Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

TEORI BELAJAR HUMANISTIK


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Islam

Disusun Oleh: Kelompok 10

ALDI GUSTIKA CANDRA


ARIVIN SAKTI
ILHAM RAMADHANI
ROBI HIRAWAN

Dosen Pengampu:

Dr. Sri Wahyuni, M.Pd.I

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA BARAT
2023

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Belajar merupakan proses berfikir yang menjadikan seorang individu
menjadi tahu dan mengerti tentang berbagai hal yang tidak ia ketahui
sebelumnya. Dalam dunia pendidikan terdapat banyak sekali teori-teori tentang
belajar yang dipelajari dalam materi belajar dan pembelajaran. Teori-teori ini
diajukan oleh benyak ahli dari bidang psikologi maupun pendidikan.Teori-teori
tentang belajar dan pembelajaran tersebut sangat perlu diketahui dan dipahami
oleh para pendidik maupun calon pendidik agar mereka mampu memahami
bagaimana proses belajar dan pembelajaran yang baik sehingga mereka dapat
mendidik para peserta didik dengan baik.
Secara umum berdasarkan orientasinya teori tentang belajar dan
pembelajaran diklasifikasikan menjadi empat yang meliputi teori belajar yang
beorientasi pada tingkah laku (behaviorisme), teori belajar yang berorientasi
pada kemampuan kognitif (kognitivisme), teori belajar yang berorientasi pada
proses mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilan sendiri
(konstruktivisme) dan teori yang akan kami bahas dalam makalah ini ialah
teori belajar yang berorientasi pada pembentukan sifat kemanusiaan
(humanisme).1
B. Rumusan Masalah
1. Gambaran umum teori belajar humanistik
2. Implikasi teori belajar humanistik

1
Eveline Siregar, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 32

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Teori Belajar Humanistik


1. Pengertian Teori Belajar Humanistik
Dalam teori belajar humanistik proses belajar harus berhulu dan
bermuara pada manusia itu sendiri. Meskipun teori ini sangat menekankan
pentingnya isi dari proses belajar dalam kenyataan teori ini lebih banyak
berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang
paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam
bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya seperti apa
yang bisa kita amati dalam dunia keseharian. Teori apapun dapat
dimanfaatkan asal tujuan untuk “memanusiakan manusia” (mencapai
aktualisasi diri dan sebagainya) dapat tercapai.2
Menurut teori humanisme tujuan belajar adalah untuk memanusiakan
manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika sipelajar memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri. Teori belajar ini berusaha memahami
perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya bukan dari sudut pandang
pengamatnya. Oleh sebab itu tujuan utama proses pembelajaran dalam
pandangan teori belajar humanistik adalah bertujuan agar siswa dapat
mengembangkan dirinya yaitu membantu masing-masing individu untuk
mengenali diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu
mewujudkan dan mengembangkan potensi-potensi yang ada pada diri
mereka masing-masing. Dengan demikian pembelajaran pada dasarnya
untuk kepetingan memanusiakan siswa sebagai manusia itu sendiri.
Dalam teori belajar humanistik belajar dianggap berhasil jika sipelajar
memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses
belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi
diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku
belajar dari sudut pandang pelakunya bukan dari sudut pandang

2
Ibid, h. 34

2
pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu sisiswa untuk
mengembangkan dirinya yaitu membantu masing-masing individu untuk
mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu
dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Para ahli humanistik melihat adanya dua bagian pada proses belajar
ialah: Proses pemerolehan informasi baru dan personalia informasi ini pada
individu. Teori humanistik sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati
bidang kajian ilmu filsafat, kepribadian dan psikoterapi daripada bidang
kajian-kajian psikologi dalam belajar. Teori ini sangat mementingkan obyek
yang dipelajari dari pada proses belajar tersebut. Teori humanistik ini lebih
banyak membahas tentang konsep-konsep pendidikan untuk membentuk
manusia yang dicita-citakan dan mengenai proses belajar dalam bentuk yang
terbaik atau bisa dikatakan bahwa teori ini lebih tertarik pada pengertian
belajar dalam bentuknya yang paling sempurna dari pada pemahaman
mengenai proses belajar seperti yang selama ini telah dikaji berdasarkan
teori-teori belajar.
Didalam pelaksanaannya teori ini terlihat juga dalam pendekatan
belajar bermakna atau yang juga tergolong dalam aliran kognitif yang
mengatakan bahwa belajar adalah asimilasi penuh makna. Materi pelajaran
diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang sudah dimiliki.
Motivasi dan pengalaman emosional sangat penting dalam proses belajar
karena tanpa motivasi dan keinginan dari pihak pelajar tidak akan terjadi
asimilasi pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang sudah ada.3
2. Tokoh-Tokoh Teori Belajar Humanistik
Tokoh penting dalam teori belajar humanistik secara teoritis antara
lain adalah:
a. Arthur Combs (1912-1999)
Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan
banyak perhatian pada dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti)
adalah konsep dasar yang sering digunakan. Belajar terjadi bila

3
Ibid, h. 35

3
mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang
tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak
bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka
enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting
mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain
hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang
tidak akan memberikan kepuasan baginya.
Untuk itu guru harus memahami perlaku siswa dengan mencoba
memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah
perilakunya guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan
siswa yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain.
Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan
berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun
dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada
materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa
siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran
tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya.
Combs memberikan lukisan persepsi diri dan dunia seseorang
seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu.
Lingkaran kecil adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan besar
adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi
diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal
yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri makin mudah hal itu
terlupakan.4
b. Maslow
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa didalam diri individu
ada dua hal: Suatu usaha yang positif untuk berkembang dan kekuatan
untuk melawan atau menolak perkembangan itu.

4
S. Freidman, Howard, Keperibadian Teori Klasik dan Riset Modern, (Jakarta: Erlangga,
2008), h. 78

4
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya
untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-
masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut
untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan,
takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya. Tetapi di
sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah
keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke
arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia
dapat menerima diri sendiri.
Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi
tujuh hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama,
seperti kebutuhan fisiologis barulah ia dapat menginginkan kebutuhan
yang terletak diatasnya ialah kebutuhan mendapatkan rasa aman dan
seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai
implikasi yang penting yang harus diperharikan oleh guru pada waktu ia
mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi
belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar siswa belum
terpenuhi.5
c. Carl Rogers
Carl Rogers lahir 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinois Chicago,
sebagai anak keempat dari enam bersaudara. Semula Rogers menekuni
bidang agama tetapi akhirnya pindah ke bidang psikologi. Ia mempelajari
psikologi klinis di Universitas Columbia dan mendapat gelar Ph.D pada
tahun 1931, sebelumnya ia telah merintis kerja klinis di Rochester
Society untuk mencegah kekerasan pada anak.
Gelar profesor diterima di Ohio State tahun 1960. Tahun 1942, ia
menulis buku pertamanya, Counseling and Psychotherapy dan secara
bertahap mengembangkan konsep Client-Centerd Therapy. Rogers

5
Iskandar, Implementasi Teori Hirarki Kebutuhan Abraham Maslow Terhadap Peningkatan
Kinerja Pustakawan, (Bandung: Vol. 4 No. 1, Januari 2016), h. 44

5
membedakan dua tipe belajar, yaitu: Kognitif (kebermaknaan) dan
Experiential ( pengalaman atau signifikansi).
Guru menghubungan pengetahuan akademik ke dalam pengetahuan
terpakai seperti memperlajari mesin dengan tujuan untuk memperbaiki
mobil. Experiential Learning menunjuk pada pemenuhan kebutuhan dan
keinginan siswa. Kualitas belajar experiential learning mencakup:
keterlibatan siswa secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh siswa
sendiri dan adanya efek yang membekas pada siswa. Menurut Rogers
yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru
memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran yaitu:
1) Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar
siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
2) Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya.
pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan
dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
3) Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan
dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
4) Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar
tentang proses.6
d. Kolb
Menurut Kolb tahapan belajar menjadi empat tahap yaitu sebagai
berikut:
1) Tahap pengalaman konkret
Pada tahap paling dini dalam proses belajarm seorang siswa
hanya mampu sekedar ikut mengalami suatu kejadian. Dia belum
mampu memiliki kesadaraan tentang hakikat kejadian tersebut. Dia
pun belum mengerti bagaimana dan mengapa suatu kejadian harus
terjadi seperti itu.

6
Muhammad Thobroni dan Alif Mustofa, Teori Humanistik, (Jakarta: Erlangga, 2011), h.
68

6
2) Pengalaman aktif dan reflektif
Pada tahap kedua, siswa mulai mampu mengadakan observasi
terhadap suatu kejadian dan mulai berusaha memikirkan dan
memahaminya.
3) Konsepualisasi
Pada tahap ketiga, siswa mulai belajar membuat abstraksi atau
teori tentang suatu hal yang pernah diamatinya. Siswa diharapkan
mampu membuat aturan-aturan umum (generalisasi) dari berbagai
contoh kejadian yang meskipun tampak berbeda-beda mempunyai
aturan yang sama.
4) Eksperimentasi aktif
Pada tahap akhir, siswa mampu mengaplikasi suatu aturan
umum kesituasi yang baru. Misalnya dalam matematika dan asal-usul
sebuah rumus. Akan tetapi ia juga mampu memaknai rumus tersebut
untuk memecahkan masalah yang belum pernah ia temui sebelumnya.
Menurut kolb system belajar semacam ini terjadi secara
berkesinambungan dan berlangsung tanpa disadari siswa.7
e. Honey Dan Mumford
Berdasarkan teori kolb membuat penggolongan siswa menjadi
empat macam yaitu tipe siswa aktivis, reflektot, teoritis dan pragmatis.
1) Tipe siswa aktivis bercirikan mereka yang suka melibatkan diri pada
pengalaman-pengalaman baru. Mereka cendrung berpikiran terbuka
dan mudah diajak berdialog. Namun, siswa semacam ini biasanya
kurang skeptik terhadap sesuatu. Kadang identik dengan sifat mudah
percaya. Dalam proses belajar, mereka menyukai metode yang mampu
mendorong seseorang menemukan hal-hal baru seperti brainstrorming
atau problem solving. Akan tetapi, mereka akan cepat merasa bosan
dengan hal-hal yang memerlukan waktu lama dalam implementasi.

7
Ibid, h. 69

7
2) Tipe siswa reflektor adalah sebaliknya mereka cendrung sangat
berhati-hati mengambil langkah. Dalam proses pengambilan
keputusan siswa tipe ini cenderung konservatif yaitu mereka lebih
suka menimbang-nimbang secara cermat baik buruk suatu keputusan.
Tipe siswa biasanya sangat kritis, senang menganalisis dan tidak
menyukai pendapat atau penilaian yang sifatnya sangat subjektif. Bagi
mereka berpikir secara rasional adalah sesuatu yang penting. Mereka
juga biasanya sangat skeptik dan tidak menyukai hal-hal yang bersifat
spekulatif.
3) Tipe siswa pragmatis biasanya menaruh perhatian besar pada aspek-
aspek praktis dari segala hal. Siswa tipe ini suka berlarut-berlarut
dalam membahas aspek teoritis filosofis tertentu.8
f. Hebermas
Ahli psikologis lainnya adalah hebermas yang dalam pandangannya
bahwa belajar sangat dipengaruhi oleh interaksi baik dengan lingkungan
maupun dengan sesama manusia. Hebermas mengelompokkan tipe belajar
menjadi tiga bagian yaitu sebagai berikut:
1) Belajar teknis (Technical Learning)
Dalam belajar teknis, siswa belajar bagaimana berinteraksi dengan
alam sekelilingnya. Mereka berusaha menguasai dan mengelola alam
dengan cara mempelajari keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan
untuk itu.
2) Belajar praktis (practical learning)
Dalam belajar praktis siswa juga belajar juga belajar interaksi.
Akan tetapi pada tahap ini lebih dipentingkan adalah interaksi antara
dirinya dan orang-orang disekelilingnya.
3) Belajar emansipatoris (emancipatoris learning)
Dalam tahap ini, siswa berusaha mencapai pemahaman kesadaran
yang sebaik mungkin tentang perubahan kultural dari suatu lingkungan.9

8
Ibid, h. 80
9
Op., Cit, S. Freidman, Howard, h. 84

8
3. Prinsip-Prinsip Teori Belajar Humanistik
Dalam buku Freedom ToLearn karya Carl Rogers menunjukkan
sejumlah prinsip-prinsip dasar humanistik yang penting diantaranya ialah:
a. Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
b. Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid
mempunyai relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
c. Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya
sendiri diangap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
d. Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan
dan diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
e. Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah pengalaman dapat diperoleh
dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
f. Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
g. Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan
ikut bertanggungjawab terhadap proses belajar itu.
h. Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya baik
perasaan maupun intelek merupakan cara yang dapat memberikan hasil
yang mendalam dan lestari.
i. Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas lebih mudah
dicapai terutama jika siswa dibiasakan untuk mengritik dirinya sendiri
dan penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang penting.
j. Belajar yang paling berguna secara sosial didalam dunia modern ini
adalah belajar mengenai proses belajar suatu keterbukaan yang terus
menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya kedalam diri sendiri
mengenai proses perubahan itu.10

10
Suprihatin, Pendekatan Humanistik Dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama
Islam, (Jogyakata: Vol. 3, No. 1, Januari 2017), h. 94

9
B. Implikasi Teori Belajar Humanistik
1. Guru sebagai fasilitator
Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator
yang berikut ini adalah sebagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan
berkualitas fasilitator.
a. Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal,
situasi kelompok, atau pengalaman kelas.
b. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan
perorangan didalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat
umum.
c. Guru mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk
melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya sebagai
kekuatan pendorong yang tersembunyi didalam belajar yang bermakna
tadi.
d. Guru mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar
yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu
mencapai tujuan mereka.
e. Guru menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel
untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
f. Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas dan
menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan
mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai baik bagi individual
ataupun bagi kelompok.
g. Bilamana cuaca penerima kelas telah siap fasilitator berangsur-angsur
dapat berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi seorang
anggota kelompok dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang
individu seperti siswa yang lain.
h. Guru mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok perasaannya
dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan
tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau
ditolak oleh siswa.

10
i. Guru harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang
menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar.
j. Didalam berperan sebagai seorang fasilitator pimpinan harus mencoba
untuk menganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.
k. Guru mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk
melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya sebagai
kekuatan pendorong yang tersembunyi didalam belajar yang bermakna
tadi.
l. Guru mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar
yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu
mencapai tujuan mereka.
m. Guru menempatkan dirinya sebgai suatu sumber yang fleksibel untuk
dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
n. Guru mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok perasannya
dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak
memaksanakan tetapi sebagi andil secara pribadi yang boleh saja
digunakan atau ditolak oleh siswa.
Salah satu model pendidikan terbuka mencakup konsep mengajar guru
yang fasilitatif yang dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck
pada tahun 1975 mengenai kemampuan para guru untuk menciptakan
kondidi yang mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpan balik
positif. Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah:
a. Merespon perasaan siswa.
b. Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah
dirancang.
c. Berdialog dan berdiskusi dengan siswa.
d. Menghargai siswa.
e. Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan Menyesuaikan isi kerangka
berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera dari
siswa.
f. Tersenyum pada siswa.

11
Dapat diketahui guru yang fasilitatif mengurangi angka bolos siswa,
meningkatkan angka konsep diri siswa, meningkatkan upaya untuk meraih
prestasi akademik termasuk pelajaran bahasa dan matematika yang kurang
disukai, mengurangi tingkat problem yang berkaitan dengan disiplin dan
mengurangi perusakan pada peralatan sekolah serta siswa menjadi lebih
spontan dan menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi.11
2. Ciri-ciri humanistik mengenai pendidik yang baik dan kurang baik
Menurut Hamacheek guru-guru yang efektif tampaknya adalah
menarik lebih demokratis daripada autokratik dan mereka mampu
berhubungan dengan mudah dan wajar dengan para siswa baik secara
perorangan ataupun secara kelompok. Guru yang tidak efektif jelas kurang
memiliki rasa humor mudah menjadi tidak sabra menggunakan komentar-
komentar yang melukai dan mengurangi rasa ego kurang terintegrasi
cenderung bertindak otoriter dan biasanya kurang peka terhadap kebutuhan-
kebutuhan siswa mereka.12
Banyak ahli psikologi humanistik atau ahli psikologi perseptual
membedakan guru-guru yang efektif dan yang kurang efektif dengan
menentukan apa yang mereka percayai dengan menentukan apa yang
mereka percaya tentang konsep diri sendiri dan apa yang mereka percaya
tentang orang lain Combs dan kawan-kawan percaya bahwa apabila guru-
guru merasa tentram terhadap diri mereka sendiri dan terhadap kemampuan
mereka-mereka akan dapat memberikan perhatiannya kepada orang lain dan
apabila mereka mempunyai perasaan bahwa mereka tidak mempunyai bekal
yang cukup mereka mungkin akan memberikan respon pada siswa-siswa
mereka dengan cara mengembangkan aturan-aturan yang kaku dan bersifat
otoriter atau peraturan-peraturan itu digunakan untuk melindungi konsep
diri masing-masing. Guru-guru yang mempercayai bahwa setiap siswa itu
mempunyai kemampuan untuk belajar akan mempunyai perilaku yang lebih

11
Op., Cit, S. Freidman, Howard, h. 88
12
Ibid, h. 90

12
positif terhadap siswa-siswa mereka. Menurut Combs ciri-ciri guru yang
baik ialah sebagai berikut ini.
a. Guru yang mempunyai anggapan bahwa orang lain itu mempunyai
kemampuan untuk memecahkan masalah mereka sendiri dengan baik.
b. Guru yang melihat bahwa orang lain mempunyai sifat ramah, bersahabat,
dan bersifat ingin berkembang.
c. Guru yang cenderung melihat orang lain sebagai orang yang patut
dihargai.
d. Guru yang menganggap orang lain itu pada dasarnya dipercaya dan dapat
diandalkan dalam pengertian dia akan berperilaku menurut aturan-aturan
yang ada.
e. Guru yang melihat orang orang dan perilaku mereka pada dasarnya
berkembang dari dalam jadi bukan merupakan produk yang dari
peristiwa-peristiwa eksteral yang dibentuk dan yang digerakkan. Guru
melihat orang-orang mempunyai kreatifitas dan dinamika jadi bukan
orang yang pasif atau lamban.
f. Guru yang melihat orang lain itu dapat memenuhi dan meningkatkan
dirinya bukan menghalangi apalagi mengancam.13
3. Pendidik sejati
Mengajar yang baik bukan sekedar persoalan teknik teknik dan
metodologi belajar saja. Untuk menjaga disiplin kelas guru sering bertindak
otoriter menjauhi siswa bersikap dingin itu menyembunyikan rasa takut
apabila siswa tersebut dianggap lemah. Ada beberapa mitos pengajaran
yang telah berlaku beberapa generasi berikut ini:
a. Guru harus bersikap tenang, tak berlebih-lebihan dan dingin dalam
menghadapi setiap sesuatu. Tidak boleh kehilangan akal marah sekali
ataupun menunjukkan kegembiraan yang berlebih-lebihan. Guru harus
netral harus segala masalah dan tidak menunjukkan pendapat pribadinya.
b. Guru harus dapat menyukai siswa-siswanya secara adil ia tidak boleh
membenci dan memarahi siswa-siswanya.

13
Op., Cit, Suprihatin, h. 97

13
c. Guru harus memperlakukan siswa-siswanya secara sama tanpa
memperdulikan watak-watak individual siswa.
d. Guru harus mampu menyembunyikan perasaannya meskipun hatinya
terluka ia harus tidak menunjukkannya terutama dihadapan siswa-
siswanya yang masih muda.
e. Guru diperlukan oleh siswa-siswanya, karena siswa-siswanya belum
dapat bekerja sendiri dan bertanggung jawab atas kegiatan belajar mereka
sendiri dikelas.
f. Guru harus menjawab semua pertanyaan yang disampaikan oleh siswa-
siswanya.
Hal ini menimbulkan pengertian salah tentang guru sehingga guru
menghindarkan situasi ini dengan tidak mau mengakui kesalahannya atau
ketidaktahuannya. Sesengguhnya Guru adalah makhluk biasa. Guru sejati
bukanlah makhluk yang berbeda dengan siswa-siswa nya. Ia bukan makhluk
yang serba hebat ia harus dapat berpartisipasi dalam semua kegiatan yang
dilakukan oleh siswa-siswanya dan yang dapat mengembangkan rasa
persahabatan secara pribadi dengan siswa-siswanya dan tidak perlu merasa
kehilangan kehormatan karenanya. Rasa was-was takut dalam keadaan
tertentu adalah hal yang wajar. Jika guru tidak percaya oleh dirinya sendiri
maka guru itu akan merasa tidak dipercayai oleh murid-muridnya.14
4. Aplikasi psikologi humanistik dalam pendidikan
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama
proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran
guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para
peserta didik sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai
makna belajar dalam kehidupan peserta didik. Guru memfasilitasi
pengalaman belajar kepada peserta didik dan mendampingi peserta didik
untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Peserta didik berperan sebagai pelaku utama (student center) yang
memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan peserta didik

14
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010), h. 21

14
memahami potensi diri, mengembangkan potensi dirinya secara positif dan
meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya dari pada hasil
belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah:
a. Merumuskan tujuan belajar yang jelas.
b. Mengusahakan partisipasi aktif peserta didik melalui kontrak belajar
yang bersifat jelas, jujur dan positif.
c. Mendorong peserta didik untuk mengembangkan kesanggupan peserta
didik untuk belajar atas inisiatif sendiri.
d. Mendorong peserta didik untuk peka berpikir kritis, memaknai proses
pembelajaran secara mandiri.
e. Peserta didik didorong untuk bebas mengemukakan pendapat memilih
pilihannya sendiri melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung
resiko dari perilaku yang ditunjukkan.
f. Guru menerima peserta didik apa adanya berusaha memahami jalan
pikiran peserta didik tidak menilai secara normatif tetapi mendorong
peserta didik untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau
proses belajarnya.
g. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya.
h. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi
peserta didik.
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini tepat untuk diterapkan.
Keberhasilan aplikasi ini adalah peserta didik merasa senang bergairah,
berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap
atas kemauan sendiri. Peserta didik diharapkan menjadi manusia yang bebas
berani tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri
secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar
aturan, norma dan disiplin atau etika yang berlaku.15

15
Amil Suprihatiningrum, Strategi Pembelajaran: Teori dan Aplikasi, (Yogyakarta: Ar-
Media, 2013), h. 50

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam teori humanistik tujuan belajar adalah untuk memanusiakan
manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika sipelajar memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri. Teori belajar ini berusaha memahami
perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang
pengamatnya. Oleh sebab itu, tujuan utama proses pembelajaran dalam
pandangan teori belajar humanistik adalah bertujuan agar siswa dapat
mengembangkan dirinya yaitu membantu masing-masing individu untuk
mengenali diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu
mewujudkan dan mengembangkan potensi-potensi yang ada pada diri mereka
masing-masing. Dengan demikian pembelajaran pada dasarnya untuk
kepetingan memanusiakan siswa sebagai manusia itu sendiri.
B. Saran
Demikianlah makalah yang kami buat kami menyadari masih banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan serta kritik dan saran yang konstruktif
kami harapkan dari pembaca. Semoga apa yang telah kami susun dapat
bermanfaat bagi pembaca khususnya bagi penyusun makalah ini sendiri, kami
ucapkan terimakasih.

16
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Freidman, S, Howard. 2008. Keperibadian Teori Klasik dan Riset Modern,


Jakarta: Erlangga

Hamalik, Oemar. 2010. Proses Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Bumi Aksara

Iskandar. 2016. Implementasi Teori Hirarki Kebutuhan Abraham Maslow


Terhadap Peningkatan Kinerja Pustakawan, Bandung: Vol. 4 No. 1

Siregar, Eveline. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran, Bogor: Ghalia Indonesia

Suprihatin. 2017. Pendekatan Humanistik Dalam Pengembangan Kurikulum


Pendidikan Agama Islam, Jogyakata: Vol. 3, No. 1

Suprihatiningrum, Amil. 2013. Strategi Pembelajaran: Teori dan Aplikasi,


Yogyakarta: Ar-Media

Thobroni, Muhammad dan Alif Mustofa. 2011. Teori Humanistik, Jakarta:


Erlangga

17

Anda mungkin juga menyukai