Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH PSIKOLOGI BELAJAR

TEORI BELAJAR HUMANISTIK DAN IMPLIKASINYA TERHADAP


PEMBELAJARAN
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah psikologi belajar
Dosen Pengampu: Prof.Dr. H. Mulyadi

Disusun oleh

Ahmad Wildan Akbar Al Falaki El Syam 19410225


Riris Inayatul Haq 19410032
Faishol 19410043

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2022
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Shalawat serta salam semoga terlimpah
curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan
syafa’atnya di akhirat nanti.

Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
penyusunan makalah untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Psikologi Belajar yang diampu
oleh Prof.Dr.H.Mulyadi dengan judul Teori belajar humanistic dan implikasinya terhadap
pembelajaran

Penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya yang telah
membimbing dalam menulis makalah ini kepada Prof.Dr.H.Mulyadi. Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta
kekurangan di dalamnya. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, Kami mohon
maaf yang setulus-tulusnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Malang, 19 Maret 2022

Penyusun

1
Daftar Isi
Cover
Kata Pengantar..................................................................................................................1
Daftar Isi............................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................................................3
B. Rumusan Masalah.................................................................................................3
C. Tujuan....................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
A. Belajar dalam Pandangan Humanistik...................................................................5
B. Pandangan Abraham Maslow............................................................................5-6
C. Pandangan Carl Rogers Terhadap Belajar..........................................................6-7
D. Pandangan Kolb Terhadap Belajar....................................................................7-9
E. Kelebihan Teori Kolb............................................................................................9
F. Kelemahan Teori Kolb..........................................................................................9
G. Implementasi Teori Kolb Terhadap Pendidikan di Indonesia.............................10
H. Pandangan Honey Dan Mumford Terhadap Belaja.......................................10-11
I. Belajar Pandangan Bloom dan Kratwohl terhadap belajar............................11-12
J. Pandangan Combs terhadap Belajar..............................................................12-13
K. Implikasi Teori belajar Humanistic dalam pembelajaran...............................13-14
L. Kelebihan dan Kekurangan teori belajar humanistic...........................................15

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................15

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Belajar adalah suatu hal yang penting di mana seluruh makhluk yang ada pasti
melakukan pembelajaran, teori belajar humanistik adalah teori yang menyatakan
bahwa manusia berhak mengenali dirinya sendiri sebagai langkah untuk belajar,
sehingga diharapkan mampu mencapai aktualisasi diri. Itulah mengapa, teori ini
beranggapan bahwa proses belajar dinilai lebih penting daripada hasil belajar itu
sendiri. Pengertian tersebut juga berlaku jika teori ini diterapkan di kegiatan
pembelajaran. Artinya, pengertian teori belajar humanistik bisa disamakan dengan
pengertian teori pembelajaran humanistik.
Teori humanistik akan sangat membantu para pendidik dalam memahami arah
belajar pada dimensi yang lebih luas, sehingga upaya pembelajaran apapun dan pada
konteks manapun akan selalu diarahkan dan dilakukan untuk mencapai tujuannya.
Meskipun teori humanistik sering dikritik karena sulit diterapkan dalam konteks yang
lebih praktis dan dianggap lebih dekat dengan bidang filsafat, teori kepribadian dan
psikoterapi dari pada bidang pendidikan, sehingga sulit diterjemahkan ke dalam
langkah-langkah yang lebih konkret dan praktis. Namun sumbangan teori ini amat
besar. Ide-ide, konsep-konsep, taksonomi-taksonomi tujuan yang telah
dirumuskannya dapat membantu para pendidik dan guru untuk memahami hakikat
kejiwaan manusia.
Dalam praktiknya, teori ini cenderung mengarahkan siswa untuk berpikir
induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara
aktif dalam proses belajar.

B. Rumusan masalah
1. Belajar dalam humanistik
2. Pandangan Abraham H Maslow
3. Pandangan Carl Rogers terhadap belajar
4. Pandangan kolb terhadap belajar
5. Pandangan H Oney dan Mumfrod terhadap belajar
6. Pandangan Bloom dan Krathwohl dan Combs terhadap belajar
7. Implikasi teori humanistik dalam pembelajaran

3
8. Kelebihan dan kekurangan teori humanistik

C. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk menjawab dan memberikan penjelasan terkait rumusan
masalah dan memberikan paparan teori Humanistik dan implikasinya yang
berdasarkan para ahli didalam bidang teori humanistik, dan memberikan beberapa
beberapa pandangan argumentasi, dan memberikan kelebihan dan kekurangan dari
teori belajar humanistik.

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Belajar Dalam Pandangan Humanistik
Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar
memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus
berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya.
Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya,
bukan dari sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah
membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing
individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan
membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Menurut aliran humanistik, para pendidik sebaiknya melihat kebutuhan yang
lebih tinggi dan merencanakan pendidikan dan kurikukum untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan ini. Beberapa psikolog humanistik melihat bahwa manusia
mempunyai keinginan alami untuk berkembang, untuk lebih baik, dan juga belajar.
Jadi sekoah harus berhati-hati supaya tidak membunuh insting ini dengan
memaksakan anak belajar sesuatu sebelum mereka siap. Jadi bukan hal yang benar
apabila anak dipaksa untuk belajar sesuatu sebelum mereka siap secara fisiologis dan
juga punya keinginan. Dalam hal ini peran guru adalah sebagai fasilitator yang
membantu siswa untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang lebih tinggi, bukan
sebagai konselor seperti dalam Freudian ataupun pengelola perilaku seperti pada
behaviorisme.
B. Pandangan Abraham Maslow
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal:
a) Suatu usaha yang positif untuk berkembang.
b) Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.

Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk


memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang
mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau
berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang
sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan
untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua

5
kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia
dapat menerima diri sendiri (self). Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs)
manusia menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan
pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang
terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan ras aman dan seterusnya. Hierarki
kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang
harus diperharikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan
bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar
si siswa belum terpenuhi.

Hirarki Kebutuhan Menurut Abraham H. Maslow


1. Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan ini adalah tingkatan kebutuhan yang paling dasar, paling kuat dan
paling jelas antara kebutuhan manusia adalah kebutuhannya untuk
mempertahankan hidup secara fisik, yaitu yaitu kebutuhan akan makan, minum,
tempat berteduh, seks, tidur, oksigen dan pemuasan terhadap kebutuhan
kebutuhan itu sangat penting dalam kelangsungan hidup. Begitupun dengan
seorang anak, anak adalah seorang manusia, dan setiap manusia membutuhkan
kebutuhan-kebutuhan tersebut, sehingga jika semua kebutuhan fisiologis itu
terpenuhi atau terpuaskan maka anak akan ada dorongan untuk memikirkan
kebutuhan-kebutuhan yang lain. Jika anak yang kekurangan makanan, keamanan,
kasih sayang, dan penghargaan besar kemungkinannya akan lebih banyak
membutuhkan makan dari pada yang lainya.
Contohnya: Jika siswa melewatkan jam makan siang untuk mengerjakan tugas
dari guru maka yang dikhawatirkan siswa tersebut tidak dapat berkonsentrasi
menerima pelajaran dari guru karena lapar.
2. Kebutuhan akan rasa aman
Apabila kebutuhan fisiologis relatif telah terpenuhi, maka akan muncul
seperangkat kebuthan-kebuutuhan yang baru yang kurang-lebih dapat di
kategorikan (keamanan, kemantapan, ketergantungan, perlindungan, kebebasan
dari rasa takut, cemas dan kekalutan; kebutuhan akan struktur, ketertiban, hukum,
batas-batas; kekuatan pada diri pelindung, dan sebagainya). Kebutuhan rasa aman
ini adalah sebuah kebutuhan dimana seseorang memerlukan ketentraman,
kepastian, organisasi, dan keteraturan manajemen di lingkungannya. Perlindungan

6
terhadap bahaya, ancaman, dan jaminan keamanan. Perilaku yang menimbulkan
ketidakpastian berhubungan dengan kelanjutan pekerjaan atau yang merefleksikan
sikap dan perbedaan, kebijakan administrasi yang tidak terduga akan menjadi
motivator yang sangat kuat dalam hal rasa aman pada setiap tahap hubungan kerja
Contoh: Siswa perlu merasa aman di lingkungan tempat mereka belajar tanpa
ancaman dari luar. Jika seorang siswa merasa mereka berpotensi disakiti atau pada
beberapa kasus terjadi bullying, maka tingkat keamanan ini tidak akan terpenuhi.
Siswa akan merasa takut untuk belajar.
3. Kebutuhan Sosial
Memberi dan menerima cinta, persahabatan, kasih saying, harta milik,
pergaulan, dukungan. Jika dua tingkat kebutuhan pertama terpenuhi seseorang
menjadi sadar akan perlunya kehadiran teman. Kebutuhan akan cinta, rasa kasih,
dan rasa memiliki, dan seluruh jalur yang telah di gambarkan diulangi kembali
dengan menempatkan hal-hal ini sebagai titik pusat yang baru. Maka sekarang,
dan belum pernah sebelumnya, orang akan sangat merasakan tiadanya kawan-
kawan, atau kekasih, atau istri, atau anak-anak. Ia haus akan hubungan yang
penuh rasa dengan orang-orang pada umumnya, yakni akan suatu tempat dalam
kelompok atau keluarganya, dan ia akan berikhtiar lebih keras lagi untuk
mencapai tujuan ini.
Contoh: Pada tingkat ini, siswa ingin merasakan rasa memiliki dengan orang
lain di lingkungannya (Maslow, 1943). Pada tingkat ini, siswa perlu
mengidentifikasi dengan sekelompok atau kelompok siswa lain dan perlu merasa
bahwa mereka cocok.
4. Kebutuhan Akan Harga Diri
Semua orang dalam masyarakat kita (dengan beberapa pengecualian yang
patologis) mempunyai kebutuhan atau menginginakan penilaian terhadap dirinya
yang mantap, mmpunyai dasar yang kuat, dan biasanya bermutu tinggi, akan rasa
hormat diri, atau harga diri, dan penghargaan akan orangorang lainnya. Karenaya,
kebutuhan-kebutuhan ini dapat siklasifikaiskan dalam dua perangkat tambahan.
Yakni, pertama, keinginan akan kekuatan, akan prestasi, akan kecukupan, akan
keunggulan dan kemampuan, akan kepercayaan pada diri sendiri dalam
menghadapi dunia, dan akan kemerdekaan dan kebebasan. Kedua, kita memiliki
apa yang dapat kita katakan hasrat akan nama baik atau gengsi, pretise (yang
dirumuskan sebagai penghormatan dan penghargaan dari orang lain), status,

7
ketenaran dan kemuliaan, dominasi, pengakuan, perhatian, arti yang peenting,
martabat, atau apresiasi.
Contoh: Siswa ingin memiliki harga diri yang baik melalui pengakuan dan
prestasi (Maslow, 1943). Dengan mendapatkan pengakuan dari orang lain, siswa
merasa yakin dengan kemampuannya untuk belajar. Frustasi atau pemuas
kebutuhan harga diri yang terhambat akan menghasilkan sikap rendah diri, rasa
lemah, tidak mampu, dan tidak berguna.
5. Aktualisasi Diri
Aktualisasi diri dapat didefenisikan sebagai perkembangan yang paling tinggi
dan penggunaan semua bakat kita, pemenuhan semua kualitas dan kapasitas kita.
kita harus menjadi menurut potensi kita untuk menjadi. Meskipun kebutuhan-
kebutuhan dalam tingkat yang lebih rendah di puaskan, seperti merasa aman
secara fisik maupun emosional, mempunyai perasaan memiliki dan cinta serta
merasa bahwa diri kita adalah individu-individu yang berharga, namun kita akan
merasa kecewa, tidak tenang dan tidak puas jika kita gagal berusaha untuk
memuaskan kebutuuhan akan aktulisasi diri
Contoh: Siswa mencari cara untuk memenuhi potensi pribadinya untuk
belajar, dan mencari pemenuhan dalam pembelajaran mereka. Pada tingkat ini
siswa akan berusaha untuk tujuan pembelajaran tertentu dan berusaha untuk
mencapainya (Gorman, 2010). Misalnya, pada tingkat ini, siswa mungkin ingin
menerima nilai “A” pada tes mereka atau mungkin mencari untuk membaca
sejumlah buku.

C. Pandangan Carl Rogers Terhadap Belajar

Asumsi dasar teori Roger adalah:

a) Kecenderungan formatif, yaitu segala hal di dunia baik organik maupun non-
organik tersusun dari hal-hal yang lebih kecil.
b) Kecenderungan aktualisasi, yaitu kecenderungan setiap makhluk hidup untuk
bergerak menuju ke kesempurnaan atau pemenuhan potensial dirinya. Tiap
individual mempunyai kekuatan yang kreatif untuk menyelesaikan masalahnya.

Guru menghubungkan pengetahuan akademik ke dalam pengetahuan terpakai


seperti memperlajari mesin dengan tujuan untuk memperbaikai mobil. Experiential

8
Learning menunjuk pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas
belajar experiential learning mencakup: keterlibatan siswa secara personal,
berinisiatif, evaluasi oleh siswa sendiri, dan adanya efek yang membekas pada siswa.

Teori belajar humanistik Rogers juga menitik beratkan pada metode student-
centered, dengan menggunakan "komunikasi antar pribadi" yaitu berpusat pada
peserta didik dengan mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki peserta didik
untuk dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi dalam suatu kehidupan. Yang
terpenting dari Rogers adalah proses suasana (emotional approach) dalam
pembelajaran bukan hasil dari belajar. Seorang guru harus lebih responsif terhadap
kebutuhan kasih sayang dalam proses pendidikan. Perasaan gembira, tidak tertekan,
nyaman adalah hal yang dinginkan dalam proses pembelajaran. (Wahyudin, 2009)

Menurut Wartawarga (2009), Teori Roger dalam bidang pendidikan adalah


dibutuhkannya 3 sikap dalam fasilitator belajar yaitu realitas di dalam fasilitator
belajar, penghargaan, penerimaan, dan kepercayaan, serta pengertian yang empati.

1. Realitas di dalam fasilitator belajar merupakan sikap dasar yang penting. Seorang
fasilitator menjadi dirinya sendiri dan tidak menyangkal diri sendiri, sehingga ia
dapat masuk kedalam hubungan dengan pelajar tanpa ada sesuatu yang ditutup-
tutupi.
2. Penghargaan, penerimaan, dan kepercayaan menghargai pendapat, perasaan, dan
sebagainya membuat timbulnya penerimaan akan satu dengan lainnya. Dengan
adanya penerimaan tersebut, maka akan muncul kepercayaan akan satu dengan
lainnya.
3. Pengertian yang empati, Untuk mempertahankan iklim belajar atas dasar inisiatif
diri, maka guru harus memiliki pengertian yang empati akan reaksi murid dari
dalam. Guru harus memiliki kesadaran yang sensitif bagi jalannya proses
pendidikan dengan tidak menilai atau mengevaluasi. Pengertian akan materi
pendidikan dipandang dari sudut murid dan bukan guru.

Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya


guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:

a) Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar.


Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.

9
b) Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya.
Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide
baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
c) Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan
ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
d) Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang
proses.

Dari bukunya Freedom to Learn, Carl Roger menujukkan sejumlah


prinsip-prinsip dasar humanistik yang penting, diantaranya ialah:

a) Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.


b) Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid
mempunyai relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
c) Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya
sendiri dianggap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
d) Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan
diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
e) Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh
dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
f) Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
g) Belajar diperlancar bila mana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut
bertanggung jawab terhadap proses belajar itu.
h) Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik
perasaan maupun intelektual, merupakan cara yang dapat memberikan hasil
yang mendalam dan lestari.
i) Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah
dicapai terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengkritik
dirinya sendiri dan penialaian orang lain merupakan cara kedua yang
penting.
j) Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah
belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus
terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai
proses perubahan itu.

10
D. Pandangan Kolb Terhadap Belajar
David A. Kolb adalah seorang psikolog Amerika dan teori pendidikan. Kolb
paling dikenal karena penelitian gaya belajar dan belajar pengalaman. Menurut
Kolb, experiential learning adalah suatu proses dimana pengetahuan hasil dari
kombinasi yang berbeda dari menangkap dan mentransformasikan pengalaman.
Kita dapat memahami pengalaman dengan dua cara yang berbeda, melalui
pengalaman konkret dan konsep abstrak. Kita kemudian dapat mengubah
pengalaman dalam dua cara, melalui pengamatan reflektif atau percobaan aktif.
Gaya belajar model David A. Kolb terimplisit dalam Resource Based Learning
(belajar berdasarkan sumber) yang mengajak siswa melakukan observasi untuk
memecahkan masalah. Menurut David Kolb, “Gaya belajar model Kolb ialah gaya
belajar yang melibatkan pengalaman baru siswa, mengembangkan
observasi/merefleksi, menciptakan konsep, dan menggunakan teori untuk
memecahkan masalah”.
Kolb (Rene: 1996) seorang ahli penganut aliran humanistik membagi tahap-
tahap belajar menjadi empat tahap, yaitu: (1) tahap pengalaman konkret, (2) tahap
pengamatan aktif dan reflektif, (3) tahap konseptualisasi, dan (4) tahap
eksperimentasi aktif.
a) Tahap Pengalaman konkret.
Pada tahap awal dalam peristiwa belajar adalah seseorang mampu
atau dapat mengalami suatu peristiwa atau suatu kejadian sebagaimana
adanya. Ia dapat melihat dan merasakannya, dapat menceritakan peristiwa
tersebut sesuai dengan apa yang dialaminya. Namun, dia belum memiliki
kesadaran tentang hakikat dari peristiwa tersebut. Ia hanya dapat
merasakan kejadian tersebut apa adanya, dan belum dapat memahami
serta menjelaskan bagaimana peristiwa itu terjadi. Ia juga belum dapat
memahami mengapa peristiwa tersebut harus terjadi seperti itu.
Kemampuan inilah yang terjadi dan dimiliki seseorang pada tahap paling
awal dalam proses belajar.
b) Tahap Pengamatan Aktif dan Reflektif.
Tahap kedua dalam peristiwa belajar adalah bahwa seseorang
makin lama akan semakin mampu melakukan observasi secara aktif
terhadap peristiwa yang dialaminya. Ia mulai berupaya untuk mencari
jawaban dan memikirkan kejadian tersebut. Ia melakukan refleksi

11
terhadap peristiwa yang dialaminya, dengan mengembangkan pertanyaan-
pertanyaan bagaimana hal itu bisa terjadi, dan mengapa hal itu mesti
terjadi. Pemahamannya terhadap peristiwa yang dialaminya semakin
berkembang. Kemampuan inilah yang terjadi dan dimiliki seseorang pada
tahap kedua dalam proses belajar
c) Tahap konseptualisasi
Tahap ketiga dalam peristiwa belajar adalah seseorang sudah
mulai berupaya untuk membuat abstraksi, mengembangkan suatu teori,
konsep, atau hukum dan prosedur tentang sesuatu yang menjadi objek
perhatiannya. Berpikir induktif banyak dilakukan untuk merumuskan
suatu aturan umum atau generalisasi dari berbagai contoh peristiwa yang
dialaminya. Walaupun kejadian-kejadian yang diamati tampak berbeda-
beda, namun memiliki komponen-komponen yang sama yang dapat
dijadikan dasar aturan Bersama.
d) Tahap eksperimentasi aktif.
Tahap terakhir dari peristiwa belajar menurut Kolb (Rene: 1996)
adalah melakukan eksperimentasi secara aktif. Pada tahap ini seseorang
sudah mampu mengaplikasikan konsep-konsep, teori-teori atau aturan-
aturan ke dalam situasi nyata. Berpikir deduktif banyak digunakan untuk
mempraktekkan dan menguji teori-teori serta konsep di lapangan.

Tahap-tahap belajar seperti dikemukakan oleh Kolb merupakan suatu siklus


yang bersinambungan dan berlangsung di luar kesadaran orang yang belajar. Secara
teoritis tahap-tahap belajar tersebut memang dipisahkan, akan tetapi dalam kenyataan
yang terjadi proses peralihan dari satu tahap ke tahap belajar berikutnya sering kali
terjadi begitu saja secara otomatis, sehingga sulit untuk ditentukan kapan terjadinya
tahap-tahap belajar tersebut.

E. Pandangan Honey Dan Mumford Terhadap Belajar


Tokoh teori humanistik lainnya adalah Honey dan Mumford. Pandangannya
tentang belajar diilhami oleh pandangan Kolb mengenai tahap-tahap belajar di atas.
Honey dan Mumford (Rene: 1996) menggolongkan orang yang belajar ke dalam
empat macam atau golongan, yaitu: kelompok aktivis, kelompok reflektor, kelompok

12
teoris, dan kelompok pragmatis. Masing-masing kelompok memiliki karakteristik
yang berbeda dengan kelompok lainnya.
a) Kelompok Aktivis.
Orang-orang yang termasuk ke dalam kelompok aktivis adalah mereka
yang senang melibatkan diri dan berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan
dengan tujuan untuk memperoleh pengalamanpengalaman baru. Orang-orang tipe
ini mudah diajak berdialog, memiliki pemikiran terbuka, menghargai pendapat
orang lain, dan mudah percaya pada orang lain. Namun dalam melakukan sesuatu
tindakan sering kali kurang pertimbangan yang matang, dan lebih banyak
didorong oleh kesenangannya untuk melibatkan diri. Dalam kegiatan belajar,
orang-orang demikian senang pada hal-hal yang sifatnya penemuan-penemuan
baru, seperti pemikiran baru, pengalaman baru, dan sebagainya, sehingga metode
yang cocok adalah problem solving, brainstorming. Namun, mereka akan cepat
bosan dengan kegiatan-kegiatan yang implementasinya memakan waktu lama.
b) Kelompok reflektor.
Mereka yang termasuk ke dalam kelompok ini mempunyai kecenderungan
yang berlawanan dengan mereka yang termasuk kelompok aktivis. Di dalam
melakukan suatu tindakan, orang-orang tipe ini sangat berhati-hati dan penuh
pertimbangan. Pertimbangan-pertimbangan baik-buruk dan untung-rugi, selalu
diperhitungkan dengan cermat dalam memutuskan sesuatu. Orang-orang
demikian tidak mudah dipengaruhi, sehingga mereka cenderung bersifat
konservatif.
c) Kelompok teoris.
Kelompok ini memiliki kecenderungan yang sangat kritis, suka
menganalisis, selalu berpikir rasional dengan menggunakan penalarannya. Segala
sesuatu sering dikembalikan kepada teori dan konsepkonsep atau hukum-hukum,
mereka tidak menyukai pendapat atau penilaian yang sifatnya subjektif. Dalam
melakukan atau memutuskan sesuatu, kelompok teoris penuh dengan
pertimbangan, sangat skeptis dan tidak menyukai hal-hal yang bersifat spekulatif.
Mereka tampak lebih tegas dan mempunyai pendirian yang kuat, sehingga tidak
mudah terpengaruh oleh pendapat orang lain.
d) Kelompok pragmatis.
Kelompok ini memiliki sifat-sifat yang praktis, tidak suka berbicara dan
membahas sesuatu dengan teori-teori, konsepkonsep, dalil-dalil, dan sebagainya.

13
Bagi mereka, yang penting adalah aspekaspek praktis, sesuatu yang nyata dan
dapat dilaksanakan. Sesuatu hanya bermanfaat jika dapat dipraktekkan. Teori,
konsep, dalil, memang penting tetapi semua tidak ada gunanya apabila tidak
dapat dengan mudah dilaksanakan. Bagi mereka, sesuatu adalah baik dan berguna
jika dapat dipraktekkan dan bermanfaat bagi kehidupan manusia
F. Pandangan Bloom dan Kratwohl terhadap belajar
Pada tahun 1956, Bloom, Englehart, Furst, Hill dan Krathwohl berhasil
mengenalkan kerangka konsep kemampuan berpikir yang dinamakan Taxonomy
Bloom. Jadi, Taksonomi Bloom adalah struktur hierarkhi yang mengidentifikasikan
skills mulai dari tingkat yang rendah hingga yang tinggi.
Taksonomi Bloom merupakan struktur hierarki yang mengidentifikasikan
skills mulai dari tingkat terendah hingga tertinggi. Setiap tingkatan dalam Taksonomi
Bloom memiliki korelasinya masing-masing. Maka, untuk mencapai tingkatan yang
paling tinggi, tentu tingkatan-tingkatan yang berada di bawahnya harus dikuasai
terlebih dahulu
Dalam kerangka konsep ini, tujuan pendidikan ini oleh Bloom dibagi menjadi
tiga domain/ranah kemampuan intelektual [intellectual behaviors] yaitu kognitif,
afektif dan psikomotorik.
1. Ranah Kognitif
Ranah Kognitif berisi perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti
pengetahuan, dan keterampilan berpikir. Ranah afektif mencakup perilaku terkait
dengan emosi, misalnya perasaan, nilai, minat, motivasi, dan sikap. Ranah
Psikomotorik berisi perilaku yang menekankan fungsi manipulatif dan
keterampilan motorik / kemampuan fisik, berenang, dan mengoperasikan mesin.
Ranah kognitif mengurutkan keahlian berpikir sesuai dengan tujuan yang
diharapkan. Proses berpikir menggambarkan tahap berpikir yang harus dikuasai
oleh siswa agar mampu mengaplikasikan teori kedalam perbuatan.
Ranah kognitif ini terdiri atas enam level, yaitu:
a. Knowledge (pengetahuan)
Kemampuan menyebutkan atau menjelaskan kembali. Contohnya
menyatakan kebijakan
b. Comprehension (pemahaman atau persepsi)

14
Kemampuan memahami instruksi/masalah, menginterpretasikan dan
menyatakan kembali dengan kata-kata sendiri. Contohnya menuliskan
kembali atau merangkum materi pelajaran.
c. Application (penerapan)
Kemampuan menggunakan konsep dalam praktek atau situasi yang baru.
Contohnya menggunakanpedoman/atuan dalam menghitung gaji pegawai.
d. Analysis (penguraian atau penjabaran)
Kemampuan memisahkan konsep kedalam beberapa komponen untuk
memperoleh pemahaman yang lebih luas atas dampak komponen terhadap
konsep tersebut secara utuh. Contohnya menganalisa penyebab
meningkatnya harga pokok penjualan dalam laporan keuangan.
e. Synthesis (pemaduan)
Kemampuan merangkai atau Menyusun kembali komponen dalam rangka
menciptakan arti/pemahaman struktur baru. Contohnya Menyusun
kurikulum dengan mengintegrasikan pendapat dan materi dari beberapa
sumber.
f. Evaluation (penilaian)
Kemampuan mengevaluasi dan menilai sesuatu berdasarkan norma, acuan
dan kriteria. Contohnya membandingkan hasil ujian dengan kunci
jawaban.

Tiga level pertama [terbawah] merupakan Lower Order Thinking Skills,


sedangkan tiga level berikutnya Higher Order Thinking Skill. Namun demikian
pembuatan level ini bukan berarti bahwa lower level tidak penting. Justru lower
order thinking skill ini harus dilalui dulu untuk naik ke tingkat berikutnya. Skema

15
ini hanya menunjukkan bahwa semakin tinggi semakin sulit kemampuan
berpikirnya.

2. Ranah Afektif
Ranah Afektif mencakup segala sesuatu yang terkait
dengan emosi, misalnya perasaan, nilai, penghargaan, semangat, minat, motivasi,
dan sikap. Lima kategori ranah ini diurutkan mulai dari
perilaku yang sederhana hingga yang paling kompleks.
a. Penerimaan
Kemampuan untuk menunjukkan atensi dan penghargaan terhadap orang
lain Contohnya mendengarkan pendapat orang lain, mengingat nama
seseorang
b. Responsif
Kemampuan berpartisipasi aktif dalam pembelajaran dan selalu
termotivasi untuk segera bereaksi dan mengambil Tindakan atas suatu
kejadian. Contohnya berpartisipasi dalam diskusi kelas
c. Nilai Yang Dianut (Nilai Diri)
Kemampuan menunjukkan nilai yang dianut untuk membedakan mana
yang baik dan kurang baik terhadap suatu kejadian/objek, dan nilai
tersebut diekspresikan dalam perilaku. Contohnya mengusulkan suatu
kegiatan sesuai dengan nilai yang berlaku
d. Organisasi
Kemampuan membentuk system nilai dan budaya organisasi dengan
mengharmonisasikan perbedaan nilai. Contohnya menyepakati dan
mentaati etika profesi
e. Karakterisasi
Kemampuan mengendalikan perilaku berdasarkan nilai yang dianut dan
memperbaiki hubungan intrapersonal, interpersonal dan sosial. Contohnya
menunjukkan rasa percaya diri ketika bekerja sendiri, kooperatif dalam
aktivitas kelompok.

3. Ranah Psikomotortik
Ranah Psikomotorik meliputi gerakan dan koordinasi jasmani, keterampilan
motorik dan kemampuan fisik. Keterampilan ini dapat diasah jika sering

16
melakukannya. Perkembangan tersebut dapat diukur sudut kecepatan, ketepatan,
jarak, cara/teknik pelaksanaan. Ada tujuh kategori dalam ranah psikomotorik
mulai dari tingkat yang sederhana hingga tingkat yang rumit.
A. Persepsi
Kemampuan menggunakan saraf sensori dalam menginterpretasikannya
dalam memperkirakan sesuatu Contohnya menurunkan suhu AC saat
merasa suhu ruangan panas
B. Kesiapan
Kemampuan untuk mempersiapkan diri, baik mental, fisik dan emosi
dalam menghadapi sesuatu. Contoh: melakukan pekerjaan sesuai urutan,
menerima kelebihan dan kekurangan seseorang.
C. Reaksi Yang Diarahkan
Kemampuan untuk memulai keterampilan yang kompleks dengan
bantuan/bimbingan dengan meniru dan uji coba. Contoh: mengikuti arahan
dari instruktur
D. Reaksi Natural (Mekanisme)
Kemampuan untuk melakukan kegiatan pada tingkat ketrampilan yang
lebih sulit. Melalui tahap ini diharapkan siswa akan terbiasa melakukan
tugas rutinnya
E. Reaksi Yang Kompleks
Kemampuan untuk melakukan kemahirannya dalam melakukan sesuatu,
dimana dilihat dari kecepatan, ketepatan, efisiensi dan efektivitasnya.
Semua Tindakan dilakukan secara spontan, lancer, cepat tanpa ragu.
Contohnya keahlian bermain piano.
F. Adaptasi
Kemampuan mengembangkan keahlian dan memodifikasi pola sesuai
dengan yang dibutuhkan. Contohnya melakukan perubahan secara cepat
dan tepat terhadap kejadian tak terduga tanpa merusak pola yang ada.
G. Kreatifitas
Kemampuan untuk menciptakan pola baru yang sesuai dengan kondisi/
situasi tertentu dan juga kemampuan mengatasi masalah dengan
mengeksplorasi kreativitas diri. Contohnya membuat formula baru, inovasi
dan produk baru

17
REVISI TAKSONOMI BLOOM
Pada tahun 1994, salah seorang murid Bloom, Lorin Anderson Krathwohl dan
para ahli psikologi aliran kognitivisme memperbaiki taksonomi Bloom agar sesuai
dengan kemajuan zaman. Hasil perbaikan tersebut baru dipublikasikan pada tahun
2001 dengan nama Revisi Taksonomi Bloom. Revisi hanya dilakukan pada ranah
kognitif. Revisi tersebut meliputi:
1. Perubahan kata kunci dari kata benda menjadi kata kerja untuk setiap level
taksonomi.
2. Perubahan hampir terjadi pada semua level hierarkhis, namun urutan
level masih sama yaitu dari urutan terendah hingga tertinggi. Perubahan
mendasar terletak pada level 5 dan 6. Perubahan-perubahan tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Pada level 1, knowledge diubah menjadi remembering [mengingat].
2. Pada level 2, comprehension dipertegas menjadi understanding [memahami].
3. Pada level 3, application diubah menjadi applying [menerapkan].
4. Pada level 4, analysis menjadi analyzing [menganalisis].
5. Pada level 5, synthesis dinaikkan levelnya menjadi level 6 tetapi dengan
perubahan mendasar, yaitu creating [mencipta].
6. Pada level 6, Evaluation turun posisisinya menjadi level 5, dengan sebutan
evaluating [menilai].

Sama dengan sebelum revisi, tiga level pertama [terbawah] merupakan Lower
Order Thinking Skills, sedangkan tiga level berikutnya Higher Order Thinking Skill.
Jadi, dalam menginterpretasikan piramida di atas, secara logika adalah sebagai
berikut:
a. Sebelum kita memahami sebuah konsep maka kita harus mengingatnya terlebih
dahulu

18
b. Sebelum kita menerapkan maka kita harus memahaminya terlebih dahulu
c. Sebelum kita menganalisa maka kita harus menerapkannya dulu
d. Sebelum kita mengevaluasi maka kita harus menganalisa dulu
e. Sebelum kita berkreasi atau menciptakan sesuatu, maka kita harus mengingat,
memahami, mengaplikasikan, menganalisis dan mengevaluasi.

G. Pandangan Combs terhadap Belajar


Arthur Combs (1912-1999) Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967),
mereka mencurahkan banyak perhatian pada dunia pendidikan. Guru tiak bisa
memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka.
Anak tidak bisa Matematika atau Sejarah bukan berarti bodoh, melainkan karena
mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka
harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah
ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan
kepuasan baginya
Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa
memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka.
Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka
enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus
mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dari
ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan
kepuasan baginya. Untuk itu guru harus memahami perilaku peserta didik dengan
mencoba memahami dunia persepsi peserta didik tersebut sehingga apabila ingin
merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan
peserta didik yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain.
Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan
berasumsi bahwa peserta didik mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan
disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran
itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si peserta didik untuk
memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan
menghubungkannya dengan kehidupannya.
Combs memberikan lukisan persepsi diri dalam dunia seseorang seperti dua
lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu Lingkaran kecil (1)adalah
gambaran dari persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin

19
jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap
perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin
mudah hal itu terlupakan.

H. Implikasi Teori belajar Humanistik dalam Pembelajaran


Penerapan teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses
pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam
pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para peserta didik sedangkan
guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan
peserta didik. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada peserta didik dan
mendampingi peserta didik untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Peserta didik berperan sebagai pelaku utama (stundent center) yang memaknai
proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan peserta didik memahami potensi
diri, mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri
yang bersifat negatif. Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai
fasilitator. Berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan
berbagai kualitas fasilitator, yaitu:
a) Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi
kelompok, atau pengalaman kelas
b) Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan
perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
c) Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing peserta didik untuk
melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan
pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
d) Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang
paling luas dan mudah dimanfaatkan para peserta didik untuk membantu
mencapai tujuan mereka.
e) Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk
dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
f) Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan
menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba
untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi
kelompok

20
g) Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat
berperanan sebagai seorang peserta didik yang turut berpartisipasi, seorang
anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang
individu, seperti peserta didik yang lain.
h) Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga
pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai
suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh peserta
didik
i) Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya
perasaan yang dalam dan kuat selama belajar
j) Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk
menganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri. (Dakir, 1993: 65).

Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :


a) Merespon perasaan peserta didik
b) Menggunakan ide-ide peserta didik untuk melaksanakan interaksi yang sudah
dirancang
c) Berdialog dan berdiskusi dengan peserta didik
d) Menghargai peserta didik
e) Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
f) Menyesuaikan isi kerangka berpikir peserta didik (penjelasan untuk
mementapkan kebutuhan segera dari peserta didik)
g) Tersenyum pada peserta didik. (Syaodih, 2007: 152)
Guru-guru cenderung berpendapat bahwa pendidikan adalah pewaris
kebudayaan, pertanggungan jawaban sosial dan bahan pembelajaran yang khusus,
mereka percaya bahwa masalah ini tidak dapat di serahkan begitu saja kepada peserta
didik.
I. Kelebihan dan Kekurangan teori belajar humanistik
Kelebihan teori humanism (dalam Ningsih,2005:76) adalah :
1. Teori ini cocok untuk diterapkan dalam materi pembelajaran yang bersifat
pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap
fenomena sosial.

21
2. Menurut aliran humanisme : individu itu cenderung mempunyai kemampuan /
keinginan untuk berkembang dan percaya pada kodrat biologis dan ciri
lingkungan.
3. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah,
berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap
atas kemauan sendiri.
4. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, tidak terikat oleh pendapat
orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggung jawab tanpa
mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin atau
etika yang berlaku.
5. Aliran humanisme tidak menyetujui sifat pesimisme, dalam aliran humanisme
individu itu memiliki sifat yang optimistic.
6. Teori Humanistik sangat membantu para pendidik dalam memahami arah
belajar pada dimensi yang lebih luas, sehingga upaya pembelajaran apapun dan
pada konteks manapun akan selalu diarahkan dan dilakukan untuk mencapai
tujuannya.
7. Ide-ide, konsep-konsep, taksonomi-taksonomi tujuan yang dirumuskan dapat
membantu para pendidik dan guru untuk memahami hakikat kejiwaan manusia.

Kelemahan teori humanisme (dalam Ningsih,2005:76-77) adalah :

1. Siswa yang tidak mau memahami potensi dirinya akan ketinggalan dalam
proses belajar.
2. Terlalu memberi kebebasan pada siswa.
3. Teori humanisme terlalu optimistik secara naif dan gagal untuk memberikan
pendekatan pada sisi buruk dari sifat alamiah manusia
4. Teori humanisme, seperti halnya teori psikodinamik, tidak bisa diuji dengan
mudah
5. Banyak konsep dalam psikologi humanisme, seperti misalnya orang yang telah
berhasil mengaktualisasikan dirinya, ini masih buram dan subjektif.
6. Beberapa kritisi menyangkal bahwa konsep ini bisa saja mencerminkan nilai
dan idealisme Maslow sendiri.
7. Psikologi humanisme mengalami pembiasan terhadap nilai individualistis

22
8. Teori humanisme ini dikritik karena sukar digunakan dalam konteks yang lebih
praktis. Teori ini dianggap lebih dekat dengan dunia filsafat daripada dunia
Pendidikan.
9. Aplikasi teori humanisme dalam pembelajaran, guru lebih mengarahkan siswa
untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman serta membutuhkan
keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar.
10. Teori humanisme masih sukar diterjemahkan kedalam langkah-langkah yang
praktis dan operasional.

Daftar Pustaka

Purwo, Bambang Kaswanti. (ed.).PELLBA 2: Pertemuan Linguistik Lembaga Bahasa Atma


Jaya. Jakarta: Lembaga Bahasa Unika Atma Jaya. 1989.

Soemanto, Wasty. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1998.

Sudrajat, Ahkmad. Media Pembelajaran. Artikel. Diakses di http://ahkmadsudrajat.


wordpress. com /bahan-ajar/media-pembelajaran/, tanggal 18 Maret 2022.

Sukmadinata, dan Nana Syaodih. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Cet. IV, Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2007.

Suprobo, Novina. Teori Belajar Humanistik. Diakses di http://novinasuprobo. wordpress.


com /2008/06/15/teori-belajar-humanistik/ tanggal 18 Maret 2022.

Uno, Hamzah B. Orientasi Baru Dalam Psikologi Perkembangan. Jakarta: Bumi


aksara,  2006

23

Anda mungkin juga menyukai