Anda di halaman 1dari 21

Pendidikan Abad 21

Prof. Dr. Sasmoko, M.Pd

Ciri abad 21 menurut Kemendikbud adalah tersedianya informasi dimana saja dan kapan saja
(informasi}, adanya implementasi penggunaan mesin (komputasi}, mampu menjangkau segala
pekerjaan rutin (otomatisasi) dan bisa dilakukan dari mana saja dan kemana saja (komunikasi).
Ditemukan bahwa dalam kurun waktu 20 tahun terakhir telah terjadi pergeseran pembangunan
pendidikan ke arah ICT sebagai salah satu strategi manajemen pendidikan abad 21 yang di
dalamnya meliputi tata kelola kelembagaan dan sumber daya manusia ( Soderstrom, From,
Lovqvist, & Tornquist, 2011) 1 . Abad ini memerlukan transformasi pendidikan secara
menyeluruh sehingga terbangun kualitas guru yang mampu memajukan pengetahuan, pelatihan,
ekuitas siswa dan prestasi siswa (Darling-Hammond, 2006 ; Azam & Kingdon, 2014).

Ciri abad 21 menurut Hernawan (dalam Hidayat dan Patras) 2 adalah meningkatnya interaksi
antar warga dunia baik secara langsung maupun tidak langsung, semakin banyaknya informasi
yang tersedia dan dapat diperoleh, meluasnya cakrawala intelektual, munculnya arus keterbukaan
dan demokkratisasi baik dalam politik maupun ekonomi, memanjangnya jarak budaya antara
generasi tua dan generasi muda, meningkatnya kepedulian akan perlunya dijaga keseimbangan
dunia, meningkatnya kesadaran akan saling ketergantungan ekonomis, dan mengaburnya batas
kedaulatan budaya tertentu karena tidak terbendungnya informasi.

Hidayat & Pat ras 3 selanjutnya menjelaskan kebutuhan pendidikan abad 21 menurut Patrick
Slattery dalam bukunya yang berjudul “Curriculum Development In The Postmodern” yaitu
pendidikan yang berdasarkan pada beberapa konsep berikut:

1. Pendidikan harus diarahkan pada perubahan sosial, pemberdayaan komunitas,


pembebasan pikiran, tubuh dan spirit (mengacu pada konsep yang dikembangkan oleh
Dorothy}
2. Pendidikan harus berlandaskan pada 7 hal utama (mengacu pada konsep yang
dikembangkan oleh Thich Nhat Hanh}, yaitu tidak terikat pada teori, ideology, dan
agama; jangan berpikir sempit bahwa pengetahuan yang dimiliki adalah yang paling bena
r; tidak memaksakan kehendak pada orang lain baik dengan kekuasaan, ancaman,
propaganda maupun pendidik an; peduli terhadap sesame; jangan memelihara kebencian
dan amarah; jangan kehilangan jatidiri; jangan bekerja di tempat yang menghancurkan
manusia dan alam.
3. Konteks pembelajaran, pengembangan kurikulm dan penelitian diterapkan sebagai
kesempatan untuk menghubungkan siswa dengan alam semesta (mengacu pada konsep
yang dikembangkan oleh David Ort)
4. Membuat guru merasa sejahtera dalam kegiatan pembelajaran (mengacu pada konsep
yang dikembangkan oleh Dietrich Bonhoeffer)
1. Pendidikan yang mengimplementasikan visi 21th century.

21th century readiness merupakan kesiapan dalam menyambut abad 21. UNESCO telah
membuat 4 (empat) pilar pendidikan untuk menyongsong abad 21, yaitu:
1. Learning to how (belajar untuk mengetahui)
2. Learning to do (belajar untuk melakukan)
3. Learning to be (belajar untuk mengaktualisasikan diri sebagai individu mandiri yang
berkepribadian)
4. Learning to live together (belajar untuk hidup bersama)
5. Pendidikan yang membangun kompetensi “partnership 21st Century Learning” yaitu
framework pembelajaran abad 21 yang menuntut peserta didik memiliki keterampilan,
pengetahuan, dan kemampuan dibidang teknologi, media dan informasi, keterampilan
pembelajaran, inovasi, keterampilan hidup dan

Kompetensi “partnership 21st Century Learning” mengacu pada format pendidikan abad 21
yang diusung oleh Hermawan (2006), yaitu:

1. Cyber (e-learning) dimana pembelajaran dilakukan dengan mengoptimalkan penggunaan


2. Open and distance learning dimana pembe lajara abad 21 dapat dilakukan dengan model
pembelajaran jarak jauh, tidak terbatas dan dilakukan dengan memanfaatkan bantuan
teknologi informasi dan komunikasi
3. Quantum Learning, yaitu menerapkan metode belajar yang disesuaikan dengan cara
kerja
4. Cooperative Learning, yaitu pembelajaran yang menggunakan kelompok sebagai upaya
menumbuhkan kerjasama antar
5. Society Technology Science, yaitu konsep interdisipliner yang diterapkan untuk
mengintegrasikan permasalahan dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan masyarakat.
6. Accelerated Learning, yaitu mengembangkan kemampuan dalam menyerap dan
memahami informasi secara cepat sehingga dapat meningkatkan kemampuan belajar
secara lebih efektif.

1 Sbderstrbrm, T., From, J., Lbvqvist, J & Tornquist, A. (2011). From distance to online
education: Educational management in the 21th century. Annual Conference Dublin.

2 Hidayat, R & Patras, Y. E. Pendidikan Abad 21 dan Kuri kulum 2013. Unpak

3 Hidayat, R & Patras, Y. E. Pendidikan Abad 21 dan Kuri kulum 2013. Unpak

4 Asep Herry Hernawan, dkk, 2006. Pengembangan Kuri ku lum dan Pembelajaran. UT
Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta

https://pgsd.binus.ac.id/2017/08/08/pendidikan-abad-21/
STRATEGI PEMBELAJARAN ABAD 21
STRATEGI PEMBELAJARAN ABAD 21 Harli Trisdiono Widyaiswara Muda

E-mail : harli_tris@yahoo.co.id

Abstrak

Perkembangan dunia abad 21 ditandai dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam
segala segi kehidupan, termasuk dalam proses pembelajaran. Dunia kerja menuntut perubahan
kompetensi. Kemampuan berpikir kritis, memecahkan masalah, dan berkolaborasi menjadi kompetensi
penting dalam memasuki kehidupan abad 21. Sekolah dituntut mampu menyiapkan siswa memasuki
abad 21.

Subjek abad 21 terdiri atas bahasa inggris (bahasa resmi masing-masing negara), bahasa
pergaulan dunia, seni, matematika, ekonomi, pengetahuan alam (science), geografi, sejarah,
pemerintahan, dan kewarganegaraan. Sedangkan tema abad 21 mencakup kesadaran global; literasi
keuangan, ekonomi, bisnis dan wirausaha; kesadaran sebagai warga negara; literasi kesehatan; dan
literasi lingkungan.

Taksonomi Bloom sebagai acuan dalam tujuan pembelajaran menyangkut dimensi pengetahuan
dan proses kognitif. Dimensi pengetahuan mencakup faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif.
Proses kognitif terdiri atas 1) mengingat (remember); 2) memahami (understand); 3) menerapkan
(apply); 4) menganalisis (analyze); 5) evaluasi (evaluate); dan 6) menciptakan (create). Dimensi
pengetahuan dan proses kognitif menjadi landasan dalam merencanakan, melaksanakan dan
mengevaluasi pembelajaran, sehingga tersusun strategi pembelajaran abad 21.

Kata Kunci: kecakapan abad 21, taksonomi bloom, subjek dan tema abad 21, strategi pembelajaran
abad 21.

Pendahuluan

Perkembangan dunia abad 21 ditandai dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam
segala segi kehidupan. Teknologi menghubungkan dunia yang melampaui sekat-sekat geografis sehingga
dunia menjadi tanpa batas. Teknologi transportasi udara memberikan kemudahan menempuh
perjalanan panjang. Media on-line beritasatu.com merilis waktu tempuh Newark – Singapura sejauh
9.535 mil dengan penerbangan non-stop selama 18 jam. Melalui media televisi, kejadian di suatu tempat
dapat secara langsung diketahui dan dilihat di tempat lain yang berjarak sangat jauh pada waktu
bersamaan. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi melalui internet memberi kemudahan
pengiriman uang pada waktu yang sangat singkat, bahkan real time. Perkembangan teknologi
menjadikan terjadinya perubahan kualifikasi dan kompetensi tenaga kerja.
Kang, Kim, Kim & You ( 2012) mencatat bahwa perubahan standar kinerja akademik terjadi
seiring dengan perkembangan teknologi informasi komunikasi (TIK) dan pertumbuhan ekonomi global.
Perubahan standar menuntut penyesuaian dunia pendidikan dalam menyiapkan peserta didik.
Tekonologi informasi dan komunikasi memudahkan komunikasi antar anggota masyarakat dan dunia
kerja yang tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Pertumbuhan ekonomi global menuntut persaingan
yang semakin ketat dalam setiap aspek kehidupan, pasar tidak lagi dibatasi oleh sekat-sekat geografis,
namun dusah menjadi pasar global. Siswa abad 21 perlu dibekali dengan kemampuan TIK dan
mencermati perkembangan ekonomi global. Proses pembelajaran harus mengakomodir hal tersebut.

Rotherdam & Willingham (2009) mencatat bahwa kesuksesan seorang siswa tergantung pada
kecakapan abad 21, sehingga siswa harus belajar untuk memilikinya. Partnership for 21st Century Skills
mengidentifikasi kecakapan abad 21 meliputi : berpikir kritis, pemecahan masalah, komunikasi dan
kolaborasi. Berpikir kritis berarti siswa mampu mensikapi ilmu dan pengetahuan dengan kritis, mampu
memanfaatkan untuk kemanusiaan. Trampil memecahkan masalah berarti mampu mengatasi
permasalahan yang dihadapinya dalam proses kegiatan belajar sebagai wahana berlatih menghadapi
permasalahan yang lebih besar dalam kehidupannya. Ketrampilan komunikasi merujuk pada
kemampuan mengidentifikasi, mengakses, memanfaatkan dan memgoptimalkan perangkat dan teknik
komunikasi untuk menerima dan menyampaikan informasi kepada pihak lain. Terampil kolaborasi
berarti mampu menjalin kerjasama dengan pihak lain untuk meningkatkan sinergi. Sedang menurut
National Education Association untuk mencapai sukses dan mampu bersaing di masyarakat global, siswa
harus ahli dan memiliki kecakapan sebagai komunikator, kreator, pemikir kritis, dan kolaborator.

Mensikapi fenomena perubahan kebutuhan tenaga kerja dan kemajuan, sekolah perlu
dipersiapkan dan menyiapkan diri dalam menghadapi tantangan abad 21. Pemahaman terhadap
kecakapan abad 21 menjadi penting disampaikan kepada siswa. Pencapaian kecakapan abad 21
dilakukan dengan memahami karakteristik, teknik pencapaian dan strategi pembelajaran yang
dilakukan.

Kecakapan Abad 21

Persoalan kecakapan abad 21 menjadi perhatian pemerhati dan praktisi pendidikan. The North Central
Regional Education Laboratory (NCREL) dan The Metiri Grup (2003) mengidentifikasi kerangka kerja
untuk keterampilan abad ke-21, yang dibagi menjadi empat kategori: kemahiran era digital, berpikir
inventif, komunikasi yang efektif, dan produktivitas yang tinggi.

ATCS (assesment and teaching for 21st century skills) menyimpulkan empat hal pokok berkaitan
dengan kecakapan abad 21 yaitu cara berpikir, cara bekerja, alat kerja dan kecakapan hidup. Cara
berpikir mencakup kreativitas, berpikir kritis, pemecahan masalah, pengambilan keputusan dan belajar.
Cara kerja mencakup komunikasi dan kolaborasi. Alat untuk bekerja mencakup teknologi informasi dan
komunikasi (ICT) dan literasi informasi
Kecakapan hidup mencakup kewarganegaraan, kehidupan dan karir, dan tanggung jawab pribadi dan
sosial.
Educational Testing Service (ETS) (2007), mendefinisikan keterampilan abad ke-21 sebagai
pembelajaran kemampuan untuk a) mengumpulkan dan / atau mengambil informasi, b) mengatur dan
mengelola informasi, c) mengevaluasi kualitas, relevansi, dan kegunaan informasi, dan d) menghasilkan
informasi yang akurat melalui penggunaan sumber daya yang ada. Partnership for 21st Century Skills
mengidentifikasi enam elemen kunci untuk abad ke-21 yaitu mendorong pembelajaran: 1) menekankan
pelajaran inti, 2) menekankan keterampilan belajar, 3) menggunakan alat abad ke-21 untuk
mengembangkan keterampilan belajar, 4) mengajar dan belajar dalam konteks abad ke-21, 5) mengajar
dan mempelajari isi abad ke-21, dan 6 ) menggunakan penilaian abad ke-21 yang mengukur
keterampilan abad ke-21

Kang, Kim, Kim & You (2012) memberikan kerangka kecakapan abad 21 dalam domain kognitif,
afektif, dan budaya sosial. Domain kognitif terbagi dalam sub domain : kemampuan mengelolan
informasi, yaitu kemampuan menggunakan alat, sumberdaya dan ketrampilan inkuiri melalui proses
penemuan; kemampuan mengkonstruksi pengetahuan dengan memproses informasi, memberikan
alasan, dan berpikir kritis; kemampuan menggunakan pengetahuan melalui proses analistis, menilai,
mengevaluasi, dan memecahkan masalah; dan kemampuan memecahkan masalah dengan
menggunakan kemampuan metakognisidan berpikir kreatif.

Domain afektif mencakup sub domain : identitas diri yakni mampu memahami konsep diri,
percaya diri, dan gambaran pribadi; mampu menetapkan nilai-nilai yang menjadi nilai-nilai pribadi dan
pandangan terhadap setiap permasalahan. Pengarahan diri ditunjukan dengan menguasai diri dan
mampu mengarahkan untuk mencapai tujuan dalam bingkai kepentingan bersama. Akuntabilitas diri
ditunjukan dengan inisiatif, prakarsa, tanggungjawab, dan sikap menerima dan menyelesaikan
tanggungjawabnya.

Domain budaya sosial ditunjukan dengan terlibat aktif dalam keanggotaan organisasi sosial,
diterima dalam lingkungan sosial, dan mampu bersosialisasi dalam lingkungan.

Subjek dan Tema Abad 21

Pemahaman dan penguasaan subjek dan tema abad 21 menentukan kesuksesan seorang siswa di masa
mendatang. Partnership for 21st Century Skills (2009) memberikan rumusan subjek mata pelajaran abad
21 meliputi : bahasa inggris (bahasa resmi masing-masing negara), bahasa pergaulan dunia, seni,
matematika, ekonomi, pengetahuan alam (science), geografi, sejarah, pemerintahan, dan
kewarganegaraan.

Penguasaan bahasa nasional masing-masing dan bahasa pergaulan internasional mempengaruhi


posisi yang dapat dicapai oleh seseorang. Melalui penguasaan bahasa siswa mampu
mengkomunikasikan kompetensinya baik dengan bahasa tulis maupun lisan. Penguasaan seni dapat
mewarnai pengelolaan diri dalam menghadapi pergaulan di dunia kerja dan masyarakat, sehingga lebih
dapat menempatkan diri dalam lingkungan. Matematika membangun logika dan cara berpikir sistematis,
sehingga melalui penguasaan matematika dapat meningkatkan logika berpikir yang diperlukan dalam
berinteraksi.

Penguasaan kompetensi mata pelajaran tersebut belum memberikan dampak luas pada siswa
kalau tidak dibarengi dengan penguasaan tema-tema abad 21. Menurut Partnership for 21st Century
Skills (2009) tema yang mengemuka pada abad 21 adalah : kesadaran global; literasi keuangan,
ekonomi, bisnis dan wirausaha; kesadaran sebagai warga negara; literasi kesehatan; dan literasi
lingkungan.

Kesadaran global mencakup kecakapan memahami dan menangani isu-isu global. Isu-isu global
dalam setiap aspek kehidupan baik politik, ekonomi, sosial, budaya, teknologi, dan pengetahuan. Belajar
dari dan bekerja sama dengan individu yang mewakili beragam budaya, agama dan gaya hidup
merupakan syarat dalam memasuki pergaulan dunia. Dunia yang semakin terbuka menuntut
kemampuan menerima dan memahami akar budaya, agama, dan gaya hidup orang lain dalam semangat
saling menghormati dan dialog terbuka dalam konteks pribadi, pekerjaan dan masyarakat. Memahami
negara, budaya, dan bahasa orang yang berinteraksi akan meningkatkan pemahaman diri dan orang lain,
meningkatkan harkat dan martabat masing-masing.

Kecakapan keuangan, ekonomi, bisnis dan wirausaha mencakup : kecakapan menentukan


pilihan ekonomi pribadi. Pilihan seseorang terhadap sumber ekonomi pribadinya menentukan
keberagaman perekonomian dalam suatu negara. Orang tidak lagi terombang-ambing terhadap
pandangan orang lain terhadap sumber ekonominya, namun memaknai sumber ekonomi sebagai jalan
dalam berkontribusi bagi perekonian secara makro. Persoalan ini akan meningkatkan pemahaman atas
peran ekonomi dalam masyarakat. Keterampilan kewirausahaan untuk meningkatkan produktivitas kerja
dan pilihan karir dapat meningkatkan kontribusi terhadap perkembangan “organisasi” yang
dimasukinya. Kewirausahaan mencakup kemampuan dalam berekspresi, berimprovisasi, dan
meningkatkan kinerja.

Kesadaran sebagai warga negara mencakup kecakapan berpartisipasi efektif dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Kehidupan berbangsa dan bernegara terkait dengan peran dan fungsinya
dalam tugas dan tanggungjawab masing-masing. Memperjuangkan hak dan memenuhi kewajiban
sebagai warga negara dan masyarakat, menjadi titik tolak dalam hidup bermasyarakat. Mengembangkan
supremasi sipil, menempatkan hak-hak sipil dalam bingkai demokratis yang mampu mengakomodir
setiap kepentingan individu dalam bingkai pemenuhan kepentingan bersama.

Kesadaran kesehatan mencakup kemampuan dalam memelihara kesehatan pribadi, keluarga,


masyarakat, bangsa dan masyarakat global. Pemeliharaan kesehatan dimulai dari kemampuan mencari
informasi dan menafsirkan persoalan-persoalan kesehatan, termasuk sebab, akibat, dan proses
pencegahan dan pengobatan. Kesehatan dalam konteks ini adalah kesehatan menyeluruh fisik dan
mental.
Literasi lingkungan yaitu mencakup kesadaran terhadap pemeliharaan dan pemanfaatan
lingkungan secara bertanggungjawab dan bermakna bagi kehidupan. Peka terhadap dampak
pengelolaan lingkungan yang tidak bertanggungjawab terhadap kehidupan secara global. Perubahan
iklim dan dampaknya terhadap kehidupan. Perubahan perilaku alam yang menyebabkan terjadinya
anomali iklim, dan dampak-dampak terhadap lingkungan sebagai akibat ekploitasi alam.

Strategi Pembelajaran Abad 21

Paradigma pembelajaran abad 21 menekankan kepada kemampuan siswa untuk berpikir kritis, mampu
menghubungkan ilmu dengan dunia nyata, menguasai teknologi informasi komunikasi, dan
berkolaborasi. Pencapaian ketrampilan tersebut dapat dicapai dengan penerapan metode pembelajaran
yang sesuai dari sisi penguasaan materi dan ketrampilan.

Kemampuan berpikir kritis siswa dibangun melalui pembelajaran yang menerapkan taksonomi
pembelajaran sebagaimana disampaikan oleh Benyamin Bloom tahun 1956 yang telah direvisi pada
tahun 2001. Bloom membagi tujuan pendidikan menjadi tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif, dan
psikomotor. Tujuan pendidikan mengalami penyempurnaan pada tahun 2001 (Anderson dan Krathwohl,
2001). Taksonomi pembelajaran dikelompokan dalam dimensi pengetahuan dan dimensi proses kognitif.

Dimensi proses pengetahuan terdiri empat bagian yaitu faktual, konseptual, prosedural, dan
metakognitif. Krathwohl (2002), Anderson & Krathwohl (2001) menyebutkan bahwa pengetahuan
faktual menekankan pada pengetahuan faktual, yaitu pengetahuan yang berupa potongan-potongan
informasi yang terpisah-pisah atau unsur dasar yang ada dalam suatu disiplin ilmu tertentu, yang
mencakup pengetahuan tentang terminologi dan pengetahuan tentang bagian detail. Pengetahuan
faktual menyajikan fakta-fakta yang muncul dalam pengetahuan. Pengetahuan konseptual, yaitu
pengetahuan yang menunjukkan saling keterkaitan antara unsur-unsur dasar dalam struktur yang lebih
besar dan semuanya berfungsi sama-sama, yang mencakup skema, model pemikiran dan teori.
Pengetahuan prosedural, yaitu pengetahuan tentang bagaimana mengerjakan sesuatu, baik yang
bersifat rutin maupun yang baru, dan Pengetahuan metakognitif, yaitu mencakup pengetahuan tentang
kognisi secara umum dan pengetahuan tentang diri sendiri.

Dimensi poses pengetahuan terbagi dalam tiga yaitu kognitif, afektif dan psikomotor (Anderson
& Krathwohl, 2001:67-68) ranah kognitif terbagi dalam enam tingkat yaitu : 1) mengingat (remember) :
mengambil, mengakui, dan mengingat pengetahuan yang relevan dari memori jangka panjang; 2)
memahami (understand): membangun makna dari lisan, pesan tertulis, dan grafis melalui menafsirkan,
mencontohkan, mengklasifikasi, meringkas, menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan; 3)
menerapkan (apply): melaksanakan atau menggunakan prosedur melalui pelaksana, atau menerapkan;
4) menganalisis (analyze): breaking materi menjadi bagian-bagian penyusunnya, menentukan
bagaimana bagian-bagian berhubungan satu sama lain dan yang secara keseluruhan struktur atau tujuan
melalui membedakan, mengorganisasikan, dan menghubungkan; 5) evaluasi (evaluate): membuat
penilaian berdasarkan kriteria dan standar melalui memeriksa dan mengkritisi; dan 6) menciptakan
(create): menempatkan elemen bersama-sama untuk membentuk suatu kesatuan yang utuh atau
fungsional, reorganisasi elemen ke pola baru atau struktur melalui menghasilkan, perencanaan, atau
menghasilkan.

Proses pembelajaran yang mampu mengakomodir kemampuan berpikir kritis siswa tidak dapat
dilakukan dengan proses pembelajaran satu arah. Pembelajaran satu arah, atau berpusat pada guru,
akan membelenggu kekritisan siswa dalam mensikapi suatu materi ajar. Siswa menerima materi dari
satu sumber, dengan kecenderungan menerima dan tidak dapat mengkritisi. Kemampuan berpikir kritis
dibangun dengan mendalami materi dari sisi yang berbeda dan menyeluruh.

Kemampuan menghubungkan ilmu dengan dunia nyata dilakukan dengan mengajak siswa
melihat kehidupan dalam dunia nyata. Memaknai setiap materi ajar terhadap penerapan dalam
kehidupan penting untuk mendorong motivasi belajar siswa. Secara khusus pada dunia pendidikan dasar
yang relatif masih berpikir konkrit, kemampuan guru menghubungkan setiap materi ajar dengan
kehidupan nyata akan meningkatkan penguasaan materi oleh siswa. Menghubungkan materi dengan
praktik sehari-hari dan kegunaannya dapat meningkatkan pengembangan potensi siswa.

Penguasaan teknologi informasi komunikasi menjadi hal yang harus dilakukan oleh semua guru
pada semua mata pelajaran. Penguasaan TIK yang terjadi bukan dalam tataran pengetahuan, namun
praktik pemanfaatnyanya. Metode pembelajaran yang dapat mengakomodir hal ini terkait dengan
pemanfaatan sumber belajar yang variatif. Mulai dari sumber belajar konvensional sampai pemanfaatan
sumber belajar digital. Siswa memanfaatkan sumber-sumber digital, baik yang offline maupun online.
Membuat produk berbasis TIK, baik audio maupun audiovisual.

Kecakapan berkolaborasi menunjukkan sikap penerimaan terhadap orang lain, berbagi dengan
orang lain, dan bersama-sama dengan orang lain mencapai tujuan bersama. Paradigma pembelajaran
kolaboratif memfasilitasi siswa berada dalam peran masing-masing, melaksanakannya, dan
bertanggungjawab. Sikap individualistik, mau menang sendiri, dan bekerja sendiri akan mengurangi
kemampuan siswa dalam menyiapkan diri menyongsong masa depannya. Setiap kompetensi yang ada
pada masing-masing dikolaborasikan, sehingga dapat meningkatkan kompetensi dan pencapaian hasil.

Beers menegaskan bahwa strategi pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa dalam
mencapai kecakapan abad 21 harus memenuhi kriteria sebagai berikut : kesempatan dan aktivitas
belajar yang variatif; menggunakan pemanfaatan teknologi untuk mencapai tujuan pembelajaran;
pembelajaran berbasis projek atau masalah; keterhubungan antar kurikulum (cross-curricular
connections); fokus pada penyelidikan/inkuiri dan inventigasi yang dilakukan oleh siswa; lingkungan
pembelajaran kolaboratif; visualisasi tingkat tinggi dan menggunakan media visual untuk meningkatkan
pemahaman; menggunakan penilaian formatif termasuk penilaian diri sendiri.

Kesempatan dan aktivitas belajar yang variatif tidak monoton. Metode pembelajaran
disesuaikan dengan kompetensi yang hendak dicapai. Penguasaan satu kompetensi ditempuh dengan
berbagai macam metode yang dapat mengakomodir gaya belajar siswa auditori, visual, dan kenestetik
secara seimbang. Dengan demikian masing-masing siswa mendapatkan kesempatan belajar yang sama.

Pemanfaatan teknologi, khususnya tekonologi informasi komunikasi, memfasilitasi siswa


mengikuti perkembangan teknologi, dan mendapatkan berbagai macam sumber dan media
pembelajaran. Sumber belajar yang semakin variatif memungkinkan siswa mengekplorasi materi ajar
dengan berbagai macam pendekatan sesuai dengan gaya dan minat belajar siswa.

Pembelajaran berbasis projek atau masalah, menghubungkan siswa dengan masalah yang
dihadapai dan yang dijumpai dalam kehidupam sehari-hari. Bertitik tolak dari masalah yang
diinventarisis, dan diakhiri dengan strategi pemecahan masalah tersebut, siswa secara
berkesinambungan mempelajari materi ajar dan kompetensi dengan terstruktur. Pada pembelajaran
berbasis projek, pemecahan masalah dituangkan dalam produk nyata yang dihasilkan sebagai sebuah
karya penciptaan siswa. Pada pembelajaran berbasis masalah/projek pembelajaran juga fokus pada
penyelidikan/inkuiri dan inventigasi yang dilakukan oleh siswa.

Keterhubungan antar kurikulum (cross-curricular connections), atau kurikulum terintegrasi


memungkinkan siswa menghubungkan antar materi dan kompetensi pembelajaran, dengan demikian
pembelajaran dapat lebih bermakna, dan teridentifikasi manfaat mempelajari sesuatu. Pembelajaran ini
didukung lingkungan pembelajaran kolaboratif, dapat memaksimalkan potensi siswa. Didukung dengan
visualisasi tingkat tinggi dan penggunaan media visual dapat meningkatkan pemahaman siswa.

Sebagai akhir dari sebuah proses pembelajaran, penilaian formatif menunjukan sebuah
pengendalian proses. Melalui penilaian formatif, dan didukung dengan penilaian oleh diri sendiri, siswa
terpantau tingkat penguasaan kompetensinya, mampu mendiagnose kesulitan belajar, dan berguna
dalam melakukan penempatan pada saat pembelajaran didisain dalam kelompok.

Pandangan Beers tersebut memperjelas bahwa proses pembelajaran untuk menyiapkan siswa
memiliki kecakapan abad 21 menuntut kesiapan guru dalam merencanakan, melaksanakan, dan
mengevaluasi pembelajaran. Guru memegang peran sentral sebagai fasilitator pembelajaran. Siswa
difasilitasi berproses menguasai materi ajar dengan berbagai sumber belajar yang dipersiapkan. Guru
bertugas mengawal proses berlangsung dalam kerangka penguasaan kompetensi, meskipun
pembelajaran berpusat pada siswa.
Simpulan dan Saran

Perkembangan perekonomian global dan tuntutan dalam dunia kerja mesti disikapi sekolah
dalam menyiapkan siswa. Abad 21 menuntut penguasaan berpikir tingkat tinggi, berpikir kritis,
menguasai teknologi informasi, mampu berkolaborasi, dan komunikatif. Proses mencapai kecakapan
tersebut dilakukan dnegan memperhatikan taksonomi Bloom yang membagi pengetahuan dalam dua
kategori yaitu dimensi pengetahuan dan dimensi proses kognitif.

Dalam konteks sistem pendidikan nasional disarankan untuk melakukan analisis standar
kompetensi dan kompetensi dasar masing-masing kelas, sehingga dapat memberikan wadah yang cukup
dalam mengintegrasikan pembelajaran dalam beberapa mata pelajaran.

Daftar Pustaka

Anderson, L. W., & Krathwohl, D. R. (2001). A Taxonomy for learning, teaching, and assesing. a revision
of Bloom’s taxonomy of education objectives. New York: Addison Wesley Longman.
Association, N. E. Preparing 21st Century Students for a Global Society : An Educator’s Guide to the “Four
Cs”.
Beers, S. Z. (2012). 21st Century Skills: Preparing Students for THEIR Future.
Center, P. P. (2010). 21st Century Skills for Students and Teachers. Honolulu:: Kamehameha Schools,
Research & Evaluation Division.
Kang, M., Kim, M., Kim, B., & You, H. (n.d.). Developing an Instrumen to Measure 21st Century Skills for
Elementary Student.
Krathwohl, D. R. (2002). A Revision of Bloom’s Taxonomy: An Overview. THEORY INTO PRACTICE , 212-
232.
NCREL & Metiri Group. (2003). enGauge 21st century skills: literacy in the digital age.
http://www.ncrel.org/engauge/skills/skills.htm
Rotherham, A. J., & Willingham, D. (2009). 21st Century Skills: the challenges ahead. Educational
Leadership Volume 67 Number 1 , 16 – 21.
Skills, P. f. Learning for the 21st century skills. Tucson,: Partnership for 21st Century Skills.

http://lpmpjogja.kemdikbud.go.id/strategi-pembelajaran-abad-21/

DINAMIKA PEMBELAJARAN ABAD 21 BAGI DAERAH TERPENCIL DAN BERKEMBANG


Oleh: Nurjannah Tamil Januari 30, 2019

Abstrak

Pembelajaran abad 21 menuntut peran pemerintah dan guru. Pemerintah perlu menyediakan berbagai
fasilitas sarana dan prasarana serta guru harus kreatif dalam menciptakan pembelajaran berdasarkan
prinsip pembelajaran abad 21. Daerah terpencil dan daerah berkembang memiliki tantangannya masing-
masing dan memerlukan perlakuan yang berbeda dalam pembelajaran.

Pendahuluan

Dampak globalisasi menyentuh berbagai bidang kehidupan manusia termasuk pendidikan. Kurikulum
pendidikan terus berubah untuk memenuhi tuntutan pendidikan abad 21. Menurut PBB dalam
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, tantangan pendidikan abad 21 yaitu membangun
masyarakat berpengetahuan (knowledge based society) yang memiliki; (1) keterampilan melek TIK dan
media; (2) keterampilan berpikir kritis; (3) keterampilan memecahkan masalah; (4) keterampilan
berkomunikasi efektif; dan (5) keterampilan bekerja sama secara kolaboratif. Peran guru, sekolah,
masyarakat dan pemerintah secara bersama diperlukan untuk menjawab tantangan pendidikan abad 21.

Infrastruktur merupakan salah satu penyebab suatu daerah berkembang atau tetap menjadi daerah
terpencil. Daerah terpencil merupakan gambaran geografis dimana kawasan pedesaan terisolasi dari pusat
pertumbuhan/daerah lain akibat tidak memiliki atau kekurangan sarana perhubungan dan komunikasi.
Daerah berkembang adalah daerah yang mengalami peningkatan sarana dan prasarana sehingga
mempercepat laju pertumbuhan dan perkembangan di daerah itu. Oleh karena itu, untuk mendorong
pendidikan abad 21 di era Revolusi 4.0 maka pemerintah perlu membangun dan menyempurnakan
infrastruktur baik fisik maupun non fisik.

Pembelajaran Abad 21 Bagi Daerah Terpencil

Mengintergrasikan TIK kedalam pembelajaran di sekolah merupakan salah satu upaya mencapai tujuan
pendidikan abad 21. Namun, pengintegrasian ini memiliki tantangan bagi sekolah daerah terpencil. Oleh
karena itu, pembelajaran abad 21 di daerah terpencil memerlukan perhatian khusus pemerintah.

Hasil analisis sekolah daerah terpencil di Kalimatan Barat, Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara
diperoleh hambatan untuk menerapkan pembelajaran abad 21. Hambatan tersebut berupa: (1) fasilitas
sarana dan prasarana, hambatan selain belum terpenuhinya fasilitas TIK adalah perpustakaan. Beberapa
sekolah belum memiliki ruang khusus dan kekurangan buku serta buku yang tersedia tidak terbarukan.
Buku terbarukan adalah solusi mendapatkan informasi tanpa internet dan memotivasi siswa belajar
mandiri; (2) keprofesionalan guru, tidak meratanya sebaran guru ataupun kurangnya guru pelajaran
tertentu menyebabkan guru mengajar bukan berdasarkan disiplin ilmu. Mengganti kekosongan guru
mengurangi fokus guru melahirkan ide-ide kreatif dalam pelajaran yang diampunya; dan (3) kurikulum,
menyamakan standar dan perlakuan pembelajaran nasional tanpa menyamakan fasilitas sekolah
memerlukan pengkajian kembali. Informasi ini memberi titik terang apa yang harus dilakukan pemerintah
dan guru dalam mendukung pembelajaran abad 21.

Bagi pemerintah, untuk menyukseskan pendidikan abad 21 di daerah terpencil, perlu: (1) mempercepat
pemerataan fasilitas TIK pembelajaran diseluruh daerah tanpa terkecuali; (2) membangun perpustakaan,
menyediakan buku belajar baik fiksi maupun non fiksi untuk mendorong budaya literasi siswa; (3)
menyediakan alat peraga sebagai visualisasi materi ajar guna mendukung pembelajaran tanpa teknologi;
(4) melakukan kajian kurikulum khusus daerah terpencil; (5) membentuk guru peneliti dari guru-guru
daerah terpencil untuk merumuskan strategi pembelajaran sesuai kondisi daerah; (6) memprogramkan
pertukaran guru antara guru daerah terpencil dengan daerah berkembang untuk menghasilkan ide-ide
kreatif dalam pembelajaran serta menyesuaikan kebutuhan guru di sekolah; (7) memfasilitasi pelatihan
guru untuk meningkatkan kualitasnya terkait pembelajaran abad 21 sesuai kondisi daerah; dan (8)
mempercepat program internet masuk ke daerah terpencil.

Bagi guru, pembelajaran dimulai dengan memperbarui pengetahuan bukan berarti menitiberatkan
pembelajaran pada alat TIK. Teknologi dan Informasi dan Komunikasi (TIK) adalah alat untuk mencapai
tujuan pendidikan bukanlah sebagai tujuan pendidikan abad 21. Kualitas terbaik guru daerah terpencil
menyeimbangkan ketidaksediaan alat TIK dalam pembelajaran. Guru harus mampu menciptakan kegiatan
pembelajaran yang aktif, kolaboratif, efektif dan efisien serta membekali siswa dengan berbagai skill.

Kegiatan pembelajaran yang disusun menganut empat prinsip pokok pembelajaran abad 21 sebagaimana
yang dirumuskan Jennifer Nichols dalam Rohim, Bima dan Julian (2016). Adapun keempat prinsip
tersebut yakni (1) pembelajaran berpusat pada siswa; (2) siswa mampu berkolaborasi dengan teman
ataupun orang lain; (3) pembelajaran diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari; dan (4) sekolah
terintegrasi dengan masyarakat.

Keempat prinsip pembelajaran abad 21 tersebut diadaptasikan kedalam pembelajaran oleh guru dengan:
(1) menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang menggambarkan aktivitas siswa, guru,
pemanfaatan media pembelajaran dan proses penilaian; (2) memperbarui pengetahuan sesuai
perkembangan zaman; (3) menerapkan berbagai strategi pembelajaran untuk memberi variasi pengalaman
belajar; dan (4) meningkatkan kreatifitas untuk menciptakan proses pembelajaran yang menyenangkan
sehingga siswa selalu tertarik ke sekolah. Mengembangkan keempat kegiatan pembelajaran tersebut
mendorong guru menciptakan pembelajaran berasaskan prinsip pembelajaran abad 21. Namun, para guru
tetap perlu untuk menguasai teknologi yang terkait langsung terhadap pembelajarannya. Hal ini
dikarenakan perubahan adalah sebuah kepastian sekarang ataupun nanti. Oleh karena itu, pemerintah
secara bertahap dan berkesinambungan mengupayakan pemerataan bantuan TIK yang menjangkau
seluruh daerah di Indonesia.

Pembelajaran Abad 21 Bagi Daerah Berkembang

Salah satu misi pendidikan abad 21 yakni membangun keterampilan melek TIK dan media pada siswa.
Misi ini dapat tercapai di daerah berkembang walaupun beberapa sekolah belum memiliki fasilitas TIK
pembelajaran. Kondisi ini tidak menghambat menerapkan pembelajaran abad 21 karena internet sudah
menjangkau daerah berkembang. Kemudahan mendapatkan informasi melalui internet mendukung guru
dan siswa membangun keterampilannya seperti keterampilan TIK. Namun, perlu penguatan pendidikan
karakter siswa agar pemanfaatan TIK dilakukan dengan tepat.

Bagi pemerintah, solusi pembelajaran abad 21 adalah memanfaatkan portal yang dikembangkan pusat
teknologi informasi dan komunikasi pendidikan (pustekkom) serta beberapa media lain. Salah satu portal
pendidikan tersebut dikenal dengan “Rumah Belajar” (https://belajar.kemdikbud.go.id). Rumah belajar
menyediakan bahan pembelajaran yang interaktif dan memfasilitasi komunikasi serta interaksi antar
komunitas. Delapan fitur utama rumah belajar yakni: (1) sumber belajar; (2) buku sekolah elektronik
(BSE); (3) bank soal; (4) laboratorium maya; (5) peta budaya; (6) wahana jelajah angkasa; (7)
pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB); dan (8) kelas maya. Selain itu, ada tiga fitur pendukung
yakni: (1) karya komunitas; (2) karya guru; dan (3) karya bahasa dan sastra. Kesebelas fitur tersebut
dirancang mendukung pembelajaran abad 21 yang diakses dimana saja, kapan saja dengan siapa saja.
Bagi guru, selain memanfaatkan portal pendidikan pemerintah perlu memperbarui pengetahuannya dari
berbagai sumber. Penerapan pembelajaran abad 21 di daerah berkembang harus menyesuaikan muatan
pendidikan era revolusi industri 4.0 sehingga guru harus melek digital. Muatan pembelajaran diharapkan
mampu memenuhi keterampilan abad 21 yakni: (1) pembelajaran dan keterampilan inovasi meliputi
penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang beraneka ragam, pembelajaran dan inovasi, berpikir
kritis dan penyelesaian masalah, komunikasi dan kolaborasi, dan kreatifitas dan inovasi; (2) keterampilan
literasi digital meliputi literasi informasi, literasi media dan literasi ICT; (3) karir dan kecakapan hidup
meliputi fleksibilitas dan adaptabilitas, inisiatif, interaksi sosial dan budaya, produktifitas dan
akuntabilitas, dan kepemimpinan dan tanggung jawab (Trilling dan Fadel, 2009). Pada akhirnya
pendidikan menghasilkan generasi bangsa yang produktif sehingga permasalahan pengangguran dan daya
saing sumber daya manusia terminimalisasi.

Kesimpulan

Pola pembelajaran abad 21 di era revolusi industri 4.0 memberi tantangan dalam dunia pendidikan.
Masing-masing daerah baik daerah terpencil maupun daerah berkembang memiliki tantangan tersendiri.
Namun, tantangan tidak boleh menjadi sebuah hambatan. Pendidikan harus membawa perubahan untuk
mencetak generasi yang bermartabat untuk hidup lebih sejahtera. Upaya menjawab tantangan abad ini
harus didukung dari berbagai pihak baik pemerintah dan guru. Pemerintah dan guru memiliki perannya
masing-masing untuk mewujudkan cita-cita nasional.

Daftar Pustaka

Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan. 2018. Pembelajaran Abad 21 “Rumah Belajar”.
Kementerian Pedidikan dan Kebudayaan RI

Rohim, Bima dan Julian. 2016. Belajar dan Pembelajaran di Abad 21. Makalah Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Kajian Media Pembelajaran. Kurikulum dan Tenologi Pendidikan. Fakultas Ilmu
Pendidikan. Universitas Negeri Yogyakarta.

Trilling, B & Fadel, C. (2009). 21st-century skills: learning for life in our times. US: Jossey-Bass A
Wiley Imprint.

http://pena.belajar.kemdikbud.go.id/2019/01/dinamika-pembelajaran-abad-21-bagi-daerah-terpencil-
dan-berkembang/
Pendidikan Karakter Dorong Tumbuhnya Kompetensi Siswa Abad 21
Jakarta, Kemendikbud -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terus menerus
berupaya melaksanakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) sebagai implementasi dari amanat
Nawacita. Salah satu hal yang dilakukan untuk menerapkan PPK di sekolah adalah dengan mengeluarkan
kebijakan lima hari sekolah dalam seminggu dan delapan jam belajar dalam satu hari atau 40 jam dalam
lima hari selama satu minggu.

"Dalam lima hari sekolah dan delapan jam belajar, di dalamnya lebih banyak mengarah pada pendidikan
karakter. Proporsinya sebanyak 70 persen adalah pendidikan karakter, dan 30 persen pengetahuan
umum," ujar Arie Budhiman, Staf Ahli Mendikbud Bidang Pembangunan Karakter, dalam jumpa pers di
kantor Kemendikbud, Jakarta (14/6).

Penguatan pendidikan karakter di sekolah harus dapat menumbuhkan karakter siswa untuk dapat
berpikir kritis, kreatif, mampu berkomunikasi, dan berkolaborasi, yang mampu bersaing di abad 21. Hal
itu sesuai dengan empat kompetensi yang harus dimiliki siswa di abad 21 yang disebut 4C, yaitu Critical
Thinking and Problem Solving (berpikir kritis dan menyelesaikan
masalah), Creativity (kreativitas), Communication Skills (kemampuan berkomunikasi), dan Ability to
Work Collaboratively (kemampuan untuk bekerja sama).

Menurut Arie, banyak hal yang dapat dilakukan sekolah dalam menerapkan pendidikan karakter melalui
lima hari sekolah. Pendidikan karakter yang diterapkan tersebut harus mengacu pada lima nilai utama
karakter prioritas PPK, yaitu religius, nasionalis, gotong royong, mandiri dan integritas.

Arie mengatakan, salah satu contoh sederhana penerapan PPK dalam sekolah adalah dengan melibatkan
siswa untuk menjaga kebersihan kelas dan lingkungan sekolah. "Siswa dilibatkan dengan membuat
jadwal membersihkan kelas secara bergantian dan gotong-royong. Dengan demikian, nilai karakter
gotong-royong sudah disisipkan dalam pembelajaran di sekolah," ujarnya.

Ia menambahkan, pendidikan karakter bukan diberikan dalam bentuk teori atau pelajaran satu arah,
melainkan akumulasi praktik baik tentang karakter atau keteladanan yang ada di sekolah. (Prima Sari)

https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2017/06/pendidikan-karakter-dorong-tumbuhnya-
kompetensi-siswa-abad-21
IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN KECAKAPAN ABAD 21 MELALUI
FITUR KELAS MAYA PORTAL RUMAH BELAJAR
Penulis Wahyu Widayat September 28, 2018

(Impian Masyarakat akan adanya pembelajaran online yang original, mudah, dan gratis)

Pendidikan pada Abad 21 merupakan pendidikan


yang mengintegrasikan antara kecakapan pengetahuan, keterampilan, dan sikap, serta
penguasaan terhadap Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Kecakapan tersebut
dapat dikembangkan melalui berbagai model kegiatan pembelajaran berbasis pada aktivitas yang
sesuai dengan karakteristik kompetensi dan materi pembelajaran. Selain dari pada itu, kecakapan
yang dibutuhkan dalam dunia pendidikan pada Abad 21 adalah keterampilan berpikir lebih tinggi
(Higher Order Thinking Skills (HOTS)) yang sangat diperlukan dalam mempersiapkan peserta
didik dalam menghadapi tantangan global, atau dengan kata lain pendidikan dapat menciptakan
masyarakat terdidik yang di masa depan nanti dapat bersaing dengan negara lain.

Kecakapan Abad 21 yang terintegrasi dalam Kecakapan Pengetahuan, Keterampilan dan sikap
serta penguasaan TIK dapat dikembangkan melalui: (1) Kecakapan Berpikir Kritis dan
Pemecahan Masalah (Critical Thinking and Problem Solving Skill; (2) Kecakapan
Berkomunikasi (Communication Skills); (3) Kecakapan Kreatifitas dan Inovasi (Creativity
and Innovation); dan (4) Kecakapan Kolaborasi (Collaboration). Keempat kecakapan tersebut
telah dikemas dalam proses pembelajaran kurikulum 2013.

Pembelajaran dalam Kurikulum 2013 memiliki tujuan untuk mengembangkan bakat, minat,
dan potensi peserta didik agar berkarakter, kompeten dan literat. Untuk mencapai hasil
tersebut diperlukan pengalaman belajar yang bervariasi mulai dari yang sederhana sampai
pengalaman belajar yang bersifat kompleks. Dalam kegiatan tersebut guru harus melaksanakan
pembelajaran dan penilaian yang relevan dengan karakteristik pembelajaran abad 21.

Dalam upaya mencapai tujuan pendidikan nasional yaitu “mengembangkan potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab (UU No 20 Tahun 2003 Tentang Pendidikan Nasional)
serta dalam upaya menciptakan masyarakat indonesia yang mampu bersaing dalam tantangan
global, maka diperlukan suatu kebijakan dari pemerintah baik pemerintah pusat ataupun
pemerintah daerah untuk melaksanakan suatu sistem dalam dunia pendidikan yang mampu
menjawab permasalahan tentang kecakapan di abad 21.
Upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah
pusat melalui kementerian pendidikan dan kebudayaan adalah tersedianya Portal Rumah Belajar.
Portal Rumah Belajar merupakan sebuah website yang dikembangkan oleh Pusat Teknologi
Informasi dan Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan (Pustekkom), dalam portal ini tersedia
layanan sumber belajar, Buku Sekolah Elektronik, Bank Soal, Laboratorium Maya, Peta
Budaya, Wahana Jelajah Angkasa, Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan, Kelas
Maya, Karya Komunitas, Karya Guru, Karya Bahasa dan Sastra. Portal rumah belajar dapat
diakses oleh seluruh siswa, guru dan orang tua secara gratis.

Salah satu fitur portal rumah belajar yang mampu menjawab permasalahan permasalahan dalam
kecakapan abad 21 adalah fitur kelas maya. Fitur kelas maya merupakan fitur pembelajaran
online yang pada hakikatnya adalah sebuah pembelajaran tradisonal/konvensional yang hanya
saja disajikan dalam bentuk format digital melalui sarana Teknologi Informasi dan Komunikasi
(TIK). Dalam kelas maya, peserta didik dapat megakses materi pelajaran (tulisan, gambar, audio,
dan video), tugas, kuis, serta ujian yang telah dibuat oleh gurunya. Selain dari itu peserta didik
juga dapat berdiskusi secara online bersama peserta didik lain dan guru pengampunya.

Pembelajaran online yang terdapat dalam fitur


kelas maya memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk fleksibilitas, interaksi, dan
kolaborasi. Fitur kelas maya bersifat fleksibel karena dapat di akses kapan saja, dimana saja,
dan dengan siapa saja. Fitur kelas maya juga memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk dapat berinteraksi dan berkolaborasi kapan saja, dimana saja, dan dengan siapa saja. Selain
itu fitur kelas maya memiliki peranan yang penting dalam pengembangan pilar pendidikan.
Melalui fitur kelas maya dapat membimbing siswa untuk: (1) Belajar untuk mencari tahu
(learning to know) ; (2) Belajar untuk mengerjakan (learning to do) (3) Belajar untuk
menjadi (learning to be); (4) Belajar untuk berhidupan bersama dalam kedamaian (learning
to live together in peace).

Peranan pendidik dalam fitur kelas maya menempatkan pendidik sebagaimana mestinya, dimana
pendidik diposisikan sebagai fasilitator. Peranan pendidik dalam kelas maya adalah memberikan
fasilitas belajar kepada peserta didik layaknya pembelajaran konvensional. Tugas dari pendidik
dalam kelas maya diantaranya adalah menyiapkan segala bentuk informasi tentang materi
pembelajaran yang diajarkan, menyiapkan penugasan, latihan serta evaluasi penilaian yang
kemudian diupload ke dalam fitur kelas maya. Sehingga pembelajaran dalam kelas maya bersifat
original dikelola oleh pendidik.

Pendidikan adalah suatu hal yang sangat penting bagi masyarakat, tapi yang paling terpenting
adalah menciptakan sarana pendidikan dengan mudah dan murah adalah suatu keharusan yang
harus dilakukan bagi masyarakat. Berbagai kemudahan dapat diperoleh melalui fitur kelas maya,
pembelajaran online melalui kelas maya dapat diakes melalui komputer, Laptop, Tab, dan
Smartphone yang tentunya harus memiliki jaringan internet. Seluruh peserta didik dan pendidik
dapat mengakses fitur ini dengan gratis atau tidak terdapat biaya sedikitpun.

Berbagai harapan muncul dengan adanya fitur kelas maya, diantaranya adalah:

1. Peserta didik dapat belajar kapan saja, dimana saja, dan dengan siapa saja.
2. Peserta didik dapat mengurangi segala bentuk aktivitas yang tidak penting atau bersifat negatif
melalui komputer, laptop, tablet, dan smartphonenya.
3. Peserta didik dapat belajar dengan mempergunakan fasilitas TIK.
4. Peserta didik dapat lebih aktif dan kreatif dalam mencari, menemukan, atau menciptakan ilmu
pengetahuan mealalui.
5. Pendidik dapat meningkatkan profesionalitas kerja dengan mengembangkan kemampuannya
melalui media TIK.

Dan diakhiri dengan harapan semoga seluruh masyarakat khususnya pada pendidik dan peserta
didik dapat menggunakan fitur kelas maya portal rumah belajar dengan baik untuk tercapainya
tujuan nasional pendidikan Indonesia. (Wahyu Widayat, Calon Duta Rumah Belajar Banten
2018)

http://pena.belajar.kemdikbud.go.id/2018/09/implementasi-pengembangan-kecakapan-abad-21-
melalui-fitur-kelas-maya-portal-rumah-belajar/
Dinamika Pendidikan dan Pembelajaran Abad XXI
Penulis Yeni Sulistiyani Juli 28, 2018

DINAMIKA PENDIDIKAN DAN ORIENTASI PEMBELAJARAN ABAD KE- 21

Oleh: Yeni Sulistiyani, S.Pd.

Akhir-akhir ini, sering kita dapati adanya stigma menyalahkan lingkungan, menuding lembaga
pendidikan (guru) yang selalu melahirkan kekejaman sosial manakala terjadi kasus-kasus
penyimpangan yang dilakukan peserta didik maupun pendidik. Permasalahan tersebut kemudian
secara terus menerus memicu pemangku kebijakan pendidikan berupaya untuk melakukan
perbaikan-perbaikan sampai pada penanaman pendidikan karakter bagi peserta didik. Kebijakan-
kebijak

an tersebut kemudian melahirkan adanya revisi dan perubahan pada kurikulum. Semua itu demi
perbaikan hasil pendidikan di Indonesia. Efektifkah atau justru melahirkan pekerjaan-pekerjaan
baru yang berulang-ulang sebenarnya sama saja sehingga tidak menjadikan sebuah perubahan?

Anis Baswedan menyatakan bahwa proyeksi pendidikan abad ke-21 ada tiga komponen utama
yang mendasar, yaitu karakter, kompetensi, dan literasi. Komponen karakter meliputi
akhlak/moral ( beriman, bertaqwa, jujur, rendah hati) dan kinerja (kerja keras, tangguh, tak
mudah menyerah, dan tuntas). Komponen kompetensi, yaitu berpikir kritis, kreatif, komunikatif,
dan kolaboratif. Komponen literasi/keterbukaan wawasan yang meliputi literasi baca, literasi
budaya, literasi teknologi, dan literasi keuangan.

Menjadi pengelola institusi pendidikan hendaknya tidak lagi terpukau dengan cerita masa lalu,
gelisah terhadap masa depan, gelisah terhadap sekolah-sekolah terbaik dunia hari ini, jangan
puas dengan melihat masa lalu sekolah kita sudah seperti ini. Semua itu dipersiapkan di ruang-
ruang keluarga dan di ruang-ruang kelas.

Ada sebuah pernyataan yang saya kutip dalam sebuah perbincangan santai dengan Profesor Erry
Amanda (2018) yang menyatakan, “Pintu ditendang anak kecil hancur bukan karena hebatnya
tendangan anak kecil namun pintu tersebut sudah rusak sebelumnya.” Pernyataan ini sederhana
namun sesungguhnya memiliki makna begitu luas dan membangun kesadaran bagi kita. Seorang
remaja putri dan putra –dini hari masih berkeliaran di jalanan, pertanyaannya—adakah
lingkungan/sekolah memberikan hak kebebasan dan bertanggung jawab atas pembiaran tersebut?
Ada pula realita perilaku para remaja laki-laki dan perempuan –pukul 07.00 masih tidur
berserakan di jalanan. Apakah semata adalah kesalahan lembaga pendidikan (sekolah)?
Kekejaman sosial lembaga pendidikan yang terjadi bukan saja terhadap guru namun murid pun
sering menjadi kurban amuk rasa sampai merenggut nyawa. Ujung-ujungnya, masing-masing
harus membasuh wajah moral masing-masing dari seluruh aspek kehidupan ini. Blind justice
(hukum rimba) harus dihentikan. Inti dari pernyataan tersebut adalah bahwa rusaknya tatanan
moral bagi anak-anak bukan semata-mata disebabkan oleh lingkungan atau sekolah. Sementara
lingkungan atau sekolah juga berisikan anak-anak kita—maka siapa pun harus menyadari
bagaimana sikap dan perilaku orang tua dalam memberikan pembelajaran—kepada putra-
putrinya. Awal pintu rumah adab adalah keluarga.

Baru-baru ini, saya mengisi materi Pengenalan Lingkungan Sekolah (PLS) yang diselenggarakan
institusi pendidikan dalam setiap tahun pelajaran baru bagi peserta didik baru. Istilah baru Masa
Orientasi Siswa (MOS) diperbaharui menjadi Pengenalan Lingkungan Sekolah (PLS) diharapkan
menjadikan masa-masa barunya pembelajaran bagi peserta didik baru lebih bermartabat
mengingat MOS selama ini identik dengan perploncoan. Apapun namanya ketika kita
menghayati makna orientasi yang bermartabat dan berkemanusiaan maka nama tidak menjadi
persoalan hanya dasar-dasar sistem yang menyenangkan dan mendidiklah yang semestinya di
kedepankan.

Di dalam pelaksanaan Pengenalan Lingkungan Sekolah Menengah Pertama (PLSMP) tersebut,


saya menemukan keunikan terhadap peserta didik. Peserta didik yang baru lulus dari Sekolah
Dasar (SD) telah mengecat warna rambutnya dengan warna kuning. Sebuah perilaku ketika
masuk ke dalam lembaga sekolah sudah dicatat sebagai sebuah bentuk pelanggaran siswa yang
sebenarnya pembiaran itu sudah diawali dari pintu rumah adap yang pertama, yaitu keluarga.

Ruang keluarga dalam hal ini adalah orang tua berkewajiban menyadari bahwa pembentukan
karakter (moral, akhlaq, budi pekerti, dan kinerja yang membebaskan anak-anak kita dari
kemalasan untuk mendayagunakan seluruh potensi diri untuk berusaha) sebagai pintu gerbang
ketika anak-anak pada akhirnya dilepaskan pada lingkungan masyarakat budaya maupun
masyarakat pendidikan. Keluarga sebagai pintu gerbang kompetensi (berpikir kritis, kreatif,
komunikatif, kolaboratif) semestinya dapat secara sadar untuk memaksimalkan seluruh
kompetensi anak-anak di dalam ruang-ruang keluarga. Komunikasi yang dijalin secara harmonis,
menjadikan rumah sebagai syurga bagi anak-anak sehingga seluruh penghuni rumah merasakan
kedamaian dan bersinergi dengan adanya komunikasi yang harmonis dan keterbukaan.

Ciri abad 21 menurut Kemendikbud adalah tersedianya informasi di mana saja dan kapan saja
(informasi), adanya implementasi penggunaan mesin (komputasi}, mampu menjangkau segala
pekerjaan rutin (otomatisasi) dan bisa dilakukan dari mana saja dan kemana saja (komunikasi).
Ditemukan bahwa dalam kurun waktu 20 tahun terakhir telah terjadi pergeseran pembangunan
pendidikan ke arah ICT sebagai salah satu strategi manajemen pendidikan abad 21 yang di
dalamnya meliputi tata kelola kelembagaan dan sumber daya manusia ( Soderstrom, From,
Lovqvist, & Tornquist, 2011) 1 . Abad ini memerlukan transformasi pendidikan secara
menyeluruh sehingga terbangun kualitas guru yang mampu memajukan pengetahuan, pelatihan,
ekuitas siswa dan prestasi siswa (Darling-Hammond, 2006 ; Azam & Kingdon, 2014).

yaitu pendidikan yang berdasarkan pada beberapa konsep berikut:

Berbagai macam komponen inilah yang harus dipersiapkan oleh institusi pendidikan di dalam
ruang-ruang kelas. Hidayat & Patras 3 selanjutnya menjelaskan kebutuhan pendidikan abad
21 menurut Patrick Slattery dalam bukunya yang berjudul “Curriculum Development In The
Postmodern”

1. Pendidikan harus diarahkan pada perubahan sosial, pemberdayaan kom


2. unitas, pembebasan pikiran, tubuh dan spirit (mengacu pada konsep yang dikembangkan oleh
Dorothy}
3. Pendidikan harus berlandaskan pada 7 hal utama (mengacu pada konsep yang dikembangkan
oleh Thich N
hat Hanh), yaitu tidak terikat pada teori, ideology, dan agama; jangan berpikir sempit bahwa
pengetahuan yang dimiliki adalah yang paling benar; tidak memaksakan kehendak pada orang
lain baik dengan kekuasaan, ancaman,
4. propaganda maupun pendidik an; peduli terhadap sesame; jangan memelihara kebencian dan
amarah; jangan kehilangan jatidiri; jangan bekerja di tempat yang menghancurkan manusia dan
alam.
5. Konteks pembelajaran, pengembangan kurikulum dan penelitian diterapkan sebagai
kesempatan untuk menghubungkan siswa dengan alam semesta (mengacu pada ko
nsep yang dikembangkan oleh David Ort)
6. Membuat guru merasa sejahtera dalam kegiatan pembelajaran (mengacu pada konsep yang
dikembangkan oleh Dietrich Bonhoeffer) hal ini senada dengan falsafah Jawa bahwa jer basuki
mowo beo yaitu semakin besar kegiatan yang direncanakan maka semakin besar pula biaya yang
diperlukan.

Telepas dari keseluruhan teori dan harapan-harapan pendidikan masa depan tersebut
sesungguhnya kunci utamanya adalah guru harus bisa menjadi model terbaik bagi peserta didik.
Guru harus bisa menjadi model karakter, model kompetensi, dan model literasi. Menjadi model
salah satunya dalam komponen literasi misalnya guru juga seharusnya melakukan pembiasaan-
pembiasaan diri untuk berliterasi. Sudahkah guru menjadi model? Ini tantangann terbesar yang
harus disadari guru.

Sekarang, yang harus dibangun adalah kesadaran guru untuk menyiapkan diri sebagai model
karakter, model kompetensi, dan model literasi. Ketiga komponen sederhana tersebut harus
dimiliki guru secara universal. Komponen-komponen yang sederhana namun memiliki makna
kinerja yang begitu luas dan butuh kesungguhan dalam implementasinya. Guru harus
bersungguh-sungguh menyiapkan dirinya untuk bisa menjadi model tersebut karena seribu
kalimat motivasi tidak lebih berarti jika dibandingkan dengan satu keteladanan (model).

Membaca buku dan kemudian menulis merupakan sebuah keharusan bagi guru. Inilah literasi.
Pertanyaannya berapa banyak guru yang tampak di institusi pendidikan menyibukkan dirinya di
sela-sela mengajar dengan membaca juga menulis. Berapa banyak guru yang bisa memberikan
contoh kepada peserta didik untuk lebih suka membaca buku dan membawa buku yang
dibacanya kemana-mana ketimbang menampakkan dirinya asyik dengan obrolan-ob

rolan tanpa jejak kalimat tertinggal ke dalam sebuah tulisan.

Literasi merupakan kualitas atau kemampuan untuk melek h

uruf yang di dalamnya terdapat proses membaca kemudian merekonstruksi hasil bacanya ke
dalam menulis. Artinya, di dalam berliterasi selain kita menjadi pembaca maka kita juga harus
dapat menjadi penulis kedua dengan cara merekonstruksi hasil baca ke dalam tulisan. Literasi
seorang guru dapat dirasakan dan dinikmati sebagai model bagi peserta didik adalah ketika guru
telah banyak membuat tulisan-tulisan bermanfaat atau artikel di koran, majalah, atau yang paling
mudah diakses siswa adalah melalui laman facebook, website (sekolah, pendidikan, sastra, dan
lain-lain yang tersedia di media daring) bahkan dapat pula dinikmati melalui blog yang dibuat
guru. Salah satu contoh kecil saja, siapkah guru bahasa Indonesia memberikan contoh sebuah pa

ragraf induktif kepada para peserta didik secara langsung dengan menuliskannya di papan tulis
tanpa mencari sebuah potongan paragraf dari buku atau koran? Mampukah guru memberikan
contoh ulasan terhadap karya sastra atau resensi buku kepada peserta didik sehingga peserta
didik percaya terhadap apa yang disampaikan guru kepada mereka karena guru telah
memberikan contoh, dalam hal ini contoh karya sendiri bukan dari memperlihatkan karya orang
lain. Sebesar dan sekuat apapun motivasi seorang guru kepada peserta didik tidak akan pernah
berpengaruh banyak tanpa adanya keteladanan dari guru itu sendiri.

Pembentukan karakter, kompetensi, dan literasi dapat tercapai apabila guru dan orang tua dapat
bersama-sama menjalankan tugas masing-masing secara baik dan keduanya mendidik dengan
tidak melakukan pembiaran terhadap penyimpangan-penyimpangan, namun mereka
menyediakan dirinya sebagai model bagi peserta didik atau anak-anaknya. Guru dan orang tua
harus bisa menjadi model bagi peserta didik atau anak-anak bermula dari hal-hal kecil yang
menjadi kebiasaan mereka. Hubungan keluarga dan institusi sekolah (guru) yang menyenangkan,
terbuka, dan persahabatan menjadi penentu dan kekuatan untuk megembangkan kepribadian
peserta didik. Pendidikan diciptakan untuk kebahagiaan. Cara kita menasihati anak/peserta didik
akan sangat berpengaruh dalam pembentukan karakter mereka. Anak-anak ibarat kertas putih
yang mulanya kitalah yang menulisi mereka di saat mereka belum mengerti banyak hal namun
pada akhirnya saat mereka siap mengepakkan sayap-sayap mereka untuk terbang maka mereka
sendirilah yang akan mengisi lembar-lembar buku kehidupan mereka secara merdeka.

http://pena.belajar.kemdikbud.go.id/2018/07/dinamika-pendidikan-dan-pembelajaran-abad-xxi/

Anda mungkin juga menyukai