Anda di halaman 1dari 12

ANALISIS KEGIATAN TEORI PEMBELAJARAN

PSIKOLOGIS HUMANISTIK

OLEH

KELOMPOK VI

ROHIMA ( 8156122026 )

NUR AFNI ( 8156122023 )

M. AJAN RITONGA ( 8156122021 )

KELAS/JURUSAN : B-1 / TEKNOLOGI PENDIDIKAN

MATA KULIAH : TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

DOSEN : Dr. R. MURSID, M.Pd

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2015
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Belajar bukan hanya menghafal dan bukan pula mengingat, tetapi belajar adalah suatu proses
perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya. Perubahan sebagai hasil
proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk, seperti perubahan pengetahuan, sikap
dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kemampuan, daya reaksi dan daya penerima.
Dalam satu pembelajaran juga perlu didukung oleh adanya suatu teori belajar. Salah satu
teori belajar yaitu teori humanistik. Teori humanistik menyatakan bahwa bagian terpenting
dalam proses pembelajaran adalah unsur manusia. Humanistik lebih melihat pada sisi
perkembangan kepribadian manusia.
Selain teori behavioristik dan teori kognitif, teori humanistik juga perlu untuk dipahami.
Menurut teori humanistik, proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan
memanusiakan manusia itu sendiri. Teori humanistik sangat mementingkan isi yang dipelajari
daripada proses belajar itu sendiri. Teori belajar ini lebih banyak berbicara tentang konsep-
konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang dicita-citakan, serta tentang proses belajar
dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada pemahaman
tentang proses belajar sebagaimana apa adanya, seperti yang selama ini dikaji oleh teori-teori
belajar lainnya.

1.2 Rumusan
1. Apakah pengertian teori belajar humanistik?
2. Bagaimana pandangan beberapa tokoh terhadap teori belajar humanistik?
3. Bagaimana penerapan teori belajar humanistik dalam kegiatan pembelajaran?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian teori belajar humanistik?
2. Mengetahui pandangan beberapa tokoh terhadap teori belajar humanistik?
3. Mengetahui penerapan teori belajar humanistik dalam kegiatan pembelajaran?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Teori Belajar Humanistik


Humanistik lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia. Pendekatan ini
melihat kejadian, yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang
positif. Kemampuan positif erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang terdapat
dalam domain efektif. Dalam teori belajar humanistik proses belajar harus berhulu dan bermuara
pada manusia itu sendiri. Tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia itu sendiri dan
proses belajar dianggap berhasil jika si pebelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri.
Teori ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut
pandang pengamatannya. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia pun
mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya.
Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya yaitu
membantu masing-masing individu untuk mengenali diri mereka sendiri sebagai manusia yang
unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Dalam pelaksanaannya, teori humanistik ini antara lain tampak juga dalam pendekatan
belajar yang dikemukakan oleh Ausubel. Pandangannya tentang belajar bermakna atau
“Meaningful Learning” yang juga tergolong dalam aliran kognitif ini, mengatakan bahwa belajar
merupakan asimilasi berrmakna. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan
pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Faktor motivasi dan pengalaman emosional sangat
penting dalam peristiwa belajar, sebab tanpa motivasi dan keinginan dari pihak si belajar, maka
tidak akan terjadi asimilasi pengetahuan baru kedalam struktur kognitif yang telah dimilikinya.
Teori humanistik berpendapat bahwa teori belajar apapun dapat dimanfaatkan, asal tujuannya
untuk memanusiakan manusia yaitu mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi
diri orang yang belajar secara optimal.
2.2 Tokoh-tokoh Teori Belajar Humanistik
Tokoh penting dalam teori belajar humanistik antara lain adalah :
1. Abraham Maslow
Maslow (1968, 1970) meyakini bahwa tindakan disatukan oleh pengarahan yang ditujukan
untuk mencapai tujuan. Perilaku bisa menunjukkan beberapa fungsi secara berkesinambungan.
Maslow merasa bahwa teori pengkondisian tidak menangkap kompleksitas perilaku manusia.

Teori maslow didasarkan pada asumsi bahwa didalam diri individu ada dua hal, yaitu:
a. Suatu usaha yang positif untuk berkembang
b. Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu

Kebanyakan tindakan manusia menampilkan usaha untuk memuaskan kebutuhan (kebutuhan


hierarki). Kebutuhan ditingkatan yang lebih rendah harus dipuaskan secara cukup sebelum
kebutuhan diurutan yang lebih tinggi bisa memengaruhi perilaku. Hierarki kebutuhan Maslow
seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini.

Self
actuali
zation
needs

Esteem needs

Love needs / Belonging


needs
Safety needs

Physiological needs

Pada diri masing-masing orang mempunyai perasaan takut seperti takut untuk berusaha atau
berkembang, takut untuk mengambil kesempatan dan lain sebagainya. Akan tetapi, disisi lain
seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju kearah keutuhan, keunikan diri, juga kearah
berfungsinya semua kemampuan, kearah kepercayaan diri menghadapi dunia luar, dan pada saat
itu juga ia dapat menerima diri sendiri.
Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia. Bila seseorang telah telah dapat
memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan
kebutuhan yang terletak diatasnya, ialah kebutuhan mendapatkan rasa aman dan seterusnya.
Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi penting yang harus
diperhatikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan
motivasi belajar tidak mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.
Hierarki Maslow merupakan bimbingan umum untuk yang berguna untuk memahami
perilaku. Hierarki Maslow dapat membantu guru memahami siswa dan menciptakan sebuah
lingkungan untuk memperkuat pembelajaran. Tidaklah realistis mengharapkan siswa
menunjukkan minat pada aktivitas kelas jika mereka memiliki defisiensi fisiologi atau
keamanan.

2. Carl Rogers
Rogers (1969; Rogers & Frieberg, 1994) membahas pendidikan dalam bukunya Freedom to
Learn. Pembelajaran yang bermakna dan dialami memiliki kaitan dengan keutuhan seseorang,
memiliki keterlibatan personal (melibatkan kognisi dan perasaan pembelajaran), diawali oleh diri
sendiri (dorongan untuk belajar berasal dari dalam diri), meresap (memengaruhi perilaku, sikap,
dan kepribadian pembelajar), dan dievaluasi oleh siswa (mengacu pada apakah hal ini memenuhi
kebutuhan atau membawa pada tujuan). Pembelajaran yang penuh makna berbeda dengan
pembelajaran tanpa makna, yang tidak membuat siswa menyatu dengan pembelajarannya,
diawali oleh orang lain, tidak memengaruhi beragam aspek dalam diri pembelajaran, dan tidak
dievaluasi oleh siswa mengacu pada apakah hal itu memenuhi kebutuhan mereka.
Siswa menganggap pembelajaran yang bermakna sebagai sesuatu yang berkaitan karena
mereka percaya hal ini akan meningkatkan diri mereka secara pribadi. Belajar membutuhkan
partisipasi aktif yang digabungkan dengan kritik terhadap diri dan evaluasi diri yang dilakukan
siswa dan keyakinan bahwa belajar itu penting. Ketimbang menyampaikan pelajaran, tugas
utama guru ialah bertindak sebagai fasilitator yang membangun iklim diruangan kelas yang
berorientasi pada pentingnya pembelajaran dan membantu siswa memperjelas tujuan mereka.
Fasilitator menyusun sumber-sumber yang bisa digunakan untuk memenuhikebutuhan mereka
sehingga pembelajaran bisa terjadi dan, karena mereka adalah sumber, bagilah perasaan dan
pikiran mereka dengan siswa.
Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu:
a. Kognitif (kebermaknaan)
b. Experiential (Pengalaman atau signifikan)

Guru menghubungkan pengetahuan akademik ke dalam pengetahuan terpakai. Seperti


mempelajari mesin dengan tujuan untuk memperbaiki mobil. Experiential Learning menunjuk
pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas belajar Experiential Learning
mencakup keterlibatan siswa secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh siswa sendiri, dan adanya
efek yang membekas pada siswa.
Menurut Rogers, yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah guru perlu
memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran yaitu:
a. Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar.
b. Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya.
c. Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru
sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
d. Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.

Prinsip humanistik sangat berkaitan dengan kelas. Beberapa prinsip penting yang bisa
dibangun kedalam tujuan pengajaran dan pelatihan yaitu:
a. Menunjukkan pengakuan positif pada siswa.
b. Memisahkan siswa dari tindakan mereka
c. Mendorong pertumbuhan pribadi dengan memberikan pilihan dan kesempatan bagi
siswa.
d. Membantu pembelajaran dengan memberikan sumber dan dorongan.

Teori Rogers merupakan penerapan psikoterapi yang luas. Fokus untuk membantu orang-
orang berusaha dalam menentang dan memaksimalkan potensi mereka merupakan hal yang
penting untuk motivasi dan pembelajaran.

3. Arthur Combs
Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967), mereka mencurahkan banyak perhatian pada
dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering digunakan.
Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak
disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa Matematika atau Sejarah
bukan karena bodoh, melainkan karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya
tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain
hanyalah ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan
kepuasan baginya.
Oleh sebab itu, guru harus memahami perilaku siswa dengan mencoba memahami dunia
persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin mengubah perilakunya, guru harus berusaha
mengubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang
dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi
bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana
mestinya. Padahal, arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Dengan demikian, yang
penting ialah bagaimana membawa siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi
pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya.
Combs memberikan lukisan persepsi diri dan dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar
dan kecil) yang bertitik pusat pada satu.
a. Lingkaran kecil adalah gambaran dari persepsi diri;
b. Lingkungan besar adalah persepsi dunia.

Semakin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri, semakin berkurang pengaruhnya
terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, semakin
mudah hal itu terlupakan.

2.3 Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Humanistik


kelebihan teori belajar humanistik yaitu, teori ini cocok untuk diterapkan dalam materi
pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan
analisis terhadap fenomena sosial. Indikator keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa
senang bergairah, berinisiatif dalam belajar, dan terjadi perubahan pola piker, perilaku, serta
sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, tidak terikat oleh
pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggung jawab tanpa
mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin, atau etika yang
berlaku.
Adapun kekurangan teori humanistik, yaitu siswa yang tidak aktif dan malas belajar
akan merugikan diri sendiri dalam proses belajar, dan siswa yang tidak mau memahami
potensi dirinya akan ketinggalan dalam proses belajar

2.4 Aplikasi Teori Humanistik dalam Pembelajaran


Kegiatan pembelajaran yang dirancang secara sistematis, tahap demi tahap secara ketat,
sebagaimana tujuan-tujuan pembelajaran yang telah dinyatakan secara eksplisit dan dapat diukur,
kondisi belajar yang diatur dan ditentukan, serta pengalaman-pengalaman belajar yang dipilih
untuk siswa, mungkin saja berguna bagi guru tetapi tidak berarti bagi siswa (Rogers dalam
Snelbecker, 1974). Hal ini tidak sejalan dengan teori humanistik. Menurut teori ini, agar belajar
bermakna bagi siswa, diperlukan inisiatif dan keterlibatan penuh dari siswa sendiri. Maka siswa
akan mengalami belajar eksperensial. Dalam prakteknya teori ini cenderung mengarahkan siswa
untuk berfikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa
secara aktif dalam proses belajar.
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran
yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik
adalah menjadi fasilitator bagi para siswa, sedangkan guru memberikan motivasi, keasadaran
mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada
siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman
belajarnya sendiri. Ketika siswa memahami potensi diri, diharapkan siswa dapat
mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat
negatif. Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya dari pada hasil belajarnya.
Sedangkan, proses yang umumnya dilalui adalah sebagai berikut.
1. Merumuskan tujuan belajar yang jelas.
2. Mengusahakan pasrtisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas, jujur,
dan positif.
3. Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif
sendiri.
4. Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara
mandiri.
5. Siswa didorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya, melakukan
apa yang diinginkan, dan menanggung resiko perilaku yang ditunjukkan.
6. Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai
secara normatif, tetapi mendorong siswa untuk bertanggung jawab atas segala resiko
perbuatan atau proses belajarnya.
7. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya.
8. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa.

2.4 Implikasi Teori Belajar Humanistik


1. Guru sebagai fasilitator
Psikologi humanistik member perhatian atas guru sebagai fasilitator yang berikut ini adalah
berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas fasilitator. Cara ini
merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa petunjuk berikut ini.
a. Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi
kelompok, atau pengalaman kelas
b. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di
dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
2. Guru mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-
tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam
belajar yang bermakna tadi.
3. Guru mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas
dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
4. Guru menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat
dimanfaatkan oleh kelompok.
5. Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi
yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan
cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok.
6. Bila cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan
sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut
menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.
7. Guru mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya
dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi
yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa.
8. Guru harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan
yang dalam dan kuat selama belajar.
9. Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba mengenali dan
menerima keterbatasan-keterbatasan dirinya.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dalam teori belajar humanistik proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu
sendiri. Tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia dan proses belajar dianggap
berhasil jika si pebelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Tujuan utama para
pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya yaitu membantu masing-
masing individu untuk mengenali diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu
dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Tokoh penting dalam teori belajar humanistik antara lain yaitu Abraham Maslow yang
menekankan pada motivasi untuk mengembangkan potensi seseorang secara penuh, Carl Rogers
yang membahas pembelajaran dan pengajaran, dan Arthur Combs yang menyatakan guru harus
memahami perilaku siswa apabila ingin mengubah perilakunya.
Dalam pelaksanaannya, teori humanistik ini antara lain tampak juga dalam pendekatan
belajar yang dikemukakan oleh Ausubel yang mengatakan bahwa belajar merupakan asimilasi
berrmakna. Agar belajar bermakna bagi siswa, diperlukan inisiatif dan keterlibatan penuh dari
siswa sendiri. Maka siswa akan mengalami belajar eksperensial. Dalam prakteknya teori ini
cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir induktif, mementingkan pengalaman, serta
membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar.
Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa,
sedangkan guru memberikan motivasi, keasadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan
siswa.
DAFTAR PUSTAKA

Budiningsih, A. 2008. Belajar dab Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Dale H. Schunk. 2012. Learning Theories An Educational Perspective Teori-teori


Pembelajaran : Perspektif Pendidikan. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

M. Thobroni. 2015. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta. Ar-ruzz media

Http://www.perpustakaan-online.blogspot.com/2008/04/teori-belajar-humanistik.html

Anda mungkin juga menyukai