2018): 105–13,
https://doi.org/10.25078/aw.v3i2.889.

4
kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi
pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya.
Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang
penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi
pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya
dengan kehidupannya.
Combs memberikan lukisan persepsi dir dan dunia seseorang
seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu.
Lingkaran kecil adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan
besar adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari
persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi,
hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah
hal itu terlupakan.2
2. Teori Humanistik Menurut Abraham Maslow
Dalam perspektif humanistik (humanistic perspective) menuntut
potensi peserta didik dalam proses tumbuh kembang, kebebasan
menemukan jalan hidupnya. Humanistic menganggap peserta didik
sebagai subjek yang merdeka guna menetapkan tujuan hidup dirinya.
Peserta didik dituntun agar memiliki sifat tanggung jawab terhadap
kehidupannya dan orang di sekitarnya.
Pembelajaran humanistic menaruh perhatian bahwa pembelajaran
yang pokok yaitu upaya membangun komunikasi dan hubungan
individu dengan individu maupun individu dengan kelompok. Edukasi
bukan semata-mata memindah khazanah pengetahuan, menempa
kecakapan berbahasa para peserta didik, tapi sebagai wujud pertolongan
supaya siswa mampu mengaktualisasikan dirinya relevan dengan tujuan
pendidikan. Edukasi yang berhasil pada intinya adalah kecakapan
menghadirkan makna antara pendidik dengan pembelajar sehingga
dapat mencapai tujuan menjadi manusia yang unggul dan bijaksana.
Maksudnya ialah menuntun peserta didik bahwa mereka butuh
2
Mona Ekawati and Nevi Yarni, “TEORI BELAJAR BERDASARKAN ALIRAN
PSIKOLOGI HUMANISTIK DAN IMPLIKASI PADA PROSES BELAJAR
PEMBELAJARAN,” Jurnal Review Pendidikan Dan Pengajaran (JRPP) 2, no. 2 (December 28,
2019): 266–69, https://doi.org/10.31004/jrpp.v2i2.482.

5
pendidikan karakter. Pendidik memfasilitasi siswa menggali,
mengembangkan dan menerapkan kecakapan-kecakapan yang mereka
punya supaya mampu memaksimalkan potensinya.
Maslow terkenal sebagai bapak aliran psikologi humanistic, ia
yakin bahwa manusia berperilaku guna mengenal dan mengapresiasi
dirinya sebaikbaiknya. Teori yang termasyhur hingga saat ini yaitu teori
hirarki kebutuhan. Menurutnya manusia terdorong guna mencukupi
kebutuhannya. Kebutuhankebutuhan itu mempunyai level, dari yang
paling dasar hingga level tertinggi. Dalam teori psikologinya yaitu
semakin besar kebutuhan maka pencapaian yang dipunyai oleh individu
semakin sungguh-sungguh menggeluti sesuatu. 3
Perspektif ini diasosiasikan secara dekat dengan keyakinan Abraham
Maslow (1954, 1971) bahwa kebutuhan dasar tertentu harus dipenuhi
sebelum kebutuhan yang lebih tinggi dapat dipuaskan. Menurut hierarki
kebutuhan Maslow, pemuasan kebutuhan seseorang dimulai dari yang
terendah yaitu:
a. Kebutuhan Fisiologis (Physiological Needs)
Kebutuhan fisiologis terdiri dari kebutuhan pokok, yang bersifat
mendasar. Kadang kala disebut kebutuhan biologis di tempat kerja
serta kebutuhan untuk menerima gaji, cuti, dana pensiunan, masa-
masa libur, tempat kerja yang nyaman, pencahayaan yang cukup
suhu ruangan yang baik. Kebutuhan tersebut biasanya paling kuat
dan memaksa sehingga harus dicukupi terlebih dahulu untuk
beraktifitas sehari-hari. Ini menandakan bahwasanya dalam pribadi
seseorang yang merasa serba kekurangan dalam kesehariannya,
besar kemungkinan bahwa dorongan terkuat adalah kebutuhan
fisiologis. Dalam artian, manusia yang katakanlah melarat, bisa jadi
selalu terdorong akan kebutuhan tersebut.
b. Kebutuhan Akan Rasa Aman (Safety Needs)
Sesudah kebutuhan fisiologis tercukupi, maka timbul kebutuhan
akan rasa aman. Manusia yang beranggapan tidak berada dalam

3
“3657-13209-1-PB.Pdf,” n.d.

6
keamanan membutuhkan keseimbangan dan aturan yang baik serta
berupaya menjauhi hal-hal yang tidak dikenal dan tidak diinginkan.
Kebutuhan rasa aman menggambarkan kemauan mendapatkan
keamanan akan upah-upah yang ia peroleh dan guna menjauhkan
dirinya dari ancaman, kecelakaan, kebangkrutan, sakit serta
marabahaya. Pada pengorganisasian kebutuhan semacam ini
Nampak pada minat akan profesi dan kepastian profesi, budaya
senioritas, persatuan pekerja atau karyawan, keamanan lingkungan
kerja, bonus upah, dana pensiun, investasi dan sebagainya.
c. Kebutuhan Untuk Diterima (Social Needs)
Sesudah kebutuhan fisiologikal dan rasa aman tercukupi, maka
fokus individu mengarah pada kemauan akan mempunyai teman,
rasa cinta dan rasa diterima. Sebagai makhluk social, seseorang
bahagia bila mereka disukai serta berupaya mencukupi kebutuhan
bersosialisasi saat di lingkungan kerja, dengan cara meringankan
beban kelompok formal atau kelompok non formal, dan mereka
bergotong royong bersama teman setu tim mereka di tempat kerja
serta mereka berpartisipasi dalam aktifitas yang dilaksanakan oleh
perusahaan dimana mereka bekerja.
d. Kebutuhan Untuk Dihargai (Self Esteem Needs)
Pada tingkat selanjutnya dalam teori hierarki kebutuhan, Nampak
kebutuhan untuk dihargai, disebut juga kebutuhan “ego”.
Kebutuhan tersebut berkaitan dengan keinginan guna mempunyai
kesan positif serta mendapat rasa diperhatikan, diakui serta
penghargaan dari sesama manusia. Pada pengorganisasian
kebutuhan akan penghargaan memperlihatkan dorongan akan
pengakuan, responsibilitas tinggi, status tinggi dan rasa akan diakui
atas sumbangsih terhadap kelompok.
e. Kebutuhan Aktualisasi-Diri (Self Actualization)
Kebutuhan kebutuhan tersebut merupakan kebutuhan akan
pemenuhan diri pribadi, termasuk level kebutuhan teratas.
Kebutuhan tersebut diantaranya yaitu kebutuhan akan

7
perkembangan bakat dan potensi yang ada pada diri sendiri,
memaksimalkan kecakapan diri serta menjadi insan yang unggul.
Kebutuhan akan pengaktualisasian diri pribadi oleh kelompok
mampu dicukupi dengan memberikan peluang untuk berkembang,
tumbuh, berkreasi serta memperoleh pelatihan guna memperoleh
tugas yang sesuai dan mendapat keberhasilan.
Menurut Abraham Maslow “Self-actualization, namely, to the
tendency for him to become actualized. This tendency might be hrase as
the desire to become more and more what one idiosyncratically is, to
become everything that one is capable of becoming. Artinya bahwa
kebutuhan aktualisasi diri adalah kecenderungan seseorang untuk
mengerahkan semua kemampuan atau keinginannya secara terus
menerus dalam menjadi pribadi yang lebih baik.
Meskipun seseorang individu telah memenuhi kebutuhan-
kebutuhan diatas, baik kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman,
kebutuhan akan percintaan dan rasa mempunyai, meliputi kebutuhan
akan rasa penghargaan, ia masih akan diliputi oleh emosi yang tidak
puas. Ketidak puasan ini berasal dari dorongan dirinya yang terdalam,
karena merasa ada kualitas atau potensi dirinya yang belum
teraktualisasikan. Pada intinya seseorang individu akan dituntut untuk
jujur terhadap semua potensi dan sifat yang ada pada dirinya.4
3. Teori Humanistik Menurut Carl Rogers
Menurut Rogers dalam Jamil Suprihatiningrum, ada dua tipe
belajar, yaitu kognitif (kebermaknaan) dan eksperimental (pengalaman).
Guru memberikan makna (kognitif) bahwa tidak membuang sampah
sembarangan dapat mencegah terjadinya banjir. Jadi, guru perlu
menghubungkan pengetahuam akademik ke dalam pengetahuan
bermakna. Sementara experimental learning melibatkan peserta didik
secara personal, berinisiatif, termasuk penilaian terhadap diri sendiri
(self assessment).

4
“216-Article Text-782-1-10-20190904.Docx,” n.d.

8
Sedangkan menurut Carl Rogers dalam teori belajar bebasnya,
menyatakan bahwa tidak ada paksaan atau tekanan dalam belajar. Guru
tidak bembuat rencana dalam pembelajaran untuk peserta didik, tidak
memberikan kritik atau ceramah kecuali apabila siswa
menghendakinya, tidak menilai atau mengkritik pekerjaan murid
kecuali apabila siswa memintanya. Dalam bukunya “Freedom to
Learn”, ia memperkenalkan beberapa prinsip-prinsip belajar humanistik
yang sangat penting, di antaranya ialah:
a. Manusia itu memiliki kemampuan untuk belajar secara alami.
b. Belajar yang bermakna terjadi apabila subjek matter dirasakan
peserta didik mempunyai relevansi dengan maksud-maksudya
sendiri.
c. Belajar yang melibatkan suatu perubahan yang ad di dalam
tanggapan mengenai dirinya, dianggap mengancam dan cenderung
akan ditolaknya.
d. pekerjaan-pekerjaan belajar yang dapat mengancam diri adalah
sangat mudah untuk dirasakan dan mudah diasimilasikan apabila
ancaman dari luar tersebut semakin kecil
e. Apabila ancaman kepada diri peserta didik rendah, pengalaman bisa
diperoleh dengan melakukan berbagai cara yang bermacam-macam
dan terjadilah sebuah proses belajar.
f. Belajar yang berarti bisa di dapatkan peserta didik dengan
melakukannya
g. Belajar dapat diperlancar bilamana peserta didik dilibatkan
langsung dalam proses pembelajaran dan ikut serta bertanggung
jawab dalam proses belajar tersebut.
h. Belajar atas inisiatif diri sendiri yang melibatkan diri peserta didik
seutuhnya, baik itu perasaan maupun segi kognitif, merupakan cara
yang bisa memberikan hasil yang mendalam dan lestari.
i. Kepercayaan pada diri sendiri, kemerdekaan, kreatifitas akan lebih
mudah untuk dicapai apabila peserta didik dibiasakan untuk mawas

9
diri dan mengeritik dirinya sendiri dan penilaian diri orang lain
adalah cara kedua yang juga penting.
j. Belajar yang sangat berperan secara sosial di dunia modern ini
adalah belajar yang menyangkut proses belajar, yang terbuka dan
terus menerus pada pengalaman dan penyatuannya ke dalam dirinya
sendiri mengenai proses perubahan itu.
Carl Rogers menyatakan bahwa peserta didik yang belajar hendaknya
tidak ditekan, melainkan dibiarkan belajar bebas, peserta didik
diharapkan bisa mengambil sebuah langkah sendiri dan berani
bertanggung jawab atas langkahlangkah yang diambilnya sendiri.
Dalam konteks tersebut, Rogers menyatakan ada lima hal yang penting
dalam proses belajar humanistic, yaitu sebagai berikut.
a. Hasrat untuk belajar: keinginan untuk belajar dikarenakan adanya
dorongan rasa ingin tahu manusia yang terus menerus terhadap
dunia sekelilingnya. Dalam proses memecahkan jawabannya,
seorang individu mengalami kegiatan-kegiatan belajar.
b. Belajar bermakna: seseorang yang beraktivitas akan selalu
mempertimbangkan apakah aktivitas tersebut mempunyai makna
bagi dirinya. Jika tidak, tentu tidak akan dilakukannya
c. Belajar tanpa hukuman merupakan belajar yang terlepas dari
hukuman atau ancaman menghasilkan anak bebas untuk melakukan
apa saja, dan mengadakan percobaan hingga menemukan sendiri
suatu hal yang baru.
d. Belajar dengan daya usaha atau inisiatif sendiri: menunjukkan
tingginya motivasi internal yang dimiliki. Siswa yang banyak
inisiatif, akan mampu untuk memandu dirinya sendiri, menentukan
pilihannya sendiri dan berusaha mempertimbangkan sendiri hal
yang baik bagi dirinya
e. Belajar dan perubahan: keadaan dunia terus berubah, karena itu
peserta didik harus belajar untuk dapat menghadapi serta
menyesuaikan kondisi dan situasi yang terus berubah. Dengan

10
begitu belajar yang hanya mengingat fenomena atau menghafal
kejadian dianggap tak cukup.5
C. Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Humanistik
1. Kelebihan Teori Belajar Humanistik
a. Teori ini cocok untuk diterapkan dalam materi pembelajaran yang
bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan
analisis terhadap fenomena sosial.
b. Menurut aliran humanisme: individu itu cenderung mempunyai
kemampuan / keinginan untuk berkembang dan percaya pada kodrat
biologis dan ciri lingkungan.
c. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang
bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir,
perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.
d. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, tidakterikat oleh
pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara
bertanggung jawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau
melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku.
e. Aliran humanisme tidak menyetujui sifat pesimisme, dalam aliran
humanisme individu itumemiliki sifat yang optimistic.
f. Teori Humanistik sangat membantu para pendidik dalam memahami
arah belajar pada dimensi yang lebih luas, sehingga upaya pembelajaran
apapun dan pada konteks manapun akan selalu diarahkandan dilakukan
untuk mencapai tujuannya. Ide-ide, konsep-konsep, taksonomi-
taksonomi tujuan yang dirumuskan dapat membantu para pendidik dan
guru untuk memahami hakikat kejiwaan manusia.
2. Kekurangan Teori Belajar Humanistik
a. Siswa yang tidak mau memahami potensi dirinya akan ketinggalan
dalam proses belajar.
b. Terlalu memberi kebebasan pada siswa.

5
Indra Prajoko and M. Sayyidul Abrori, “Penerapan Teori Humanistik Carl Rogers Dalam
Pembelajaran PAI,” Tarbawiyah : Jurnal Ilmiah Pendidikan 5, no. 1 (June 30, 2021),
https://doi.org/10.32332/tarbawiyah.v5i1.2894.

11
c. Teori humanisme terlalu optimistik secara naif dan gagal untuk
memberikan pendekatan pada sisi buruk dari sifat alamiah manusia
d. Teori humanisme, seperti halnya teori psikodinamik,tidak bisa diuji
dengan mudah
e. Banyak konsep dalam psikologi humanisme, seperti misalnya orang
yang telah berhasil mengaktualisasikan dirinya, ini masih buram dan
subjektif.
f. Beberapa kritisi menyangkalbahwa konsep ini bisa saja mencerminkan
nilai dan idealisme Maslow sendiri.
g. Psikologi humanisme mengalami pembiasan terhadap nilai
individualistis
h. Teori humanisme ini dikritik karena sukar digunakan dalam konteks
yang lebih praktis. Teori ini dianggap lebih dekat dengan dunia filsafat
daripada dunia pendidikan.
i. Aplikasi teori humanisme dalam pembelajaran, guru lebih mengarahkan
siswa untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman serta
membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar.
j. Teori humanisme masih sukar diterjemahkan kedalam langkah-langkah
yang praktis dan operasional.6
D. Aplikasi Teori Humanistik dalam Pembelajaran Implikasi Teori Belajar
Humanistik Pandangan dan Kritik Humanisme
Para ahli psikologi humanistic berupaya menggambarkan keterampilan dan
informasi kognitif dengan segi-segi afektif, nilai-nilai, dan perilaku antar
pribadi. Sehubungan dengan hal tersebut, maka menurut Rogers dalam Sri
Rumini dkk, membagi dua macam program, yaitu:
1. Confluent Education
Confluent education adalah proses pendidikan yang memadukan antara
pengalaman afektif dan belajar kognitif (pengetahuan) di dalam kelas. Hal
ini adalah cara yang sangat bagus untuk melibatkan peserta didik secara
pribadi dalam bahan pelajaran. Dalam pembelajaran ini siswa tidak hanya
6
Sulaiman Sulaiman and Neviyarni S, “Teori Belajar Menurut Aliran Psikologi Humanistik
Serta Implikasinya Dalam Proses Belajar Dan Pembelajaran,” Jurnal Sikola: Jurnal Kajian
Pendidikan Dan Pembelajaran 2, no. 3 (March 31, 2021): 220–34,
https://doi.org/10.24036/sikola.v2i3.118.

12
memperhatikan atau membaca, tetapi siswa juga dapat merasakan,
menuliskan, menghayati, berdebat yang positif, dan menyampaikan
pendapat mereka.
2. Cooperative Learning
Pembelajaran cooperative learning mengacu pada metode pembelajaran,
yang mana peserta didik bekerja sama dengan kelompok kecil dan saling
membantu dalam belajar. Menurut pernyataan Salvin, anggota-anggota
kelompok bertanggung jawab atas ketuntasan tugas-tugas kelompok dan
mempelajari materi sendiri.
3. Menurut Johnson & Johnson, yang dikutip Jamil Suprihatiningrum, ada
lima unsur penting dalam belajar kooperatif, yakni sebagai berikut:
a. Saling ketergantungan secara positif
Dalam belajar kooperatif peserta didik akan merasa bahwa mereka
sedang bekerja bersama untuk mencapai satu tujuan dan terkait satu
sama lain. Seorang peserta didik akan sukses apabila bagian
kelompoknya juga sukses. peserta didik akan merasa bahwa dia juga
bagian dari pada kelompok yang memiliki andil terhadap kesuksesan
kelompoknya.
b. Interaksi tatap muka semakin meningkat
Interaksi langsung akan semakin meningkat, Belajar kooperatif akan
meningkatkan interaksi peserta didik. Hal ini terjadi jika seorang
peserta didik akan membantu temannya yang lain untuk sukses sebagai
anggota kelompok. Saling memberikan bantuan akan berlangsung
secara alamiah karena kegagalan seseorang dalam kelompok dapat
memperngaruhi keberhasilan kelompok. Untuk mengatasi
permasalahan ini, peserta didik yang membutuhkan bantuan akan
diperoleh dari teman kelompoknya. Interaksi yang terjadi dalam
pembelajaran kooperatif ialah dalam tukarmenukar ide berkenaan
permasalahan yang sedang dipelajari.
c. Tanggung jawab individual
Tanggung jawab individual di dalam belajar kelompok bisa berupa
tanggung jawab peserta didik dalam hal: Pertama membantu temannya

13
yang sedang membutuhkan bantuan, kedua peserta didik tidak bisa
hanya sekedar “menebeng” pada hasil kerja teman satu kelompoknya.
d. Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil
Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil di dalam belajar
kooperatif, selain diminta untuk belajar materi yang akan diberikan,
peserta didik juga diminta untuk belajar bagaimana agar peserta didik
mampu berinteraksi dengan peserta didik lain dalam kelompoknya.
Bagaimana peserta didik bersikap selaku anggota kelompok dan
menyampaikan gagasan mereka dalam kelompok akan menuntut
keterampilan khusus.
e. Proses kelompok
Proses kelompok Belajar kooperatif tidak dapat berlangsung tanpa
adanya proses kelompok. Proses kelompok terjadi apabila anggota
kelompok mendiskusikan dan bekerja sama bagaimana mereka akan
menggapai tujuan dengan baik dan membuat hubungan kerja kelompok
yang baik.7

7
Budi Agus Sumantri and Nurul Ahmad, “Teori Belajar Humanistik dan Implikasinya
terhadap Pembelajaran Pendidikan Agama Islam,” FONDATIA 3, no. 2 (September 30, 2019): 1–
18, https://doi.org/10.36088/fondatia.v3i2.216.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan, maka dapat disimpulan bahwa:
1. Menurut teori humanistik, proses belajar harus dimulai dan ditujukan
untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Oleh sebab itu,
teori belajar humanistik sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati
bidang kajian filsafat, teori kepribadian dan psikoterapi, dari pada bidang
kajian psikologi belajar. Teori humanistik sangat mementingkan isi yang
dipelajari dari pada proses belajar itu sendiri. Teori belajar ini lebih
banyak berbicara tentang konsep-konsep pendidikan untuk membentuk
manusia yang dicita-citakan, serta tentang proses belajar dalam
bentuknya yang paling ideal.
2. Teori humanistic berpendapat bahwa teori belajar apapun dapat
dimanfaatkan, asal tujuannya untuk memanusiakan manusia yaitu
mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri orang yang
belajar, secara optimal.
3. Teori Humanistik sangat membantu para pendidik dalam memahami arah
belajar pada dimensi yang lebih luas, sehingga upaya pembelajaran
apapun dan pada konteks manapun akan selalu diarahkandan dilakukan
untuk mencapai tujuannya. Ide-ide, konsep-konsep, taksonomi-taksonomi
tujuan yang dirumuskan dapat membantu para pendidik dan guru untuk
memahami hakikat kejiwaan manusia.

15
DAFTAR PUSTAKA

“216-Article Text-782-1-10-20190904.Docx,” n.d.


“3657-13209-1-PB.Pdf,” n.d.
Ekawati, Mona, and Nevi Yarni. “TEORI BELAJAR BERDASARKAN
ALIRAN PSIKOLOGI HUMANISTIK DAN IMPLIKASI PADA
PROSES BELAJAR PEMBELAJARAN.” Jurnal Review
Pendidikan Dan Pengajaran (JRPP) 2, no. 2 (December 28, 2019):
266–69. https://doi.org/10.31004/jrpp.v2i2.482.
Perni, Ni Nyoman. “PENERAPAN TEORI BELAJAR HUMANISTIK
DALAM PEMBELAJARAN.” Adi Widya: Jurnal Pendidikan
Dasar 3, no. 2 (2018): 105–13.
https://doi.org/10.25078/aw.v3i2.889.
Prajoko, Indra, and M. Sayyidul Abrori. “Penerapan Teori Humanistik Carl
Rogers Dalam Pembelajaran PAI.” Tarbawiyah : Jurnal Ilmiah
Pendidikan 5, no. 1 (June 30, 2021).
https://doi.org/10.32332/tarbawiyah.v5i1.2894.
Sulaiman, Sulaiman, and Neviyarni S. “Teori Belajar Menurut Aliran
Psikologi Humanistik Serta Implikasinya Dalam Proses Belajar
Dan Pembelajaran.” Jurnal Sikola: Jurnal Kajian Pendidikan Dan
Pembelajaran 2, no. 3 (March 31, 2021): 220–34.
https://doi.org/10.24036/sikola.v2i3.118.
Sumantri, Budi Agus, and Nurul Ahmad. “Teori Belajar Humanistik dan
Implikasinya terhadap Pembelajaran Pendidikan Agama Islam.”
FONDATIA 3, no. 2 (September 30, 2019): 1–18.
https://doi.org/10.36088/fondatia.v3i2.216.

16

Anda mungkin juga menyukai