Anda di halaman 1dari 14

Pendidikan Abad 21: Generasi IT, MDGs, UN, NAEP, dan PISA

Untuk Memenuhi Tugas Mata KuliahPembelajaran

Yang dibina oleh Dr. Imanuel Hitipeuw, M.A

Oleh :

Feliciano De Costa Correia (170331180016)

Jumrotul Laili Mukaromah (170331863507)

Senna Prasemmi (170331863515)

JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

SEPTEMBER 2017
A. Latar Belakang

Abad 21 dikenal sebagai abad digitaldenganperkembangan teknologi


yang pesat. Penggunaan teknologi tidak hanya padakalangan remaja tetapi
pada seluruh kalangan, mulai dari anak-anak sampai dewasa.
Perkembanganteknologimempengaruhiberbagaiaspekkehidupan,
sepertipendidikan, ekonomi, sosial-budaya, danpolitik. Tuntutanjaman pun
berbedadengantntutan masa lalu. Masyarakat dapatmemenuhituntutanabad
21 salah satunyamelaluipendidikan. Saatini
pembelajarandalampendidikandirancanguntukmempersiapkangenerasimilen
ial yang mencerminkan berpikir kritis, dapat menyelesaian masalah, kreatif,
inovatif, komunikatif, dapat bekerja sama atau berkolaborasi, metakognisi,
danmemilikimotivasitinggi(Lai&Viering, 2012).
Kompetensitersebutsangatdibutuhkantidak lepas dari penggunaan teknologi
informasi dikarenakan menurut Paige (2009) kurikulum di abad 21 harus
memadukan pengetahuan, pemikiran, keterampilan inovasi, media, literasi
ICT (Information and Communication Technology), dan pengalaman dalam
pembelajaran. Menurut Brown (IEAB),siswa saat ini menganggap bahwa
Information Communication Technology atau ICT seperti oksigen yang
mereka hirup, bagian dari harapan dan hidup mereka. Salah satunya pada
Indonesia, diketahui dari penggunaan internet di Indonesia yang mengalami
peningkatan yang signifikan.

Data Penggunaan Internet di Indonesia (Sumber: Asosiasi Penyelenggara


Jasa Internet Indonesia, Tahun 2014)
Penggunaan teknologi, tuntutan jaman, dan perubahan-perubahan di abad
ini masih belum mampu menyelesaikan permasalah-permasalahan di masa lalu.
Hal ini membuat UNESCO dan UNICEF merumuskan tujuan yang akan dicapai
dalam abad 21 (Millenium Development Goals), yaitu:
1. Memberantas kemiskinan dan kelaparan
2. Mewujudkan pendidikan sekolah dasar
3. Mewujudkan kesetaraan gender (jenis kelamin)
4. Mengurangi angka kematian remaja
5. Meningkatkan kesehatan ibu hamil
6. Menanggulangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lainnya
7. Melestarikan lingkungan
8. Mengembangkan kerjasama global dalam pembangunan
Dengan adanya skill abad 21 yang bertujuan untuk mencapai MDGs, maka
masalah dasar seperti pendidikan dasar yang disepelekan dan diskriminasi gender
dalam pendidikan di beberapa negara diharapkan dapat teratasi. Perkembangan
ICT mendukung dalam memberikan solusi untuk mencapai MDGs, sehingga
dalam dunia pendidikan peranan ICT tidak dapat diabaikan. Bagaimana ICT
berperan dan apa peranannya dirangkum dalam suatu kurikulum pembelajaran
abad 21. Untuk mengetahui sejauh mana kualitas pendidikan dan kurikulum
kebijakan pendidikan telah terlaksanamaka digunakan Ujian Nasional (UN),
National Assesment of Educational Progress (NAEP), dan Program of
International Student Assesment (PISA)
Berdasarkanuraiantersebut, makalah ini meyajikan tentang generasi IT
danskill yang dibutuhkan dalam mencapai MDGs serta penilaian kualitas
pendidikan dalam menghadapi abad 21 menggunakan Ujian Nasional (UN),
National Assesment of Educational Progress (NAEP), dan Program of
International Student Assesment (PISA).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peranan generasi IT dalam mencapai tujuan pengembangan
pendidikan dalam abad ke-21 (MDGs)?
2. Bagaimana penilaian kualitas pendidikan di abad 21?
C. PEMBAHASAN
Generasi IT
Menurut Brown (IEAB), remaja saat ini menganggap bahwa Information
Communication Technology atau ICT seperti oksigen yang mereka hirupdan
bagian dari harapan dan hidup mereka. Generasi IT memiliki karakteristik sebagai
berikut: 1) tidak ingin terikat dengan jadwal, lebih suka bebas menggunakan
teknologi; 2) mengerjakan tugas dan mengembangkan kreatifitasnya dengan
menggunakan teknologi; 3)berorientasi pada kelompok sosial menggunakan
media sosial; 4)terbuka, tidak memandang ras, agama, jenis kelamin, dan daerah;
5)suka mengambil resiko; dan6)menghargai waktu luang karena mengerti bahwa
hidup tidak pasti.
Penggunaan ICT dalam pembelajaran sesuai dengan tuntutam kurikulum saat
ini.MenurutPiage (2009), pembelajarandi abad 21 harus menggunakan ICT
dengan memadukan pengetahuan, pemikiran, keterampilan, dan pengalaman
belajar, sehingga siswaharusmemilikiskill berpikir kritis, kreatif, kolaboratif,
metakognisi, dan memiliki motivasi tinggi (Lai&Viering, 2012). Penggunaan ICT
memungkinkan siswa menjadi asisten guru untuk berbagi dan berpendapat apa
yang mereka ketahui dalam forum seperti blog, group chat, dan email. Dengan ini
siswa dapat mengembangkan skill kreatif, kolaboratif atau kerja sama,
komunikatif, inovatif, dan dapat menyelesaikan masalah. Dalam hal ini guru harus
mendukung siswa dan ikut menjadi penting dalam memperoleh informasi
sebanyak-banyaknya melalui ICT karena guru harus memberi keterampilan
kepada mereka untuk bekerja sama (kolaboratif) dalam tim, guru sebagai
pengambil keputusan, mendengarkan satu sama lain dan memilih strategi
komunikasi yang tepat, salah satunya melalui forum. Sesuai dengan penulisan
dalam National Research Council (2006), ICT juga menyediakan ruang yang
dapat menghubungkan komunitas pelajar dan pendidik secara luas, mampu dalam
menempatkan sebagai orang sosial dan individu.
Tantangan dalam mengajarkan generasi IT di sekolah adalah: 1).
Pembelajaran harus relevan, dikarenakan siswa mencari informasi sendiri atau
mandiri jadi pembelajaran sesuai dengan materi yang terkait.; 2). Guru harusdapat
meminimalisir saat penggunaan teknologi disalahgunakan.; 3). Guru harus
mengikuti pelatihan teknologi terlebih dahulu sebelum menggunakan alat
teknologi di sekolah.

Millenium Development Goals (MDGs)


Millenium Development Goals(MDGs) atau Tujuan Pembangunan Milenium
adalah sebuah paradigma pembangunan global yang dideklarasikan Konferensi
Tingkat Tinggi oleh 189 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York
pada Tahun 2000. Deklarasi MDGs merupakan hasil perjuangan dan
kesekepakatan bersama antara negara-negara maju dan berkembang,
menghasilkan 8 tujuan: 1). Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan; 2).
Mencapai pendidikan dasar untuk semua; 3). Mendorong kesetaraan gender; 4).
Mengurangi kematian anak; 5). Meningkatkan kesehatan ibu; 6). Memerangi
HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya; 7). Memastikan kelestarian lingkungan
hidup; 8). Mengembangkan kemitraan global. Negara-negara maju, berkewajiban
untuk mendukung dan memberikan bantuan terhadap tujuan MDGs di negara
berkembang, sedangkan negara-negara berkembang berkewajiban untuk
melaksanakan tujuan tersebut, salah satunya adalah Indonesia.Indonesia memiliki
komitmen untuk melaksanakannya dan sudah menjadi bagian yang tak
terpisahkan dengan program nasional. Pada hakikatnya setiap tujuan MDGs telah
sejalan dengan program pemerintah untuk mengatasi permasalahan yang ada,
salah satunya adalah masalah pendidikan. Tujuan yang harus dicapai dari MDGs
dalam bidang pendidikan, mencakup pemerolehan pendidikan dasar dan
penyetaraan gender(UNESCO, 2010). Namun, tujuan satu dengan yang lain dari
MDGs ini saling terkait, sehingga tercapainya tujuan pendidikan dipengaruhi oleh
tercapainya tujuan yang lain (kemiskinan, kematian bayi, kesehatan ibu, penyakit
menular, pelestarian lingkungan, dan kemitraan global).
Pendidikan di Indonesia sudah cukup berhasil untuk menanggulangi
permasalahan dalam mendapatkan pendidikan dasar dikarenakan menurut Huda
(2009) angka partisipasi anak masuk sekolah dasar secara nasional menunjukkan
94,7%, tetapi di daerah tertentu, beberapa orang tua tidak menyekolahkan anak
mereka di sekolah dasar, di daerah Papua terdapat 21,9% dan Kalimantan 4%
siswa yang tidak sekolah dasar. Hal ini dikarenakan beberapa masyarakat
Indonesia yang kurang mampu memiliki pandangan bahwa sekolah membutuhkan
biaya yang banyak. Selain itu, orang tua beranggapan jika anak mereka
bersekolah, maka anak mereka akan diejek, dianiaya, atau dibully karena status
ekonominya. Demi tercapainya tujuan dari MDGs dalam bidang pendidikan,
pemerintah memberikan solusi dengan adanya Bantuan Operasional Sekolah
(BOS) untuk sekolah dasar secara menyeluruh yang terdapat dalam UUD 1945
Pasal 31 (2) bahwa “setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainya”.
Perlunya adanya pendidikan dasar dikarenakan pada abad ke-21 siswa
dituntut untuk memiliki skill seperti: berpikir kritis, kreatif, kolaboratif,
metakognisi, dan memiliki motivasi tinggi. Dengan adanya pendidikan dasar,
siswa diberikan pengetahuan dasar, siswa diberikan keterampilan, siswa diberikan
masalah umum, dampak yang akan terjadi, guru memperkuat dalam pemberian
perilaku positif, kemudian terjadi pembentukan karakter dalam pembelajaran di
sekolah dasar, sehingga siswa memiliki kemampuan untuk berpikir kritis,
menyelesaikan masalah, mampu bekerja sama, memiliki pandangan luas, terbuka,
toleransi, kreatif, dan inovatif sesuai dengan skill yang dibutuhkan dalam abad ke-
21 (UNESCO, 2010).
Permasalahan lain yaitu adanyan diskriminasi gender. Beberapa
masyarakat di daerah tertentu dengan sengaja tidak menyekolahkan anaknya
dikarenakan anak mereka adalah perempuan. Hal ini merupakan diskriminasi
gender,masalah yang harus diselesaikan sesuai dengan tujuan dari MDGs.
Masyarakat dan lingkungan tertentu di Indonesia menganggap bahwa perempuan
tidak berhak memperoleh pendidikan seperti laki-laki karena tugas utama
perempuan adalah mengurus rumah dan anak, sehingga banyak pernikahan di
bawah umur. Selain itu, terdapat maraknya perdagangan remaja perempuan di
bawah umur, sehingga mereka tidak bisa mendapatkan pendidikan melainkan
harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Pemerintah memberikan
pengarahan dan pendekatan pada masyarakat tentang pentingnya pendidikan
melalui Lembaga Sosial Masyarakat dan Organisasi Perempuan dan Anak, serta
memberikan dorongan dan memberi kesempatan bagi wanita untuk memperoleh
pendidikan.
Pentingnya pendidikan dasar juga mempengaruhi adanya
kesetaraangender. Melalui pendidikan dasar, sifat untuk saling toleransi sudah
diajarkan, sehingga kemungkinan kecil adanya mendiskriminasi. Dengan adanya
penyetaraan gender ini, siswa memiliki kemampuan yang dituntut di abad 21,
yaitu sifat kolaboratif saling bekerja sama, dan memiliki keterbukaan tanpa
memandang gender.
Pada saat ini, masalah pendidikan di Indonesiapendidikan dasar sudah
teratasi. Dibuktikan dari Stalker (2008) partisipasi ditingkat SD sebesar 94,7%,
partisipasi ditingkat SMP sebesar 66,5%, proporsi siswa yang bersekolah hingga
kelas 5 sebesar 81,0%, partisipasi siswa yang tamat SD sebesar 74,7%, dan melek
huruf sebesar 99,4%. Selain itu masalah pendidikan kesetaraan gender, saat ini
sudah berhasil mengatasi masalah dengan penyebaran anak perempuan di SD dan
SMA sebesar 100%, penyebaran anak perempuan di SMP sebesar 99,4%, namun
kontribusi perempuan dalam pekerja upahan hanya 33% dan perempuan di DPR
hanya 11,3% perlu untuk ditingkatkan. Pencapaian tujuan pendidikan di Indonesia
tidak seluruhnya berhasil, hal ini dikarenakan tujuan yang lain di MDGs saling
terkait, sehingga tujuan pendidikan sulit tercapai 100%.

UN (UJIAN NASIONAL)
UN diselenggarakan untuk mengukur pencapaian kompetensi lulusan
peserta didik jenjang satuan pendidikan dasar dan pendidikan menengah sebagai
hasil dari proses pembelajaran sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan (SKL).
Selain itu UN digunakan juga untuk melakukan pemetaan tingkat pencapaian hasil
belajar siswa pada satuan pendidikan. Salah satu upaya untuk mewujudkan
pendidikan berkualitas diperlukan adanya sistem penilaian yang dapat dipercaya
(credible), dapat diterima (acceptable), dan dapat
dipertanggungjawabkan(accountable).
Evaluasi pendidikan merupakan salah satu komponen utama yang tidak
dapat dipisahkan dari komponen pendidikan, namun perlu dicatat bahwa tidak
semua bentuk evaluasi dapat dipakai untuk mengukur pencapaian tujuan
pendidikan yang telah ditentukan. Informasi tentang tingkat keberhasilan
pendidikan akan dapat dilihat apabila alat evaluasi yang digunakan sesuai dan
dapat mengukur setiap tujuan. Alat ukur yang tidak relevan dapat mengakibatkan
hasil pengukuran tidak tepat bahkan salah sama sekali (Muntholi’ah,2013).
Hal ini dikarenakan ada berbagai masalah yang timbul seperti mulai dari
segi administrasi (distribusi yang terkesan amburadul, risiko kebocoran soal),
maupun pedagogis. Banyak peserta didik yang frustasi bahkan di antaranya
sampai nekat melakukan pelanggaraan dengan berbagai cara (mencontek,
meminta jawaban melalui SMS, dan lain sebagainya) karena merasa tertekan dan
cemas yang berlebihan takut tidak lulus. Ini menunjukkan bahwa UN tidak sesuai
dengan prinsip-prinsip evaluasi pendidikan dan telah mengesampingkan aspek
pedagogis dalam pendidikan. UN telah membuat peserta didik banyak kehilangan
kesempatan untuk mengembangkan cipta, rasa dan karsa dalam proses
pembelajaran
Tujuan UN seperti yang dideskripsikan dalam Badan Standar Nasional
Pendidikan adalah sebagai berikut:
a. UN merupakan amanah Undang - Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dan amanah PP 19/2005 yang direvisi menjadi PP 32/2013
dan PP 13/2015 tentang Standar Nasional Pendidikan.
b. UN bertujuan untuk mengukur pencapaian kompetensi lulusan pada mata
pelajaran secara nasional dengan mengacu pada Standar Kompetensi Lulusan
(SKL).
c. UN sebagai sub-sistem penilaian dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP)
menjadi salah satu tolak ukur pencapaian SNP dalam rangka penjaminan dan
peningkatan mutu pendidikan.
Adapun manfaat Ujian Nasional, seperti yang telah ditetapkan dalam Standar
Nasional Pendidikan sebagai berikut:
a. Pemetaan mutu program pendidikan dan/atau satuan pendidikan;
b. Pertimbangan seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya; dan
c. Dasar pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan untuk
pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan.
Secara tidak langsung Ujian Nasional juga dapat digunakanuntuk:
a. Peserta didik: menetapkan nilai mata pelajaran kenaikan kelas dan kelulusan
b. Guru: Meningkatkan tingkat keberhasilan tugas utama sebagai pendidik dan
pengajar dan juga sebagai dasar pengangkatan pangkat
c. Kurikulum, mengetahui keterlaksanaan dan keberhasilan, kekuatan, kelemahan
dan kekurangan kurikulum semua itu digunakan untuk menetapkan apakah suatu
kurikulum masih dapat dipakai, atau apakah membutuhkan revisi atau sudah harus
diganti.
UN sebagai suatu kebijakan pemerintah bukanlah sesuatu yang muncul
begitu saja dari Departemen Pendidikan Nasional. Sepanjang sejarah kehidupan
Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemerintah telah memberlakukan beberapa
kebijakan yang diarahkan pada upaya-upaya untuk menjaga mutu pendidikan.
Sejak tahun 1945 telah ada tiga periode yang telah dilalui oleh pemerintah dalam
upaya menjaga mutu pendidikan melalui berbagai bentuk kebijakan sistem ujian.
Ketiga periode itu adalah periode sistem ujian negara, periode ujian sekolah
penuh, dan periode evaluasi belajar tahap akhir nasional. Ketiga periode tersebut
muncul dalam dinamika pencarian format dengan pengujian yang akuntabel dan
sahih.

NAEP (National Assessment of Educational Progress)


NAEP seringkali disebut "The Nation’s Report Card," adalah satu-satunya
penilaian nasional, penilaian berkelanjutan atas apa yang diketahui dan dilakukan
siswa Amerika di berbagai bidang studi. NAEPmemberikan ukuran komprehensif
tentang pembelajaran siswa pada titik-titik kritis dalam pengalaman sekolah
mereka. Penilaian tersebut telah dilakukan secara teratur sejak tahun 1969. Karena
informasi yang dibuat tentang kinerja siswa tersedia bagi para pembuat kebijakan
di tingkat nasional dan negara bagian. NAEP memainkan peran integral dalam
mengevaluasi kondisi dan kemajuan pendidikan nasional. Di bawah program ini,
hanya informasi yang berkaitan dengan prestasi akademik yang dikumpulkan, dan
NAEP menjamin bahwa semua data yang berkaitan dengan siswa perorangan dan
keluarga mereka tetap dirahasiakan.
NAEP memiliki dua tujuan utama: untuk mencerminkan praktik
pendidikan dan penilaian saat ini dan untuk mengukur perubahan yang andal dari
waktu ke waktu. Untuk memenuhi dua tujuan ini, NAEP memilih sampel siswa
yang mewakili secara nasional yang berpartisipasi dalam penilaian utama NAEP
atau perkiraan tren jangka panjang NAEP.
Hasil laporan utama untuk peserta kelas (kelas 4, 8, dan 12). NAEP
Secara berkala mengukur prestasi siswa dalam membaca, matematika, sains,
penulisan, sejarah A.S., kewarganegaraan, geografi, dan mata pelajaran lainnya.
Pada tahun 2000, NAEP utama akan menilai matematika dan sains di kelas 4, 8,
dan 12 dan membaca di kelas 4. Penilaian utama mengikuti kerangka kurikulum
yang dikembangkan oleh National Assessment Governing Board (NAGB) dan
digunakan kemajuan terbaru dalam metodologi penilaian. Memang, NAEP telah
mempelopori banyak inovasi. Instrumen penilaiannya fleksibel sehingga bisa
menyesuaikan diri dengan perubahan dalam pendekatan kurikulum dan
pendidikan. Sebagai contoh, penilaian NAEP mencakup persentase besar
pertanyaan tanggapan yang dibangun (pertanyaan yang meminta siswa
menuliskan tanggapan mulai dari dua atau tiga kalimat sampai beberapa paragraf)
dan item yang memerlukan penggunaan kalkulator dan bahan lainnya. Instrumen
penilaian utama NAEP terbaru biasanya tetap stabil untuk jangka waktu yang
relatif singkat, yang memungkinkan hasil tren jangka pendek dilaporkan.
Misalnya, penilaian pembacaan tahun 1998 mengikuti garis tren jangka pendek
yang dimulai pada tahun 1992 dan berlanjut pada tahun 1994. Karena fleksibilitas
instrumen penilaian utama, tren jangka panjang NAEP harus digunakan untuk
mengukur perubahan dengan andal dalam jangka waktu yang lebih lama.
Laporan tren jangka panjang melaporkan hasil untuk sampel usia / kelas
(kelas 9 tahun / kelas empat, kelas 13 tahun / delapan, dan kelas 17 tahun /
kesebelas).Mereka mengukur prestasi siswa dalam matematika, sains, membaca,
dan menulis. Mengukur kecenderungan pencapaian siswa, atau perubahan dari
waktu ke waktu, memerlukan replikasi prosedur. Oleh karena itu, instrumen tren
jangka panjang tidak berevolusi berdasarkan perubahan kurikulum atau praktik
pendidikan. Penilaian tren jangka panjang menggunakan instrumen yang
dikembangkan pada tahun 1970an dan 1980an dan diberikan setiap dua tahun
dalam bentuk yang identik dengan yang asli. Sebenarnya, penilaian
memungkinkan NAEP untuk mengukur tren dari tahun 1969 sampai sekarang.
Pada tahun 1999, penilaian tren jangka panjang mulai diberikan pada jadwal
empat tahun dan dalam beberapa tahun berbeda dari penilaian utama dan negara
dalam matematika, sains, baca, dan tulisan.
Sejak didirikan pada tahun 1969, NAEP telah menilai banyak mata
pelajaran akademis, termasuk matematika, sains, membaca, menulis, geografi
dunia, sejarah A.S., civics,studi sosial, dan seni. Sejak tahun 1988, National
Governing Board (NAGB) telah memilih mata pelajaran yang dinilai oleh NAEP.
Selanjutnya, NAGB mengawasi pembuatan kerangka kerja yang mendasari
penilaian dan spesifikasi yang memandu pengembangan instrumen penilaian.
Kerangka kerja untuk masing-masing bidang studi ditentukan melalui proses
konsensus yang melibatkan guru, spesialis kurikulum, spesialis subjek,
administrator sekolah, orang tua, dan anggota masyarakat umum.
Hukum federal menetapkan bahwa NAEP bersifat sukarela untuk setiap
murid, sekolah, distrik sekolah, dan negara bagian. Bahkan jika dipilih, distrik
sekolah, sekolah, dan siswa dapat menolak untuk berpartisipasi tanpa menghadapi
konsekuensi buruk dari pemerintah federal. Beberapa perwakilan legislatif negara
bagian mewajibkan berpartisipasi dalam NAEP, yang lain meninggalkan pilihan
untuk berpartisipasi ke pengawas mereka dan pejabat pendidikan lainnya di
tingkat lokal, dan masih negara bagian lain memilih untuk tidak
berpartisipasi.Hukum federal juga menentukan bahwa data NAEP tetap rahasia.
Undang-undangmemberi otorisasi NAEP - Undang-Undang Statistik Pendidikan
Nasional tahun 1994, menetapkan dalam Bagian411 (c) (2) (A): Komisaris harus
memastikan bahwa semua informasi identitas pribadi tentang siswa, kinerja
pendidikan mereka, dan keluarga mereka, dan bahwainformasi berkenaan dengan
masing-masing sekolah, tetap rahasia, sesuai dengan bagian informasi 552a
nomor 5, Kode Amerika Serikat. Setelah menerbitkan laporan NAEP, Pusat
Statistik Pendidikan Nasional (NCES) membuat data tersedia bagi para peneliti
namun tidak menyimpan nama siswa dan informasi identitas lainnya. Meskipun
mungkin bagi peneliti untuk menyimpulkan identitas beberapa sekolah NAEP,
mereka harus bersumpah untuk merahasiakan kerahasiaannya, dengan hukuman
denda dan hukuman penjara, sebelum memperoleh akses ke data NAEP.

PISA
PISA merupakanProgram Penilaian Siswa Internasional yang menjadi
tolok ukur utama dunia untuk mengevaluasi kualitas, keadilan dan efisiensi sistem
sekolahselamadekadeterakhir. PISA memungkinkan pemerintah dan pendidik
untuk mengidentifikasi kebijakan yang efektif sehingga mereka dapat
menyesuaikan diri dengan konteks lokal mereka.
Penilaian PISA terbaru pada tahun 2015 berfokus pada sains. Dalam
konteks arus informasi yang besar dan perubahan yang cepat, setiap orang
sekarang perlu "berpikir seperti ilmuwan", untuk dapat mempertimbangkan bukti
dan sampai pada sebuah kesimpulan, untuk memahami bahwa "kebenaran" ilmiah
dapat berubah seiring berjalannya waktu, saat penemuan baru dibuat, dan saat
manusia mengembangkan pemahaman yang lebih besar tentang kekuatan alam
dan kemampuan teknologi dan keterbatasan.
PISA dilaksanakansetiap tiga tahun sekaliterhadap siswa berusia 15 tahun
di seluruh dunia. PISA menilai sejauh mana siswa menjelang akhir pendidikan
wajib, telah memperoleh pengetahuan dan keterampilan kunci yang penting untuk
dapatberpartisipasi penuh dalam masyarakat modern. Penilaian berfokus pada
mata pelajaran inti sekolah sains, membaca dan matematika. Kemahiran siswa
dalam ranah inovatif juga dinilai (pada tahun 2015, domain ini adalah pemecahan
masalah kolaboratif). Penilaian tidak hanya memastikan apakah siswa
dapatmereproduksi pengetahuan. PISA juga memeriksa seberapa baik siswa dapat
melakukan ekstrapolasi dari apa yang telah mereka pelajari dan dapat menerapkan
pengetahuan tersebut di lingkungan yang tidak mereka kenal, baik di dalam
maupun di luar sekolah. Pendekatan ini mencerminkan fakta bahwa ekonomi
modern ini menghargai individu bukan karena apa yang mereka ketahui, tapi
untuk apa yang dapat mereka lakukan dengan apa yang mereka ketahui.
Survei PISA 2015 berfokus pada sains, membaca, matematika dan
pemecahan masalah kolaboratif sebagai bidang penilaian minor. PISA 2015 juga
mencakup penilaian terhadap literasi keuangan remaja.Sekitar 5.040.000 siswa
menyelesaikan penilaian pada tahun 2015, mewakili sekitar 29 juta anak berusia
15 tahun di sekolah dari 72 negara peserta.Tes berbasis komputer, dengan
penilaian berlangsung selama dua jam untuk setiap siswa.Item uji adalah
gabungan antara pertanyaan pilihan ganda dan pertanyaan yang mengharuskan
siswa untuk membuat tanggapan sendiri. Item-item itu disusun dalam kelompok
berdasarkan sebuah bagian yang menentukan situasi kehidupan nyata. Sekitar 810
menit item tes untuk sains, membaca, matematika dan pemecahan masalah
kolaboratif ditutupi, dengan siswa yang berbeda mengambil kombinasi yang
berbeda dari item tes.Siswa juga menjawab kuisioner latar belakang, yang
membutuhkan waktu 35 menit untuk menyelesaikannya. Kuisioner tersebut
mencari informasi tentang siswa itu sendiri, rumah mereka, dan sekolah mereka
dan pengalaman belajar mereka. Kepala sekolah menyelesaikan kuisioner yang
mencakup sistem sekolah dan lingkungan belajar. Untuk informasi tambahan,
beberapa negara memutuskan untuk membagikan kuesioner kepada para guru. Ini
adalah pertama kalinya kuesioner guru opsional ini ditawarkan ke negara / negara
peserta PISA. Di beberapa negara, kuisioner opsional dibagikan kepada orang tua,
yang diminta untuk memberikan informasi tentang persepsi dan keterlibatan
mereka di sekolah anak mereka, dukungan mereka untuk belajar di rumah, dan
harapan karir anak mereka, khususnya dalam sains. Negara dapat memilih dua
kuesioner opsional lainnya untuk siswa: orang bertanya kepada siswa tentang
keakraban dan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi; dan yang kedua
mencari informasi tentang pendidikan siswa sampai saat ini, termasuk adanya
gangguan di sekolah mereka, dan apakah dan bagaimana mereka mempersiapkan
karir masa depan.

D. KESIMPULAN
1. Generasi IT dapat mencapai tujuan dalam MDGs melalui skill yang diperoleh
dalam pendidikan abad 21
2. Penilaian kualitas pendidikan dapat diukur melalui UN, NAEP, dan PISA.
DAFTAR PUSTAKA

Alismail, H.A., dan McGuire, P. 2015. 21st Century Standards and Curiculum:
Current Research and Practice. Journal of Education and Active 6(6), 150-
155.
BNSP.2017. Prosedur Operasional Standar Penyelenggaraan Ujian Nasional
Tahun Pelajaran 2016/2017.
Huda, Atok Miftachul. 2009. Sekolah Gratis : Konsep Kebijakan yang Belum
Siap. Malang : FKIP Universitas Muhammadiyah.
Muntholi’ah. 2013. Ujian Nasional, Dulu, Kini dan yang Akan Datang: Tinjauan
Normatif. Artikel. Universitas Negeri Semarang
Musick, M.D., Nettles, M.T., dkk. 1999. The NAEP Guide. U.S. Department of
Education Office of Educational Research: U.S.
Stalker, Peter (2008). Millenium Development Goals : Kita Suarakan MDGs Demi
Pencapaiannya di Indonesia. Online (21 September 2017)
Sulistyo,G. 2006. Ujian Nasional (UN): Harapan, Tantangan, dan Peluang.
Artikel.
UNESCO. 2010. EFA Global Monitoring Report 2010. Reaching the
Marginalized. Paris.
Gurria, A. 2015. PISA Result in Focus. OECD
Lai, Emily R.; Viering, Michaela, 2012. Assessing 21st Century Skills

Anda mungkin juga menyukai