Melanjutkan pembahasan tentang teori belajar. Setelah kita membahas teori belajar behavioristik,
teori belajar konstruktivistik, dan yang terakhir adalah teori belajar kognitif. Maka tulisan kali ini
kita membahas tentang teori belajar humanistik dan penerapannya dalam pembelajaran.
Selain teori belajar behavioristik, kontruktivistik, teori kognitif teori belajar humanistik juga
penting untuk dipahami. Menurut teori humanistik proses belajar harus dimulai dan ditujukan
untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, teori belajar humanistik
sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori kepribadian, den
psychotherapy, daripada bidang kajian psikologi belajar. Teori belajar ini lebih tertarik pada
pengertian belajar dalam bentuknya yang paling ideal daripada pemahaman tentang proses
belajar sebagaimana apa adanya, seperti yang selama ini dikaji oleh teori-teori belajar lain.
Dari beberapa teori belajar, secara aplikatif mungkin kita sudah menerapkan salah satunya
bahkan semuanya tanpa kita sadari. Sehingga kita perlu menguraikan kembali tentang salah satu
teori belajar ini, yaitu teori belajar Humanistik. Dibawah ini akan kita bahas beserta
penerapannya, agar kita mendapat gambaran yang komprehensif tentang apa yang telah kita
lakukan dalam pembelajaran.
Teori belajar Humanistik memandang bahwa perilaku manusia ditentukan oleh dirinya sendiri,
oleh faktor internal dirinya dan bukan pengetahuan ataupun kondisi lingkungannya. William C.
Crain menyebut paham ini dengan istilah preformasinisme, yaitu suatu paham yang meyakini
bahwa perkembangan manusia sudah ditentukan oleh suatu zat yang ada dalam plasma sel sejak
masa konsepsi.
Menurut teori belajar humanistik, aktualisasi diri merupakan puncak perkembangan individu. Ia
mampu mengembangkan potensinya dan merasa dirinya utuh, bermakna dan berfungsi (fully
functioning person). Kebermaknaan perwujudan dirinya itu bukan saja dirasakan oleh dirinya
sendiri, tetapi juga oleh lingkungan sekitarnya.
Teori belajar humanistik ini yakin bahwa motivasi belajar harus datang dari dalam diri individu.
Bahkan aliran ini mengabaikan faktor intelektual dan emosional. Menurutnya, kedua faktor
tersebut tidak terlibat dalam di dalam proses belajar.
Lebih lanjut menurut teori ini, proses belajar yang bermakna adalah belajar yang melibatkan
pengalaman langsung, berpikir dan merasakan, atas kehendak sendiri dan melibatkna seluruh
pribadi peserta didik. Hasil belajar harus dirasakan oleh individu. Ia menyadari terjadinya hasil
belajar dan bahkan mampu menilainya. Belajar yang bermakna tidak lain hanyalah belajar yang
dapat memenuhi kebutuhan nyata individu.
Pada intinya teori humanistik berpendapat bahwa teori belajar apapun itu teori belajar
behavioristik, konstruktivistik, ataupun kognitif, asalkan tujuannya untuk memanusiakan
manusia yaitu untuk mencapai aktualisasi diri manusia, pemahaman diri. Serta realisasi diri
orang yang belajar secara optimal maka teori itu dapat dimanfaatkan. Sehingga pemahaman
apapun terhadap belajar asalkan tujuannya untuk memanusiakan manusia maka dapat diidealkan
menjadi teori belajar humanistik.
1. Abraham Maslow
Manusia akan mencari peluang lain untuk menutupi kebutuhannya. Lebih lanjut menurut
Maslow, puncak pemenuhan kebutuhan sekaligus sebagai ukuran keberhasilan individu ialah
berhasil dalam mengaktualisasikan diri dalam dunianya.
2. Carl Rogers
Rogers memandang manusia sebagai makhluk yang rasional, realistis, sosialis, dan ingin maju.
Baginya, manusia merupakan makhluk yang punya potensi untuk tumbuh dan actual, sehingga
memiliki martabat yang tinggi. Pada intinya, Rogers menempatkan manusia secara manusiawi
pada martabat kemanusiaannya.
Rogers berpendapat bahwa guru merupakan fasilitator terjadinya pemahaman (insight) atas
sesuatu oleh peserta didik. Dalam membimbing peserta didik itu sendiri perlu diberi kebebasan.
Sehngga teorinya menghasilkan sebuah prinsip belajar , yani prinsip learning to be free, yang
mengonsepsikan pembelajaran sebagai upaya becoming a person, freedom to be dan courage to
be. Menurutnya, pembelajaran yang berbasis to be free akan membuat peserta didik berupaya
untuk menjadi lebih otonom, spontan dan yakin akan dirinya sendiri.
3. Arthur Combs
Arthur mengemukakan bahwa belajarakan terjadi apabila mempunyai arti bagi seorang individu.
Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan
peserta didiknya. Ketika muncul perlawanan, hal itu sebenarnya merupakan bentuk perilaku
buruk yang mencerminkan ketidakmauan seseorang untuk mempelajari hal yang bukan
minatnya, karena sama saja dengan melakukan sesuatu yang baginya tidak mendatangkan
kebutuhan atau bahkan kepuasan.
Untuk memhami tentang tingkah laku manusia, yang penting adalah paham bagaimana dunia ini
dilihat dari sudut pandangnya. Pernyataan seperti ini merupakan salah satu dari pandangan
humanistik mengenai perasaan, persepsi, kepercayaan, dan tujuan tingkah laku “dari
dalam” (inner) yang membuat seseorang berbeda dengan yang lain
4. David Kolb
Kolb juga merupakan seorang ahli yang menganut aliran humanistik. Dia memberi tahap-tahap
biar menjadi 4 bagian yaitu, tahap pengalaman konkret, tahap pengamatan aktif dan reflektif,
tahap konseptualisasi, dan tahap eksperimentasi aktif. Ke empat tahap ini akan kita bahas
kemudian.
Pandangan mereka berdua tentang belajar diilhami oleh pandangan kolb mengenai 4 tahapan
belajar. Honey dan mumford menggolongkan orang yang belajar ke dalam 4 macam golongan
yaitu kelompok aktivis, golongan reduktor, kelompok teoritis, dan golongan pragmatis. Keempat
kelompok ini memiliki karakteristik yang berbeda-beda yang akan kita bahas di tulisan yang
akan datang insya Allah.
6. Jurgen Habermas
Menurut Hubermas belajar akan terjadi apabila ada interaksi antara individu dengan
lingkungannya. Lingkungan yang dimaksud merupakan lingkungan belajar, yaitu lingkungan
alam maupun lingkungan sosial, sebab di antara keduanya tidak dapat dipisahkan. Hubermas
membagi tipe belajar menjadi tiga bagian yaitu; technical learning (belajar teknis), Practical
learning (belajar praktis), dan Emancipatory learning (belajar emansipatoris), masing-masing
tidak akan kita bahas kali ini.
7. Benjamin S. Bloom
Belum juga termasuk ke dalam penganut aliran humanistik. Para tokoh humanistik lebih
menekankan ada apa yang mesti dikuasai oleh individu belajar sebagai tujuan belajar, setelah
melalui beberapa peristiwa belajar. Tujuan belajar yang dikemukakan oleh belum dirangkum
dalam 3 kawasan yang kita kenal dengan Taksonomi Bloom.
Taksonomi Bloom memberikan inspirasi kepada pakar pendidikan dalam pengembangan teori
maupun praktik pembelajaran. Taksonomi ini juga membantu para guru untuk merumuskan
tujuan- tujuan belajar dalam perencanaan pembelajaran.
Teori belajar humanistik ini masih sukar diterjemahkan ke dalam langkah-langkah kirim yang
praktis dan operasional, namun sumbangan Teori ini amatlah besar. Ide-idenya, konsep-konsep,
taksonomi taksonomi tujuan yang sudah di rumus dapat membantu para guru untuk memahami
hakikat kejiwaan manusia peserta didiknya. Hal ini dapat membantu mereka untuk menentukan
komponen pembelajaran seperti perumusan tujuan pembelajaran, penentuan materi, pemilihan
strategi belajar, serta dalam mengembangkan evaluasi.
Dalam pelaksanaannya, teori belajar humanistik ini antara lain tampak dalam pendekatan belajar
yang dikemukakan oleh Ausubel. Pandangannya tentang belajar bermakna atau meaningful
learning yang juga tergolong dalam aliran teori belajar kognitif, mengatakan bahwa belajar
merupakan asimilasi bermakna.
Belajar bermakna bakal terjadi jika relevan dengan kebutuhan peserta didik, disertai motivasi
instrinsik, dan kurikulum yang tidak kaku. Kejadian belajar bermakna didorong oleh hasrat dan
intensitas keingintahuan peserta didik tentang bidang studi tertentu.
Untuk terciptanya iklim kelas yang memungkinkan terjadinya belajar bermakna menurut teori
belajar Humanistik ini adalah sebagai berikut;
Walaupun belum ada pedoman baku tentang langkah-langkah ajaran dengan pendekatan teori
belajar humanistik, namun setidaknya ada langkah-langkah yang dikemukakan oleh Suciati dan
Prasetya Irawan dalam bukunya Teori Belajar dan motivasi (2001) dapat kita gunakan sebagai
acuan. Langkah-langkah terus adalah sebagai berikut;
Demikian pembahasan kita tentang Teori Belajar Humanistik dan Penerapannya dalam
pembelajaran semoga dapat membantu saya dan kawan-kawan para guru untuk memahaminya.
Dan menjadikan kita semua menjadi tenaga pendidik yang profesional dan berguna.
www.dasarguru.com/teori-belajar-humanistik
Ada beberapa teori belajar yang dikenal dalam dunia psikologi. Teori belajar itu antara lain teori
belajar behavioristik, humanistik, teori belajar kognitif, konstruktif, pemrosesan informasi, dan
kinerja otak. Sebagai teori yang paling pertama, teori behavioristik dikenal sebagai teori yang
paling kolot. Teori ini menempatkan peserta didik sebagai pihak yang pasif dan hasil pendidikan
berkiblat teori behavioristik ini adalah perilaku yang ditampakkan. Teori ini cenderung tidak
mempertimbangkan sisi personal dan perasaan peserta didik, sehingga tak heran jika hukuman
adalah cara terbaik menertibkan penyimpangan. Misalkan seorang murid yang terlambat datang
sekolah, dihukum dengan membersihkan halaman sekolah agar menimbulkan efek jera.
ads
Baca juga:
Teori ini kemudian mendapatkan banyak pertentangan yang kemudian memunculkan teori baru
untuk mengatasi kekurangan dari teori behavioristik ini. Teori tersebut adalah teori humanistik.
Seperti teori-teori di mana pun dan teori apapun, setiap teori pun memiliki beberapa ahli yang
berperan di baliknya. Seperti teori belajar humanistik yang terkenal dengan pendapat dan
pandangan dari 3 ahli, yaitu Arthur Combs, Abraham H. Maslow, dan Carl Rogers.
1. Arthur Combs
Memiliki pendapat bahwa belajar merupakan hal yang bisa terjadi tatkala bagi seseorang ada
artinya. Guru tidak bisa memaksa seseorang untuk mempelajari hal yang tidak disukai atau
dianggap tidak relevan. Ketika muncul perlawanan, hal itu sebenarnya merupakan bentuk
perilaku buruk yang mencerminkan ketidakmauan seseorang untuk mempelajari hal yang bukan
minatnya, karena sama saja dengan melakukan sesuatu yang baginya tidak mendatangkan
kepuasan.
2. Abraham Maslow
Memiliki pandangan yang berbeda terkait dengan teori belajar humanistik ini. Maslow
berpendapat bahwa proses belajar pada manusia merupakan proses yang dilaluinya untuk
mengaktualisasikan dirinya. Belajar adalah proses untuk mengerti sekaligus memahami siapa diri
kita sendiri, bagaimana kita menjadi diri kita sendiri, sampai potensi apa yang ada pada diri kita
untuk kita kembangkan ke arah tertentu
3. Carl Rogers
Baginya, pengalaman individu merupakan fenomena logika yang dialami oleh individu itu
sendiri. Rogers juga berpendapat bahwa setiap manusia memiliki kecenderungan untuk mencapai
kesempurnaan hidup, membentuk konsep hidup yang unik, dan tingkah lakunya selaras dengan
konsep kehidupan yang dimilikinya. Menurut Rogers, pembelajaran terjadi melalui fenomena
hidup atau pengalaman yang dialami setiap orang.
Penjelasan lebih lanjut mengenai teori belajar humanistik akan dipaparkan selanjutnya. Hal ini
termasuk dengan pengertian, implikasi dari teori humanistik, ahli-ahli yang berkiblat pada teori
humanistik, sampai dengan kelebihan dan kekurangan dari aplikasi teori belajar ini.
Setelah beberapa ahli mengutarakan pendapatnya tentang konsep pembelajaran atau aktivitas
belajar, lantas kita mungkin berpikir, apa itu Teori Belajar Humanistik atau Teori Humanistik?
Pada dasarnya, teori humanistik adalah teori belajar yang memanusiakan manusia. Pembelajaran
dipusatkan pada pribadi seseorang. Teori ini tidak lepas dari pendidikan yang berfokus pada
bagaimana menghasilkan sesuatu yang efektif, bagaimana belajar yang bisa meningkatkan
kreativitas dan memanfaatkan potensi yang ada pada seseorang. Teori humanistik ini muncul
sebagai perlawanan terhadap teori belajar sebelumnya, yaitu Teori Behaviouristik, yang
dianggap terlalu kaku, pasif, bahkan penurut ketika menggambarkan manusia.
Baca juga:
Dalam pengertian teori humanistik, proses pembelajaran cenderung lebih abstrak. Bidang kajian
yang mendekati teori ini adalah Filsafat, Teori Kepribadian, dan Psikoterapi. Teori ini lebih
condong untuk mementingkan konten pembelajaran dibandingkan bagaimana proses belajar
berjalan. Keberhasilan suatu pembelajaran menurut teori ini adalah ketika ada keinginan dari
dalam diri seseorang untuk belajar, mengetahui informasi baru, sehingga terjadi asimilasi dalam
struktur kognitinya.
Teori ini juga mengungkapkan bahwa sejatinya semua teori belajar bisa dimanfaatkan hanya jika
tujuan dari pembelajaran tersebut adalah memanusiakan individu yang belajar. Bagaimana
memanusiakannya? Yaitu ketika mereka bisa mencapai aktualisasi diri, bisa memahami dirinya
sendiri, serta mampu merealisasikan diri sebagai orang yang sedang belajar.
Berdasarkan pengertian dan pandangan-pandangan dari para ahli, kita bisa mengerti adanya
prinsip-prinsip yang terkandung dalam Teori Humanistik ini. Prinsip-prinsip tersebut antara lain:
Ada beberapa ahli yang terkenal sebagai penganut dari teori ini. Para ahli ini memiliki
pandangan yang mengarah pada teori humanistik dan memberikan pendapat terkait dengan
tahapan pembelajaran, golongan orang yang belajar, tipe belajar, dan tujuan dari pembelajaran
itu sendiri. Beberapa ahli beserta pendapatannya mengenai pembelajaran dari sudut padang Teori
Humanistik tersebut adalah:
David Kolb yang berorientasi pada Teori Humanistik ini menelurkan satu teori hasil
pemikirannya, bahwa belajar merupakan sebuah proses saat pengetahuan diciptakan melalui
perubahan atau transformasi pengalaman. Pengetahuan adalah kombinasi dari kemampuan untuk
memahami dan mentransformasikan pengalaman. Kolb terkenal dengan Teori Pembelajaran
Eksperiental atau Experiental Learning Theory, yaitu sebuah teori pembelajaran yang ditekankan
pada model holistik. Tahapan belajar menurut teori Kolb adalah sebagai berikut:
Tahap ini merupakan tahap paling awal dimana seseorang mengalami suatu kejadian
sebagaimana adanya. Ia melihat, merasakan, lantas menceritakan kembali pengalaman yang
dialaminya. Pada tahap ini, seseorang yang mengalami pembelajaran belum memahami apa yang
benar-benar terjadi dan mengapa hal itu bisa terjadi:
Baca juga:
Dari tahapan pembelajaran menurut pandangan Kolb, ia kemudian berpikir bahwa gaya untuk
menjalani setiap tahapan pembelajaran oleh satu orang dengan orang lainnya akan berbeda. Kolb
juga membagi beberapa gaya belajar tersebut menjadi beberapa jenis, yaitu:
Converger, yaitu tipe orang yang suka belajar dengan memiliki jawaban tertentu atau sudah
pasti. Mereka yang memiliki gaya belajar converger biasanya ditandai dengan sifat tidak
emosional dan lebih suka menghadapi benda (mati) dibandingkan manusia. (baca: Psikologi
Pendidikan)
Diverger, yaitu tipe belajar seseorang yang hobi menelaah berbagai sisi dan mencobanya
menghubungkan semua sisi tersebut menjadi kesatuan utuh. Orang dengan tipe diverger
biasanya memiliki preferensi untuk mendalami bahasa, sastra, sejarah, atau ilmu sosial.
(baca: Psikologi Abnormal)
Assimilation,yiatu tipe belajar seseorang yang cenderung tertarik pada konsep abstrak. Mereka
tidak akan terlalu mermperhatikan penerapan atau praktek dari ide-ide mereka. Biasanya, orang
dengan gaya belajar ini cenderung tertarik dengan hal-hal ilmiah dan matematika.
(baca: Psikologi Industri dan Organisasi)
Accomodator, yaitu tipe atau gaya belajar seseorang yang berusaha mengembangkan berbagai
konsep. Orang dengan gaya belajar ini cenderung menyukai hal-hal yang konkrit dan bisa
dipraktikkan.
Pandangan Kolb sedikit banyak memengaruhi pandangan dari Honey dan Mumford yang
memiliki teori tersendiri mengenai pembelajaran dan berkiblat pada teori humanistik. Menurut
mereka, ada beberapa golongan orang belajar, yaitu:
Yaitu, tipe orang dengan golongan belajar ini adalah mereka yang tidak sungkan untuk
melibatkan diri dan berkontribusi dalam kegiatan. Mereka menginginkan pengalaman baru. Sifat
orang dengan gaya belajar ini biasanya mudah diajak ngobrol, pemikirannya relatif terbuka, bisa
menghargai pendapat dan pemikiran orang lain, dan memberikan kepercayaan pada orang lain
secara lebih mudah. (baca: Jenis Emosi)
Baca juga:
3. Habermas
Habermas memiliki pendapat bahwa jika belajar baru akan terjadi ketika seseorang melakukan
interaksi dengan lingkungannya. Lingkungan belajar yang dimaksud Haberman adalah
lingkungan alam dan lingkungan sosial. Keduanya merupakan lingkungan yang tidak bisa
dipisahkan dalam kehidupan manusia.
Jika Honey dan Mumford menyatakan adanya kelompok-kelompok belajar dalam teori
pembelajaran mereka, lain halnya dengan pandangan teori belajar dari Habermas yang
menelurkan hasil pemikiran berupa klasifikasi tipe belajar seseorang, yaitu:
1. Technical Learning —> adalah teknik belajar di mana seseorang berinteraksi dengan sekitarnya,
terutama lingkungan alam, secara benar. Mereka belajar tentang pengetahuan dan
keterampilan apa yang dibutuhkan agar mereka bisa mengelola lingkungan alam secara baik dan
juga benar.
2. Practival Learning —> adalah teknik di mana seseorang mampu berinteraksi dengan lingkungan
sosial. Mereka belajar bagaimana caranya berinteraksi dengan manusia lain secara harmonis.
Interaksi yang terjadi secara benar pada individu yang belajar dengan lingkungan alam akan
tampak dari relevansinya dengan kepentingan manusia. (baca: Psikologi Faal)
3. Emancipatory Learning —> adalah teknik di mana seseorang mencapai pemahaman dan
kesadaran tinggi pada perubahan budaya sosial. Peserta didik membutuhkan pengetahuan dan
keterampilan yang benar guna mendukung transformasi kultur yang terjadi. Ketika seorang
peserta didik sudah memiliki pemahaman serta kesadaran terhadap kondisi perubahan kultural
ini, maka peserta didik dianggap sudah mampu mencapai tahap belajar yang paling tinggi.
(baca: Psikologi Keperawatan)
Baca juga:
Kepribadian Ambivert
Teori Psikoanalisis Klasik
Psikologi Kepribadian
Pendapat hasil pemikiran mengenai aktivitas belajar juga ditelurkan oleh Bloom dan Krathwohl
yang menyatakan bahwa individu perlu menguasai suatu hal setelah belajar melalui peristiwa-
peristiwa belajar. Berorientasi pada tujuan belajar, Bloom dan Krathwohl mengklasifikasikan
beberapa tujuan belajar tersebut, yaitu:
1. Domain Kognitif. Domain pertama ini terdiri dari beberapa level atau tingkatan belajar, yaitu
pengetahuan (mengingat), pemahaman (intepretasi), aplikasi, analisis (mencoba memikirkan
konsep-konsep terkait), sintesis (penggabungan bagian-bagian konsep menjadi konsep utuh),
dan evaluasi (membandingkna nilai, ide, maupun metode). (baca: Psikologi eksperimen)
2. Domain Psikomotorik. Pada domain ini, ada beberapa bagian yang merupakan rangkaian dari
psikomotorik, antara lain menirukan gerakan, menggunakan konsep untuk bergerak, ketepatan
melakukan gerakan, melakukan beberapa gerakan dengan benar, sampai berhasil melakukan
gerakan tersebut secara wajar. (Baca: Psikologi Konseling)
3. Domain Afektif. Pada akhirnya, Bloom dan Krathwohl meruncingkan pemikiran bahwa hasil
belajar pada domain sebelumnya dipraktikkan pada domain afektif, yang terdiri dari pengenalan
(sadar akan adanya sesuatu), respon (berpartisipasi), penghargaan (menerima nilai tertentu),
mengorganisasikan (menghubungkan nilai yang diterima dan dipercaya), dan pengamalan
(menjadikan nilai sebagai pola hidup).
Implikasi Teori Belajar Humanistik
Teori belajar humanistik paling dekat untuk digunakan oleh guru. Guru merupakan profesi yang
bisa berperan sebagai fasilitator dalam proses belajar seseorang. Teori ini merupakan panduan
atau guideness yang bisa digunakan untuk mendampingi murid selaku peserta belajar agar
mereka bisa mendalami proses belajar tersebut dari dalam dirinya sendiri. Ikhtisar dari Teori
Belajar Humanistik sebagai panduan bagi fasilitator adalah sebagai berikut:
1. Guru atau fasilitator diharapkan mampu memberikan kesan awal yang menyenangkan.
2. Guru bertugas membantu setiap peserta didik untuk memperoleh dan memahami adanya
tujuan perorangan dalam proses belajar tersebut. Selain tujuan perorangan, peserta didik juga
mampu memahami adaanya tujuan kelompok yang bersifat umum dalam proses tersebut.
(baca: Psikologi Sastra)
3. Guru yang berkiblat pada teori pembelajaran ini harus memiliki keyakinan bahwa setiap peserta
didik akan melaksanakan tujuan yang paling tidak bermanfaat bagi dirinya sendiri. Hal itu
digunakan sebagai kekuatan pendorong dalam proses belajar. (baca: Psikologi Forensik)
4. Diusahakan, guru sebisa mungkin mengatur dan menyediakan berbagai sumber pembelajaran
yang paling luas dan bisa dimanfaatkan oleh peserta didik. Hal ini akan membuat peserta didik
bisa mencapai tujuan belajar secara pribadi maupun secara umum. Jangan terpaku pada
pengetahuan atau informasi yang sudah lampau karena pengetahuan pun mengalami
transformasi dari waktu ke waktu.
5. Guru harus mampu menempatkan diri sebagai suatu sumber yang sifatnya fleksibel. Fungsinya
agar kelompok peserta didik bisa mendapatkan pendidikan, bukan hanya pengetahuan. Ketika
sumber pengetahuan begitu kaku hanya dengan memberikan pengetahuan pasti saja, guru
sebagai fasilitator harus bisa mengombinasikan pengetahuan tersebut dengan pendidikan
karakter yang bisa dicerna oleh peserta didik.
6. Guru sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran menurut kiblat humanistik harus mampu
menanggapi berbagai respon yang terjadi dalam proses pembelajaran, baik respon yang sifatnya
intelektual maupun yang lebih ke arah perasaan personal. (baca: Psikologi Kognitif)
7. Apabila kelas telah menjadi kelompok yang lebih mandiri, peran fasilitator sebagai seorang ‘guru
yang mengajari’ harus perlahan berubah untuk berbaru menjadi ‘murid yang belajar’. Guru
harus bisa melatih peserta didik dengan pola pikir sesuai dengan tujuan pembelajaran.
8. Meskipun fasilitator adalah seorang guru, namun ia harus bersedia untuk mengikuti proses
pembelajaran. Perasaan dan pikiran seorang guru sebagai fasilitator tidak boleh menuntut
apalagi sampai memaksakan pembelajaran tersebut harus berhasil didapatkan atau diilhami
oleh peserta didik.
9. Guru sebagai fasilitator harus bisa peka dalam menanggapi adanya respon yang lebih terkait
pada perasaan, bukan pada konteks pembelajaran. (baca: Psikologi Keluarga)
10. Sangat penting bagi seorang guru sebagai fasilitator untuk mengenali diri sendiri dan peserta
didik hingga menerima adanya kekurangan yang mungkin muncul di tengah proses
pembelajaran.
Baca juga:
Psikologi Olahraga
Psikologi Islam
Psikologi Cinta
Kelebihan dan Kekurangan Aplikasi Teori Belajar Humanistik
Penggunaan teori sesuai pada fungsinya memiliki manfaat yang lebih terasa besar. Aplikasi dari
teori belajar ini memiliki dua sisi efek, yaitu kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian).
Daftar kelebihan dan kekurangan dari penggunaan teori belajar ini akan disampaikan secara
ringkas berikut.
1. Aplikasi teori ini bisa memunculkan kreativitas peserta didik atau orang yang belajar. Hal ini
terjadi karena teori ini berpusat pada orang yang belajar, bukan pada materi yang harus
dijejalkan pada peserta didik.
2. Perkembangan teknologi yang pesar ekuivalen dengan perkembangan belajar.
3. Tenaga pendidik justru memiliki tugas yang lebih ringan, tidak terpaku untuk menyelesaikan
materi tetapi lebih fokus pada pengembangan setiap individu yang belajar. (baca: Konsep Diri
Dalam Psikologi)
4. Teori humanistik cenderung mampu merekatkan hubungan sosial antara peserta didik. Tidak
ada persaingan dalam pembelajaran karena semua orang berhak untuk mengoptimalkan
kemampuan diirnya, sesuai pada tingkatan masing-masing. (baca: Kecerdasan Emosional dalam
Psikologi)
5. Teori belajar humanistik adalah pilihan kiblat yang cocok terutama untuk pendidikan yang
bersifat membentuk karakter, mengubah sikap, atau menganalisis fenomena sosial.
6. Indikator dari keberhasilan penerapan teori humanistik adalah perasaan senang dan tidak ada
tekanan yang dialami peserta didik. Mereka bahkan memiliki inisiatif tersendiri untuk belajar.
Pola pikir, perilaku, dan sikap mengikuti kemauan sendiri alias tidak terpaksa atau kaku.
(baca: Kepribadian Ganda)
7. Melatih peserta didik sebagai pribadi yang bebas dan tidak terikat dengan pendapat orang lain.
Peserta didik diarahkan untuk bisa bertanggung jawab atas dirinya sendiri. (baca: Psikologi
Perkembangan)
Meskipun cenderung sangat membebaskan peserta didik dalam proses pembelajaran, nyatanya
teori ini memiliki beberapa kelemahan yang harus diwaspadai.
1. Aplikasi teori ini memungkinkan peserta didik untuk sulit memahamai potensi dirinya sendiri. Ini
terjadi karena tenaga pendidik yang terlalu ‘melepaskan’ peserta didik dalam mengeksplorasi
dirinya sendiir.
2. Peserta didik yang tidak berminat untuk mengikuti proses belajar akan tertinggal dengan
peserta didik lain yang sudah memiliki niatan untuk belajar dan memperbaiki diri. (baca: Ciri –
ciri Pubertas)
3. Jika peserta didik tidak rajin untuk mengikuti proses pembelajaran, besar kemungkinan ia akan
kesulitan mengikuti proses belajar selanjutnya karena masih tertinggal di tahap-tahap awal.
4. Apabila peserta didik mengalami ketidak tahuan atau kurang paham atas konten pembelajaran
dan tidak segera ditangani oleh tenaga pendidik, proses pembelajaran oleh peserta didik
tersebut bisa terhambat.
5. Peserta didik memiliki potensi untuk menyalahgunakan kebebasan yang diberikan.
6. Peserta didik yang belum mampu berpikir untuk bertanggung jawab atas dirinya sendiri
cenderung sulit untuk melakukan pemusatan pikiran. (baca: Cara Membentuk Karakter Anak
Usia Dini)
7. Pada konteks atau praktisnya, teori ini kurang mungkin untuk diterapkan pada sistem
pembelajaran sekolah saat ini. (baca: kepribadian ambivert)
Sebagai ringkasan, teori ini adalah pondasi dari pembelajaran yang bersifat memanusiakan
manusia yang belajar itu sendiri. Seorang fasilitator dikatakan berhasil melakukan proses
pembelajaran ala teori humanistik ketika fasilitator tersebut mampu mendidik peserta didik atau
murid yang memiliki kesadaran untuk belajar. Kesadaran untuk belajar tersebut timbul karena
adanya keterkaitan atau relevansi antara apa yang ingin diketahui oleh murid dan informasi apa
yang ada di sekitarnya.
Baca juga:
Psikologi Agama
Psikologi Diagnostik
Psikologi Remaja
Teori belajar humanistik memang banyak digunakan oleh guru sebagai tenaga pendidik yang
profesinya paling dekat dengan murid atau peserta didik. Guru bukan hanya bertugas untuk
memberikan pengetahuan sebanyak mungkin tetapi juga mempertimbangkan sisi perasaan dari
peserta didiknya. Memang teori ini akan berhasil ketika peserta didik juga memiliki niat untuk
belajar namun ketika peserta didik belum memiliki kesadaran untuk terlibat dalam proses
pembelajaran, penerapan teori ini bisa terganggu untuk keseluruhan kelompok belajar.
Demikianlah informasi yang bisa kami berikan terkait dengan Teori Belajar Humanistik. Semoga
jabaran informasi mengenai Teori Belajar Humanistik bisa membantu Anda untuk mengetahui
teori humanistik secara keseluruhan
dosenpsikologi.com/teori-belajar-humanistik
Terdapat beberapa macam contoh penerapan psikologi humanistik dalam pembelajaran yang bisa
kita kaji untuk lebih memahami bagaimana konsep dari teori psikologi humanistik. Abraham
Maslow sebagai pencetus dari psikologi humanistik ini menjelaskan bahwa setiap individu
memiliki dua hal yang ada dalam dirinya yakni usaha positif untuk berkembang, serta adanya
kekuatan untuk melawan atau memberi penolakan terhadap perkembangan tersebut. Psikologi
humanistik dianggap lebih komprehensif dan menyeluruh. (Baca juga: Teori psikologi
kepribadian)
ads
Dalam pengembangannya, psikologi humanistik ini kemudian digunakan pula dalam dasar
pembelajaran. Pembelajaran yang tepat kemudian berusaha menggunakan pendekatan-
pendetakan yang bersifat humanistik ini. Harapannya adalah potensi seseorang untuk
berkembang benar-benar bisa optimal dan maksimal sehingga ia menjadi individu yang cerdas
serta mampu berpikir secara kritis. Berikut ini adalah beberapa contoh penerapan dari psikologi
humanistik tersebut:
Tujuan pembelajaran bisa ditetapkan dengan menggunakan konsep dari psikologi humanistik ini.
Mengingat semua orang memiliki potensi, maka tujuan ini akan ditetapkan sesuai dengan
bagaimana seseorang bisa belajar sesuai dengan kemampuannya. Tujuan yang akan dicapai pun
akan disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan tertentu yang akan sangat membantu dalam proses
pembelajaran sistematis. Tujuan pembelajaran yang disesuaikan ini benar-benar akan membantu
dan bermanfaat bagi setiap seseorang yang ingin mengembangkan potensinya. (Baca juga:
Pendekatan humanistik dalam psikologi sosial)
Melalui konsep psikologi humanistik, saat seseorang akan belajar maka ia akan diidentifikasi
terlebih dahulu kemampuan awalnya. Hal ini termasuk cukup penting sebab bagaimana pun juga
kemampuan awal seseorang akan menjadi dasar untuk menilai seberapa tingkat kemampuannya
dalam mengikuti proses pembelajaran nantinya. Kemampuan awal yang diidentifikasi ini akan
menjadi sebuah standar bagi seseorang untuk terus meningkatkan kemampuannya. Harapannya,
ada proses yang cukup signifikan bagi seseorang dalam mengembangkan setiap aspek
kemampuan dalam dirinya. Ruang lingkup psikologi pendidikan termasuk mencakup aspek ini.
Kebutuhan untuk berkembang biasanya akan lebih didasarkan pada keinginan. Pada saat proses
pembelajaran mengutamakan keinginan seseorang daripada target, maka proses pembelajaran
bisa berjalan dengan lebih baik. Antusiasme peserta didik dapat meningkat dengan adanya
identifikasi topik ini. Mereka akan belajar dari hati dan tidak karena terpaksa. Tak heran bila
penerapan psikologi humanistik ini memang cukup bagus. (Baca juga: Contoh motif dalam
psikologi pendidikan)
Siswa yang dilibatkan untuk aktif adalah contoh penerapan psikologi humanistik dalam
pembelajaran lainnya. Kita bisa memperhatikan bagaiman siswa yang lebih antusias ketika
kemampuannya dianggap sangat berguna dan sangat dihargai. Ia tidak akan merasa kecil hati
hanya karena tidak mampu baik dalam suatu bidang pelajaran. Psikologi humanistik sebagai
bagian dari teori belajar humanistik memang memiliki pendekatan yang komprehensif untuk
membantu seseorang berkembang dengan lebih optimal.
Penerapan lainnya yaitu dalam membantu siswa membuat peta konsep dari apa yang telah ia
pelajari. Siswa akan lebih suka memahami sesuatu berdasarkan caranya sendiri. Jika ada
kesalahan dalam proses pembelajaran, tugas pengajar hanya melakukan klarifikasi. Selebihnya
siswa yang kemudian akan membuat ringkasan, kesimpulan dan lain sebagainya dari hasil
pembelajaran yang sudah ia lakukan. Psikologi pendidikan semacam ini kemudian akan
memberikan hasil yang cukup signifikan.
Belajar tanpa penerapan di lingkungan nyata sama saja bohong. Setidaknya dalam psikologi
humanistik ini tidak terjadi. Pembelajaran yang sudah dicapai kemudian akan diminta kepada
siswa untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-harinya. Cara ini tentu saja bisa sangat efektif
mengingat pembelajaran yang sudah didapat akan benar-benar diaplikasikan. Siswa menjadi
lebih percaya diri dan mau mempelajari banyak hal lagi. Stimulus ini penting untuk diberikan
supaya seseorang tetap mau untuk mengembangkan dirinya.
Penentuan strategi belajar yang tepat juga bisa dilakukan melalui penerapan psikologi
humanistik ini. Seseorang bisa menjadi lebih cepat dalam berkembang karena mendapatkan
strategi belajar yang tepat. Psikologi humanistik tidak berusaha memaksa orang untuk mengikuti
standar tertentu. Apa yang menjadi potensinya, itulah yang berusaha ditonjolkan. Tentu semua
akan sepakat dengan konsep menarik ini. Strategi belajar yang tepat juga dapat membantu untuk
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang memang sesuai. Tidak ada lagi standar baku yang
dipukul rata bagi setiap individu, sebab masing-masing individu pasti memiliki kelebihan dan
kekurangan tersendiri.
Proses dan hasil dari pembelajaran bisa dievaluasi dengan lebih baik menggunakan aplikasi dari
psikologi humanistik. Kita mungkin sudah sering mendengar bagaimana kemampuan seseorang
akan dipukul rata dengan suatu standar. Padahal kemampuan seseorang berbeda-beda. Inilah
yang psikologi humanistik tawarkan, dimana penilaian tersebut harusnya dievaluasi sesuai
dengan kemampuan individu.
Menarik bukan pembahasan mengenai psikologi humanistik ini? Contoh penerapan psikologi
humanistik dalam pembelajaran di atas bisa memberikan gambaran kepada kita bagaimana
idealnya proses pendidikan yang sudah semestinya harus dibenahi saat ini.
A. Latar Belakang
Belajar bukan hanya menghafal dan bukan pula mengingat, tetapi belajar adalah
suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri siswa. Perubahan sebagai
hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk, seperti perubahan
terhadap lingkungan, sikap dan tingkah laku ketrampilan, kecakapan, kemampuan, daya
reaksi dan daya penerimaan. Jadi belajar adalah suatu proses yang aktif, proses mereaksi
terhadap semua situasi yang ada pada siswa.
Didalam pembelajaran juga perlu adanya guru dan siswa, dan dukungan
suatu teori belajar, karena tanpa guru siswa tidak akan dikatakan siswa, dan begitu juga
sebaliknya tanpa siswa guru tidak akan disebut guru kalau tidak ada siswa, juga dalam
pembelajaran tidak akan terlepas dengan teori karena teori itulah yang akan merangsang
kemampuan para sisiwa atas apa yang dimiliki dalam dirirnya. Secara keseluruhan teori
belajar di kelompokan menjadi empat kelompok atau aliran meliputi: (1) Teori Belajar
Behavioristik (2) Teori Belajar Kognitifistik (3) Teori Belajar Konstruktifistik (4) Teori
Belajar Humanistik.
Atas dasar keempat tersebut pemakalah akan menerangkan salah satu dari teori-
teori diatas, yaitu teori belajar humanistik. Pada hakikatnya teori ini berkembang dari
aliran psikologi yang kemudian berpengaruh terhadap arah pengembangan teori, praktek
pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran humanistik. Oleh karena judul
yang penulis tulis adalah Teori Humanistik maka pembahasan yang akan terjadi adalah
Psikologi dan Pendidikan
Psikologi humanistik merupakan salah satu aliran dalam psikologi yang muncul
pada tahun 1950-an, dengan akar pemikiran dari kalangan eksistensialisme yang
berkembang pada abad pertengahan. Pada akhir tahun 1950-an, para ahli psikologi,
seperti : Abraham Maslow, Carl Rogers dan Clark Moustakas mendirikan sebuah asosiasi
profesional yang berupaya mengkaji secara khusus tentang berbagai keunikan manusia,
seperti tentang : self (diri), aktualisasi diri, kesehatan, harapan, cinta, kreativitas, hakikat,
individualitas dan sejenisnya. Kehadiran psikologi humanistik muncul sebagai reaksi atas
aliran psikoanalisis dan behaviorisme serta dipandang sebagai “kekuatan ketiga “ dalam
aliran psikologi. Psikoanalisis dianggap sebagai kekuatan pertama dalam psikologi yang
awal mulanya datang dari psikoanalisis ala Freud yang berusaha memahami tentang
kedalaman psikis manusia yang dikombinasikan dengan kesadaran pikiran guna
menghasilkan kepribadian yang sehat. Kelompok psikoanalis berkeyakinan bahwa
perilaku manusia dikendalikan dan diatur oleh kekuatan tak sadar dari dalam diri.
Kekuatan psikologi yang kedua adalah behaviorisme yang dipelopori oleh Ivan Pavlov
dengan hasil pemikirannya tentang refleks yang terkondisikan.Kalangan Behavioristik
meyakini bahwa semua perilaku dikendalikan oleh faktor-faktor eksternal dari
lingkungan.
Dalam mengembangkan teorinya, psikologi humanistik sangat memperhatikan
tentang dimensi manusia dalam berhubungan dengan lingkungannya secara manusiawi
dengan menitik-beratkan pada kebebasan individu untuk mengungkapkan pendapat dan
menentukan pilihannya, nilai-nilai, tanggung jawab personal, otonomi, tujuan dan
pemaknaan. Dalam hal ini, James Bugental (1964) mengemukakan tentang 5 (lima) dalil
utama dari psikologi humanistik, yaitu:
(1)keberadaan manusia tidak dapat direduksi ke dalam komponen-komponen;
(2) manusia memiliki keunikan tersendiri dalam berhubungan dengan manusia lainnya
(3) manusia memiliki kesadaran akan dirinya dalam mengadakan hubungan dengan orang
lain; (4) manusia memiliki pilihan-pilihan dan dapat bertanggung jawab atas pilihan-
pilihanya; dan (5) manusia memiliki kesadaran dan sengaja untuk mencari makna, nilai
dan kreativitas.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud Teori Humanistik?
2. Siapakah tokoh-tokoh Teori Humanistik?
3. Apakah ciri-ciri dan prinsip dalam Teori Humanistik?
4. Aplikasi dan implikasi dari penerapan Teori Humanistik dalam pembelajaran?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Teori Humanistik.
2. Untuk mengetahui tokoh-tokoh Teori Humanistik.
3. Untuk mengetahui ciri-ciri dan prinsip dalam teori Humanistik.
4. Untuk mengetahui Aplikasi dan implikasi dari penerapan Teori Humanistik dalam
pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Teori Humanistik
Teori pendidikan adalah suatu pandangan pendidikan yang diidealkan yang
disajikan dalam bentuk sebuah sistem konsep dan dalil. Ada juga yang mengatakan teori
pendidikan adalah serangkaian konsep, definisi, asumsi dan proposisi tentang cara
merubah sikap dan tingkah laku seseorang dalam rangka mewujudkan manusia yang adil
dan beradab.
Teori Humanistik lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian
manusia.Psikolog humanistik mencoba untuk melihat kehidupan manusia sebagaimana
manusia melihat kehidupan mereka.Mereka berfokus pada kemampuan manusia untuk
berfikir secara sadar dan rasional untuk dalam mengendalikan hasrat biologisnya, serta
dalam meraih potensi maksimal mereka.Dalam pandangan humanistik, manusia
bertanggung jawab terhadap hidup dan perbuatannya serta mempunyai kebebasan dan
kemampuan untuk mengubah sikap dan perilaku mereka.
Menurut para tokoh aliran ini penyusunan dan pemilihan materi pelajaran harus
sesuai dengan perasaan dan perhatian siswa.Tujuan utama pendidik adalah membantu
siswa mengembangkan dirinya, yaitu membantu individu untuk mengenal dirinya sendiri
sebagai manusia secara utuh dan membantu mengembangkan potensi dan keterampilan
mereka.
Para ahli humanistik melihat adanya dua bagian pada proses belajar yaitu proses
memperoleh informasi baru dan internalisasi informasi ini pada individu. Dalam teori
belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya
dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia
mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha
memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang
pengamatnya.Pengertian humanistik yang beragam membuat batasan-batasan aplikasinya
dalam dunia pendidikan mengundang berbagai macam arti pula.
Selain teori belajar behavioristik dan toeri kognitif, teori belajar humanistik juga
penting untik dipahami.Menurut teori humanistik, proses belajar harus dimulai dan
ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri.Oleh sebab itu, teori
belajar humanistik sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori
kepribadian, dan psikoterapi, dari pada bidang kajian kajian psikologi belajar. Teori
humanistik sangat mementingkan si yang dipelajari dari pada proses belajar itu sendiri.
Teori belajar ini lebih banyak berbicara tentang konsep-konsep pendidikan untuk
membentuk manusia yang dicita-citakan, serta tentang proses belajar dalam bentuknya
yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada penertian belajar dalam
bentuknya yang paling ideal dari pada pemahaman tentang proses belajar sebagaimana
apa adanya, seperti yang selama ini dikaji oleh teori-teori belajar lainnya.
Dalam pelaksanaannya, teori humanistik ini antara lain tampak juga dalam
pendekatan belajar yang dikemukakan oleh Ausubel. Pandangannya tentang belajar
bermakna atau “Meaningful learning” yang juga tergolong dalam aliran kognitif ini,
mengatakan bahwa belajar merupakanasmilasi bermakna.Materi yang dipelajari
diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.
Faktor motivasi dan pengalaman emosional sangat penting dalam peristiwa belajar, sebab
tanpa motivasi dan keinginan dari pihak si pelajar, maka tidak akan terjadi asimilasi
pengetahuan baru ke dalam strujtur konitif yang telah dimilikinya. Teori humanstik
berpendapat bahwa belajar apapu dapat dimanfaatkan, asal tujuannya untuk
memanusiakan manusia yaitu mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi
diri orang yang belajar secara optimal.
Pemahamanan terhadap belajar yang diidealkan menjadikan teori humanistik
dapat memanfaatkan teori belajar apapun asal tujuannya untuk memanusiakan
manusia.Hal ini menjadikan teori humanistik bersifat elektik. Tidak dapat disangkal lagi
bahwa setiap pendirian atau pendekatan belajar tertentu, akan ada kebaikan dan ada pula
kelemahannya. Dalam arti ini elektisisme bukanlah suatu sistem dengan membiarkan
unsur-unsur tersebut dalam keadaan sebagaimana adanya atau aslinya. Teori humanistik
akan memanfaatkan teori-teori apapun, asal tujuannya tercapai, yatu memanusiakan
manusia.
Manusia adalah makhluk yang kompleks.Banyak ahli di dalam menyusun teorinya
hanya terpaku pada aspek tertentu yang sedang menjadi pusat perhatiannya.Dengan
pertimbangan-pertimbangantertentu setiap ahli melakukan penelitiannya dari sudut
pandangnya masing-masing dan menganggap bahwa keterangannya tentang bagaimana
manusia itu belajar adalah sebagai keterangan yang paling memadai. Maka akan terdapat
berbagai teori tentang belajar sesuai dengan pandangan masong-masing.
Dari penalaran di atas ternyata bahwa perbedaan antara pandangan yang satu
dengan pandangan yang lain sering kali hanya timbul karena perbedaan sudut pandangan
semata, atau kadang-kadang hanya perbedaan aksentuasi. Jadi keterangan atau
pandangan yang berbeda-beda itu hanyalah keterangan mengenai hal yang satu dan sama
dipandang dari sudut yang berlainan. Dengan demikian teori humanistik dengan
pandangannyadengan pandangannya elektik yaitu dengan cara memanfaatkan atau
merangkumkan berbagai teori belajar dengan tujuan untuk memanusiakan manusia
bukan saja mungkin untuk dilakukan, tetapi justru harus dilakukan.
Banyak tokoh penganut aliran humanistik, diantaranya adalah Kolb yang terkenal
dengan “Belajar Empat Tahap”nya, honey dan Mumford dengan pembagian tentang
macam-macam siswa, Hubemas dengan “Tiga macam tipe belajar”nya, serta Bloom dan
Krathwohl yang terkenal dengan “Taksonomi Bloom”nya.
b. Kelompok reflector
Mereka yang termasuk dalam kelompok reflektor mempunyai kecenderungan yang
berlawanan dengan mereka yang termasuk kelompok aktivis.Dalam dalam melakukan
suatu tindakan, orang-orang tipe rflektor sangant berhati-hati dan penuh
pertimbangan.Pertimbangan-pertimbangan baik-buruk dan untung-rugi, selalu
memperhitungkan dengan cermat dalam memutuskan sesuatu.Orang orang demikian
tidak mudah dipengaruhi, sehingga mereka cenderung bersifat konservatif.
c. Kelompok teoritis
Lain halnya dengan orang-orang tipe teoritis, merreka memiliki kecenderugan yang
sangat keritis, suka menganalisis, selalu berfikir rasional dengan menggunakan
penalarannya. Segala sesuatu sering dikembalikan kepada teori dan konsep-konsep atau
hukum-hukum.Mereka tidak menyukai pendapat atau penilaian yang sifatnya
subjektif.Dalam melakukan atau memutuskan sesuatu, kelompok teoritis penuh dengan
pertimbangan, sangat skeptis da tidak menyukai hal-hal yang bersifat spekulatif. Mereka
tampak lebih tegas dan mempunyai pendirian yang kuat, sehingga tidak mudah
terpengaruh oleh pendapat orang lain.
d. Kelompok pragmatis
Berbeda dengan orang-orang tipe prangmatis, mereka memiliki sifat-sifat praktis,
tda suka berpanjang lebardengan teori-teori, konsep-konsep, dalil-dalil, dan
sebagainya.Bagi mereka yang penting adalah aspek-aspek praktis, sesuatu yang nyata dan
dapat dilaksanakan.Sesuatu hanya bermanfaat jika dapat dipraktekkan.Teori, konsep,
dalil, memang penting, tetapi jika itu semua tidak dapat dipraktekkan maka teori, konsep,
dalil, dan lain-lain itu tidak ada gunanya.Bagi mereka, sesuatu lebih baik dan berguna jika
dapat dipraktekkan dan bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses
pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam
pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru
memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru
memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk
memperoleh tujuan pembelajaran.
Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses
pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri ,
mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang
bersifat negatif. Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil
belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :
1. Merumuskan tujuan belajar yang jelas. Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui
kontrak belajar yang bersifat jelas, jujur dan positif.
2. Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif
sendiri.
3. Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara
mandiri.
4. Siswa didorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri,
melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dariperilaku yang ditunjukkan.
5. Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai
secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko
perbuatan atau proses belajarnya.
6. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya.
7. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa.
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterapkan pada
materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani,
perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial.Indikator dari keberhasilan
aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi
perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi
manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur
pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau
melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku.
1. Menurut teori humanistik tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses
belajar dianggap berhasil jika siswa telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri.
Dengan kata lain, siswa telah mampu mencapai aktualisasi diri secara optimal. Teori
humanistik cenderung bersifat elektik, maksudnya teori ini dapat memanfaatkan teori apa
saja asal tujuannya tercapai.
B. Uno, M. Pd, Dr. Hamzah. 2006. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta:
Bumi Aksara
Dr. Iskandar, M.Pd. 2009. Psikologi Pendidikan. Cipayung: Gaung Persada ( GP ) Press
Hadis, M. Pd, Drs. Abdul. 2006. Psikologi dalam Pendidikan. Bandung: Alfbeta
Mahmud, Drs. M. Dimyati. 1990. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: BPFE - Yogyakarta
novinasuprobo.wordpress.com/2008/06/15/teori-belajar-humanistik. Diakses pada 3
oktober 2016.
http:// mihwanuddin.wordpress.com. Diakses pada 3 Oktober 2016.
http://edukasi.kompasiana.com/2011/10/24/teori-belajar-humanisme . Diakses pada 3
oktober 2016.
http:// trimanjuniarso.files.wordpress.com. Diakses pada 3 oktober 2013.
khumairahbustang.blogspot.com/2016/10/makalah..