Anda di halaman 1dari 9

NAMA: SAHDILA PUTRI

NIM: 1203151065
TR 2 TEKNIK KONSELING

A. HUMANISTIK
a. Pengertian Teori Belajar Humanistik

Dalam teori belajar humanistik proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu
sendiri. Meskipun teori ini sangat menekankan pentingnya isi dari proses belajar, dalam
kenyataan teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam
bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam
bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya, seperti apa yang bisa kita amati
dalam dunia keseharian. Teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuan untuk “memanusiakan
manusia” (mencapai aktualisasi diri dan sebagainya) dapat tercapai.

Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat
laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha
memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang
pengamatnya.
Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu
membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang
unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Teori
humanistik sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian ilmu filsafat, kepribadian
dan psikoterapi daripada bidang kajian-kajian psikologi dalam belajar. Teori ini sangat
mementingkan obyek yang dipelajari dari pada proses belajar tersebut. Teori humanistik ini lebih
banyak membahas tentang konsep-konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang dicita-
citakan, dan mengenai proses belajar dalam bentuk yang terbaik. Atau bisa dikatakan bahwa
teori ini lebih tertarik pada pengertian belajar dalam bentuknya yang paling sempurna dari pada
pemahaman mengenai proses belajar seperti yang selama ini telah dikaji berdasarkan teori-teori
belajar. Di dalam pelaksanaannya, teori ini terlihat juga dalam pendekatan belajar yang
dikemukakan oleh Ausubel. Dia berpandangan bahwa belajar bermakna atau yang juga tergolong
dalam aliran kognitif yang mengatakan bahwa belajar adalah asimilasi penuh makna. Materi
pelajaran diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang sudah dimiliki.Motivasi dan
pengalaman emosional sangat penting dalam proses belajar, karena tanpa motivasi dan keinginan
dari pihak pelajar, tidak akan terjadi asimilasi pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang
sudah ada.

b. Tokoh-Tokoh Teori Belajar Humanistik

Tokoh penting dalam teori belajar humanistik secara teoritik antara lain adalah:

1. Arthur Combs (1912-1999)

Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak perhatian pada dunia
pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering digunakan. Belajar
terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai
atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan
karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan
penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dari
ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan
baginya.

Untuk itu guru harus memahami perlaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa
tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan
atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs
berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar
apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah
menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si siswa
untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya
dengan kehidupannya.

Combs memberikan lukisan persepsi diri dan dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan
kecil) yang bertitik pusat pada satu. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan
lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri
makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit
hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.

2. Maslow

Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal :

 suatu usaha yang positif untuk berkembang


 kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.

Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan
yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut
seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut
membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga
memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya
semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia
dapat menerima diri sendiri.

Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang
telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat
menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan ras aman dan
seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting
yang harus diperharikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa
perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum
terpenuhi.
3. Carl Rogers

Carl Rogers lahir 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinois Chicago, sebagai anak keempat dari enam
bersaudara. Semula Rogers menekuni bidang agama tetapi akhirnya pindah ke bidang psikologi.
Ia mempelajari psikologi klinis di Universitas Columbia dan mendapat gelar Ph.D pada tahun
1931, sebelumnya ia telah merintis kerja klinis di Rochester Society untuk mencegah kekerasan
pada anak. Gelar profesor diterima di Ohio State tahun 1960. Tahun 1942, ia menulis buku
pertamanya, Counseling and Psychotherapy dan secara bertahap mengembangkan konsep
Client-Centerd Therapy. Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu:

1. Kognitif (kebermaknaan)
2. Experiential ( pengalaman atau signifikansi)

Guru menghubungan pengetahuan akademik ke dalam pengetahuan terpakai seperti


memperlajari mesin dengan tujuan untuk memperbaikai mobil. Experiential Learning menunjuk
pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas belajar experiential learning
mencakup : keterlibatan siswa secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh siswa sendiri, dan
adanya efek yang membekas pada siswa. Menurut Rogers yang terpenting dalam proses
pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran,
yaitu:

1. Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus
belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
2. Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan
pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna
bagi siswa.
3. Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru
sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
4. Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.

4.Kolb

Menurut Kolb dikutip dari UNI, 2008:15 (Thobroni, Muhammad dan Alif Mustofa, 2011: 159-
160) membagi tahapan belajar menjadi empat tahap, yaitu sebagai berikut:

1. Tahap pengalaman konkret

Pada tahap paling dini dalam proses belajarm seorang siswa hanya mampu sekedar ikut
mengalami suatu kejadian. Dia belum mampu memiliki kesadaraan tentang hakikat kejadian
tersebut. Dia pun belum mengerti bagaimana dan mengapa suatu kejadian harus terjadi seperti
itu.

1. Pengalaman aktif dan reflektif

Pada tahap kedua, siswa mulai mampu mengadakan observasi terhadap suatu kejadian dan mulai
berusaha memikirkan dan memahaminya.
1. Konsepualisasi

Pada tahap ketiga, siswa mulai belajar membuat abstraksi atau teori tentang suatu hal yang
pernah diamatinya. Siswa diharapkan mampu membuat aturan-aturan umum (generalisasi) dari
berbagai contoh kejadian yang meskipun tampak berbeda-beda mempunyai aturan yang sama.

1. Eksperimentasi aktif

Pada tahap akhir, siswa mampu mengaplikasi suatu aturan umum ke situasi yang baru. Misalnya,
dalam matematika, asal-usul sebuah rumus. Akan tetapi, ia juga mampu memaknai rumus
tersebut untuk memecahkan masalah yang belum pernah ia temui sebelumnya. Menurut kolb,
sistem belajar semacam ini terjadi secara berkesinambungan dan berlangsung tanpa disadari
siswa.
c. Implikasi Teori Belajar Humanistik

1. Guru sebagai fasilitator, Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai
fasilitator yang berikut ini adalah sebagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan
berkualitas fasilitator.
2. Guru mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan
tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya sebagai kekuatan pendorong yang
tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
3. Guru mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling
luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
2. Guru menempatkan dirinya sebgai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat
dimanfaatkan oleh kelompok
3. Guru mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasannya dan juga
pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksanakan tetapi sebagi
andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa.

d. Aplikasi Teori Belajar Humanistik

Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang
mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah
menjadi fasilitator bagi para peserta didik sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran
mengenai makna belajar dalam kehidupan peserta didik. Guru memfasilitasi pengalaman belajar
kepada peserta didik dan mendampingi peserta didik untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
(Sumanto, 1998: 235)
B. KONSTRUKTIVISTIK

a. Pengertian Teori Belajar Konstruktivistik

Menurut faham konstruktivistik pengetahuan merupakan konstruksi (bentuk) dari orang


yang mengenal sesuatu. Konstruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat
pendidikan. Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya
modern. Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konseptual yaitu
bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit.

Menurut Tran Vui, Konstruktivisme adalah suatu filsafat belajar yang dibangun atas
anggapan bahwa dengan memfreksikan pengalaman-pengalaman sendiri. Sedangkan teori
konstruktivisme adalah teori yang memberikan kebenaran terhadap manusia yang ingin belajar
atau mencari kebutuhannya tersebut dengan bantuan fasilitas orang lain. Yang terpenting dalam
teori konstruktivistik adalah bahwa dalam proses pembelajaran siswalah yang harus
mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka,
bukannya guru atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya.
Kreativitas dan keaktifan akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif
siswa (Suparno, 1997 :81)

Dari beberapa pandangan diatas dapat kami simpulkan, bahwa teori ini memberikan
keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau
teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna membangun dirinya sendiri.

b. Tokoh Teori Belajar Konstruktivistik


Dalam teori belajar konstruktivistik ini, tokoh yang berperan adalah Pieget dan Vygotsky.
Menurut Pieget ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dangan kegiatan
asimilasi dan akomodasi. Menurutnya siswa mengkonstruksi pengetahuan dan informasi serta
menekan seorang guru memberi sebuah dukungan bagi siswa untuk mengeksplorasi dan
membimbing ketimbang sebagai pengatur dan pembentuk pembelajaran siswa.
Menurut Vygotsky seorang siswa mengkonstruksi pengetahuan melalui interaksi sosial
dengan orang lain. Isi dari pengetahuan tersebut dipengaruhi oleh lingkungan dan kebiasaan
mereka. Dan seorang guru harus banyak menciptakan kesempatan bagi siswa untuk belajar
dengan teman sebaya dan guru dalam mengkonstruksi pengetahuan bersama.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran konstruktivistik, yaitu:


1. Mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam konteks yang relevan.
2. Mengutamakan proses.
3. Menanamkan pembelajaran dalam konteks pengalaman sosial.
4. Menanamkan pembalajaran dalam upaya mengkonstruksi mengalaman.

Ciri-ciri teori balajar konstruktivistik


1. Memberi peluang kepada siswa untuk membina pengetahuan baru.
2. Menggalakkan ide yang timbul dari siswa untuk digunakan sebagai panduan merancang
pengajaran.
3. Menerima daya usaha siswa.
4. Dapat mangaji bagaimana siswa belajar menemukan ide.
5. Membina siswa untuk dapat berdialog dengan sesama siswa dan guru.
Prinsip-prinsip Teori Belajar Konstruktivistik
1. Pengetahuan dibangun dan dikembangkan oleh siswa.
2. Pengetahuan tidak dapat dipindah dari guru ke siswa, kecuali hanya dengan keaktifan siswa
sendiri untuk menalar.
3. Siswa aktif mengkonstruksi secara terus-menerus.
4. Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi berjalan lancar.
5. Mencari dan menilai pendapat siswa.

Anda mungkin juga menyukai