Oleh :
PROGRAM PASCASARJANA
SEPTEMBER 2017
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peranan generasi IT dalam mencapai tujuan pengembangan
pendidikan dalam abad ke-21 (MDGs)?
2. Bagaimana penilaian kualitas pendidikan di abad 21?
C. PEMBAHASAN
Generasi IT
Menurut Brown (IEAB), remaja saat ini menganggap bahwa Information
Communication Technology atau ICT seperti oksigen yang mereka hirupdan
bagian dari harapan dan hidup mereka. Generasi IT memiliki karakteristik sebagai
berikut: 1) tidak ingin terikat dengan jadwal, lebih suka bebas menggunakan
teknologi; 2) mengerjakan tugas dan mengembangkan kreatifitasnya dengan
menggunakan teknologi; 3)berorientasi pada kelompok sosial menggunakan
media sosial; 4)terbuka, tidak memandang ras, agama, jenis kelamin, dan daerah;
5)suka mengambil resiko; dan6)menghargai waktu luang karena mengerti bahwa
hidup tidak pasti.
Penggunaan ICT dalam pembelajaran sesuai dengan tuntutam kurikulum saat
ini.MenurutPiage (2009), pembelajarandi abad 21 harus menggunakan ICT
dengan memadukan pengetahuan, pemikiran, keterampilan, dan pengalaman
belajar, sehingga siswaharusmemilikiskill berpikir kritis, kreatif, kolaboratif,
metakognisi, dan memiliki motivasi tinggi (Lai&Viering, 2012). Penggunaan ICT
memungkinkan siswa menjadi asisten guru untuk berbagi dan berpendapat apa
yang mereka ketahui dalam forum seperti blog, group chat, dan email. Dengan ini
siswa dapat mengembangkan skill kreatif, kolaboratif atau kerja sama,
komunikatif, inovatif, dan dapat menyelesaikan masalah. Dalam hal ini guru harus
mendukung siswa dan ikut menjadi penting dalam memperoleh informasi
sebanyak-banyaknya melalui ICT karena guru harus memberi keterampilan
kepada mereka untuk bekerja sama (kolaboratif) dalam tim, guru sebagai
pengambil keputusan, mendengarkan satu sama lain dan memilih strategi
komunikasi yang tepat, salah satunya melalui forum. Sesuai dengan penulisan
dalam National Research Council (2006), ICT juga menyediakan ruang yang
dapat menghubungkan komunitas pelajar dan pendidik secara luas, mampu dalam
menempatkan sebagai orang sosial dan individu.
Tantangan dalam mengajarkan generasi IT di sekolah adalah: 1).
Pembelajaran harus relevan, dikarenakan siswa mencari informasi sendiri atau
mandiri jadi pembelajaran sesuai dengan materi yang terkait.; 2). Guru harusdapat
meminimalisir saat penggunaan teknologi disalahgunakan.; 3). Guru harus
mengikuti pelatihan teknologi terlebih dahulu sebelum menggunakan alat
teknologi di sekolah.
UN (UJIAN NASIONAL)
UN diselenggarakan untuk mengukur pencapaian kompetensi lulusan
peserta didik jenjang satuan pendidikan dasar dan pendidikan menengah sebagai
hasil dari proses pembelajaran sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan (SKL).
Selain itu UN digunakan juga untuk melakukan pemetaan tingkat pencapaian hasil
belajar siswa pada satuan pendidikan. Salah satu upaya untuk mewujudkan
pendidikan berkualitas diperlukan adanya sistem penilaian yang dapat dipercaya
(credible), dapat diterima (acceptable), dan dapat
dipertanggungjawabkan(accountable).
Evaluasi pendidikan merupakan salah satu komponen utama yang tidak
dapat dipisahkan dari komponen pendidikan, namun perlu dicatat bahwa tidak
semua bentuk evaluasi dapat dipakai untuk mengukur pencapaian tujuan
pendidikan yang telah ditentukan. Informasi tentang tingkat keberhasilan
pendidikan akan dapat dilihat apabila alat evaluasi yang digunakan sesuai dan
dapat mengukur setiap tujuan. Alat ukur yang tidak relevan dapat mengakibatkan
hasil pengukuran tidak tepat bahkan salah sama sekali (Muntholi’ah,2013).
Hal ini dikarenakan ada berbagai masalah yang timbul seperti mulai dari
segi administrasi (distribusi yang terkesan amburadul, risiko kebocoran soal),
maupun pedagogis. Banyak peserta didik yang frustasi bahkan di antaranya
sampai nekat melakukan pelanggaraan dengan berbagai cara (mencontek,
meminta jawaban melalui SMS, dan lain sebagainya) karena merasa tertekan dan
cemas yang berlebihan takut tidak lulus. Ini menunjukkan bahwa UN tidak sesuai
dengan prinsip-prinsip evaluasi pendidikan dan telah mengesampingkan aspek
pedagogis dalam pendidikan. UN telah membuat peserta didik banyak kehilangan
kesempatan untuk mengembangkan cipta, rasa dan karsa dalam proses
pembelajaran
Tujuan UN seperti yang dideskripsikan dalam Badan Standar Nasional
Pendidikan adalah sebagai berikut:
a. UN merupakan amanah Undang - Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dan amanah PP 19/2005 yang direvisi menjadi PP 32/2013
dan PP 13/2015 tentang Standar Nasional Pendidikan.
b. UN bertujuan untuk mengukur pencapaian kompetensi lulusan pada mata
pelajaran secara nasional dengan mengacu pada Standar Kompetensi Lulusan
(SKL).
c. UN sebagai sub-sistem penilaian dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP)
menjadi salah satu tolak ukur pencapaian SNP dalam rangka penjaminan dan
peningkatan mutu pendidikan.
Adapun manfaat Ujian Nasional, seperti yang telah ditetapkan dalam Standar
Nasional Pendidikan sebagai berikut:
a. Pemetaan mutu program pendidikan dan/atau satuan pendidikan;
b. Pertimbangan seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya; dan
c. Dasar pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan untuk
pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan.
Secara tidak langsung Ujian Nasional juga dapat digunakanuntuk:
a. Peserta didik: menetapkan nilai mata pelajaran kenaikan kelas dan kelulusan
b. Guru: Meningkatkan tingkat keberhasilan tugas utama sebagai pendidik dan
pengajar dan juga sebagai dasar pengangkatan pangkat
c. Kurikulum, mengetahui keterlaksanaan dan keberhasilan, kekuatan, kelemahan
dan kekurangan kurikulum semua itu digunakan untuk menetapkan apakah suatu
kurikulum masih dapat dipakai, atau apakah membutuhkan revisi atau sudah harus
diganti.
UN sebagai suatu kebijakan pemerintah bukanlah sesuatu yang muncul
begitu saja dari Departemen Pendidikan Nasional. Sepanjang sejarah kehidupan
Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemerintah telah memberlakukan beberapa
kebijakan yang diarahkan pada upaya-upaya untuk menjaga mutu pendidikan.
Sejak tahun 1945 telah ada tiga periode yang telah dilalui oleh pemerintah dalam
upaya menjaga mutu pendidikan melalui berbagai bentuk kebijakan sistem ujian.
Ketiga periode itu adalah periode sistem ujian negara, periode ujian sekolah
penuh, dan periode evaluasi belajar tahap akhir nasional. Ketiga periode tersebut
muncul dalam dinamika pencarian format dengan pengujian yang akuntabel dan
sahih.
PISA
PISA merupakanProgram Penilaian Siswa Internasional yang menjadi
tolok ukur utama dunia untuk mengevaluasi kualitas, keadilan dan efisiensi sistem
sekolahselamadekadeterakhir. PISA memungkinkan pemerintah dan pendidik
untuk mengidentifikasi kebijakan yang efektif sehingga mereka dapat
menyesuaikan diri dengan konteks lokal mereka.
Penilaian PISA terbaru pada tahun 2015 berfokus pada sains. Dalam
konteks arus informasi yang besar dan perubahan yang cepat, setiap orang
sekarang perlu "berpikir seperti ilmuwan", untuk dapat mempertimbangkan bukti
dan sampai pada sebuah kesimpulan, untuk memahami bahwa "kebenaran" ilmiah
dapat berubah seiring berjalannya waktu, saat penemuan baru dibuat, dan saat
manusia mengembangkan pemahaman yang lebih besar tentang kekuatan alam
dan kemampuan teknologi dan keterbatasan.
PISA dilaksanakansetiap tiga tahun sekaliterhadap siswa berusia 15 tahun
di seluruh dunia. PISA menilai sejauh mana siswa menjelang akhir pendidikan
wajib, telah memperoleh pengetahuan dan keterampilan kunci yang penting untuk
dapatberpartisipasi penuh dalam masyarakat modern. Penilaian berfokus pada
mata pelajaran inti sekolah sains, membaca dan matematika. Kemahiran siswa
dalam ranah inovatif juga dinilai (pada tahun 2015, domain ini adalah pemecahan
masalah kolaboratif). Penilaian tidak hanya memastikan apakah siswa
dapatmereproduksi pengetahuan. PISA juga memeriksa seberapa baik siswa dapat
melakukan ekstrapolasi dari apa yang telah mereka pelajari dan dapat menerapkan
pengetahuan tersebut di lingkungan yang tidak mereka kenal, baik di dalam
maupun di luar sekolah. Pendekatan ini mencerminkan fakta bahwa ekonomi
modern ini menghargai individu bukan karena apa yang mereka ketahui, tapi
untuk apa yang dapat mereka lakukan dengan apa yang mereka ketahui.
Survei PISA 2015 berfokus pada sains, membaca, matematika dan
pemecahan masalah kolaboratif sebagai bidang penilaian minor. PISA 2015 juga
mencakup penilaian terhadap literasi keuangan remaja.Sekitar 5.040.000 siswa
menyelesaikan penilaian pada tahun 2015, mewakili sekitar 29 juta anak berusia
15 tahun di sekolah dari 72 negara peserta.Tes berbasis komputer, dengan
penilaian berlangsung selama dua jam untuk setiap siswa.Item uji adalah
gabungan antara pertanyaan pilihan ganda dan pertanyaan yang mengharuskan
siswa untuk membuat tanggapan sendiri. Item-item itu disusun dalam kelompok
berdasarkan sebuah bagian yang menentukan situasi kehidupan nyata. Sekitar 810
menit item tes untuk sains, membaca, matematika dan pemecahan masalah
kolaboratif ditutupi, dengan siswa yang berbeda mengambil kombinasi yang
berbeda dari item tes.Siswa juga menjawab kuisioner latar belakang, yang
membutuhkan waktu 35 menit untuk menyelesaikannya. Kuisioner tersebut
mencari informasi tentang siswa itu sendiri, rumah mereka, dan sekolah mereka
dan pengalaman belajar mereka. Kepala sekolah menyelesaikan kuisioner yang
mencakup sistem sekolah dan lingkungan belajar. Untuk informasi tambahan,
beberapa negara memutuskan untuk membagikan kuesioner kepada para guru. Ini
adalah pertama kalinya kuesioner guru opsional ini ditawarkan ke negara / negara
peserta PISA. Di beberapa negara, kuisioner opsional dibagikan kepada orang tua,
yang diminta untuk memberikan informasi tentang persepsi dan keterlibatan
mereka di sekolah anak mereka, dukungan mereka untuk belajar di rumah, dan
harapan karir anak mereka, khususnya dalam sains. Negara dapat memilih dua
kuesioner opsional lainnya untuk siswa: orang bertanya kepada siswa tentang
keakraban dan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi; dan yang kedua
mencari informasi tentang pendidikan siswa sampai saat ini, termasuk adanya
gangguan di sekolah mereka, dan apakah dan bagaimana mereka mempersiapkan
karir masa depan.
D. KESIMPULAN
1. Generasi IT dapat mencapai tujuan dalam MDGs melalui skill yang diperoleh
dalam pendidikan abad 21
2. Penilaian kualitas pendidikan dapat diukur melalui UN, NAEP, dan PISA.
DAFTAR PUSTAKA
Alismail, H.A., dan McGuire, P. 2015. 21st Century Standards and Curiculum:
Current Research and Practice. Journal of Education and Active 6(6), 150-
155.
BNSP.2017. Prosedur Operasional Standar Penyelenggaraan Ujian Nasional
Tahun Pelajaran 2016/2017.
Huda, Atok Miftachul. 2009. Sekolah Gratis : Konsep Kebijakan yang Belum
Siap. Malang : FKIP Universitas Muhammadiyah.
Muntholi’ah. 2013. Ujian Nasional, Dulu, Kini dan yang Akan Datang: Tinjauan
Normatif. Artikel. Universitas Negeri Semarang
Musick, M.D., Nettles, M.T., dkk. 1999. The NAEP Guide. U.S. Department of
Education Office of Educational Research: U.S.
Stalker, Peter (2008). Millenium Development Goals : Kita Suarakan MDGs Demi
Pencapaiannya di Indonesia. Online (21 September 2017)
Sulistyo,G. 2006. Ujian Nasional (UN): Harapan, Tantangan, dan Peluang.
Artikel.
UNESCO. 2010. EFA Global Monitoring Report 2010. Reaching the
Marginalized. Paris.
Gurria, A. 2015. PISA Result in Focus. OECD
Lai, Emily R.; Viering, Michaela, 2012. Assessing 21st Century Skills