Anda di halaman 1dari 24

Pengembangan Instrument (Lembar Observasi & Pedoman Wawancara)

Pada Penelitian Kuantitatif

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Metodologi Penelitian Kuantitatif
Yang dibina oleh
Bapak Prof. M.E. Winarno, M.Pd
Ibu Dr. Siti Nurrochmah, M.Kes

Oleh
Septian Raibowo
150614806499

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN OLAHRAGA
OKTOBER 2015
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Untuk menjawab masalah penelitian, sudah jelas membutuhkan

data. Data diperoleh dari atau melalui kegiatan pengumpulan data. Untuk

mendapatkan data yang hendak diperlukan, harus ada alat atau

instrumennya. Alat atau instrumen dinamakan alat atau instrumen

pengumpulan data. Alat atau instrumen pengumupulan, tentu saja perlu

dibuat atau disusun.

Pembuatan instrumen penelitian merupakan satu mata rantai dalam

kegiatan penelitian setelah peneliti merumuskan secara jelas dan tegas

permasalahan dan tujuan penelitian. Dari instrumen penelitian akan

diperoleh rangkaian jawaban responden yang akan menjadi data untuk

diolah, ditabulasi, dianalisis statistik, analisis teoritis, uji hipotesis(jika ada),

dan akhirnya diperoleh kesimpulan dari penelitian itu

Daftar pertanyaan dalam instrumen penelitian memiliki karakter dan

persyaratan serta disiplin yang berbeda dengan model tanya jawab dalam

dialog, dengar pendapat, debat, diskusi, interogasi apalagi sekedar

berbincang santai alias ngobrol.

Oleh karena rangkaian pertanyaan dalam kuisioner, angket ataupun

wawancara bertujuan untuk menggali data secara akurat dan valid/sahih

sesuai permasalahan dalam penelitian. Instrumen penelitian harus disusun

sedemikian rupa agar tidak berkesan menjebak, terlalu mengarahkan,

1
2

menggiring, menyugesti, menguak rahasia pribadi ataupun menyingkap hal

– hal yang tidak relevan.

Agar dalam pelaksanaan penggalian data atau wawancara

(interview) berjalan dengan akrab- disamping diperlukan kemampuan

teknik wawancara yang efektif dalam menyusun instrumen penelitian

peneliti harus menjaga suasana bahasa/tata krama berbahasa agar tak

memancing emosi responden. Responden harus dijaga suasan batin yang

objektif, empiris, rasional dan dengan sukarela memberi jawaban apa

adanya. Jangan sampai responden menganggap pertanyaan-pertanyaan

tersebut tidak penting, tak berguna, mengada-ada.

Agar dapat menyusun instrumen penelitian yang bagus peneliti harus

memahami betul apa yang ditanyakan, apa saja alternatif jawaban yang

memang mungkin, dan apa ada hubungan pertanyaan ituu dengan

permasalahan atau tujuan penelitian (dengan variabel dan hipotesis

penelitian jika ada)

B. Rumusan

1. Apa itu Instrumen Penelitian ?

2. Bagaimana prosedur dan teknik pedoman wawancara ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari instrumen penelitian

2. Untuk mengetahui prosedur dan teknik wawancara .


3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Instrumen Penelitian

1. Pengertian Instrumen Penelitian

Untuk menjawab masalah penelitian, sudah jelas membutuhkan

data. Data diperoleh dari atau melalui kegiatan pengumpulan data.

Untuk mendapatkan data yang diperlukan, harus ada alat atau

instrumennya. Menurut Winarno (2011:93) Instrumen penelitian adalah

alat-alat yang digunakan untuk memperoleh atau mengumpulkan data

dalam rangka memecahkan masalah penelitian atau mencapai tujuan

penelitian. Pendapat lain juga menyatakan bahwa Sugiyono (2014:148)

instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur

fenomena alam maupun sosial yang diamati, secara spesifik semua

fenomena ini disebut variabel penelitian. Sedangkan menurut Sangaji

(2010:149) Instrumen adalah alat bantu pada waktu penelitian

menggunakan suatu metode.

Dari beberapa pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa

instrumen penelitian merupakan suatu alat bantu yang digunakan pada

waktu penelitian yang bertujuan untuk memecahkan masalah penelitian

dalam hal ini mengukur variabel penelitian dengan menggunakan suatu

metode.

2. Jenis-jenis instrumen penelitian

Secara umum jenis intrumen penelitian dapat digolongkan menjadi

dua macam, yaitu

3
4

 Tes

 Non-test (bukan tes)

3. Penentuan Metode dan Instrumen Penelitian

Metode dan instrumen itu adalah merupakan hal yang berbeda dari

segi bahasa, akan tetapi kedua hal tersebut memiliki keterkaitan satu

sama lain .

Metode penelitian adalah cara yang


digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data dalam
penelitiannya. Dalam hal ini yang
termasuk metode penelitian adalah :
angket, wawancara, pengamatan
(observasi), tes, dokumentasi

Instrumen Penelitian adalah alat atau


fasilitas yang digunakan dalam
penelitian dalam mengumpulkan data
agar pekerjaanya lebih mudah dan
hasilnya lebih baik. Variasi jenis
instrumen penelitian adalah angket,
check-list, daftar centang dan pedoman
wawancara
Gambar 1
Kaitan antara metode penelitian dengan instrumen penelitian
(Winarno,2011:129)

4. Langkah-langkah penyusuna dan pengembangan instrumen

Secara garis besar langkah-langkah penyusunan dan pengembangan

instrumen (Muljono,2002:2) adalah sebagai berikut :

 Berdasarkan sintesis dari teori-teori yang dikaji tentang suatu

konsep dari variabel yang hendak diukur, kemudia dirumuskan

konstruk dari variabel tersebut. Konstruk pada dasarnya adalah


5

bangun pengertiann dari suatu konsep yang dirumuskan oleh

peneliti.

 Kemudian berdasarkan konstruk tersebut dikembangkan

dimensi dan indikator variabel yang sesungguhnya telah

tertuang secara eksplisit pada rumusan konstruk variabel pada

langkah 1

 Selanjutnya membuat kisi-kisi instrumen dalam bentuk tabel

spesifikasi yang memuat dimensi, indikator, nomor butir dan

jumlah untuk setiap dimensi dan indikator

 Langkah berikutnya menetapkan besaran atau parameter yang

bergerak dalam suatu rentangan kontinum dari suatu kutub ke

kutub lain yang berlawanan, misalnya dari rendah ke tinggi, dari

negatif ke positif, dan sebagainya.

 Menulis butir-butir instrumen yang dapat berbentuk pernyataan

atau pertanyaan. Biasanya butir instrumen yang dibuat terdiri

atas dua kelompok yaitu kelompok butir positif dan kelompok

butir negatif

 Butir-butir yang telah ditulis merupakan konsep instrumen yang

harus melalui proses validasi,baik validasi teoritik maupun

validasi empirik.

 Tahap validasi pertama yang ditempuh adalah validasi teoritik ,

yaitu melalui pemeriksaan pakar atau melalui panel yang pada

dasarnya menelaah seberapa jauh dimensi merupakan jabaran

yang tepat dari konstruk. Seberapa jauh indikator merupakan


6

jabaran yang tepat dari dimensi dan seberapa jauh butir –butir

instrumen yang dibaut secara tepat dapat mengukur indikator.

 Revisi atau perbaikan berdasarkan saran dari pakar atau

berdasarkan hasil panel.

 Setelah konsep instrumen dianggap valid secara teoritik atau

secara konseptual, dilakukanlah penggandaan instrumen secara

terbatas untuk keperluan ujicoba.

 Ujicaba instrumen dilapangan merupakan bagian dari proses

validasi empirik.

 Pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan kriteria baik

kriteria internal maupun kriteria eksternal

 Berdasarkan kriteria tersebut diperoleh kesimpulan mengenai

valid atau tidaknya sebuah butir atau sebuah perangkat

instrumen

 Untuk kriteria internal atau validitas internal, berdasarkan hasil

analisis butir maka butir-butir yang tidak valid dikeluarkan atau

diperbaiki untuk diujicoba ulang, sedang butir-butir yang valid

dirakit kembali menjadi sebuah perangkat instrumen untuk

melihat kembali validitas kontennya berdasarkan kisi-kisi.

 Selanjutnya dihitung koefisien reliabilitas. Koefisien reliabilitas

dengan rentangan nilai (0-1) adalah besaran yang menunjukkan

kualitas atau konsistensi hasil ukur instrumen.Makin tinggi

koefisien reliabilitas makin tinggi pula kualitas instrumen

tersebut. Mengenai batas nilai koefisien reliabilitas yang


7

dianggap layak tergantung pada presisi yang dikehendaki oleh

suatu penelitian. Untuk itu kita dapat merujuk pendapat-

pendapat yang sudah ada, karena secara eksak tidak ada tabel

atau distribusi statistik mengenai angka reliabilitas yang dapat

dijadikan rujukan.

 Perakitan butir-butir instrumen, yang valid untuk dijadikan


instrumen final.

Variabel Teori

Konstruk

Definis Konseptual

Definisi operasional

Penetapan Jenis instrumen


penelitian

Menyusun butir instrumen

Gambar 2
Alur tahapan penyusunan dan pengembangan instrumen
(Muljono,2002:5)
8

Dari bagan tersebut di atas terlihat bahwa untuk keperluan

penyusunan dan pengembangan instrumen pertama-tama yang

dilakukan adalah menetapkaji konstruk variabel penelitian yang

merupakan sistesis dari teori-teori yang telah dibahas dan dianalisis

yang penyajiannya diuraikan dalarn pengkajian teoritik atau tinjauan

pustaka. Konstruk tersebut dijelaskan dalam definisi konseptual

variabel, yang di dalamnya tercakup demensi dan indikator dari

variabel yang hendak diukur, berdasarkan konstruk tersebut ditetapkan

indikator-idikator yang akan diukur dari variabel tersebut.

Selanjutnya item-item instrumen dibuat untuk mengukur indikator-

indikator yang telah ditetapkan dengan cara, seperti telah dikemukakan

pada proses penyusunan dan pengembangan instrumen point d an e.

Karena bentuk item-item instrumen yang akan dibuat harus sesuai

dengan instrumen yang dipilih, maka. sebelum menulis item-item

instrumen terlebih dahulu peneliti harus memilih jenis instrumen apa

yang sesuai untuk mengukur indikator dari variabel yang akan diteliti.

Tahapan awal dari penyusunan instrument adalah penyusunan kisi-

kisi. Kisi-kisi bisa dipaham sebagai acuan atau pedoman untuk

membuat instrument. Penyusunan kisi-kisi harus didasarkan pada

konsep yang melekat pada variabel penelitian. Syarat ini cukup penting

sehingga kisi-kisi nantinya dapat dipertanggung jawabkan. Pada

langkah penyusunan kisi-kisi, peneliti tidak bisa melepaskan diri dari

konsepstual dari variabel yang akan ditelitinya. Berangkat dari definisi


9

inilah, peneliti akan dapat memerinci definisi konsep menjadi sub-

variabel dan dijabarkan leebih lanjut menjadi indikator-indikator.

Adapun manfaat dari pembuatan kisi-kisi pada instrumen penelitian

(Arikunto,2006:160) adalah

 Peneliti memiliki gambaran yang jelas dan lengkap tentang

jenis instrumen dan isi dari butir-butir yang akan disusun.

 Peneliti akan mendapatkan kemudahan dalam menyusun

instrumen karena kisi-kisi ini berfungsi sebagai pedoman dalam

menuliskan butir-butir.

 Instrumen yang akan disusun akan lengkap dan sistematis

karena ketika menyusun kisi-kisi peneliti belum dituntut untuk

memikirkan rumusan butir-butirnya.

 Kisi-kisi berfungsi sebagai “peta perjalanan” dari aspek yang

akan dikumpulkan datanya, dariman data diambil, dan dengan

apa pula data tersebut di ambil.

 Dengan adanya kisi-kisi yang mantap peneliti dapat

menyerahan tugas menyusun atau membagi tugas dengan

anggota tim ketika menyusun instrumen.

 Validitas dan reabilitas instrumen dapat diperoleh dan diketahui

oleh pihak-pihak di luar tim peneliti sehingga

pertanggungjawaban peneliti lebih terjamin.

Contoh kisi-kisi hubungan antara sumber data, metode dan

instrumen pengumpulan data dengan judul penelitian “Kualitas

kegiatan belajar-mengajar dikelas” adalah sebagai berikut :


10

Variabel
Sumber data Metode Instrumen
penelitian
 Guru  Wawancara  Pedoman
sebagai Wawancara
Kualitas
pelaku  Pengamatan  Ceklis
mengajar
 Kegiatan  Angket dan
guru
 Siswa yang  Angket / pedoman
mengalami Wawancara wawancara
 Siswa  Angket  Angket dan
sebagai /wawancara pedoman
Kualitas pelaku wawancara
belajar siswa  Kegiatan  Pengamatan  Ceklis
 Guru yang  Wawancara  Pedoman
menangani wawancara
 Buku  Dokumentasi  Ceklis
catatan berisi
Isi/hasil
siswa  Tes rambu”
pelajaran
 Siswa  Soal tes
 Daftar nilai  Dokumentasi  Daftar
Kondisi  Ruang kelas  Pengamatan  Ceklis
ruang/sarana

Setelah kisi –kisi sudah dibuat, maka langkah selanjutnya adalah

membuat kisi-kisi khusus untuk setiap instrumen dengan contoh

sebagai berikut :

Variabel Indikator Nomor Pertanyaan


Penelitian
Kualitas  Kejelasan 1.
mengajar menerangkan 2.
guru  Pemberian contoh 3.
 Penggunaan media 4
 Interaksi dengan siswa 5
11

Dari melihat contoh diatas , metode yang yang cocok digunakan

adalah metode kuisioner, akan tetapi apabila peneliti berpendapat bahwa

apabila menggunakan metode lain selain kusioner ini hasilnya akan jauh

lebih baik, maka metode lain itulah yang harus dipakai. Walaupun kuisioner

digunakan sebagai metode pokok atau metode utama, metode lain perlu

digunakan juga untuk pelengkap dalam mengumpulkan data lain atau data

yang sama sebagai checking silang (Arikunto,2006:165)

B. Pedoman Wawancara

1. Pengertian Wawancara (Interview)

Labovitz (1982:70-71) Wawancara terdiri dari sehimpunan butir

atau pertanyaan (tersusun atau bebas) yang diajukan dan dikemukakan oleh

seorang pewawancara dalam situasi tatap muka dengan responden. Menurut

Setyobudiyanto (2005:133) Teknik wawancara adalah cara pengumpulan

data yang dilakukan dengan cara mengadakan percakapan langsung antara

pewawancara dengan responden atau informan. Sedangkan menurut

Bagong (2006:69) Wawancara (interview) dapat diartikan sebagai cara yang

dipergunakan untuk mendapatkan informasi (data) dari responden dengan

cara bertanya langsung secara bertatap muka (face to face)

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa

wawancara merupakan teknik/cara pengumpulan data dengan mengadakan

percakapan langsung secara bertatap muka (face to face). Namun demikian

teknik wawancara ini dalam perkembangannya tidak harus dilakukan secara


12

berhadapan langsung (face to face), melainkan dapat saja dengan

memanfaatkan sarana komunikasi lain, misalnya telepon dan internet.

Wawancara sering disebut sebagai suatu proses komunikasi dan

interaksi. Sebagai suatu proses komunikasi karena antara pewawancara dan

responden mensyaratkan adanya penggunaan bahasa-bahasa tertentu yang

saling dapat mengerti oleh kedua belah pihak sehingga memungkinkan

terjadinya aktivitas wawancara. Sedangkan sebagai interaksi sosial, karena

selama wawancara masing-masing pihak, disadari atau tidak, terjadi proses

saling mempengaruhi.

Kualitas data hasil wawancara banyak dipengaruhi oleh beberapa

faktor. Pertama, ditentukan oleh kemampuan pewawancara dalam

membangun dan mengembangkan interaksinya dengan responden. Kedua,

situasi wawancara dan topik penelitian yang biasanya tertuang dalam bentuk

daftar pertanyaan. Dari berbagai faktor tersebut, posisi pewawancara

sangatlah menentukan, artinya, pewawancara dituntut mampu mengadakan

pendekatan kepada responden, menjelaskan topik penelitian dengan baik

kepada reponden sehingga dapat membangun dan menciptakan situasi yang

kondusif terhadap kelancaran wawancara. Itulah sebabnya mengapa

kualitas hasil wawancara banyak ditentukan oleh kemampuan dan

ketrampilan pewawancara
13

Situasi wawancara
 Waktu
 Tempat
 Hadirnya orang lain
 Sikap masyarakat

Responden
Pewawancara  Karakteristik sosial
 Motivasi  Kemampuan
 Rasa aman menangkap dan
 Ketrampilan menjawab pertanyaan

Isi Pertanyaan
 Tingkat kepekaan
 Sulit ditanyakan
 Tingkat minat

Gambar 3
Faktor yang mempengaruhi wawancara,
Warwick dan lininger (1975) dalam Bagong (2005:71)

Jika diperhatikan dari gambar di atas, terlihat hubungan yang saling

mempengaruhi antara pewawancara, responden, situasi wawancara,dan isi

pertanyaan. Selain itu, pewawancara juga berperan penting menerjemahkan

dan kemudian menyampaikan isi pertanyaan kepada responden. Itulah

sebabnya, sekali lagi, peranan pewawancara sangat strategis terutama dalam

menciptak situasi wawancara sedemikian rupa sehingga aktivitas

wawancara dapat berlangsung dengan baik dan lancar.

2. Macam-macam Interview/wawancara

Sangaji (2010:151) Interview digunakan peneliti untuk menilai

keadaan seseorang, misalnya untuk mencari data tentang variabel latar

belakang murid, orangtua, pendidikan dan sikap terhadap sesuatu.


14

Secara garis besar ada 2 macam pedoman wawancara:

a. Pedoman wawancara tidak terstruktur

Furchan (2007:248) wawancara tak berstruktur lebih bersifat

informal, pertanyaan-pertanyaan tentang pandangan , sikap,

keyakinan subjek atau tentang keterangan lainnya, di bidang

penelitian jenis wawancara ini biasanya terbatas pada tahap-tahap

pendahuluan, ketika peneliti sedang berusaha menetapkan variabel-

variabel yang seharusnya dilibatkan dalam penelitiannya. Arikunto

(2006:227) yaitu pedoman wawancara yang hanya memuat garis

besar yang akan ditanyakan, bisa dikatakan kratifitas pewawancara

disini lebih diperlukan. Menurut Sugiyono (2013:140) wawancara

tak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak

menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara

sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya

Dalam wawancara tak terstruktur, peneliti belum mengetahui secara

pasti data apa yang akan diperoleh, sehingga peneliti banyak

mendengarkan apa yang diceritakan oleh responden, peneliti

mengajukan berbagai pertanyaan berikutnya yang lebih terarah.

Dengan demikian dalam wawancara tak terstruktur ini pelaksanaan

tanya-jawab mengalir seperti dalam percakapan sehari-hari, dan

pewawancara harus mampu memahami bahasa dan budaya

responden.

Berdasarkan uraian diatas, dapat dikatakan bahwa ada keuntungan

dari peenggunaan wawancara tipe tak berstruktur, yaitu


15

 Wawancara tipe ini mendekati keadaan yang sebenarnya dan

didasarkan pada spontanitas responden.

 Lebih mudah untuk mengidentifikasi masalah yang diajukan

pewawancara.

 Pertanyaan –pertanyaan yang diajukan lebih mudah

dimengerti oleh responden.

 Lebih banyak kemungkinan, untuk menjelajahi berbagai

aspek masalah yang dajukan.

Adapun kelemahan dari wawancara tak terstruktur ini adalah

 Sukar sekali untuk memperbandingkan hasil satu wawancara

dengan hasil wawancara yang lainnya.

 Informasi atau data yang diperoleh seringkali bias dan

seringkali terjadi tumpang tindih di dalam pengumpulan

data.

 Sukar untuk mengolah data dan mengadakan klasifikasi,

sehingga peneliti harus menyediakan waktu dan tenaga yang

cukup banyak.

 Waktu pelaksanaan bisa berlangsung lebih lama.

b. Pedoman wawancara berstruktur

Winarno (2011:100) Interviu terstruktur terdiri dari serentetan

pertanyaan dimana pewawancara tinggal memberikan tanda check

(√) pada pilihan jawaban yang telah disiapkan. Hal ini sependapat

dengan Arikunto (2006:227) yang menyatakan bahwa pedoman

wawancara berstruktur ini yang disusun secara terperinci sehingga


16

menyerupai check-list, pewawancara tinggal membubuhkan tanda v

(check) pada nomor yang sesuai. Wawancara berstruktur tidak

membuka kebebasan bagi responden untuk berbicara sesuka

hatinya. Jawaban responden terikat pada pertanyaan yang telah

disusun lebih dahulu. Namun demikian wawancara berstruktur

mempunyai keuntungan (Nasution,2003:119 dalam

Sudaryono,2013:37) antara lain : 1) tujuan wawancara lebih jelas

dan terpusat pada hal-hal yang telah ditentukan lebih dahulu

sehingga tidak ada bahaya bahwa percakapan menyeleweng dan

menyimpang dari tujuan, 2) jawaban-jawaban mudah dicatat dan

diberi kode, dan 3) data tersebut lebih mudah diolah dan saling

dibandingkan.

Ditinjau dari pelaksanaanya, wawancara dibedakan atas :

a. Wawancara terpimpin.

Dalam wawancara ini, pertanyaan diajukan menurut daftar

pertanyaan yang telah disusun.

b. Wawancara Bebas.

Pada wawancara ini terjadi tanya jawab bebas antara pewawancara

dan responden, tetapi pewawancara menggunakan tujuan penelitian

sebagai pedoman, Kebaikan wawancara ini adalah responden tidak

menyadari sepenuhnya bahwa ia sedang diwawancarai.

c. Wawancara Bebas Terpimpin. Wawancara ini merupakan perpaduan

antara wawancara bebas dan terpimpin. Dalam pelaksanaanya,


17

pewawancara membawa pedoman yang hanya merupakan garis

besar tentang hal-hal yang akan ditanyakan.

3. Prosedur dan penyusunan pedoman wawancara

Ada prosedur yang biasa diikuti sebelum wawancara dilakukan.

Misalnya sebelum dilakukan wawancara, pewawancara terlebih dahulu

meperkenalkan diri. Apakah ia berasal dari kampus atau dari

badan/lembaga pemerintah. Kemudian ia harus menerangkan tujuan dan

kegunaan penelitian. Ini penting dilakukan terutama untuk menghindari

kecurigaan dan ketakutan responden. Setelah itu mengapa responden

yang dipilh untuk diwawancarai: bukan orang lain. Masalah ini

umumnya banyak ditanyakan responden sebelum bersedia menjawab

pertanyaan. Terakhir, harus dijelaskan kepada responden bahwa

wawancara ini merupakan suatu yang confidental (Nazir,1985 dalam

Bagong, 2006:73).

a. Langkah-langkah wawancara

Lincoln and Guba dalam Sanapiah faisal, mengemukakan ada tujuh

langkah dalam penggunaan wawancara untuk mengumpulkan data

yaitu :

 Menetapkan kepada siapa wawancara itu akan dilakukan

 Menyiapkan pokok-pokok masalah yang akan menjadi

bahan pembicaraan

 Mengawali atau membuka alur wawancara

 Melangsungkan alur wawancara


18

 Mengkonfirmasikan ikhtisar hasil wawancara dan

mengakhirinya

 Menuliskan hasil wawancara ke dalam catatan lapangan

 Mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah

diperoleh

b. Bentuk-bentuk Pertanyaan dalam wawancara

Hasil suatu wawancara sangat tergantung kepada cara pewawancara

dalam mengajukan pertanyaan kepada responden. Oleh karena itu

perlu diperhatiakn hal –hal sebagai berikut (Milan,2001:436 dalam

Suyono,2011:13)

 Pertanyaan hendaknya dengan kalimat pendek dan tegas

 Rumuskan pertanyaan secara netral, jangan memancing ke

arah jawaban tertentu

 Hindarkan pertanyaan yang bersifat intimidasi

 Mulailah dengan pertanyaan yang menyenangkan

 Pertanyaan yang memang dianggap perlu untuk

diseragamkan, dapat dibacakan seperti membaca sebuah

teks secara wajar

 Setelah pertanyaan dijawab, jawaban segera dicatat.

Menurut Patton dalam Sugiyono (2013:235), ada enam jenis

pertanyaan yang diajukan oleh pewawancara akan terkait dengan

salah satu dari pertanyaan lainnya, yaitu :

 Pertanyaan yang berkaitan dengan pengalaman atau prilaku


19

Berkaitan dengan apa yang dibuat dan telah diperbuat oleh

seseorang yang dtujukan untuk mendeskripsikan

pengalaman, prilaku, tindakan dan kegiatan yang dapat

diamati pada waktu kehadiran pewawancara

 Pertanyaan yang berkaitan dengan pendapat atau nilai

Ditujukan untuk memahami proses kognitif dan

interpretative dari sbjek yang menceritakan tujuan,

keinginan, harapan dan nilai. Sedangkan jawabanny

memberikan gambaran tentang apa yang dipikirkan tentang

dunia atau tentang suatu program khusus

 Pertanyaan yang berkaitan dengan perasaan

Untuk dapat memahami respns emosional seseorang

sehubungan dengan pengalaman dan pemikirannya.

 Pertanyaan tentang pengetahuan

Untuk memperoleh pengetahuan faktual yang dimiliki

responden dengan asumsi bahwa suatu hal dipandang dapat

diketahui bukan pendaoat atau perasaan atau merupakan hal-

hali yang diketahui seseorang, melainkan fakta dari kasus itu.

 Pertanyaan yang berkaitan tentang indera

Pertanyaan yang berkaitan dengan apa yang dilihat,

didengarrm diraba, dirasakan dan dicium yang memberikan

kesempatan kepada pewawancara untuk memasuki

perangkat indera responden


20

 Pertanyaan yang berkaitan tentang latar belakang atau

demografi

Menenmukan ciri-ciri pribadi orang yang diwawancarai

yang jawabannya dapat membantu pewawancara

menemukan hubungan responden dengan orang lain.


21

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam penelitian kuantitatif, instrument merupakan bagian yang

sangat penting untu diperhatikan. Hal ini disebabkan pada penelitian

tersebut pemerolehan data menjadi hal yang sangat krusial, dari data itulah

nantinya yang akan di analisis dan selanjutnya diambil kesimpulan. Proses

pengukuran (pemberian nilai terhadap suatu variabel ) sedapat mungkin

harus dilakukan dengan sangat cermat. Oleh karna itu faktor ketersediaan

instrument pengumpul data sangat penting untuk diperhatikan. Instrument

tidak hanya harus tersedia, namun juga harus berada dalam kondisi optimal

untuk benar –benar dapat dipakai sebagai alat pengumpul data. Semakin

baik instrument yang dipersiapkan, maka semakin baik pula kualitas data

yang akan diperoleh.

Wawancara merupakan teknik / cara pengumpulan data dengan

mengadakan percakapan langsung secara bertatap muka (face to face).

Namun demikian teknik wawancara ini dalam perkembangannya tidak

harus dilakukan secara berhadapan langsung (face to face), melainkan dapat

saja dengan memanfaatkan sarana komunikasi lain, misalnya telepon dan

internet.

B. Saran

Untuk penyusunan dan pengembangan intrument penelitian

menggunakan pedoman wawancara pada penelitian kuantitatif belum ada

kajian-kajian atau literatur-literatur yang membahas lebih dalam mengenai

21
22

ini, karna pedoman wawancara ini identik dengan jenis penelitian kualitatif,

untuk itu diharapkan kepada peneliti yang ingin menggunakan instrument

penelitian pedoman wawancara harus bisa se kreatif mungkin untuk

mengembangkan dan menyusun instrumen ini tanpa menghilangkan konsep

standar yang sudah ada dari penyusunan dan pengembangan isntrumen itu

sendiri. Jika instrumen peneltian itu tidak standar maka prosedur penelitian

atau proses penyusunan instrument itu yang kita buat standar, dan begitu

pula sebaliknya”
23

DAFTAR RUJUKAN

Arikunto S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:


Rineka Cipta.
Bagong S,Sutinah. 2006. Metode Penelitian Sosial:Berbagai Alternatif
Pendekatan. Jakarta: Kencana.
Furchan A. 2007. Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan. Surabaya : Usaha
Nasional
Labovitz S & Hagedorn R. 1981. Metode Riset Sosial. Jakarta Pusat:
Erlangga
Muljono P. 2002. Penyusunan dan Pengembangan Instrumen Penelitian. Makalah
disampaikan pada Lokakarya Peningkatan Suasana Akademik Jurusan
Ekonomi FIS-UNJ tanggal 5 – 9 Agustus 2002. Jakarta : FIS-UNJ.
Sanapiah F. 2008. Format – format Penelitian Sosial. Jakarta : RajaGrafindo
Persada.
Setyo B. 2005. Dasar-dasar Metodologi Penelitian dalam Ilmu Keolahragaan
Malang: Departemen Pendidikan Nasional Universitas Negeri Malang
Lembaga Penelitian.
Sudaryono dkk. 2013. Pengembangan Instrument Penelitian Pendidikan.
Yogyakarta : Graha Ilmu
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatatif, dan R&D. Bandung :
Alfabeta
Winarno. 2011. Metodologi Penelitian dalam Pendidikan Jasmani. Malang:
Media Cakrawala Utama Press.

Anda mungkin juga menyukai