Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Belajar adalah suatu proses perubahan pada diri individu yaitu perubahan tingkah laku
sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat
ditunjukkan dalam berbagai bentuk, seperti perubahan pengetahuanya, sikap dan tingkah
laku, keterampilan, kecakapanya, kemampuannya, daya reaksinya dan daya penerimaanya.
Dalam suatu pembelajaran juga perlu didukung oleh adanya suatu teori dan belajar, secara
umum teori belajar dikelompokkan dalam empat kelompok atau aliran meliputi: (1) Teori
Belajar Behavioristik, (2) Teori Belajar Kognitif, (3) Teori Belajar Sosial, dan (4) Teori
Belajar Humanistik.
Pengertian humanistik yang beragam membuat batasan-batasan aplikasinya dalam dunia
pendidikan mengundang berbagai macam arti pula. Sehingga perlu adanya satu pengertian
yang disepakati mengenai kata humanistik dala pendidikan. Dalam artikel “What is
Humanistik Education?”, Krischenbaum menyatakan bahwa sekolah, kelas, atau guru dapat
dikatakan bersifat humanistik dalam beberapa kriteria. Hal ini menunjukkan bahwa ada
beberapa tipe pendekatan humanistik dalam pendidikan. Ide mengenai pendekatan-
pendekatan ini terangkum dalam psikologi humanistik.
Dalam teori humanisme lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia.
Pendekatan ini melihat kejadian yaitu bagaimana dirinya untuk melakukan hal-hal yang
positif. Kemampuan positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang
beraliran humanisme biasanya menfokuskan pengajarannya pada pembangunan kemampuan
yang positif. Dalam teori pembelajaran humanistik, belajar merupakan proses yang dimulai
dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia. Dimana memanusiakan manusia
di sini berarti mempunyai tujuan untuk mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta
realisasi diri orang yang belajar secara optimal.
Tokoh penting dalam teori belajar humanisme secara teoritik antara lain adalah: Arthur
W. Combs, Abraham Maslow dan Carl Rogers. Salah satu tokoh penting dari Teori
Humanistik ini ialah Arthur W. Combs ( 1912-1999 Namun dalam makalah ini penulis lebih
fokuskan pada teori belajar humanisme Arthur W. Combs, dimana penjelasannya akan di
bahas pada pembahasan di bawah ini.

1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari teori belajar humanistik?
2. Siapakah tokoh-tokoh dari teori belajar humanistik?
3. Apa sajakah prinsip-prinsip teori belajar humanistik?
4. Bagaimana aplikasi dan implikasi teori belajar humanistik dalam pembelajaran?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian dari teori belajar humanistik,
2. Untuk mengetahui tokoh dari teori belajar humanistik
3. Untuk mengetahui prinsip-prinsip teori belajar humanistic
4. Untuk mendapatkan gambaran tentang aplikasi dan implikasi teori belajar humanistik
dalam pembelajaran.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori Belajar Humanistik
Teori Belajar Humanistik adalah suatu teori dalam pembelajaran yang mengedepankan
bagaimana memanusiakan manusia serta peserta didik mampu mengembangkan potensi
dirinya. Dalam teori belajar humanistik proses belajar harus berhulu dan bermuara pada
manusia itu sendiri. Meskipun teori ini sangat menekankan pentingya isi dari proses belajar,
dalam kenyataan teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar
dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar
dalam bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya, seperti apa yang
bisa kita amati dalam dunia keseharian. Teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuan untuk
“memanusiakan manusia” (mencapai aktualisasi diri dan sebagainya) dapat tercapai. Dalam
teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya
dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia
mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha
memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang
pengamatnya.
Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya,
yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai
manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri
mereka. Para ahli humanistik melihat adanya dua bagian pada proses belajar, ialah :
 Proses pemerolehan informasi baru.
 Personalia informasi ini pada individu.
Teori humanistik sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian ilmu filsafat,
kepribadian dan psikoterapi daripada bidang kajian-kajian psikologi dalam belajar. Teori ini
sangat mementingkan obyek yang dipelajari dari pada proses belajar tersebut.
Teori humanistik ini lebih banyak membahas tentang konsep-konsep pendidikan untuk
membentuk manusia yang dicita-citakan, dan mengenai proses belajar dalam bentuk yang
terbaik. Atau bisa dikatakan bahwa teori ini lebih tertarik pada pengertian belajar dalam
bentuknya yang paling sempurna dari pada pemahaman mengenai proses belajar seperti
yang selama ini telah dikaji berdasarkan teori-teori belajar.

3
Di dalam pelaksanaannya, teori ini terlihat juga dalam pendekatan belajar yang
dikemukakan oleh Ausubel. Dia berpandangan bahwa belajar bermakna atau yang juga
tergolong dalam aliran kognitif yang mengatakan bahwa belajar adalah asimilasi penuh
makna. Materi pelajaran diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang sudah
dimiliki.
Motivasi dan pengalaman emosional sangat penting dalam proses belajar, karena tanpa
motivasi dan keinginan dari pihak pelajar, tidak akan terjadi asimilasi pengetahuan baru ke
dalam struktur kognitif yang sudah ada.
B. Tokoh-tokoh Teori Humanistik
1. Biografi Arthur W. Combs
Arthur W. Combs (1912-1999) adalah seorang pendidik / psikolog yang memulai
karir akademis sebagai profesor ilmu biologi dan psikolog sekolah di sekolah umum di
Alliance, Ohio (1935-1941). Ia menerima gelar MA dalam Konseling, sekolah di The
Ohio State University (1941) dan diterima di program doktor dalam psikologi klinis
pada lembaga, di mana Carl Rogers menjabat sebagai guru dan mentor. Dia
menyelesaikan gelar doktor pada tahun 1945. Arthur W. Combs memulai karir
profesionalnya di sekolah umum, Alliance, Ohio pada tahun 1935. Untuk meningkatkan
keahliannya dalam membantu siswa, ia mencari gelar doktor di Klinik Psikologi di
negara bagian Ohio dan menghabiskan sepuluh tahun berikutnya untuk mengoperasikan
klinik dan pelatihan siswa dan konseling psikologis di Syracuse University dan
psychotherapy. Pada tahun 1949 ia terpilih sebagai Presiden Asosiasi Psikologi di New
York dan pada tahun yang sama ia turut menulis (dengan Donald L. Snygg) perilaku
individu: kerangka kerja baru untuk psikologi. Buku ini menyajikan suatu kerangka
komprehensif dan sistematis untuk membuat rasa terbaik dari pengalaman manusia,
perilaku dan hubungan antara keduanya.
2. Teori Humanistik menurut Arthur W. Combs
Teori belajar humanistik berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang
pelakunya. Salah satu tokoh yang ikut menyumbangkan pemikirannya dalam teori ini
adalah Arthur Combs. Ia bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mencurahkan
banyak perhatian pada dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep
dasar yang sering digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu, guru

4
tidak bisa mamaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan
mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena
mereka tidak mau dan terpaksa serta merasa sebenarnya tidak ada alasan penting
mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sesungguhnya tidak lain hanyalah dari
ketidakmauan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan
kepuasan baginya.
Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan
kehidupan siswa. Guru harus memahami perilaku siswa dengan mencoba memahami
dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus
berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada.
Arthur Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan
berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan
sebagaimana mestinya. Combs memberikan lukisan persepsi diri dan dunia seseorang
seperti 2 lingkaran yang bertitik pusat satu: Lingkaran kecil adalah gambaran dari
persepsi diri dan lingkungan besar. Lingkaran besar adalah persepsi dunia. Makin jauh
peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap
perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah
hal itu terlupakan. Jadi jelaslah mengapa banyak hal yang dipelajari oleh murid segera
dilupakan, karena sedikit sekali kaitannya dengan dirinya.
Arthur Combs menjelaskan untuk mengerti tingkah laku manusia, yang penting
adalah mengerti bagaimana dunia ini dilihat dari sudut pandangnya. Pernyataan ini
adalah salah satu dari pandangan humanistik mengenai perasaan, persepsi, kepercayaan,
dan tujuan tingkah laku inner (dari dalam) yang membuat orang berbeda dengan orang
lain. Untuk mengerti orang lain, yang penting adalah melihat dunia sebagai yang dia
lihat, dan untuk menentukan bagaimana orang berpikir, merasa tentang dia atau tentang
dunianya. Combs menyatakan bahwa tingkah laku menyimpang adalah “akibat yang
tidak ingin dilakukan, tetapi dia tahu bahwa dia harus melakukan”.
Seorang pendidik dapat memahami perilaku peserta didik jika ia mengetahui
bagaimana peserta didik memersepsikan perbuatannya pada suatu situasi. Apa yang
kelihatannya aneh bagi kita, mungkin saja tidak aneh bagi orang lain. Dalam proses
pembelajaran, menurut para ahli psikologi humanistis, jika peserta didik memperoleh

5
informasi baru, informasi itu dipersonalisasikan ke dalam dirinya. Yang menjadi
masalah dalam proses pembelajaran bukanlah bagaimana bahan ajar itu disampaikan,
tetapi bagaimana membantu peserta didik memetik arti dan makna yang terkandung di
dalam bahan ajar itu. Apabila peserta didik dapat mengaitkan bahan ajar dengan
kehidupannya, pendidik boleh berbesar hati karena misinya telah berhasil.
Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah,
berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas
kemauan sendiri.
Meaning lah yang ditekankan dalam teori Arthur Combs ini. Belajar terjadi bila
mempunyai arti bagi individu, guru tidak bisa mamaksakan materi yang tidak disukai
atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Di sini guru harus peka terhadap
siswanya. Kemudian guru dituntut untuk mampu memotivasi dan memberikan atau
bahkan mengubah pandangan siswanya bahwa suatu pelajaran itu, yang semisal tidak
disenangi siswa, akan memberikan manfaat untuknya kelak. Dengan begitu diharapkan
pada diri siswa akan muncul dorongan instrinsik untuk belajar. Siswa bersedia belajar
karena kesadaran dari dalam dirinya sendiri. Ia pun akan menjadi siswa yang
orientasinya tidak hanya sekedar pada nilai (skor) tetapi lebih kepada ilmu
pengetahuannya. Ia akan mampu memahami materi suatu pelajaran secara baik dan
mendalam.
Karena meaning yang ditekankan dalam teori Arthur Combs, maka ini akan
menjadi sulit untuk diterapkan dalam semua jenjang pendidikan. Untuk jenjang SD
misalnya, akan sulit untuk diberi pandangan mengenai kebermanfaatan dari suatu
pelajaran yang tidak disukainya. Ini akan lebih mudah untuk diterapkan di jenjang
sekolah menengah (terutama SMA) karena siswa pada jenjang ini telah mampu untuk
berpikir ke depan. Siwa tingkat sekolah menengah telah mampu untuk memahami isi
suatu materi pelajaran, sedangkan tingkat SD cenderung dengan model hafalan dan
belum mampu memahami isi secara mendalam.
Teori ini cocok untuk diterapkan dalam materi pembelajaran yang bersifat
pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, (misal untuk pembelajaran
Pendidikan Karakter) dan analisis terhadap fenomena sosial (misal Sosiologi).

6
Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajar daripada hasil belajarnya. Karena
lebih menitikberatkan pada prosesnya, maka siswa akan mampu memahami secara
mendalam tentang materi yang ia peroleh dari suatu pembelajaran. Artinya, ia akan
benar-benar mendapatkan ilmunya, orientasi utamanya adalah ilmu pengetahuan dan
bukan hanya sekedar nilai.
Perasaan, persepsi, keyakinan dan maksud merupakan perilaku-perilaku batiniah
yang menyebabkan seseorang berbeda dengan yang lain. Agar dapat memahami orang
lain, seseorang harus melihat dunia orang lain tersebut, bagaimana ia berpikir dan
merasa tentang dirinya. Itulah sebabnya, untuk mengubah perilaku orang lain, seseorang
harus mengubah persepsinya. Sesungguhnya para ahli psikologi humanisme melihat dua
bagian belajar, yaitu diperoleh informasi baru dan personalisasi informasi baru tersebut.
a) Pemerolehan informasi baru
Peserta didik akan tertarik dan bersemangat untuk belajar jika apa yang
dipelajari akan menjadi suatu informasi baru yang bermakna dan bermanfaat bagi
dirinya.
b) Personalisasi informasi baru
Informasi baru yang dipahami peserta didik itu bukan hasil transfer langsung
dari guru ke peserta didik. Peserta didik sendirilah yang mecerna dan mengolah apa
yang disampaikan oleh guru menjadi sesuaidan bermakna. Atrinya informasi itu
diperolehnya sendiri dan peserta didik menjadi pemilik informasi tersebut. Peran
guru disini adalah sebagai pembimbing yang mengarahkan.
Keliru jika guru berpendapat bahwa murid akan mudah belajar kalua bahan
pelajaran disusun dengan rapid an disampaikan dengan baik, tetapi arti dan
maknanya tidak melekat pada bahan ajar itu, murid sendirilah yang mencerna dan
menyerap arti dan makna bahan pelajaran tersebut ke dalam dirinya. Yang menjadi
masalah dalam mengajar bukanlah bagaimana pelajaran itu disampaikan,tetapi
bagaimana membantu murid memetik arti dan makna yang terkandung di dalam
bahan pelajaran tersebut dengan hidup dan kehidupan mereka, guru boleh
bersenang hati bahwa misinya telah berhasil.
Semakin jauh hal-hal yang terjadi di luar diri seseorang (dunia) dari pusat
lingkaran lingkaran (persepsi diri),semakin kurang pengaruhnya terhadap

7
seseoarang. Sebaliknya, semakin dekat hal-hal tersebut dengan pusat lingkaran,
maka semakin besar pengaruhnya terhadap seseorang dalam berperilaku. Jadi
jelaslah maka semakin banyak hal yang dipelajari oleh murid segera dilupakan,
karena tidak adakaitanya sama sekali dengan dirinya.
C. Prinsip – prinsip teori belajar humanistic
Pendekatan humanistik menganggap peserta didik sebagai a whole person atau orang
sebagai suatu kesatuan. Dengan kata lain, pembelajaran tidak hanya mengajarkan materi
atau bahan ajar yang menjadi sasaran, tetapi juga membantu peserta didik mengembangkan
diri mereka sebagai manusia.
Keyakinan tersebut telah mengarahkan munculnya sejumlah teknik dan metodologi
pembelajaran yang menekankan aspek humanistik pembelajaran. (Alwasilah, 1996: 23)
Dalam metodologi semacam itu, pengalaman peserta didik adalah yang terpenting dan
perkembangan kepribadian mereka serta penumbuhan perasaan positif dianggap penting
dalam pembelajaran mereka. Pendekatan humanistik mengutamakan peranan peserta didik
dan berorientasi pada kebutuhan. Menurut pendekatan ini, materi atau bahan ajar harus
dilihat sebagai suatu totalitas yang melibatkan orang secara utuh, bukan sekedar sebagai
sesuatu yang intelektual semata-mata. Seperti halnya guru, peserta didik adalah manusia
yang mempunyai kebutuhan emosional, spritual, maupun intelektual. Peserta didik
hendaknya dapat membantu dirinya dalam proses belajar mengajar. Peserta didik bukan
sekedar penerima ilmu yang pasif. (Purwo, 1989: 212)
Beberapa prinsip Teori belajar Humanistik:
a) Manusia mempunyai belajar alami
b) Belajar signifikan terjadi apabila materi plajaran dirasakan murid mempuyai relevansi
dengan maksud tertentu
c) Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya.
d) Tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasarkan bila ancaman itu kecil
e) Bila bancaman itu rendah terdapat pangalaman peserta didik dalam memperoleh cara.
f) Belajar yang bermakna diperolaeh jika peserta didik melakukannya
g) Belajar lancer jika peserta didik dilibatkan dalam proses belajar
h) Belajar yang melibatkan peserta didik seutuhnya dapat memberi hasil yang mendalam

8
i) Kepercayaan pada diri pada peserta didik ditumbuhkan dengan membiasakan untuk
mawas diri
j) Belajar sosial adalah belajar mengenai proses belajar.
D. Aplikasi dan Implikasi Teori Belajar Humanistik dalam Pembelajaran
1. Aplikasi Teori Belajar Humanistik
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses
pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam
pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para peserta didik sedangkan
guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan peserta
didik. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada peserta didik dan mendampingi
peserta didik untuk memperoleh tujuan pembelajaran. (Sumanto, 1998: 235)
Peserta didik berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses
pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan peserta didik memahami potensi diri,
mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang
bersifat negatif.
Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun
proses yang umumnya dilalui adalah :
a. Merumuskan tujuan belajar yang jelas
b. Mengusahakan partisipasi aktif peserta didik melalui kontrak belajar yang bersifat
jelas , jujur dan positif.
c. Mendorong peserta didik untuk mengembangkan kesanggupan peserta didik untuk
belajar atas inisiatif sendiri
d. Mendorong peserta didik untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran
secara mandiri
e. Peserta didik di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya
sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dari perilaku yang
ditunjukkan.
f. Guru menerima peserta didik apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran peserta
didik, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong peserta didik untuk
bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
g. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya

9
h. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi peserta didik.
(Mulyati, 2005: 182)
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini tepat untuk diterapkan. Keberhasilan
aplikasi ini adalah peserta didik merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan
terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Peserta didik
diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain
dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak
orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.
2. Implikasi Teori Belajar Humanistik
Penerapan teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses
pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam
pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para peserta didik sedangkan
guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan peserta
didik. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada peserta didik dan mendampingi
peserta didik untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Peserta didik berperan sebagai pelaku utama (stundent center) yang memaknai proses
pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan peserta didik memahami potensi diri,
mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang
bersifat negatif.
Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator. Berikut ini
adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas fasilitator,
yaitu:
a) Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi
kelompok, atau pengalaman kelas
b) Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan
di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
c) Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing peserta didik untuk
melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan
pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.

10
d) Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling
luas dan mudah dimanfaatkan para peserta didik untuk membantu mencapai tujuan
mereka.
e) Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat
dimanfaatkan oleh kelompok.
f) Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima
baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk
menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok
g) Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat
berperanan sebagai seorang peserta didik yang turut berpartisipasi, seorang anggota
kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti
peserta didik yang lain.
h) Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga
pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu
andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh peserta didik
i) Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya
perasaan yang dalam dan kuat selama belajar
j) Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk
menganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri. (Dakir, 1993: 65).
Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :
1) Merespon perasaan peserta didik
2) Menggunakan ide-ide peserta didik untuk melaksanakan interaksi yang sudah
dirancang
3) Berdialog dan berdiskusi dengan peserta didik
4) Menghargai peserta didik
5) Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
6) Menyesuaikan isi kerangka berpikir peserta didik
7) Tersenyum pada peserta didik. (Syaodih, 2007: 152)
8) Guru-guru cenderung berpendapat bahwa pendidikan adalah pewaris
kebudayaan, pertanggungan jawaban sosial dan bahan pembelajaran yang
khusus.

11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut Teori Humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses
belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa
dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri
secara optimal. Teori belajar Arthur W. Combs yang dikenal Meaning (makna atau arti).
Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu, guru tidak bias memaksakan materi yang
tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan siswa. Anak tidak bias matematika atau
sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa
sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu
sesungguhnya tak lain hanyalah dari ketidakmauan seseorang untuk melakukan sesuatu
yang tidak akan memberikan kepuasan baginya. Dalam prakteknya teori humanistik ini
cenderung mengarahkan siswa untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta
membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar. Pembelajaran
berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran
yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap
fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan apliksia ini adalah siswa merasa senang
bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku, dan sikap atas
kemauan sendiri.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah tersebut terdapat banyak sekali kesalahan dan jauh
dari kata sempurna. Penulis makalah tersebut akan memperbaiki makalahnya dengan
berpedoman dari berbagai sumber yang dapat dipertanggung jawabkan.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran yang para pembaca
berikan tentang pembahasan dari makalah tersebut dalam kesimpulan di atas.

12
DAFTAR PUSTAKA
http://rahmawatiuntadkomunikasi.blogspot.com/2014/03/biografi-dan-teori-3-ahli-
psikologi.html?m=1
http://chefftie.blogspot.com/2012/05/teori-belajar-humanistik-combs.html
http://makalahilmupendidikandanperpustakaan.blogspot.com/2011/07/teori-belajar-humanisme-
arthur-w-combs.html?m=1
http://sukiman-barcitizen.blogspot.com/2014/10/teori-belajar-humanistik.html
https://tokohpenemu.blogspot.com/2016/06/biografi-arthur-combs-dan-donald-snygg.html?m=1
http://ciphaphidaty.blogspot.com/2013/01/teori-arthur-combs.html?m=1

13

Anda mungkin juga menyukai