PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
Perbedaan antara penguatan negatif dan hukuman terletak pada perilaku yang ditimbulkan.
Pada penguatan negatif, menghilangkan stimulus yang tidak menyenangkan (kritik) untuk
meningkatkan perilaku yang diharapkan (sering bertanya). Pada hukuman, pemberian stimulus
yang tidak menyenangkan nilai 0 untuk menghilangkan perilaku yang tidak diharapkan
(perilaku mencontek).
2.3 Kelebihan dan Kekurangan Teori Behavioristik
1. Kelebihan Teori Behavioristik
Kelebihan teori behaviorisme adalah sebagai berikut:
a) Teori ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi
peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan
bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
b) Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi belajar
2. Kelemahan Teori Behavioristik
Kelemahan teori behaviorisme adalah sebagai berikut:
a) Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher centered learning), bersifat mekanistik,
dan hanya berorientasi pada hasil yang diamati dan diukur.
b) Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa
yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman sebagai
salah satu cara untuk mendisiplinkan siswa (teori skinner) baik hukuman verbal maupun fisik
seperti kata-kata kasar, ejekan, jeweran yang justru berakibat buruk pada siswa.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas kami dapat menyimpulkan bahwa teori belajar
behaviorisme adalah teori belajar yang menekankan pada tingkah laku manusia sebagai akibat
dari interaksi antara stimulus dan respon, serta memandang individu sebagai makhluk reaktif
yang memberi respon terhadap lingkungan, pengalaman dan latihan yang akan membentuk
prilaku mereka.
Teori belajar dalam pandangan behaviorisme ada tiga yaitu : teori pengkondisian klasikal
dari Pavlov, teori connetionisme Thorndike, teori operant conditioning dari B.F.Skinner.
Adapun kelebihan dan kekurangan teori behaviorisme yaitu :
1.Kelebihan teori Behavioristik
a) Teori ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi
peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan
bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
b) Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi belajar
2. Kelemahan Teori Behavioristik
a) Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher centered learning), bersifat mekanistik,
dan hanya berorientasi pada hasil yang diamati dan diukur.
b) Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa
yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar merupakan suatu proses usaha sadar yang dilakukan oleh individu untuk suatu perubahan
dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak memiliki sikap menjadi bersikap benar, dari tidak terampil
menjadi terampil melakukan sesuatu. Belajar tidak hanya sekedar memetakan pengetahuan atau
informasi yang disampaikan. Namun bagaimana melibatkan individu secara aktif membuat atau pun
merevisi hasil belajar yang diterimanya menjadi suatu pengalamaan yang bermanfaat bagi
pribadinya. Pembelajaran merupakan suatu sistem yang membantu individu belajar dan berinteraksi
dengan sumber belajar dan lingkungan.
Teori adalah seperangkat azaz yang tersusun tentang kejadian-kejadian tertentu dalam dunia
nyata. Teori merupakan seperangkat preposisi yang didalamnya memuat tentang ide, konsep,
prosedur dan prinsip yang terdiri dari satu atau lebih variable yang saling berhubungan satu sama
lainnya dan dapat dipelajari, dianalisis dan diuji serta dibuktikan kebenarannya. Dari dua pendapat
diatas Teori adalah seperangkat azaz tentang kejadian-kejadian yang didalamnnya memuat ide,
konsep, prosedur dan prinsip yang dapat dipelajari, dianalisis dan diuji kebenarannya. Teori
belajar adalah suatu teori yang di dalamnya terdapat tata cara pengaplikasian kegiatan belajar
mengajar antara guru dan siswa, perancangan metode pembelajaran yang akan dilaksanakan di kelas
maupun di luar kelas.
Dalam menelaah literatur psikologi, kita akan menemukan banyak teori belajar yang bersumber
dari aliran-aliran psikologi. Salah satunya adalah teori belajar behavioristik, Teori belajar behavioristik
menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara
konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku
reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar
anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah
akibat atau dampak, berupa reaksi titik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi,
sifat dan kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon).
Teori Behavioristik:
1. Mementingkan faktor lingkungan
2. Menekankan pada faktor bagian
3. Menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan metode obyektif.
4. Sifatnya mekanis
5. Mementingkan masa lalu
Kritik terhadap behavioristik adalah pembelajaran siswa yang berpusat pada guru, bersifat
mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur. Kritik ini sangat tidak
berdasar karena penggunaan teori behavioristik mempunyai persyaratan tertentu sesuai dengan ciri
yang dimunculkannya. Tidak setiap mata pelajaran bisa memakai metode ini, sehingga kejelian dan
kepekaan guru pada situasi dan kondisi belajar sangat penting untuk menerapkan kondisi
behavioristik.
Metode behavioristik ini sangat cocok untuk perolehan kemampaun yang membutuhkan
praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti : Kecepatan, spontanitas, kelenturan,
reflek, daya tahan dan sebagainya, contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari,
menggunakan komputer, berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk
melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan
harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti
diberi permen atau puji.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan landasan diatas dapat kami rumuskan permasalahan yang akan kita bahas sebagai
berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan teori belajar behavioristik?
2. Bagaimana definisi belajar menurut pandangan teori behavioristik?
3. Apa saja kekurangan dan kelebihan dari teori behavioristik?
4. Bagaimana aplikasi teori behavioristik dalam pembelajaran?
5. Bagaimana tokoh-tokoh dan pemikirannya terhadap teori belajar behavioristik?
6. Apa saja tujuan pembelajaran teori behavioristik?
7. Bagaimanakah prinsip-prinsip teori pembelajaran behavioristik?
8. Bagaimanakah kita menganalisa teori behavioristik?
C. Tujuan
1. Mengerti dan memahami mengenai teori pembelajara Behavioristik
2. Mampu mengkaji hakikat belajar menurut teori Behavioristik
3. Mengetahui apa saja yang menjadi kelemahan serta kelebihan teori Behavioristik
4. Memahami dan menjelaskan bagaimana penerapan teori Behavioristik dalam sistem
pembelajaran
5. Memahami prinsip-prinsip teori pembelajaran behavioristik
6. Mengetahui tujuan pembelajaran teori behavioristik
7. Memahami dan mengetahui tokoh-tokoh dan pemikirannya terhadap teori belajar
behavioristik
8. Mampu menganalisa teori behavioristik
BAB II
PEMBAHASAN
TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK
A. Teori Belajar Behavioristik
Teori behavioristik merupakan teori belajar yang lebih menekankan pada perubahan tingkah laku
serta sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Tokoh pelopor dari teori behavioristik
adalah Thorndike, Watson, pavlov, Edwin Guthrie dan Skinner.
Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis,
menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan
pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan kemampuan dan
hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini sering
disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward
dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar
terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioural dengan stimulusnya. Guru yang menganut
pandangan ini berpandapat bahwa tingkah laku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan
tingkah laku adalah hasil belajar.
Menurut teori ini yang terpenting adalah :
1.Koneksionisme
Koneksionisme (connectionism), merupaakan rumpun yang paling awal dari teori behavioristik.
Menurut teori ini tingkah laku manusia tidak lain dari suatu hubungan stimulus-respons. Siapa yang
menguasai stimulus-respons sebanyak-banyaknya ialah orang yang pandai dan berhasil dalam belajar.
Pembentukan hubungan stimulus-respons dilakukan melalui ulangan-ulangan.
Tokoh yang terkenal mengembangkan teori ini adalah Thorndike (1874-1949), dengan
eksperimentnya belajar pada binatang yang juga berlaku bagi manusia yang disebut Thorndike
dengan trial and error. Thorndike menghasilkan belajar Connectionism karena belajar merupakan
proses pembentukan koneksi-koneksi atara stimulus dan respons Stimulus yaitu apa saja yang dapat
merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang dapat
ditangkap melalui alat indra. Sedangkan respon yaitu reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika
belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan atua gerakan/tindakan. Thorndike mengemukakan
tiga prinsip atau hukum dalam belajar, yaitu:
1. Law of readines, belajar akan berhasil bila peserta didik memiliki kesiapan untuk melakukan kegiatan
tersebut karena individu yang siap untuk merespon akan menghasilkan hasil yang memuaskan.
2. Law of exercise, belajar akan berhasil apabila banyak latihan serta mengulang apa yang di dapat.
3. Law of effect, belajar akan menjadi semangat apabila mengetahui dan mendapat hasil yang baik.
2.Pengkondisian
Pengkondisian (conditioning), merupakan perkembangan lanjut dari koneksionisme. Teori ini
didasari percobaan Ivan Pavlov (1849-1936) menggunakan obyek yaitu anjing. Secara singkat adalah
sebagai berikut: Seekor anjing yang telah dibedah sedemikian rupa, sehingga saluran kelenjar
ludahnya tersembul melalui pipinya, dimasukan kedalam kamar gelap. Dikamar itu hanya ada sebuah
lubang yang terletak di depan moncongnya, tempat menyodorkan makanan atau menyorotkan
cahaya pada waktu diadakan percobaan. Pada moncongnya yang telah dibedah itu disambungkan
sebuah pipa yang dihubungkan dengan sebuah tabung diluar kamar. Dengan demikian dapat diketahui
keluar tidaknya air liur dari moncong anjing itu pada waktu diadakan percobaan, alat-alat yang
digunakan dalam percobaan itu antara lain makanan, lampu senter, dan sebuah bunyi-bunyian.
Dari hasil percobaan yang dilakukan dengan anjing itu Pavlov mendapat kesimpulan bahwa
gerakan-gerakan reflek itu dapat dipelajari, dapat berubah karena mendapat latihan latihan, sehingga
dari hasil ini ia membedakan 2 macam refleks, yaitu refleks bawaan dan refleks hasil belajar.
Sebenarnya hasil-hasil percobaan Pavlov dalam hubungannya dengan belajar yang kita perlukan
sekarang ini adalah tidak begitu penting. Mungkin beberapa hal yang ada sangkut pautnya dengan
belajar yang perlu diperhatikan antara lain ialah bahwa dalam belajar perlu adanya latihan-latihan dan
kebiasaan-kebiasaan yang telah melekat pada diri dapat mempengaruhi dan bahkan mengganggu
proses belajar yang bersifat skill.
3.Penguatan
Penguatan (reinforcement), merupakan pengembangan lebih lanjut dari teori pengkondisian.
Jika pada teori pengkondisian (conditioning) yang diberi kondisi adalah perangsangnya (stimulus),
maka pada teori penguatan (reinforcement) yang dikondisikan atau diperkuat adalah responsnya.
Contohnya, seorang anak yang belajar dengan giat dan dia dapat menjawab semua pertanyaan dalam
ulangan atau ujian, maka guru memberikan penghargaan pada anak itu misal dengan nilai yang tinggi,
pujian, atau hadiah. Berkat pemberian penghargaan ini, maka anak itu akan belajar lebih rajin dan
lebih bersemangat lagi untuk mengulang agar mendapat penghargaan lagi.
4. Operant conditioning
Operant conditioning, Tokoh utamanya adalah Skinner. Skinner memandang bahwa teori
Pavlov tentang reflek berhasrat hanya tempat untuk menyatakan tingkah laku respon . tingkah laku
respon yang terjadi dari suatu rangsangan.
Seperti Pavlov, Thorndike, dan Watson, Skinner juga menyakini adanya pola hubungan stimulus-
respons. Tetapi berbeda dengan para pendahulunya, teori skinner lebih menekankan pada perubahan
prilaku yang dapat diamati dengan mengabaikan kemungkinan yang terjadi dalam proses berfikir pada
otak seseorang.
Menurut Skinner, hubungan stimulus dan respons yang terjadi melalui interksi dalam
lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana
yang digambarkan oleh tokoh-tokoh sebelumnya. Sebab, pada dasarnya stimulus-stimulus yang
diberikan kepada sesorang akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus tersebut akan
mempengaruhi bentuk respon yang diberikan.
Beberapa konsep yang berhubungan dengan operant conditioning:
1. Penguatan positif (positeve reinforcement), ialah penguatan yang menimbulkan
kemungkinan untuk bertambah tingkah laku. Contoh seorang siswa yang mencapai prestasi
tinggi diberikan hadiah maka dia akan mengulangi prestasi itu dengan harapan dapat hadiah
lagi. Penguatan bisa berupa benda, penguatan sosial (pujian, sanjungan) atau token (seperti
nilai ujian).
2. Penguatan negatif (negatif reinforcement), ialah penguatan yang menimbulkan
perasaan menyakitkan atau yang menimbulkan keadaan tidak menyenangkan atau tidak
mengenakan perasaan sehingga dapat mengurangi terjadinya sesuatu tingkah laku. Contoh
seorang siswa akan meninggalkan kebiasaan terlambat mengumpulkan tugas/PR karena tidak
tahan selalu dicemooh oleh gurunya.
3. Hukuman (Punishment), respons yang diberi konsekuensi yang tidak menyenangkan
atau menyakitkan akan membuat seseorang tertekan. Contoh seorang siswa yang tidak
mengerjakan PR tidak dibolehkan bermain bersama teman-temannya saat jam istirahat
sebagai bentuk hukuman.
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua
teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar
behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram,
modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-
respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program
pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi pebelajar,
walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat
menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang
relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas
sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan
respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan
yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan pelajar untuk berfikir linier, konvergen, tidak
kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau
shaping, yaitu membawa pelajar menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta
didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang mempengaruhi proses
belajar, proses belajar tidak sekedar pembentukan atau shaping.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan
digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan
penguat negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi pelajar untuk berpikir dan
berimajinasi.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak
sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai
stimulus) agar respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat
negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya,
seorang pebelajar perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika pebelajar tersebut masih saja
melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak mengenakkan
pebelajar (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini
mendorong pebelajar untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif.
Lawan dari penguatan negatif adalah penguatan positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan
untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah penguat positif menambah, sedangkan penguat
negatif adalah mengurangi agar memperkuat respons.
B. Tokoh-Tokoh dan Pemikirannya terhadap Teori Belajar Behavioristik.
a. Thorndike : koneksionisme.
Thorndike adalah seorang pendidik dan sekaligus psikolog berkebangsaan Amerika. Menurutnya,
belajar merupakan proses interaksi antara Stimulus (S) yang mungkin berupa pikiran, perasaan atau
gerakan dan Respon (R) yang juga berupa pikiran, perasaan atau gerakan.
Stimulus adalah perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan
organisme untuk beraksi/berbuat. Sedangkan respon adalah sembarang tingkah laku yang
dimunculkan karena adanya perangsang.
Dari percobaannya yang terkenal (puzzle box) diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara
stimulus dan respon, perlu adanya kemampuan untuk memilih respon yang tepat serta melalui usaha-
usaha atau percobaan-percobaan (trial) dan kegagalan-kegagalan (Error) terlebih dahulu. Bentuk
paling dasar dari belajar adalah Trial and Error learning atau selecting and conecting learning dan
berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh
thorndike ini sering disebut teori belajar koneksionisme atau asosiasi.
Edward L. Thorndike dalam teori connectionism dari Amerika Serikat, menyatakan bahwa dasar
dari belajar adalah asosiasi antara kesan panca indera dan inplus untuk bertindak atau terjadinya
hubungan antara stimulus dan respon disebut Bond, sehingga dikenal dengan teori S – R Bond.
Didalam belajar terdapat dua hukum, yaitu hukum primer dan hukum sekunder.
Hukum primer terdiri dari :
1. Law of Readiness, yaitu kesiapan untuk bertindak itu timbul karena penyesuaian diri dengan
sekitarnya yang akan memberikan kepuasan
2. Law of Exercise and Repetation, sesuatu itu akan sangat kuat bila sering dilakukan diklat dan
pengulangan
3. Law of Effect, yaitu perbuatan yang diikuti dengan dampak atau pengaruh yang memuaskan
cenderung ingin diulangi lagi dan yang tidak mendatangkan kepuasan akan dilupakan.
Hukum sekunder terdiri dari :
1. Law of Multiple Response, yaitu sesuatu yang dilakukan dengan variasi uji coba dalam
menghadapi situasi problematis, maka salah satunya akan berhasil juga.
2. Law of Assimilation, yaitu orang yang mudah menyesuaikan diri dengan situasi baru, asal situasi
itu ada unsur bersamaan
3. Law of Partial Activity, seseorang dapat beraksi secara selektif terhadap kemungkinan yang ada
di dalam situasi tertentu.
b. Watson : Conditioning
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun
stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat di amati (observable) dan dapat di ukur. Jadi
meskipun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses
belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu di perhitungkan karena
tidak dapat diamati.
Watson adalah seorang behaviorist murni, karena kajianya tentang belajar disejajarkan dengan
ilmu-ilmu lain seperti fisika atau biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata,
yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur. Hanya dengan asumsi seperti itulah – menurut watson
- kita dapat meramalkan perubahan apa yang bakal terjadi pada siswa.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal
seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas
pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik
memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah
terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah
memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind
atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang
dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan
oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman
yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru
itulah yang harus dipahami oleh murid.
Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu
membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan
kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses
pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar
pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak
teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan
ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan
kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam
menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya
pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur,
maka pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan
ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar,
sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau
ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu
dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang
pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan
belajar. Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga
kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan
pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk
mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes.
Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta
mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat,
sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan
pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan
evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya
menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya
bila pebelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa
pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya.
Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan
biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada
kemampuan pebelajar secara individual.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan maslah yang kita bahas, dapat diambil kesimpulan:
1. Teori behavioristik merupakan teori belajar yang lebih menekankan pada perubahan
tingkah laku serta sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon.
2. Teori behaviristik terdiri dari dari 4 landasan: koneksionisme, pengkondisian,
penguatan, dan Operant conditioning.
3. Menurut teori belajar behavioristik, belajar merupakan suatu proses perubahan
tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap
telah belajar apabila ia bisa menunjukkan perubahan tingkah lakunya.
4. Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa
hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan
fasilitas pembelajaran yang tersedia.
5. Tokoh-Tokoh dan Pemikirannya terhadap Teori Belajar Behavioristik yaitu Thorndike,
Watson, pavlov, Edwin Guthrie dan Skinner.
6. Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan,
sedangkan belajar sebagai aktivitas mimetic, yang menuntut pembelajar untuk mengungkapkan
kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes.
7. prinsip-prinsip pembelajaran behavioristik Menekankan pada pengaruh lingkungan terhadap
perubahan perilaku
8. Pada teori belajar behavioristik terdapat kelebihan dan kekurangannya.
DAFTAR PUSTAKA
Budinungsih, C. Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
http://aguswedi.blogspot.com
http://rhazhie.blogspot.com
Yulaelawati, Ella. 2007. Kurikulum dan Pembelajaran Filosofi, Teori dan Aplikasi. Jakarta: Pakar Raya
Penganut Teori Behavioristik atau behavioris percaya pada tiga premis dasar:
Pada hakikatnya teori belajar Behavioristik memandang bahwa perubahan yang terjadi pada
individu berdasarkan paradigma Stimulus – Respons. Paradigma Stimulis – Respon atau S-R
menyatakan bahwa suatu proseslah yang memberikan dampak balik terhadap apa yang datang
dari luar individu tersebut. Maka suatu individu dianggap belajar apabila ia mampu
menunjukkan perubahan tingkah laku karena menerima stimulus dari luar.
Stimulus dimaknai sebagai suatu yang dapat dimanipulasi. Memanipulasi lingkungan belajar
oleh pendidik merupakan upaya membentuk perilaku peserta didiknya melalui respons yang
dimunculkan sebagaimana yang diharapkan dalam tujuan pembelajaran atau tujuan
pendidikan.
1. Drive (Dorongan)
Peserta didik merasa akan adanya kebutuhan terhadap sesuatu sehingga dirinya terdorong
untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
2. Stimulus (Rangsangan)
3. Respons (Reaksi)
Respons akan muncul dari peserta didik sebagai bentuk balasan dari stimulus yang diterimanya.
4. Reinforcement (Penguatan)
Guru memberikan kegembiraan atau menimbulkan kebutuhan yang nyata supaya peserta didik
tergerak untuk memberikan respons kembali.
Demikianlah bagaimana penerapan teori belajar Behavioristik. Semoga bermanfaat dan kita
para guru dapat menerapkannya dalam tugasnya dalam pelaksanaan pembelajaran.