Konsep teori belajar Humanistik yaitu proses memanusiakan manusia, dimana seorang
individu diharapkan dapat mengaktualisasikan diri artinya manusia dapat menggali
kemampuannya sendiri untuk diterapkan dalam lingkungan. Proses belajar Humanistik
memusatkan perhatian kepada diri peserta didik sehingga menitikberatkan kepada
kebebasan individu. Teori Humanistik menekankan kognitif dan afektif memengaruhi
proses. Kognitif adalah aspek penguasaan ilmu pengetahuan sedangkan afektif adalah
aspek sikap yang keduanya perlu dikembangkan dalam membangun individu. Belajar
dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Hal yang
penting lagi pada proses pembelajaran Humanisme harus adanya motivasi yang diberikan
agar peserta didik dapat terus menjalani pembelajaran dengan baik. Motivasi dapat
berasal dari dalam yaitu berasal dari diri sendiri, maupun dari guru sebagai fasilitator.
Menurut teori belajar humanistik, aktualisasi diri merupakan puncak perkembangan individu. Ia
mampu mengembangkan potensinya dan merasa dirinya utuh, bermakna dan berfungsi (fully
functioning person). Kebermaknaan perwujudan dirinya itu bukan saja dirasakan oleh dirinya
sendiri, tetapi juga oleh lingkungan sekitarnya.
Teori belajar humanistik ini yakin bahwa motivasi belajar harus datang dari dalam diri
individu. Bahkan aliran ini mengabaikan faktor intelektual dan emosional. Menurutnya, kedua
faktor tersebut tidak terlibat dalam di dalam proses belajar.
Lebih lanjut menurut teori ini, proses belajar yang bermakna adalah belajar yang melibatkan
pengalaman langsung, berpikir dan merasakan, atas kehendak sendiri dan melibatkna seluruh
pribadi peserta didik. Hasil belajar harus dirasakan oleh individu. Ia menyadari terjadinya hasil
belajar dan bahkan mampu menilainya. Belajar yang bermakna tidak lain hanyalah belajar
yang dapat memenuhi kebutuhan nyata individu.
Pada intinya teori humanistik berpendapat bahwa teori belajar apapun itu teori belajar
behavioristik, konstruktivistik, ataupun kognitif, asalkan tujuannya untuk memanusiakan
manusia yaitu untuk mencapai aktualisasi diri manusia, pemahaman diri. Serta realisasi diri
orang yang belajar secara optimal maka teori itu dapat dimanfaatkan. Sehingga pemahaman
apapun terhadap belajar asalkan tujuannya untuk memanusiakan manusia maka dapat
diidealkan menjadi teori belajar humanistik.
1. Abraham Maslow
Manusia akan mencari peluang lain untuk menutupi kebutuhannya. Lebih lanjut menurut
Maslow, puncak pemenuhan kebutuhan sekaligus sebagai ukuran keberhasilan individu ialah
berhasil dalam mengaktualisasikan diri dalam dunianya.
2. Carl Rogers
Rogers memandang manusia sebagai makhluk yang rasional, realistis, sosialis, dan ingin maju.
Baginya, manusia merupakan makhluk yang punya potensi untuk tumbuh dan actual, sehingga
memiliki martabat yang tinggi. Pada intinya, Rogers menempatkan manusia secara manusiawi
pada martabat kemanusiaannya.
Rogers berpendapat bahwa guru merupakan fasilitator terjadinya pemahaman (insight) atas
sesuatu oleh peserta didik. Dalam membimbing peserta didik itu sendiri perlu diberi
kebebasan. Sehngga teorinya menghasilkan sebuah prinsip belajar , yani prinsip learning to be
free, yang mengonsepsikan pembelajaran sebagai upaya becoming a person, freedom to
be dan courage to be. Menurutnya, pembelajaran yang berbasis to be free akan membuat
peserta didik berupaya untuk menjadi lebih otonom, spontan dan yakin akan dirinya sendiri.
3. Arthur Combs
Arthur mengemukakan bahwa belajarakan terjadi apabila mempunyai arti bagi seorang
individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan
kehidupan peserta didiknya. Ketika muncul perlawanan, hal itu sebenarnya merupakan bentuk
perilaku buruk yang mencerminkan ketidakmauan seseorang untuk mempelajari hal yang bukan
minatnya, karena sama saja dengan melakukan sesuatu yang baginya tidak mendatangkan
kebutuhan atau bahkan kepuasan.
Untuk memhami tentang tingkah laku manusia, yang penting adalah paham bagaimana dunia
ini dilihat dari sudut pandangnya. Pernyataan seperti ini merupakan salah satu dari pandangan
humanistik mengenai perasaan, persepsi, kepercayaan, dan tujuan tingkah laku “dari
dalam” (inner) yang membuat seseorang berbeda dengan yang lain
4. David Kolb
Kolb juga merupakan seorang ahli yang menganut aliran humanistik. Dia memberi tahap-tahap
biar menjadi 4 bagian yaitu, tahap pengalaman konkret, tahap pengamatan aktif dan reflektif,
tahap konseptualisasi, dan tahap eksperimentasi aktif. Ke empat tahap ini akan kita bahas
kemudian.
Pandangan mereka berdua tentang belajar diilhami oleh pandangan kolb mengenai 4 tahapan
belajar. Honey dan mumford menggolongkan orang yang belajar ke dalam 4 macam golongan
yaitu kelompok aktivis, golongan reduktor, kelompok teoritis, dan golongan pragmatis.
Keempat kelompok ini memiliki karakteristik yang berbeda-beda yang akan kita bahas di
tulisan yang akan datang insya Allah.
6. Jurgen Habermas
Menurut Hubermas belajar akan terjadi apabila ada interaksi antara individu dengan
lingkungannya. Lingkungan yang dimaksud merupakan lingkungan belajar, yaitu lingkungan
alam maupun lingkungan sosial, sebab di antara keduanya tidak dapat dipisahkan. Hubermas
membagi tipe belajar menjadi tiga bagian yaitu; technical learning (belajar teknis), Practical
learning (belajar praktis), dan Emancipatory learning (belajar emansipatoris), masing-masing
tidak akan kita bahas kali ini.
7. Benjamin S. Bloom
Belum juga termasuk ke dalam penganut aliran humanistik. Para tokoh humanistik lebih
menekankan ada apa yang mesti dikuasai oleh individu belajar sebagai tujuan belajar, setelah
melalui beberapa peristiwa belajar. Tujuan belajar yang dikemukakan oleh belum dirangkum
dalam 3 kawasan yang kita kenal dengan Taksonomi Bloom.
Taksonomi Bloom memberikan inspirasi kepada pakar pendidikan dalam pengembangan teori
maupun praktik pembelajaran. Taksonomi ini juga membantu para guru untuk merumuskan
tujuan- tujuan belajar dalam perencanaan pembelajaran.
Dalam pelaksanaannya, teori belajar humanistik ini antara lain tampak dalam pendekatan
belajar yang dikemukakan oleh Ausubel. Pandangannya tentang belajar bermakna atau
meaningful learning yang juga tergolong dalam aliran teori belajar kognitif, mengatakan
bahwa belajar merupakan asimilasi bermakna.
Belajar bermakna bakal terjadi jika relevan dengan kebutuhan peserta didik, disertai motivasi
instrinsik, dan kurikulum yang tidak kaku. Kejadian belajar bermakna didorong oleh hasrat dan
intensitas keingintahuan peserta didik tentang bidang studi tertentu.
Untuk terciptanya iklim kelas yang memungkinkan terjadinya belajar bermakna menurut teori
belajar Humanistik ini adalah sebagai berikut;
1. Terimalah peserta didik apa adanya.
2. Kenali dan bina minat peserta didik melalui penemuannya terhadap diri sendiri.
3. Usahakan sumber belajar yang mungkin dapat diperoleh peserta didik untuk dapat
memilih dan menggunakannya.
4. Gunaka pendekatan inquiry-discovery.
5. Tekankan pentingnya penilaian diri sendiri dan biarkan peserta didik mengambil
tanggung jawab untuk memenuhi tujuan belajarnya.
Walaupun belum ada pedoman baku tentang langkah-langkah ajaran dengan pendekatan teori
belajar humanistik, namun setidaknya ada langkah-langkah yang dikemukakan oleh Suciati dan
Prasetya Irawan dalam bukunya Teori Belajar dan motivasi (2001) dapat kita gunakan sebagai
acuan. Langkah-langkah terus adalah sebagai berikut;
1. Aplikasi teori ini bisa memunculkan kreativitas peserta didik atau orang yang belajar. Hal ini terjadi
karena teori ini berpusat pada orang yang belajar, bukan pada materi yang harus dijejalkan pada
peserta didik.
2. Perkembangan teknologi yang pesar ekuivalen dengan perkembangan belajar.
3. Tenaga pendidik justru memiliki tugas yang lebih ringan, tidak terpaku untuk menyelesaikan materi
tetapi lebih fokus pada pengembangan setiap individu yang belajar. (baca: Konsep Diri Dalam
Psikologi)
4. Teori humanistik cenderung mampu merekatkan hubungan sosial antara peserta didik. Tidak ada
persaingan dalam pembelajaran karena semua orang berhak untuk mengoptimalkan kemampuan
diirnya, sesuai pada tingkatan masing-masing. (baca: Kecerdasan Emosional dalam Psikologi)
5. Teori belajar humanistik adalah pilihan kiblat yang cocok terutama untuk pendidikan yang bersifat
membentuk karakter, mengubah sikap, atau menganalisis fenomena sosial.
6. Indikator dari keberhasilan penerapan teori humanistik adalah perasaan senang dan tidak ada
tekanan yang dialami peserta didik. Mereka bahkan memiliki inisiatif tersendiri untuk belajar. Pola
pikir, perilaku, dan sikap mengikuti kemauan sendiri alias tidak terpaksa atau kaku.
(baca: Kepribadian Ganda)
7. Melatih peserta didik sebagai pribadi yang bebas dan tidak terikat dengan pendapat orang lain.
Peserta didik diarahkan untuk bisa bertanggung jawab atas dirinya sendiri. (baca: Psikologi
Perkembangan)
1. Aplikasi teori ini memungkinkan peserta didik untuk sulit memahamai potensi dirinya sendiri. Ini terjadi
karena tenaga pendidik yang terlalu ‘melepaskan’ peserta didik dalam mengeksplorasi dirinya sendiir.
2. Peserta didik yang tidak berminat untuk mengikuti proses belajar akan tertinggal dengan peserta didik
lain yang sudah memiliki niatan untuk belajar dan memperbaiki diri. (baca: Ciri – ciri Pubertas)
3. Jika peserta didik tidak rajin untuk mengikuti proses pembelajaran, besar kemungkinan ia akan
kesulitan mengikuti proses belajar selanjutnya karena masih tertinggal di tahap-tahap awal.
4. Apabila peserta didik mengalami ketidak tahuan atau kurang paham atas konten pembelajaran dan
tidak segera ditangani oleh tenaga pendidik, proses pembelajaran oleh peserta didik tersebut bisa
terhambat.
5. Peserta didik memiliki potensi untuk menyalahgunakan kebebasan yang diberikan.
6. Peserta didik yang belum mampu berpikir untuk bertanggung jawab atas dirinya sendiri cenderung
sulit untuk melakukan pemusatan pikiran. (baca: Cara Membentuk Karakter Anak Usia Dini)
7. Pada konteks atau praktisnya, teori ini kurang mungkin untuk diterapkan pada sistem pembelajaran
sekolah saat ini. (baca: kepribadian ambivert)