Anda di halaman 1dari 20

TEORI BELAJAR HUMANISME DAN PENERAPANNYA

DALAM MODEL PEMBELAJARAN

Disusun guna memenuhi salah satu tugas


Mata Kuliah Teori Pembelajaran

Dosen Pengampu: Prof. Dr. C. Asri Budiningsih

oleh:
Ageng Satria Pamungkas
Luthfi Riyadh Rahman

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN


PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2015

Page 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Gagne dalam Heri Rahyubi (2012:3) , belajar merupakan


aktivitas yang kompleks. Terjadinya perubahan keterampilan, pengetahuan,
sikap, dan nilai setelah memperoleh stimulus yang berasal dari lingkungan
dan proses kognitif oleh peserta didik. Menurut Morgan dalam Heri Rahyubi
(2012:3), belajar adalah perubahan tingkah laku melalui latihan dan
pengalaman. Perubahan tingkah laku dapat dikatakan sebagai hasil belajar
yang diantaranya kognitif, afektif, dan psikomotor. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa belajar merupakan proses perubahan tingkah laku karena
adanya stimulus kognitif dan lingkungan yang mengakibatkan hasil belajar
berupa keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai yang relatif berubah.

Menurut Arden N. Frandsen dalam Darsono (2001: 192),


mengungkapkan bahwa hal-hal yang dapat mempengaruhi peserta didik
melakukan apa yang disebut belajar antara lain adanya sifat ingin tahu dan
ingin menyelidiki dunia yang lebih luas, adanya sifat kreatif yang ada pada
manusia dan keinginan untuk maju, adanya keinginan untuk mendapatkan
simpati dari orang tua, pendidik, dan teman-teman, adanya keinginan untuk
memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, adanya keinginan
untuk mendapatkan rasa aman, adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir
dari pada belajar. Dengan melihat hal tersebut, keinginan peserta didik untuk
belajar sangat diperlukan dalam kesiapan ataupun dalam prosesnya.

Teori belajar berkaitan erat dengan ruang lingkup bidang psikologi


atau dengan kata lain membicarakan tentang belajar tidak jauh dengan
membicarakan manusia. Hal ini dapat diartikan bahwa ada beberapa ranah
yang harus mendapat perhatian. Ranah-ranah itu ialah ranah kognitif, ranah
afektif dan ranah psikomotor.

Teori belajar humanisme yang menekankan pada sikap saling


menghargai dan menghormati pendapat dalam membantu mengatasi masalah-

Page 2
masalah kehidupan secara umum dan masalah pembelajaran pada khususnya.
Teori belajar ini menyakini bahwa peserta didik sebenarnya memiliki
jawaban atas permasalahan yang dihadapi peserta didik dan tugas
pendidikmembimbing menemukan jawaban yang benar.

Deskripsi di atas menunjukkan bahwa teori belajar humanisme sangat


penting untuk dikaji. Selain itu, tokoh-tokoh dan implikasinya dalam model
pembelajaran tidak kalah penting untuk dikaji.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian yang dikemukakan pada latar belakang, dapat dirumuskan


permasalahan, sebagai berikut:

1. Apakah yang dimaksud dengan teori belajar humanisme?


2. Siapakah tokoh-tokoh dalam teori belajar humanisme dan bagaimana
pendapat tokoh-tokoh tentang teori belajar humanisme?
3. Bagaimanapenerapan teori belajar humanisme dalam model
pembelajaran?

C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan


Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui tentang teori belajar humanisme.
2. Mengetahui pendapat tokoh-tokohnya tentang teori belajar humanisme.
3. Untuk mendapatkan gambaran tentang penerapan teori belajar
humanisme dalam model pembelajaran.

Page 3
PEMBAHASAN

A. Pengertian Belajar Menurut Teori Humanisme

Teori humanisme merupakan teori pembelajaran yang sangat penting


kita pelajari dan pahami selain teori-teori yang kita pelajari sebelumnya.
Menurut teori humanisme, tujuan belajar adalah memanusiakan manusia.
Manusia yang dianggap dimanusiakan apabila dapat mengaktualisasikan
dirinya. Teori ini lebih menitik-beratkan pada proses belajar, dianggap
berhasil apabila individu telah memahami lingkungannya dan dirinya
sendiri.Jadi, teori ini sifatnya lebih abstrak dan menuju pada bidang filsafat,
kepribadian, dan psikologi belajar.

Dalam hal aktualisasi diri, Maslow mengansumsikan bahwa dalam


diri manusia ada dua hal, yaitu (1) suatu usaha yang positif untuk
berkembang, dan (2) kekuatan untuk melawan atau menolak hambatan untuk
berkembang. Manusia mempunyai potensi untuk maju dan berkembang
berarti manusia akan mengalami pematangan melalui lingkungan yang
menunjang dan usaha aktif dari diri sendiri untuk merealisasikan potensinya.
Manusia yang melakukan kekerasan pada dasarnya karena kodrat batinnya
dibelokkan atau karena lingkungan yang salah.

Maslow yakin bahwa banyak tingkah laku manusia yang bisa


diterangkan dengan memperhatikan dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan
yang bersifat hierarki, berikut tingkatan hierarki kebutuhan yang
dikemukakan oleh Maslow.

Page 4
Maslow percaya bahwa manusia tergerak untuk memahami dan
menerima dirinya sebisa mungkin. Menurut Maslow, manusia termotivasi
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi
kebutuhan manusia mempunyai berbagai perasaan takut dan memiliki
dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan diri.
Hirarki Kebutuhan manusia yang tersusun bertingkat itu di rinci ke
dalam 5 tingkat kebutuhan, yaitu:
1. Kebutuhan-kebutuhan dasar fisiologis
Kebutuhan manusia yang paling mendesak untuk dipenuhi karena
berkaitan dengan kelangsungan hidup. Kebutuhan ini berupa makan,
minum, oksigen, istirahat dan keseimbangan teratur. Bila kebutuhan
individu tidak terpenuhi maka individu tidak akan bergerak untuk meraih
kebutuhan yang lebih tinggi.
2. Kebutuhan akan rasa aman
Kebutuhan psikologis yang fundamental, apabila pemenuhan kebutuhan
akan rasa aman terhambat pemenuhannya, akan menimbulkan gangguan
kepribadian. Kebutuhan rasa aman dibedakan menjadi dua yaitu aman
secara fisik dan aman secara psikis. Aman secara fisik dilihat dari keadaan
bebas rasa sakit, bebas dari gangguan dan kekacauan, sedangkan aman
secara psikis dilihat dari tidak adanya rasa takut, cemas.
3. Kebutuhan akan cinta dan memiliki

Page 5
Merupakan kebutuhan yang mendorong seseorang berinteraksi secara
efektif dan emosional dengan orang lain. Kebutuhan ini tumbuh
dilingkungan keluarga, berkembang ke lingkungan kelompok sebaya dan
akhirnya menuju pada kelompok sosial yang lebih luas. Kurangnya kasih
sayang menyebabkan perkembangan seseorang terhambat.
4. Kebutuhan akan rasa harga diri
Kebutuhan ini mengandung dua konsep yaitu rasa harga diri oleh diri
sendiri serta penghargaan yang diberikan orang lain terhadap diri
seseorang. Harga diri meliputi kebutuhan akan kepercayaan diri,
kompetisi, penguasaan, prestasi, kebebasan dan ketidaktergantungan.
Sementara kebutuhan penghargaan dari orang lain meliputi pengakuan,
penerimaan, perhatian, kedudukan, nama baik dan penghargaan.
Terpenuhinya self esteem pada diri seseorang akan merangsang timbulnya
sikap percaya diri, rasa kuat, rasa mampu, rasa berguna. Sementara self
esteem rendah menghasilkan sikap rendah diri, rasa tak pantas, rasa lemah,
rasa tak mampu, rasa tak berguna menyebabkan yang bersangkutan
dihantui kehampaan, keraguan dan keputusasaan menghadapi hidup.
5. Kebutuhan akan aktualisasi diri
Kebutuhan tertinggi dari semua kebutuhan yang dikemukakan Maslow.
Kebutuhan ini akan muncul dan terpuaskan bila kebutuhan lain
dibawahnya sudah terpenuhi. Aktualisasi diri merupakan kebutuhan yang
ada dalam diri manusia untuk mengekspresikan, mengenbangkan segala
kemampuan dan potensi yang dimiliki. Juga merupakan dorongan dalam
diri untuk menjadi diri sendiri seperti apa yang dikehendaki. Bisa juga
dikatakan sebagai pengungkapan hasrat untuk menyempurnakan
keberadaannya.

Pada dunia pendidikan Teori Humanisme bertujuan agar pendidik atau


pendidik membantu peserta didik untuk mengembangkan dirinya sendiri
dengan cara mengenal potensi-potensi keunikan yang ada pada masing-
masing peserta didik sehingga mereka lebih percaya diri dan yakin akan

Page 6
kemampuannya. Teori humanisme percaya bahwa setiap individu mampu
membuat pilihan yang cerdas untuk bertanggungjawab atas perbuatannya.
Jadi, teori ini merupakan suatu teori dalam pembelajaran yang
mengedepankan cara untuk memanusiakan manusia agar individu mampu
mengembangkan potensi dan keunikan pada masing-masing individu.

Dalam pelaksanaannya teori humanismeini berkaitan pula dengan


pendekatan belajar yang dikemukakan oleh Ausubel. Ausubel
mengemukakakan tentang belajar bermakna atau “Meaningful Learning”
yaitu belajar merupakan asimilasi bermakna. Materi yang dipelajari
diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang dimiliki
sebelumnya, dimana ketika seorang peserta didik sedang belajar, materi yang
dipelajarinya diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah
dimiliki sebelumnya. Dalam belajar, faktor motivasi dan pengalaman
emosional sangat penting dalam peristiwa belajar, sebab tanpa motivasi dan
keinginan maka tidak akan akan terjadi asimilasi pengetahuan baru ke dalam
struktur kognitif yang dimiliki pendidik.

Teori ini lebih mementingkan apa isi yang dipelajari dari pada proses
belajar atau dengan kata lain teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam
bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya, seperti apa
yang bisa kita amati dalam kehidupan sehari-hari.Teori Humanisme
berpendapat bahwa teori belajar yang apa saja dapat digunakan dapat
dimanfaatkan, asalkan tujuannya untuk memanusiakan manusia agar
mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri peserta didik
dengan optimal. Hal ini menjadikan teori ini bersifart eklektik (bersifat
memilih yang terbaik dari berbagai sumber, metode, teori) walaupun kita
ketahui dalam suatu teori pembelajaran tentunya ada suatu unsur-unsur
berupa kelebihan dan kekurangannya,tetapi Humanisme tidak
mempermasalhakan unsur-unsur kelebihandan kelemahan yang terdapat pada
teori-teori lain, teori Humanisme akan memanfaatkan teori-teori apapun
asalkan tujuan utama memanusiakan manusia tercapai.

Page 7
Teori Humanisme dengan pandangan eklektik yang digunakan
bertujuan agar perbedaan-perbedaan sudut pandang yang selama ini terjadi
dapat diartikan hal yang satu atau sama apabila dipandang dengan cara
berlainan. Sehingga teori ini memanfaatkan atau merangkum berbagai teori
belajar yang ada dengan tujuan untuk memanusiakan manusia, hal ini bukan
saja mungkin untuk dilakukan tetapi justru harus dilakukan.

B. Pandangan Tokoh-tokoh Humanisme Terhadap Belajar


Banyak tokoh yang menganut humanisme, di antaranya, David Kolb
dengan Belajar Empat Tahap pengalaman belajar, Bloom dan Krathwohl
dengan Taksonomi Bloom, Roger dengan Teori Pertumbuhan Personal.
1. David A. Kolb
Dalam teori belajar, David Kolb lebih melihat pada sudut pandang
perkembangan manusia dengan melihat kejadian-kejadian, yaitu
bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang
positif. Kemampuan yang bersifat positif ini yang disebut sebagai potensi
manusia.
David A. Kolb dikenal dengan teori gaya belajar dan belajar
pengalaman.Menurut Kolb, belajar pengalaman merupakan proses belajar
dimana pengetahuan hasil dari kombinasi yang berbeda dari menangkap
dan mentransformasikan pengalaman. Peserta didik dapat memahami
pengalaman melalui pengalaman konkret dan diubah akhir menjadi
eksperimentasi aktif.

Page 8
David Kolb mengemukakan adanya empat kutub kecenderungan
seseorang dalam proses belajar atau peristiwa belajar, kutub-kutub tersebut
merupakan tahap-tahap belajar, yaitu:
a. Kutub Perasaan/FEELING (Concrete Experience/Tahap pengalaman
Konkret)
Tahap ini adalah tahap awal dalam peristiwa belajar. Peserta didik
belajar melalui perasaan, dengan menekankan segi-segi pengalaman
kongkret, peristiwa sebagaimana adanya. Peserta didik dapat melihat,
merasakan, dan dapat menceritakan sesuai yang dialami. Tetapi peserta
didik belum memiliki kesadaran tentang hakikat dari peristiwa, belum
dapat memahami bagaimana dan mengapa peristiwa tersebut.
b. Kutub Pengamatan/WATCHING (Reflective Observation/Tahap
pengamatan aktif dan reflektif)
Tahap kedua dalam peristiwa belajar peserta didik belajar melalui
pengamatan terhadap peristiwa yang dialami. Penekanannya
mengamati sebelum menilai, menyimak suatu peristiwa dari berbagai
perspektif, dan selalu menyimak makna dari hal-hal yang diamati.
Dalam proses belajar, anak akan menggunakan pikiran dan

Page 9
perasaannya untuk membentuk opini/pendapat. Pendapatnya berupa
pertanyaan-pertanyaan bagaimana dan bagaimana peristiwa itu terjad.
c. Kutub Pemikiran/THINKING (Abstract Conceptualization/Tahap
konseptualisasi)
Tahap ketiga dalam peristiwa belajar peserta didik belajar melalui
pemikiran dan lebih terfokus pada analisis logis dari ide-ide,
perencanaan sistematis, dan pemahaman intelektual dari kejadian.
Peserta didik mulai berupaya mengkonsep terhadap objek
perhatiannya.
d. Kutub Tindakan/DOING (Active Experimentation/Eksperimentasi
aktif)
Tahap terakhir dalam peristiwa belajar peserta didik belajar melalui
tindakan, peserta didik mampu mengapikasikan konsep-konsep ke
dalam situasi nyata. Mulai cenderung kuat dalam segi kemampuan
melaksanakan tugas, berani mengambil resiko, dan mempengaruhi
orang lain melalui perbuatannya. Dalam proses belajar, peserta didik
akan menghargai keberhasilannya dalam menyelesaikan pekerjaan,
mampu menggunakan konsep dan teori untuk memecahkan
masalahnya

Tahap-tahap belajar pengalaman Kolb merupakan siklus yang


berkesinambungan dan berlangsung di luar kesadaran si belajar. Dalam
teorinya dapat dipisahkan garis tegas antara tahap satu dengan tahap
lainnya, namun dalam praktiknya proses peralihan dari tahap satu ke tahap
selanjutnya terjadi begitu saja tanpa disadari, sehingga sulit untuk
ditentukan waktu terjadinya tahap-tahap tersebut.
Menurut Kolb, tidak ada individu yang gaya belajarnya secara
mutlak didominasi oleh salah satu saja dari kutub tadi. Yang biasanya
terjadi adalah kombinasi dari dua kutub dan membentuk satu
kecenderungan atau orientasi belajar.

Page 10
Empat kutub Pengalaman belajar Kolb berkembang menjadi
terbentuknya empat kombinasi gaya belajar, kombinasi dari beberapa
kutub pengalaman belajar. Kombinasi gaya belajar tersebut adalah:
1. Gaya Diverger
Kombinasi dari feeling and watching. Tipe Diverger unggul dalam
melihat situasi kongkret dari banyak sudut pandang yang berbeda.
Pendekatannya pada setiap situasi adalah "mengamati" dan bukan
"bertindak". Peserta didik seperti ini menyukai tugas belajar yang
menuntutnya untuk menghasilkan ide-ide, teori-teori, dan konsep-
konsep. Segala sesuatu kejadian dikembalikan ke ide, teori, ataupun
konsep untuk menyelesaikannya.
2. Gaya Assimillator
Kombinasi dari thinking and watching. Peserta didik dengan tipe
Assimilator memiliki kelebihan dalam memahami berbagai sajian
informasi serta merangkumkannya dalam suatu format yang logis,
singkat, dan jelas. Dalam melakukan sesuatu atau memutuskan sesuatu
sangat berhati-hati dan penuh pertimbangan.
3. Gaya Converger
Kombinasi dari thinking and doing. Peserta didik dengan tipe
Converger unggul dalam menemukan fungsi praktis dari berbagai ide
dan teori. Biasanya mereka punya kemampuan yang baik dalam
pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Mereka juga
cenderung lebih menyukai tugas-tugas teknis (aplikatif) daripada
masalah sosial atau hubungan antar pribadi.
4. Gaya Accomodator
Kombinasi dari feeling and doing. Peserta didik dengan tipe
Accommodator memiliki kemampuan belajar yang baik dari hasil
pengalaman nyata yang dilakukannya sendiri. Mereka suka membuat
rencana dan melibatkan dirinya dalam berbagai pengalaman baru dan
menantang. Tipe ini beranggapan bahwa sesuatu yang baik dan
berguna apabila dapat dipraktekan dan bermanfaat bagi kehidupan.

Page 11
2. Bloom dan Krathwohl

Bloom dan Krathwohl adalah penganut aliran humanis yang lebih


menekankan perhatiannya pada apa yang mesti dikuasai oleh peserta didik
setelah melakukan peristiwa belajar. Hal yang mesti dikuasai peserta didik
adalah tujuan belajar. Bloom dan Krathwohl merangkum tujuan belajar
menjadi tiga kawasan yang dikenal dengan sebutan Taksonomi Bloom.
Kawasan Taksonomi Bloom adalah kawasan kognitif, afektif, dan
psikomotor.

a. Kawasan kognitif

Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak,


seperti pengetahuan dan keterampilan berpikir adalah termasuk dalam
ranah kognitif. Dalam kawasan kognitif itu terdapat enam tingkatan
proses berpikir peserta didik, mulai dari tingkat terendah sampai
tingkat yang tertinggi, meliputi:

Ev
alu
ati
on
Synthesis

Analysis

Application

Comprehension (Pemahaman)

Knowledge

Page 12
Gambar di atas menunjukkan tingkatan kognitif pada individu,
tingkat paling bawah (knowledge) sampai tingkat paling atas
(evaluation). Tingkatan bukan menjelaskan tentang pentingnya
kognitif, tetapi menjelaskan tahap yang dilalui. Tingkat paling bawah
harus dilalui apabila ingin menuju ke tingkat diatasnya.

1) Pengetahuan/knowledge (mengingat, menghafal)


2) Pemahaman/comprehension (menginterpretasikan)
3) Aplikasi/application (menggunakan konsep untuk memecahkan
masalah)
4) Sintesis/synthesis (menggabungkan bagian-bagian konsep
menjadi suatu konsep utuh)
5) Evaluasi/evaluation (membandingkan nilai-nilai, ide, dan metode)

Pada tahun 2001 kawasan kognitif diperbaiki dengan hasil perubahan


sebagai berikut:

Cr
ea
ti
ng
Evaluating

Analyzing

Applying

Understanding

Remembering

Perubahan tersebut merupakan hasil pemikrian dari Krathwohl yang


meliputi enam tingkatan, yaitu (1) remembering, (2) understanding,
(3) applying, (4) analyzing, (5) evaluating, (6) creating.

Page 13
b. Kawasan afektif

Kawasan ini mencakup segala sesuatu yang terkait dengan


emosi, misalnya perasaan, nilai, penghargaan, semangat, minat,
motivasi, dan sikap. Tingkatan kawasan afektif, sebagai berikut:

1) Pengenalan (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu)


2) Merespon (aktif berpartisipasi)
3) Penghargaan (menerima nilai-nilai)
4) Pengorganisasian (menghubung-hubungkan nilai-nilai yang
dipercayainya)
5) Pengamalan (menjadikan nilai-nilai sebagian dari pola hidupnya)

c. Kawasan psikomotor

Kawasan ini meliputi gerakan dan koordinasi jasmani,


keterampilan motorik dan kemampuan fisik. Tingkatan kawasan
psikomotor adalah sebagai berikut:

1) Peniruan (menirukan gerak)


2) Manipulasi (menggunakan konsep untuk melakukan gerak)
3) Ketepatan (melakukan gerak dengan benar)
4) Perangkaian (melakukan gerak sekaligus dengan benar)
5) Naturalisasi (melakukan gerak secara wajar)

3. Carl R. Rogers
Rogers adalah salah satu tokoh psikologi humanistik. Dalam teori
belajar, Roger kurang menaruh perhatian kepada mekanisme proses

Page 14
belajar, tetapi lebih menekankan pada bagaimana peserta didik
menghadapi masalah. Belajar yang sebenarnya tidak dapat berlangsung
apabila tidak ada keterlibatan intelektual maupun emosional peserta didik.
Belajar dan pembelajaran lebih bersifat manusiawi, pribadi, dan penuh
makna. Roger membedakan dua ciri belajar, yaitu: (1) belajar yang
bermakna, yaitu belajar yang melibatkan aspek pikiran dan perasaan
peserta didik. (2) belajar yang tidak bermakna, yaitu belajar yang
melibatkan aspek pikiran akan tetapi tidak melibatkan aspek perasaan
peserta didik.
Dengan demikian, peserta didik dapat belajar karena keinginan
untuk mengetahui dunianya. Peserta didik memilih sesuatu untuk
dipelajari, mengusahakan proses belajar dengan caranya sendiri, dan
menilainya sendiri tentang apakah proses belajarnya berhasil.
Belajar menurut Carl R. Rogers adalah untuk membimbing anak
kearah kebebasan, mengetahui apa yang baik dan yang buruk, dapat
melakukan pilihan tentang apa yang dilakukannya dengan penuh
tanggungjawab sebagai hasil belajar. Kebebasan itu hanya dapat di pelajari
dengan memberikan anak didik kebebasan sejak mulanya sejauh ia dapat
memikulnya sendiri, hal ini dilakukan dalam konteks belajar.
Menurut Roger, dalam teori humanisme pendidik berperan sebagai
fasilitator yang berperan aktif dalam: (1) membantu menciptakan iklim
kelas yang kondusif agar peserta didik bersikap positif terhadap belajar,
(2) membantu peserta didik untuk memperjelas tujuan belajarnya dan
memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk belajar, (3) membantu
peserta didik untuk memanfaatkan dorongan dan cita-cita mereka sebagai
kekuatan pendorong belajar, (4) menyediakan berbagai sumber belajar
kepada peserta didik, dan (5) menerima pertanyaan dan pendapat, serta
perasaan dari berbagai peserta didik sebagaimana adanya.
Rogers dalam bukunya “Freedom to Learn”, ia menunjukkan
sejumlah prinsip-prinsip belajar humanisme yang penting, diantaranya
adalah:

Page 15
1. Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami
2. Belajar yang signifikan terjadi apabila subject matter dirasakan peserta
didik mempunyai relevansi dengan maksud-maksudnya sendiri
3. Belajar yang menyangkut suatu perubahan di dalam persepsi
mengenai dirinya sendiri, diangggap mengancam dan cenderung untuk
ditolaknya
4. Tugas-tugas belajar yang mengancam diri adalah lebih mudah
dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu
semakin kecil
5. Apabila ancaman terhadap diri peserta didik rendah, pengalaman
dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan
terjadilah proses belajar
6. Belajar yang bermakna diperoleh peserta didik dengan melakukannya
7. Belajar diperlancar bilamana peserta didik dilibatkan dalam proses
belajar dan ikut bertanggung jawab terhadap proses belajar itu.
Carl R. Rogers mengutarakan pendapat tentang prinsip-prinsip
belajar yang humanis, yang meliputi hasrat untuk belajar, belajar yang
berarti, belajar tanpa ancaman, belajar atas inisiatif sendiri, dan belajar
untuk perubahan. Gagasan Rogers mengenai prinsip-prinsip belajar yang
humanisme itu meliputi :
1. Hasrat untuk belajar
Menurut Rogers manusia itu mempunyai hasrat alami untuk
belajar. Hal ini dibuktikan dengan rasa keingin tahuan anak
mengeksplorasi lingkungannya. Dorongan ingin tahu untuk belajar ini
merupakan asumsi dasar pendidikan yang humanis. Di dalam kelas
yang humanis peserta didik diberi kebebasan untuk memuaskan
dorongan ingin tahunya, untuk memenuhi minatnya dan untuk
menemukan apa yang penting dan berarti tentang dunia disekitarnya.
2. Belajar yang berarti
Prinsip kedua ini adalah belajar yang berarti, yang mempunyai
makna. Hal ini terjadi apabila yang dipelajari relevan dengan

Page 16
kebutuhan dan maksud anak. Anak akan belajar dengan cepat apabila
yang dipelajari itu mempunyai arti baginya.
3. Belajar tanpa ancaman
Menurut Rogers, belajar itu mudah dilakukan dan hasilnya
dapat disimpan dengan baik apabila berlangsung dalam lingkungan
yang bebas ancaman. Proses belajar berjalan dengan lancar apabila
peserta didik dapat menguji kemampuannya, dapat mencoba
pengalaman-pengalaman baru atau membuat kesalahan-kesalahan
tanpa mendapat kecaman yang biasanya menyinggung perasaan.
4. Belajar atas inisiatif sendiri
Menurut Rogers, peserta didik mampu memilih arah
belajarnya sendiri agar dapat belajar bagaimana caranya belajar (to
learn how to learn). Mencari dan menemukan sumber, merumuskan
masalah, menguji praduga dan menilai hasil dianggap lebih penting
daripada sekedar menguasai materi pelajaran. Belajar atas inisiatif
sendiri itu memusatkan perhatian peserta didik baik pada proses
maupun terhadap hasil belajar.
5. Belajar dan perubahan
Prinsip terakhir yang dikemukakan oleh Rogers ialah bahwa
belajar yang paling bermanfaat itu ialah belajar tentang proses belajar.
Peserta didik yang mampu belajar sesuai dengan perubahan jaman,
sesuai dengan lingkungan yang sedang berubah maka peserta didik
mampu membekali diri dan lingkungan untuk tujuan belajar.

C. Penerapan Teori Belajar Humanisme dalam Model Pembelajaran

Teori Humanisme terlihat sulit diterapkan dalam konteks yang lebih


praktis. Teori ini dianggap lebih dekat dengan bidang filsafat dan teori
kepribadian dari pada bidang pendidikan, sehingga sukar menerjemahkannya
ke dalam langkah-langkah yang lebih konkret dan praktis, namun karena
sifatnya yang ideal, yaitu memanusiakan manusia, oleh karena itu teori

Page 17
humanisme mampu memberikan arah terhadap semua komponen
pembelajaran untuk mendukung tercapainya tujuan tersebut.
Semua komponen pendidikan termasuk tujuan pendidikan diarahkan
pada terbentuknya manusia yang ideal, manusia yang dicita-citakan, yaitu
manusia yang mampu mencapai aktualisasi diri. Untuk itu, sangat perlu
diperhatikan bagaimana perkembangan peserta didik dalam
mengaktualisasikan dirinya, pemahaman terhadap dirinya, serta realisasi diri.
Pengalaman emosional dan karakteristik khusus individu dalam belajar perlu
diperhatikan oleh pendidik dalam merencanakan pembelajaran. Karena
seorang akan dapat belajar dengan baik jika mempunyai pengertian tentang
dirinya sendiri dan dapat membuat pilihan-pilihan secara bebas ke arah mana
ia akan berkembang. Dengan demikian teori humanisme mampu menjelaskan
bagaimana tujuan yang ideal tersebut dapat dicapai.
Dalam teori ini peserta didik berperan sebagai pelaku utama (student
center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Ketika peserta
didik memahami potensi diri, diharapkan peserta didik dapat
mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi
diri yang bersifat negatif. Tujuan pembelajaran lebih kepada proses
belajarnya dari pada hasil belajar. Sedangkan, proses umumnya dilalui adalah
sebagai berikut :
1. Merumuskan tujuan belajar yang jelas
2. Mengusahakan partisipasi aktif peserta didik melalui kontrak belajar yang
bersifat jelas, jujur dan positif.
3. Mendorong peserta didik untuk mengembangkan kesanggupan peserta
didik untuk belajar atas inisiatif sendiri.
4. Mendorong peserta didik untuk peka berpikir kritis, memaknai proses
pembelajaran secara aktif.
5. Peserta didik didorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih
pilihannya, melakukan apa yang diinginkan, dan menanggung risiko
perilaku yang ditunjukkan.

Page 18
6. Pendidik menerima peserta didik apa adanya, berusaha memahami jalan
pikiran peserta didik, tidak menilai secara normatif, tetapi mendorong
peserta didik untuk bertanggung jawab atas segala risiko proses proses
belajarnya.
7. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya.
8. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi
peserta didik.
Pada teori Humanistik peran guru sebagai fasilitator yaitu mempunyai
peran yang sangat penting yaitu:
1. Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal,
situasi kelompok, atau pengalaman kelas
2. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan
perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat
umum
3. Guru mengatur dan menyediakan sumber-sumber belajar yang paling luas
dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk mencapai tujuan.
4. Guru menempatkan dirinya sendiri sebagai sumber yang fleksibel untuk
dapat dimanfaatkan kelompok
5. Didalam menanggapi ungkapan-ungkapan didalam kelompok kelas, guru
menerima dengan baik isi yang bersifat intelektual dan sikap serta
perasaan dengan cara tanggapan yang sesuai
6. Apabila kondisi kelas sudah kondusif, guru berangsur-angsur dapat
berperan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi sebagai anggota
kelompok, dan turut menyatakan pandangannya sebagai individu seperti
siswa yang lainnya.

Page 19
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. 2007. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta


Ali, Nashir. 1987. Jalan Memintas dalam Mendidik. Jakarta: Balai Pustaka.
Asri Budiningsih, 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Dalyono, M. 1997. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Dimyati, Mahmud. M. 1989. Psikologi Pendidikan. Houston: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan
Jakarta
Eka Izzaty, Eka, dkk. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta: UNY
Press.
Heri Rahyubi, 2012. Teori-teori Belajar dan Aplikasi Pembelajaran Motorik
Deskripsi dan Tinjauan Kritis, Majalengka: Nusa Media.
Nasution, S., 2009. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Muhammad Thabroni & Arif Mustofa. 2011.Belajar dan Pembelajaran.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Pribadi, Benny A. 2009. Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian
Karya.
Sadulloh, Uyo. 2003. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Slavin, R.E., 1991. Educational Psychology. Third edition. New York : Allyn &
Bacon.
Soemanto, Westy. 2006. Psikologi Pendidikan Landasan Kerja Pemimpin
Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
Suhartono, Suparlan. 2008. Filsafat Ilmu Pengetahuan Persoalan Eksistensi dan
Hakikat Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Page 20

Anda mungkin juga menyukai