Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu dan dengan judul pembahasan “ Ciri-Ciri Anak Berbakat “.

Makalah ini berisikan informasi tentang Ciri-Ciri Anak Berbakat. .

Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan dan informasi baru kepada semua
pihak khususnya pada teman-teman mahasiswa.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal hingga akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita. Amin.

Surabaya, 25 November 2013

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Aliran humanisme muncul pada tahun 90-an sebagai reaksi ketidakpuasan
terhadap pendekatan psikoanalisa dan behabvioristik. Sebagai sebuah aliran
dalam psikologi, aliran ini boleh dikatakan relative masih muda, bahkan beberapa
ahlinya masih hidup dan terus-menerus mengeluarkan konsep yang relevan
dengan bidang pengkajian psikologi, yang sangat menekankan pentingnya
kesadaran, aktualisasi diri, dan ha-hal yang bersifat positif tentang manusia.
Pengertian humanisik yang beragam membuat batasan-batasan aplikasinya dalam
dunia pendidikan yang beragam pula. Teori humanisme menyatakan bahwa bagian
terpenting dalam proses pembelajaran adalah unsure manusianya. Humanisme lebih
melihat sisi perkembangan kepribadian manusia dibandingkan berfokus pada
“ketidaknormala”atau “sakit”.manusia akan mempunyai kemampuan positif
untuk menyembuhkan diri dari “sakit” tersebut, sehingga sisi positif inilah yang
ingin dikembangka oleh teori humanism
Teori belajar humanisme bertujuan bahwa belajar adalah untuk
memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika telah memahami
lingkungan dan dirinya sendiri. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku
belajar dari sudut pandang pelakunya bukan dati sudut pandang pengamatnya.
Teori belajar ini sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang ilmu filsafat, teori
kepribadian dan psikoterapi dibanding tentang psikologi belajar. Teori humanisme lebih
mementingkan isi yang dipelajari dari pada proses belajar itu sendiri. Teori belajar ini
lebih banyak berbicara tentang konsep-konsep pendidikan unttuk membentuk manusia
yang dicita-citakan serta tentang proses belajar dalam bentuk yang paling ideal.
Selain teori behavioristik dan teori kognitif, teori belajar humanisme juga perlu
untuk dipahami. Menurut teori humanisme, proses belajar harus dimulai dan ditunjukan
untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, teori humanisme
sifatnya lebih abstrak dan mendekati bidang kajian filsafat, teori kepribadian, dan
psikoterapi dari pada bidang kajian psikologi belajar. Teori humanisme sangat
mementingkan isi yang dipelajari daripada proses belajar itu sendiri. Teori belajar ini
lebih banyak berbicara tentang konsep-konsep pendidikan untuk membentuk manusia
yang dicita-citakan, serta tentang proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal.
Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada pemahaman tentang prosesbelajar
sebagaimana apa adanya, seperti yang selama ini dikaji oleh teori-teori belajar lainnya.

B. Rumusan Masalah
Dalam penulisan makalah ini kami sebagai penulis membatasi permasalahan-
permasalahan sebagai berikut:
a. Pengertian teori belajar humanisme
b. Tokoh-tokoh teori belajar humanisme
c. Perbandingan teori belajar humanism dari beberapa tokoh
d. Prinsip teori belajar humanisme
e. Implikasi dan aplikasi teori belajar humanisme

C. Tujuan
Dari rumusan masalah yang ada, maka tujuan penulis makalah ini yaitu:
a. Untuk mengetahui pengertian dari teori belajar humanism
b. Untuk mengetahui tokoh-tokoh teori belajar humanism
c. Untuk mengetahui perbandingan teori humanism dari beberapa tokoh
d. Untuk mengetahui prinsip teori belajar humanism
e. Untuk mengetahui implikasi dan aplikasi teori humanism terhadap pembelajaran
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Teori Belajar Humanisme


Dalam teori belajar humanistik proses belajar harus berhulu dan bermuara pada
manusia itu sendiri. Meskipun teori ini sangat menekankan pentingya isi dari proses
belajar, dalam kenyataan teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses
belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada
ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya,
seperti apa yang bisa kita amati dalam dunia keseharian.. Teori apapun dapat
dimanfaatkan asal tujuan untuk“memanusiakan manusia” (mencapai aktualisasi diri dan
sebagainya) dapat tercapai.
Dalam pelaksanaannya, teori humanisme ini antara lain tampak juga dalam
pendekatan belajar yang dikemukakan oleh Ausubel. Pandangannya tentang belajar
bermakna atau “Meaningful Lerning” yang juga tergolong dalam aliran kognitif ini,
mengatakan bahwa belajar merupakan asimilasi bermakna.materi yang dipelajari
diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.
Faktor motivasi dan pengalaman emosional sangat penting dalam peristiwa belajar, sebab
tanpa motivasi dan keinginan dari pihak si belajar, maka tidak akan terjadi asimilasi
pengetahuan baru kedalam struktur kognitif yang telah dimilikinya teori humanisme
berpendapat bahwa teori belajar apapun dapat dimanfaatkan, asal tujuannya untuk
memenusiakan manusia yaitu mencapai aktualisai diari, pemahama diri, serta realisasi diri
orang yang belajar secara optimal.

Pemahaman terhadap belajar yang diidealkan menjadi teori humanisme dapat


memanfaatkan teori belajar apapun asal tujuannya memanusiakan manusia. Hal ini
menjadikan teori humanisntic bersifat sangan eklektik. Tidak dapat disangkal lagi bahwa
setiap pendiriian atau pendekatan belajar tertentu akan ada kebaikan dan ada pula
klemahannya. Dalam arti ini elektisisme suatu system dengan membiarkan unsure-unsur
tersebut dalam keadaan sebagaimana adanya atau aslinya. Teori humanisme akan
memanfaatkan teori-teori apapunasal tujuanya tercapai yaitu memanusiakan manusia.
Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar
lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini
berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut
pandang pengamatnya.
Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan
dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri
sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada
dalam diri mereka.

B. Ciri – Ciri Teori Belajar Humanisme

Pendekatan humanisme dalam pendidikan menekankan pada perkembangan positif.


Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan
kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut. Hal ini
mencakup kemampuan interpersonal sosial dan metode untuk pengembangan diri yang
ditujukan untuk memperkaya diri, menikmati keberadaan hidup dan juga masyarakat.
Ketrampilan atau kemampuan membangun diri secara positif ini menjadi sangat penting
dalam pendidikan karena keterkaitannya dengan keberhasilan akademik.

Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika siswa memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar
lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini
berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut
pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk
mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri
mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-
potensi yang ada dalam diri mereka.

Ada salah satu ide penting dalam teori belajar humanisme yaitu siswa harus mampu
untuk mengarahkan dirinya sendiri dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga siswa
mengetahui apa yang dipelajarinya serta tahu seberapa besar siswa tersebut dapat
memahaminya. Dan juga siswa dapat mengetahui mana, kapan, dan bagaimana mereka
akan belajar. Dengan demikian maka siswa diharapkan mendapat manfaat dan kegunaan
dari hasil belajar bagi dirinya sendiri. Aliran humanisme memandang belajar sebagai
sebuah proses yang terjadi dalam individu yang meliputi bagian/domain yang ada yaitu
dapat meliputi domain kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Dengan kata lain, pendekatan humanisme menekankan pentingnya emosi atau


perasaan, komunikasi terbuka, dan nilai-nilai yang dimiliki oleh setiap siswa. Untuk itu,
metode pembelajaran humanistik mengarah pada upaya untuk mengasah nilai-nilai
kemanusiaan siswa. Sehingga para pendidik/guru diharapkan dalam pembelajaran
lebih menekankan nilai-nilai kerjasama, saling membantu, dan menguntungkan, kejujuran
dan kreativitas untuk diaplikasikan dalam proses pembelajaran sehingga menghasilkan
suatu proses pembelajaran yang diharapkan sesuai dengan tujuan dan hasil belajar yang
dicapai siswa.

C. Tokoh Teori Belajar Humanisme


Tokoh penting dalam teori belajar humanitik secara teoritik antara lain adalah :
Arthur Combs, Abraham Maslow, dan Carl Rogers..

1. Arthur Combs

Perasaan, persepsi, keyakinan dan maksud merupakan perilaku-perilaku batiniah


yang menyebabkan seseorang berbeda dengan yang lain. Agar dapat memahami orang
lain, seseorang harus melihat dunia orang lain tersebut, bagaimana ia berpikir dan merasa
tentang dirinya. Itulah sebabnya, untuk mengubah perilaku orang lain, seseorang harus
mengubah persepsinya. Sesungguhnya para ahli psikologi humanisme melihat dua bagian
belajar, yaitu diperoleh informasi baru dan personalisasi informasi baru tersebut.

a. Pemerolehan informasi baru

Peserta didik akan tertarik dan bersemangat untuk belajar jika apa yang dipelajari
akan menjadi suatu informasi baru yang bermakna dan bermanfaat bagi dirinya.

b. Personalisasi informasi baru

Informasi baru yang dipahami peserta didik itu bukan hasil transfer langsung dari
guru ke peserta didik. Peserta didik sendirilah yang mecerna dan mengolah apa yang
disampaikan oleh guru menjadi sesuaidan bermakna. Atrinya informasi itu diperolehnya
sendiri dan peserta didik menjadi pemilik informasi tersebut. Peran guru disini adalah
sebagai pembimbing yang mengarahkan.

Keliru jika guru berpendapatbahwa murid akan mudah belajar kalua bahan pelajaran
disusun dengan rapid an disampaikan dengan baik, tetapi arti dan maknanya tidak
melekat pada bahan ajar itu, murid sendirilah yang mencerna dan menyerap arti dan
makna bahan pelajaran tersebut ke dalam dirinya. Yang menjadi masalah dalam mengajar
bukanlah bagaimana pelajaran itu disampaikan,tetapi bagaimana membantu murid
memetik arti dan makna yang terkandung di dalam bahan pelajaran tersebut dengan hidup
dan kehidupan mereka, guru boleh bersenang hati bahwa misinya telah berhasil.

Semakin jauh hal-hal yang terjadi di luar diri seseorang (dunia) dari pusat lingkaran
lingkaran (persepsi diri),semakin kurang pengaruhnya terhadap seseoarang. Sebaliknya,
semakin dekat hal-hal tersebut dengan pusat lingkaran, maka semakin besar pengaruhnya
terhadap seseorang dalam berperilaku. Jadi jelaslah maka semakin banyak hal yang
dipelajari oleh murid segera dilupakan, karena tidak adakaitanya sama sekali dengan
dirinya.

2. Abraham Maslow

Abraham H. Maslow adalah tokoh yang menonjol dalam psikologi humanisme.


Karyanya di bidang pemenuhan kebutuhan berpengaruh sekali terhadap upaya memahami
motivasi manusia. Sebagian dari teorinya yang penting didasrkan atas asumsi bahwa
dalam diri manusia terdapat dorongan positif untuk tumbuh dan kekuatan-kekuatan yang
melawan atau menghalangi pertumbuhan.

Maslow, berpendapat, bahwa manusia memiliki hierarki kebutuhan yang dimulai


dari kebutuhan jasmaniah yang paling asasi sampai dengan kebutuhan tertinggi.
Kebutuhan tersebut terbagi dalam lima tingkatan yaitu:

1. Kebutuhan jasmaniah atau dasar (basic needs), seperti makan, minum, tidur,
dan sex menuntut sekali untuk dipuaskan.

2. Kebutuhan akan rasa aman (safety needs), kebutuhan kesehatan, keamanan


lingkungan, lapangan kerja, sumber daya, dan terhindar dari bencana.
3. Kebutuhan untuk dimiliki dan dicintai (belongingnees needs), butuh cinta,
persahabatan, dan keluarga,kebutuhan menjadi anggota kelompok, dan
sebagainya.

4. Kebutuhan akan harga diri (esteem needs), butuh kepercayaan diri, harga diri,
prestasi, dan penghargaan dari orang lain.

5. Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs), moralitas, kreativitas,


dan ekspresi diri.

Maslow membedakan antara empat kebutuhan pertama dengan satu kebutuhan yang
berikutnya (kebutuhan teratas). Keempat kebutuhan yang pertama disebutdeficiency
neds (kebutuhan yang timbul karena kekurangan) pemenuhan kebutuhan ini pada
umumnyabergantung pada orng lain. Sedangkan satu kebutuhan yang lain
dinamakan growth needs (kebutuhan untuk tumbuh) dan pemenuhannya lebih bergantung
pada manusia itu sendiri.

Apabila seseorang telah dapat memenuhi semua kebutuhan yang tingkatannya lebih
rendah tadi, maka motivasi lalu diarahkan kepada terpenuhinyankebutuhan aktualisasi
diri, yaitu kebutuhan untuk mengembangkan potensi atau bakat dan kecenderungan
tertentu. Bagaimana cara aktualisasi diri ini tampil,tidaklah sama pada setiap orang.
Sesudah kebutuhan ini, muncul kebutuhan untuk tahu dan mengerti, yakni dorongan
untuk mencari tahu, memperoleh ilmu dan pemahaman.

Implikasi dari teori Maslow dalam dunia pendidikan sangat penting. Dalam proses
belajar-mengajar misalnya, guru mestinnya memperhatikan teori ini. Apabila guru
menemukan kesulitan untuk memahami mengapa anak-anak tertentu tidak mengerjakan
pekerjaan rumah, mengapa anak tidak dapat tenang di dalam kelas, atau bahkan mengapa
anak-anak tidak memiliki motivasi untuk belajar. Menurut Maslow, guru tidak bias
menyalahkan anak atas kejadian ini secara langsung, sebelum memahami barangkali ada
proses tidak terpenuhinya kebutuhan anak yang berada di bawah kebutuhan untuk tahu
dan mengerti.bisa jadi anak-anak tersebut belum atau tidak melakukan makan pagi yang
cukup, smalaman tidak tidur dengan nyenyak, atau ada masalah pribadi/keluarga yang
membuatnya cemas dan takut, dan lain-lain.
3. Carl R. Rogers

Metode yang diterapkan Rogers dalam psikoterapi awalnya disebut non directive
atau terapi yang berpusat pada klien (client centered therapy), dan pioneer dalam risetnya
pada proses terapi. Pendekatan terapi yang berpuast pada klien dari Rogers sebagi metode
untuk memahami orang lain, menangani masalah-masalah gangguan emosional. Rogers
berkeyakinan bahwa pandangan humanisme dan holism terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
Dalam teorinya, klien diajak untuk memahami diri dan pada akhirnya menyadari untuk
mengembangkan diri secara utuh dan lebih dapat menjadi dirinya sendiri.

Lima sifat khas orang yang berfungsi sepenuhnya (fully human being):

Keterbukaan pada pengalaman

Orang yang berfungsi sepenuhnya adalah orang yang menerima semua pengalaman
dengan fleksibel sehingga timbul persepsi baru. Dengan demikian ia akan banyak
mengalami emosi (emosional) baik yang positif maupun yang negative.

Kehidupan ekstansial

Kualitas dari kehidupan ekstansial dimana orang terbuka terhadap pengalamannya


sehingga ia selalu menemukan sesuatu yang baru, dan selalu berubah dan cenderung
menyesuaikan diri sebagai respon atas pengalaman selanjutnya.

Kepercayaan terhadap organisme orang sendiri

Pengalaman akan menjadi hidup ketika seorang membuka diri terhadap pengalaman
itu sendiri. Dengan begitu ia akan bertingkah laku menurut apa yang dirasakannya benar
(timbul seketika dan intuitif) sehingga ia dapat mempertimbangkan setiap segi dari suatu
situasi dengan sangat baik.

Perasaan bebas

Orang yang sehat secara psikologis dapat membuat suatu pilihan tanpa adanya
paksaan-paksaan atau rintangan-rintangan antara alternative pikiran dan tindakan. Orang
yang bebas memiliki suatu perasaan berkuasa secara pribadi mengenai kehidupan dan
percaya masa depan tergantung pada dirinya sendiri, tidak pada peristiwa pada masa
lampau sehingga ia dapat melihat sangat banyak pilihan dalam kehidupanya dan merasa
mampu melakukan apa yang saja yang ingin dilakukanya.
Kreatifitas

Keterbukaan diri terhadap pengalaman dan kepercayaan kepada organisme mereka


sendiri akan mendorong seseorang untuk memiliki kreativitas dengan cirri-ciri bertingkah
laku spontan, tidak defensif, berubah, bertumbuh, dan berkembang sebagai respon atas
stimulus kehidupan yang beraneka ragam disekitarnya.

Calr R. Rogers merupakan ahli psikologi humanisme yang gagasan-gagasnnya


berpebgaruh terhadap pukiran dan praktek psikologi di semua bidang, baik klinis,
pedidikan, dan lain-lain. Lebih khusus dalam bidang pendidikan , Rogers mengutarakan
pendapat tentang prinsis-prinsip belajar humanisme.Dalam buku Freedom to Learn,
Rogers mengemukakan prinsip-prinsip belajar humanisme yang penting adalah sebagia
berikut :

Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.

Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid


mempunyai relevansi dengan maksud-maksud sendiri.

Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri


dianggap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.

Tugas-tugas belajar yang mengancam diri mudah dirasakan dan diasimilasikan


apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.

Apabila ancaman terhadap diri peserta didik rendah, pengalaman dapat diperoleh
dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.

Belajar yang bermakna diperoleh peserta didik dengan melakukannya.

Belajar diperlancar jika peserta didiknya dilibatkan dalam proses belajar dan ikut
bertanggung jawab terhadap proses belajar.

Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi peserta didik seutuhnya, baik
perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam
dan lestari.
Keprcayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan,kreativitas, lebih mudah dicapai
terutama jika peserta didiknya dibiasakan untuk mawas diri dan mengkritik dirinya
sendiri dan penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang penting.

Belajar yang paling berguna secara social di dalam dunia modern ini adalah
belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap
pengalaman dan penyatuan kedalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu.

Berdasarkan prinsip-prinsip belajar yang dikemukakan oleh Rogers diatas, secara


singkat inti prinsip belajar humanism adalah sebagai berikut :

a. Hasrat untuk Belajar

Menurut Rogers,manusia mempunyai hasrat alamiah untuk belajar. Hal ini terbukti
dengan tingginya rasa ingin tau anak apabila diberi kesempatan untuk mengeksplorasi
lingkungan. Dorongan ingin tahu untuk belajar ini merupakan asumsi dasar pendidikan
humanisme. Di dalam kelas yang humanism anak-anak diberi kesempatan dan bebas
untuk memuaskan dorongan ingin tahunya, untuk memenuhi minatnya dan untuk
menemukan apa yang penting dan berarti tentang dunia di sekitarnya.

b. Belajar yang berarti

belajar akan mempunyai arti atau mekne apabila apa yang dipelajari relevan dengan
kebutuhan dan maksud anak. Artinya, anak akan belajar adengan cepat apabila yang
dipelajari mempunyai arti baginya.

c. Belajar tanpa ancaman atau hukuman

Belajar mudah dilakukan dan hasilanya dapat disimpan dengan baik apabila
berlangsung dalam lingkungan yang bebas ancaman atau hukuman. Proses belajar akan
berjalan lancer manakala murid dapat menguji kemampuanya, dapat mencoba
pengalaman-pengalaman baru atau membuat kesalahan-kesalahan tan pa mendapat
kecaman yang biasanya menyinggung perasaan.

d. Belajar atas inisiatif sendiri

Belajar akan paling bermakna apabila hal itu dilakukan atas inisiatif sendiri dan
melibatkan perasaan dan pikiran si pelajar. Mampu memilih arah arah belajarnya sendiri
sangatlah memberikan motivasi dan mengulurkan kesempatan kepada murid
untuk “belajar bagaimana caranya belajar” (to learn how to learn). Tidak perlu diragukan
bahwa menguasai bahan pelajaran itu penting, akan tetapi tidak ebih penting daripada
memperoleh kecakapan untuk mencari sumber, merumuskan masalah, menguji hipotesis
atau asumsi, dan menilai hasil. Belajar atas inisiatif sendiri memusatkan perhatian murid
baik paa proses maupun hasil belajar.

Beljar atas inisiatif sendiri juga mengajar murid menjadibebas, tidak bergantung, dan
percaya pada diri sendiri. Apabila murid belajar atas inisiatif sendiri, ia memiliki
kesempatan untuk menimbang-nimbang dan membuat keputusan, menentukan pilihan
dan melekukan penilaian. Dia juga lebih bergantung pada dirinya sendiri dan kuran
bersandar pada penilaian pihak lain.

Disamping atas inisiatif sendiri, belajar juga harus melibatkan semua aspek pribadi,
kognitif, maupun afektif. Rogers dan para ahli humanisme yang lain menanamkan jenis
belajar ini sebagai whole – person learning belajar dengan seluruh pribadi, belajar dengan
pribadi yang utuh. Para ahli humanisme percaya, bahwa belajar dengan tipwe ini akan
menghasilkan perasaan memiliki (feeling of belonging) pada diri murid. Dengan
demikian, murid akan merasa terlibat dalam belajar, lebih bersemangat menangani tugas-
tugas dan yang terpenting adalah senantiasa bergairah untuk terus belajar.

e. Belajar dan perubahan

Prinsip terakhir yang dikamukakan oleh Rogers ialah bahwa yang paling bermanfaat
ialah belajar tentang proses belajar. Menurut Rogers, diwaktu-waktu yang lampau murid
belajar mengenai fakta-fakta dan gagasan-gagasan yang statis. Waktu itu dunia lambat
berubah, dan apa yang diperoleh di sekolah sudah dipandang cukup untuk memenuhi
tuntutan zaman. Saat ini perubahan merupakan fakta hidup yang sentral. Ilmu
Pengetahuan dan teknologi selalu maju dan melaju.apa yang dipalajari di masa lalu tidak
membekali orang untuk hidup dan berfungsi baik di masa kini dan masa yang akan
datang. Dengan demikian, yang dibutuhkan saat ini adalah orang yang mampu belajar di
lingkungan yang sedang berubah dan akan terus berubah.

D. Bentuk – Bentuk Pendidikan Humanisme


a) Open Education atau Pendidikan Terbuka
Pendidikan Terbuka adalah proses pendidikan yang memberikan kesempatan
kepada murid untuk bergerak secara bebas di sekitar kelas dan memilih aktivitas
belajar mereka sendiri. Guru hanya berperan sebagai pembimbing. Ciri utama dari
proses ini adalah lingkungan fisik kelas yang berbeda dengan kelas
tradisional,karena murid bekerja secara individual atau dalam kelompok-kelompok
kecil. Dalam proses ini mensyaratkan adanya pusat-pusat belajar atau pusat-pusat
kegiatan di dalam kelas yang memungkinkan murid mengeksplorasi bidang-bidang
pelajaran, topik-topik, ketrampilanketrampilan atau minat-minat tertentu. Pusat ini
dapat memberikan petunjuk untuk mempelajari suatu topik tanpa hadirnya guru dan
dapat mencatat partisipasi dan kemajuan murid untuk nantinya dibicarakan dengan
guru (Rumini, 1993). Adapun kriteria yang disyaratkan dengan model ini
adalahsebagai berikut :

a. Tersedia fasilitas yang memudahkan proses belajar, artinya berbagai macam


bahan yang diperlukan untuk belajar harus ada. Murid tidak dilarang untuk
bergerak secara bebas di ruang kelas, tidak dilarang bicara, tidak ada
pengelompokan atas dasar tingkat kecerdasan.

b. Adanya suasana penuh kasih sayang, hangat, hormat dan terbuka. Guru
menangani masalah-masalah perilaku dengan jalan berkomunikasi secara
pribadi dengan murid yang bersangkutan, tanpa melibatkan kelompok.

c. Adanya kesempatan bagi guru dan murid untuk bersamasama mendiagnosis


peristiwa-peristiwa belajar, artinya murid memeriksa pekerjaan mereka sendiri,
guru mengamati dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan.

d, Pengajaran yang bersifat individual, sehingga tidak ada tes ataupun buku
kerja

e. Guru mempersepsi dengan cara mengamati setiap proses yang dilalui murid
dan membuat catatan dan penilaian secara individual, hanya sedikit sekali
diadakan tes formal.

f. Adanya kesempatan untuk pertumbuhan professional bagi guru, dalam arti


guru boleh menggunakan bantuan orang lain termasuk rekan sekerjanya.
g. Suasana kelas yang hangat dan ramah sehingga mendukung proses belajar
yang membuat murid nyaman dalam melakukan sesuatu.

Perlu untuk diketahui, bahwa penelitian tentang efektivitas model ini


menunjukkan adanya perbedaan dengan proses pendidikan tradisional dalam hal
kreativitas, dorongan berprestasi, kebebasan dan hasil-hasil yang bersifat afektif
secara lebih baik. Akan tetapi dari segi pencapaian prestasi belajar akademik,
pengajaran tradisional lebih berhasil dibandingkan poses pendidikan terbuka ini.

b) Cooperative Learning atau Belajar Kooperatif

Belajar kooperatif merupakan fondasi yang baik untuk meningkatkan dorongan


berprestasi murid. Dalam prakteknya, belajar kooperatif memiliki tiga karakteristik :

a. Murid bekerja dalam tim-tim belajar yang kecil (4 – 6 orang anggota), dan
komposisi ini tetap selama beberapa minggu.

b. Murid didorong untuk saling membantu dalam mempelajari bahan yang bersifat
akademik dan melakukannya secara berkelompok.

c. Murid diberi imbalan atau hadiah atas dasar prestasi kelompok.

Adapun teknik-teknik dalam belajar koperatif ini ada 4 (empat) macam, yakni :

a) Team Games Tournament

Dalam teknik ini murid-murid yang kemampuan dan jenis kelaminnya


berbeda disatukan dalam tim yang terdiri dari empat sampai lima orang anggota.
Setelah guru menyajikan bahan pelajaran, lalu tim mengerjakan lembaran-lembaran
kerja, saling mengajukan pertanyaan, dan belajar bersama untuk persiapan
menghadapi perlombaan atau turnamen yang diadakan sekali seminggu. Dalam
turnamen penentuan anggota tim berdasarkan kemampuan pada minggu sebelumnya.
Hasilnya, murid-murid yang berprestasi paling rendah pada setiap kelompok
memiliki peluang yang sama untuk memperoleh poin bagi timnya sebagai murid
yang berprestasi paling tinggi. Adapun jalannya turnamen adalah para murid secara
bergantian mengambil kartu dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tertera pada
kartu itu, yakni pertanyaan yang sesuai dengan materi yang telah dipelajari selama
seminggu itu. Pada akhir turnamen, guru menyiapkan lembar berikut tentang tim-tim
yang berhasil dan skor-skor tertinggi yang dicapai. Meskipun keanggotaan tim tetap
sama, tetapi tiga orang yang mewakili tim untuk bertanding dapat berubah-ubah atas
dasar penampilan dan prestasi masing-masing anggota. Misalnya saat ini prestasi
murid rendah dan ia bertanding dengan murid lain yang kemampuannya serupa,
maka minggu berikutnya ia bisa saja bertanding melawan murid-murid yang
berprestasi tinggi manakala ia menjadi lebih baik.

b) Student Teams Achievment Divisions

Teknik ini menggunakan tim yang terdiri dari empat sampai lima orang
anggota, akan tetapi kegiatan turnamen diganti dengan saling bertanya selama lima
belas menit, dimana pertanyaanpertanyaan yang diajukan terlebih dulu disusun oleh
tim. Skorskor pertanyaan diubah menjadi skor-skor tim, skor-skor yang tertinggi
memperoleh poin lebih dari pada skor-skor yang lebih rendah, disamping itu juga
ada skor perbaikan.

c) Jigsaw

Murid dimasukkan ke dalam tim-tim kecil yang bersifat heterogen, kemudian


tim diberi bahan pelajaran. Murid mempelajari bagian masing-masing bersama-sama
dengan anggota tim lain yang mendapat bahan serupa. Setelah itu mereka kembali ke
kelompoknya masing-masing untuk mengajarkan bagian yang telah dipelajarinya
bersama dengan anggota tim lain tersebut, kepada teman-teman dalam timnya
sendiri. Akhirnya semua anggota tim dites mengenai seluruh bahan pelajaran.
Adapun skor yang diperoleh murid dapat ditentukan melalui dua cara:

yakni skor untuk masing-masing murid dan skor yang digunakan untuk membuat
skor tim.

d) Group Investigation

Disini para murid bekerja di dalam kelompok-kelompok kecil untuk


menanggapi berbagai macam proyek kelas. Setiap kelompok membagi tugas tersebut
menjadi sub-sub topik yang dibebankan kepada setiap anggota kelompok untuk
menelitinya dalam rangka mencapai tujuan kelompok. Setelah itu setiap kelompok
mengajukan hasil penelitiannya kepada kelas.
Berdasarkan penelitian, teknik-teknik belajar kooperatif pada umumnya berefek
positif terhadap prestasi akademik. Selain itu teknik ini juga meningkatkan perilaku
kooperatif dan altruistic murid. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa teknik
ini merupakan teknik mengajar yang efektif untuk mencapai tujuan instruksional
kelas.

c). Independent Learning (Pembelajaran Mandiri)

Pembelajaran Mandiri adalah proses pembelajaran yang menuntut murid menjadi


subjek yang harus merancang, mengatur dan mengontrol kegiatan mereka sendiri secara
bertanggung jawab. Proses ini tidak bergantung pada subjek maupun metode
instruksional, melainkan kepada siapa yang belajar (murid), mencakup siapa yang
memutuskan tentang apa yang akan dipelajari, siapa yang harus mempelajari sesuatu hal,
metode dan sumber apa saja yang akan digunakan, dan bagaimana cara mengukur
keberhasilan upaya belajar yang telah dilaksanakan (Lowry, dalam Harsono, 2007).

Dalam pelaksanaannya, proses ini cocok untuk pembelajaran di tingkat atau level
perguruan tinggi, karena menuntut kemandirian yang tinggi dari peserta didik. Di sini
pendidik beralih fungsi menjadi fasilitator proses belajar, bukan sebagai penentu proses
belajar. Meski demikian, pendidik harus siap untuk menjadi tempat bertanya dan bahkan
diharapkan pendidik betul-betul ahli di bidang yang dipelajari peserta.

Agar tidak terjadi kesenjangan hubungan antara peserta dan pendidik, perlu
dilakukan negosiasi dalam perancangan pembelajaran secara keseluruhan (Harsono,
2007). Perancangan pembelajaran ini merupakan alat yang fleksibel tetapi efektif untuk
membantu peserta didik dalam penentuan tujuan belajar secara individual. Tanggung
jawab peserta didik dan pengajar harus dibuat secara eksplisit dalam perancangan
pembelajaran. Partisipasi para peserta didik dalam penentuan tujuan belajar akan
membuat mereka lebih berkomitmen terhadap proses pembelajaran.

d) Student Centered Learning (Belajar yang Terpusat pada Siswa)

Student Centered Learning atau disingkat SCL merupakan strategi pembelajaran


yang menempatkan peserta didik secara aktif dan mandiri, serta bertanggung jawab atas
pembelajaran yang dilakukan. Dengan SCL peserta diharapkan mampu mengembangkan
ketrampilan berpikir secara kritis, mengembangkan system dukungan social untuk
pembelajaran mereka, mampu memilih gaya belajar yang paling efektif dan diharapkan
menjadi life long leaner dan memiliki jiwa entrepreneur.

Sama seperti model sebelumnya, SCL banyak diterapkan dalam system pendidikan di
tingkat Perguruan Tinggi (Harsono, 2007). Dengan SCL mahasiswa memiliki keleluasaan
untuk mengembangkan segenap potensinya (cipta, karsa dan rasa), mengeksplorasi
bidang yang diminatinya, membangun pengetahuan dan mencapai kompetensinya secara
aktif, mandiri dan bertanggung jawab melalui proses pembelajaran yang bersifat
kolaboratif, kooperatif dan kontekstual.

Pada intinya, pembelajaran dengan SCL sangat bertentangan dengan proses pembelajaran
konvensional yang cenderung Teacher Centered Instruction, yakni proses pembelajaran
yang mengandalkan guru atau dosen sebagai sentralnya. Di sini nampak aplikasi dari
aliran humanistik, yang sangat ‘memanusiakan’ peserta didik.

E. Aplikasi dan Implikasi Teori Belajar Humanisme


E.1 Aplikasi Teori Pembelajaran Humanisme

Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses
pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam
pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru
memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru
memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk
memperoleh tujuan pembelajaran.
Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses
pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri,
mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang
bersifat negatif.

Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun
proses yang umumnya dilalui adalah :

1. Merumuskan tujuan belajar yang jelas


2. Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas ,
jujur dan positif.
3. Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas
inisiatif sendiri
4. Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran
secara mandiri
5. Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya
sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dari perilaku
yang ditunjukkan.
6. Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak
menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas
segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
7. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
8. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterapkan. Keberhasilan
aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi
perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.

Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat
orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi
hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.

E.2 Implikasi Teori Belajar Humanistik

1. Guru Sebagai Fasilitator


Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator. Berikut ini
adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas fasilitator.
Ini merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa (petunjuk):
a) Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi
kelompok, atau pengalaman kelas

b) Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan


di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.

c) Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan


tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang
tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
d) Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling
luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.

e) Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat
dimanfaatkan oleh kelompok.

f) Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima


baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk
menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok

g) Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat


berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota
kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti
siswa yang lain.

h) Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga
pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu
andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa

i) Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya


perasaan yang dalam dan kuat selama belajar

j) Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk


menganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.

Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :

1. Merespon perasaan siswa


2. Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
3. Berdialog dan berdiskusi dengan siswa
4. Menghargai siswa
5. Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
6. Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan
kebutuhan segera dari siswa)
7. Tersenyum pada siswa
F. Kekurangan dan Kelebihan Teori Belajar Humanisme
1. Kekurangan

Peserta didik kesulitandalam mengenali diri dan potensi-potensi yang ada pada diri
mereka.

2. Kelebihan

Dalam pembelajaran pada teori ini siswa dituntutuntuk berusaha agar lambat laun
mampu mencapai aktualisai diri dengan sebaik-baiknya.

Selain itu Teori humanistik mempunyai pengaruh yang signifikan pada ilmu
psikologi dan budaya populer. Sekarang ini banyak psikolog yang menerima gagasan ini
ketika teori tersebut membahas tentang kepribadian, pengalaman subjektif
manusiamempunyai bobot yang lebih tinggi daripada relitas
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

1) Menurut Teori humanisme, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia.


Proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya
sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu
mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha
memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang
pengamatnya.
2) Tokoh penting dalam teori belajar humanisme secara teoritik antara lain adalah:
Arthur W. Combs, Abraham Maslow dan Carl Rogers.

Anda mungkin juga menyukai