(Perjalanan
Kurikulum Indonesia)
Sejarah mencatat bahwa Kurikulum yang pernah berlaku di Indonesia yakni kurikulum 1947
sampai kurikulum 2013, kurikulum tersebut mengalami pembaruan-pembaruan mengikuti
perkembangan dunia pendidikan yang semakin modern dan tentunya karena faktor
perkembangan zaman. Berikut kurikulum dari dulu sampai sekarang.
1) Kurikulum 1947
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah dalam bahasa Belanda
leer plan artinya rencana pelajaran, istilah ini lebih popular dibanding istilah curriculum (bahasa
Inggris). Perubahan arah pendidikan lebih bersifat politis, dari orientasi pendidikan Belanda ke
kepentingan nasional. Sedangkan asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Kurikulum yang berjalan
saat itu dikenal dengan sebutan Rentjana Pelajaran 1947, yang baru dilaksanakan pada tahun
1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum
1950. Bentuknya memuat dua hal pokok: a. Daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, b.
Garis-garis besar pengajaran.
Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial
Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya. Rentjana
Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena
suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka
pendidikan lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan
berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini. Orientasi Rencana Pelajaran 1947
tidak menekankan pada pendidikan pikiran. Yang diutamakan adalah: pendidikan watak,
kesadaran bernegara dan bermasyarakat. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-
hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.
4) Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan kurikulum 1964, yakni dilakukan perubahan struktur
kulrikulum pendidikan dari pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan
dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum ini merupakan perwujudan perubahan orientasi pada
pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis
yaitu mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama.
Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan
pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan
kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9. Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai
kurikulum bulat. “Hanya memuat mata pelajaran pokok-pokok saja,” katanya. Muatan materi
pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik
beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.
Baca Juga:
Mengenal Pendekatan Saintifik Pada Kurikulum 2013
Komponen Kurikulum
2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari Makalah ini adalah : Bagaimana Perkembangan Kurikulum di Indonesia?
3. Tujuan
Adapun tujuan dari disusunnya Makalah ini adalah untuk mengetahui perkembangan kurikulum di
Indonesia.
BAB II
PEMAHASAN
Adapun perlembangan kurikulum di Indoesia dapat dibagi daam beberapa fase, sebagai berikut:
1. Periode sebelum tahun 1945 Kurikulum pada masa VOC Kurikulum sekolah-sekolah selama VOC
bertalian erat dengan gereja. Menurut Hereen XVII, badan tertinggi VOC di negeri Belanda yang
tertidi atas 17 orang anggota, tahun 1617, gubernur di Indonesia harus menyebarluaskan agama
Kristen dan mendirikan sekolah untuk tujuan itu. Menurut peraturan sekolah 1643 tugas guru dalah
memupuk rasa tajkut kepada Tuhan , mengajarkan dasar agama Kristen , mengajak anak berdoa,
bernyanyi , pergi ke gereja, mematuhi orang tua, penguasa, dan guru-guru. Walaupun tak ada
kurikulum yang ditentukan biasanya sekolah menyajikan pelajaran tentang ketekismus, agama, juga
membaca , menulis dan menyanyi.Demikian pula tidak ditentukan lama belajar. Peraturan hanya
menentukan bahwa anak pria lebih dari usia 16 tahun dan anak wanita lebih dari 12 tahun
hendaknya jangan dikeluarkan dari sekolah. Pembagian dalam 3 kelas untuk pertama kali dimulai
pada tahun 1778. Di kelas 3, kelas terendah, anak-anak belajar abjad, di kelas 2 memaca, menulis,
dan bernyanyi dan di kelas 1, kelas tertinggi: membaca, menulis, katekismus, bernyanyi dan
berhitung.
2. Kurikulum Sebelum 1892 (Sebelum Reorganisasi)
Sebelum 1892, Sekolah rendah tidak mempunyai kurikulum yang uniform, walaupun dalam peraturan
1871 ada petunjuk yang menentukan kegiatan sekolah. Ada 4 mata pelajaran yang diharuskan , yakni
membaca, menulis, bahasa (bahasa daerah dan bahasa Melayu), dan berhitung. Bahasa pengantar yang
digunakan adalah bahasa Melayu. Adapun mengenai pelajaran Agama, tidak di ajarkan. Seperti halnya di
belanda pada masa liberal. Statuta 1874 menyatakan pengajaran agama dilarang di sekolah pemerintah,
akan tetapi ruang kelas dapat digunakan untuk itu di luar jam pelajaran.
Kurikulum sekolah ini, seperti ditentukan dalam peraturan 1893 terdiri atas pelajaran membaca dan
menulis dalam bahasa daerah dalam huruf daerah dan latin, membaca dan menulis dalam bahasa
Melayu, berhitung, ilmu bumi Indonesia, ilmu alam, sejarah pulau tempat tinggal, menggambar dan
mengukur tanah. Lama pelajaran diperpanjang dari 3 menjadi 5 kelas. Sekolah dibagi dalam 5 kelas yang
terpisah sehingga sekolah beruangan satu lambat laun lenyap. Sekolah Kelas Satu tidak menjadi popular
di kalangan Priayi, karena tidk memberikan pelajaran bahasa Belanda. Akhirnya, pada tahu 1907 bahasa
Belanda dimasukkan ke dalam program Sekolah kelas Satu dan lama studi diperpanjang menjadi 6
tahun. Akan tetapi, perubahan itu tetap tidak menjadikan Sekolah Kelas Satu popular, ia tetap menjadi
terminal tanpa kesempatan melanjutkan pelajaran. Kelemahannya jelas Nampak bila dibandingkan
dengan ELS (Europese Lagere School) dan HCS (Holland Chinese School) . Dirasakan adanya
diskriminasi terhadap anak Indonesia karena anak-anak cina di HCS diberi pelajaran dalam bahasa
Belanda selama 7 tahun. Barulah ketika tahun 1912 bahasa Belanda diajarkan mulai kelas 1 dan lama
studi diperpanjang selama 7 tahun. Lamat laun Sekolah Kelas Satu menyamai sekolah-sekolah yang
tersedia bagi golongan bangsa lain, akan tetapi masih mempunyai kelemahan karena tidak membuka
kesempatan untuk melanjutkan pelajaran.
Disebut Sekolah Kelas Dua karena orang-orang yang sekolah disana khusus sebagian kecil rakyat.
Sekolah ini akan mempersiapkan berbagai ragam pegawai rendah untuk kantor pemerintah dan
perusahaan swasta. Disamping itu juga untuk mempersiapkan guru bagi Sekolah Desa.Sekolah ini
mempunyai kurikulum yang sangat sederhana dikarenakan sekolah ini pada mulanya untuk seluruh
rakyat Indonesia walupun dalam perkembangannya kemudian lebih spesifik lagi. Program Sekolah Kelas
Dua ini sama dengan program Sekolah kelas Satu kelas 1-3. Perlu diketahui, Reorganisasilah yan
menyebabkan dua jenis sekolah ini, Sekolah Kelas Satu terutama bagi anak golongan atas dan Sekolah
Kelas Dua untuk orang biasa
5. Kurikulum VolkSchool
Kurikulum ini sangat sederhana. Kurikulum ini muncul seiring dengan kebutuhan rakyat yang pada saat
itu banyak buta huruf dan tidak bisa berhitung. Akan tetapi, sekolah ini tetap saja dirasa tidak memenuhi
keinginan murid untuk melanjutkan pelajarannya. Banyak anak-anak dari sekolah ini yang ingin
dipindahkan ke Sekolah Kelas Dua. Pada akhirnya, sekolah desa ini menjadi substruktur dari Sekolah
Kelas Dua dengan mangadakan perbaikan kurikulum Sekolah Desa.
HCS mempunyai dasar yang sama dengan ELS. Bahasa Perancis biasanya diajarkan pada sore hari
seperti halnya dengan bahasa Inggris, yang sebenarnya tidak diberikan kepada ELS, nemun diajarkan
berhubung dengan kepentinan bagi perdagangan. Kurikulum dan buku pelajarannyapun sama dengan
ELS.
Pendirian HIS pada prinsipnya dikarenakan keinginan yang kian menguat di kalangan orang Indonesia
untuk memperoleh pendidikan, khususnya pendidikan Barat. Kurikulum HIS seperti yang tercantum
dalam Statuta 1914 No. 764 meliputi semua mata pelajaran. Lulusannyapun akhirnya bisa melanjutkan
ke STOVIA(School tot Opleiding van Indisce Artsen, Sekolah “Dokter Djawa”) dan MULO. Selain itu
mereka memasuki Sekolah Guru, Sekolah Normal, Sekolah Teknik, Sekolah Tukag, Sekolah Pertanian,
Sekolah Menteri Ukur, dan lain-lain.
Dengan program yang diperluas. MULO merupakan sekolah pertama yang tidak mengikuti pola
pendidikan Belanda, namun tetap berorientasi ada Barat dan tidak mencari penyesuaian dengan
keadaan Indonesia. Programnya terdiri atas empat bahasa yakni, belanda, Perancis, Inggris dan Jerman.
Kursus MULO ini dibuka pada tahun 1903. Kursus ini dimaksud sebagai sekolah rendah
Kurikulum HBS di Indonesia tak sedikitpun berbeda dengan yang ada di negeri Belanda. Kurikulum ini
dirasa mantap tanpa mengalami banyak perubahan. Apa yang diajarkan tampaknya universal.
Bahannyapun apat berubah disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, namun mata
pelajarannya tetap sama. Siswa HBS harus mempunyai bakat yang tinggi dalam IPA , matematika
ataupun bahasa. Dan untuk gurunyapun, hanya mereka yang memperoleh gelar Ph.D (Doktor) atau
diploma yang boleh mengajar. Dengan demikian ini dapat mencapai taraf yang sama dengan sekolah
yang terdapat di Netherland.
1.
1. Periode Tahun 1945 Sampai Tahun 1968 (Masa Kemerdekaan dan Pemerintahan OrdeLama) .
1. Kurikulum 1947, Rentjana Pelajaran 1947 Kurikulum pertama yang lahir pada masa
kemerdekaan memakai istilah dalam bahasaBelanda leer plan artinya rencana pelajaran,
istilah ini lebih popular disbanding istilah curriculum (bahasa Inggris). Perubahan arah
pendidikan lebih bersifat politis, dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional.
Sedangkan asas pendidikanditetapkan Pancasila. Kurikulum yang berjalan saat itu dikenal
dengan sebutanRentjana Pelajaran 1947, yang baru dilaksanakan pada tahun 1950.
Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum
1950.Bentuknya memuat dua hal pokok: * Daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, *
Garis-garis besar pengajaran. Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih
dipengaruhi sistem pendidikankolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan
yang pernah digunakansebelumnya. Rentjana Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai
pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan berbangsa saat
itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka pendidikan sebagai
development conformism lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia
yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini. Orientasi
Rencana Pelajaran 1947 tidak menekankan pada pendidikan pikiran. Yang
diutamakanadalah : pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat. Materi
pelajarandihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan
pendidikan jasmani.
2. Kurikulum 1952, Rentjana Pelajaran Terurai 1952 Setelah Rentjana Pelajaran 1947, pada
tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Kurikulum ini lebih merinci
setiap mata pelajaran yangkemudian diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952.
Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling
menonjol dan sekaligusciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus
memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Silabus mata
pelajarannyamenunjukkan secara jelas bahwa seorang guru mengajar satu mata pelajaran,
(Djauzak Ahmad, Dirpendas periode1991-1995).
3. Kurikulum 1964, Rentjana Pendidikan 1964 Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964,
pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama
Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari
kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat
pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran
dipusatkan pada program Pancawardhana(Hamalik, 2004), yaitu pengembangan moral,
kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan,dan jasmani. Ada yang menyebut Panca
wardhana berfokus pada pengembangan dayacipta, rasa, karsa, karya, dan moral. Mata
pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan,
emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih
menekankan pada pengetahuan dan kegiatanfungsional praktis.
4. Periode Tahun 1968 Sampai Tahun 1999 (Masa Pemerintahan Orde Baru) Perkembangan
Kurikulum
1. Kurikulum 1968 Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis, mengganti Rencana
Pendidikan 1964 yangdicitrakan sebagai produk Orde Lama. Dari segi tujuan
pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk
membentuk manusia Pancasilasejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi
kecerdasan dan keterampilan jasmani,moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama.
Dalam kurikulum ini tampak dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari
Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan
khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada
pelaksanaan UUD 1945 secara murni dankonsekuen. Kurikulum 1968 menekankan
pendekatan organisasi materi pelajaran:kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan
dasar, dan kecakapan khusus. Mata pelajaran dikelompokkan menjadi 9 pokok. Djauzak
menyebut Kurikulum 1968 sebagaikurikulum bulat. “Hanya memuat mata pelajaran
pokok saja,” . Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tidak mengaitkan dengan
permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat
diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan. Isi pendidikan diarahkan pada
kegiatan mempertinggi kecerdasan danketerampilan, serta mengembangkan fisik yang
sehat dan kuat.2. Kurikulum 1975Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar
pendidikan lebih efektif dan efisien. Menurut Drs Mudjito; Ak; Msi (Direktur Pemb. TK
dan SD Depdiknas). yang melatar belakangi lahirnya kurikulum ini adalah pengaruh
konsep di bidang manejemen, yaituMBO (management by objective) yang terkenal saat
itu,” Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan
Sistem Instruksional (PPSI), yangdikenal dengan istilah “satuan pelajaran”, yaitu
rencana pelajaran setiap satuan bahasan.Setiap satuan pelajaran dirinci menjadi :
tujuan instruksional umum (TIU), tujuaninstruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat
pelajaran, kegiatan belajar-mengajar,dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru
dibuat sibuk menulis rincian apayang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
2. Kurikulum 1984 Kurikulum 1975 yang Disempurnakan Kurikulum 1984 mengusung
process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan
tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum1975 yang disempurnakan”.
Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar
Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Learning (SAL). CBSA merupakan suatu upaya
dalam pembaharuan pendidikan dan pembelajaran pada saat itu. Pendekatannya
menitikberatkan pada keaktifan siswa yang merupakan inti dari kegiatan belajar. Dalam
CBSA kegiatan belajarnya diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan seperti
mendengarkan, berdiskusi, membuat sesuatu, menulis laporan, memecahkan masalah,
membentuk gagasan, menyusun rencana dan sebagainya. Adapun kegiatan yang
dilakukan guru adalah sebagai berikut: 1. Menyiapkan lembar Kerja 2. Menyususn tugas
bersama siswa 3. Memberikan informasi tentang kegiatan yang akan di susun. 4.
Memberikan bantuan dan pelayanan apabila siswa mendapat kesulitan 5.
Menyampaikan pertanyaan yang bersifat asuhan 6. Membantu mengarahkan rumusan
kesimpulan umum. 7. Memberikan bantuan dan pelayanan khusus kepada siswa yang
lamban 8. Menyalurkan bakat dan minat siswa 9. Mengamati setiap aktivitas siswa.
Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R.
Semiawan,Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986.Konsep CBSA yang
elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yangdiujicobakan, mengalami
banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional.Sayangnya, banyak sekolah
kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalahsuasana gaduh di ruang kelas
lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelangambar, dan yang menyolok guru
tak lagi mengajar model berceramah. Akhirnya penolakan CBSA bermunculan.
3. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999 Perkembangan Kurikulum Kurikulum
1994 merupakan hasil upaya untuk memadukan kurikulum-kurikulumsebelumnya,
terutama kurikulum 1975 dan 1984. Sayang, perpaduan antara tujuan dan proses belum
berhasil. Sehingga banyak kritik berdatangan, disebabkan oleh beban belajar siswa
dinilai terlalu berat, dari muatan nasional sampai muatan lokal. Materimuatan lokal
disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasadaerah
kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok
masyarakat juga mendesak agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Akhirnya,
Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Kejatuhan rezimSoeharto
pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi perubahannyalebih pada
menambal sejumlah materi.
BAB III
PENUTUP
Perkembangan Kurikulum di Indonesia Kesimpulan:
1. Perkembangan Kurikulum di Indonesia dapat dibedakan menjadi kurikulum sebelum tahun 1945 dan
setelah tahun 1945.
2. Kurikulum sebelum tahun 1945 meliputi Kurikulum pada masa VOC, Kurikulum Sebelum 1892
(Sebelum Reorganisasi). Kurikulum Setelah 1892 ( Setelah Reorganisasi), Kurikulum Sekolah Kelas
Dua, Kurikulum VolkSchool, Kurikulum ELS (Europese Lagere School,), Kurikulum HCS (Holland
Chinese School), Kurikulum HIS (Holland Inlandse School), Kurikulum MULO (Meer Uitgebreid Lager
Onderwijs), dan Kurikulum HBS (Hogere Burger School).
3. Kurikulum setelah tahun 1945 meliputi : Kurikulum 1947, Kurikulum 1952, Rentjana Pelajaran Terurai
1952, Kurikulum 1964, Rentjana Pendidikan 1964, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994 dan Suplemen
Kurikulum 1999, Kurikulum 2004, KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi), Kurikulum 2006, KTSP
(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan).
Beragam pengertian tersebut selalu akan menampilkan hal-hal yang berbeda, bahkan
sering pula bertentangan. Namun, pada dasarnya sama sebagai bentuk upaya untuk
memberikan atau menggali pengetahuan, pengalaman yang ada dalam diri masing-masing
peserta didik agar mampu menghadapi masa depan dengan lebih gemilang dengan materi,
metode, fasilitas yang telah ada.
Sementara itu, Mochtar Buchori ( 1993) mengatakan bahwa kurikulum sebagai blue
print (cetak biru), sebagai suatu penggambaran terhadap sosok manusia yang diharapkan akan
tumbuh setelah menjalani semua proses pendidikan, pengajaran dan pelatihan yang digariskan
dalam kurikulum.[7] Ibarat suatu proses pendirian bangunan kurikulum merupakan sketsa awal
yang menggambarkan bangunan tersebut akan didirikan dalam bentuk model yang telah
dibayangkan dan diinginkan oleh pemiliknya. Adapun kuatnya suatu bangunan, bagusnya
suatu model yang telah digambarkan sebelumnya sangat bergantung kepada kecanggihan para
tukang yang menggarap bangunan tersebut, termasuk juga mutu meteri yang digunakan untuk
mendirikan bangunan itu. Para tukang ini sebagai pendidik, sedangkan materi bangunan ialah
seluruh bahan yang digunakan untuk melaksanakan proses pendidikan terhadap siswa yang
sedang menjalani proses pertumbuhan menjadi sosok manusia ideal yang dicita-citakan.
Dengan demikian, kurikulum bukanlah satu-satunya faktor penentu yang mendukung lahirnya
jati diri seseorang di masyarakat di kemudian hari. Meskipun begitu, kurikulum menjadi
perangkat yang strategis untuk menyemaikan kepentingan dan membentuk konsepsi dan
perilaku individu masyarakat.
Kurikulum dapat dilihat dalam tiga dimensi yaitu, sebagai ilmu (curriculum as a body of
knowledge), sebagai sistem (curriculum as a system) dan sebagai rencana (curriculum as a
plan).[8] Kurikulum sebagai ilmu dikaji konsep, landasan, asumsi, teori, model, praksis, prinsip-
prinsip dasar tentang kurikulum. Kurikulum sebagai sistem dijelaskan kedudukan kurikulum
dalam hubungannya dengan sistem dan bidang-bidang lain, komponen-komponen kurikulum,
kurikulum berbagai jalur, jenjang, jenis pendidikan, manajemen kurikulum, dan sebagainya.
Kurikulum sebagai rencana tercakup macam-macam rencana dan rancangan atau desain
kurikulum. Kurikulum sebagai rencana ada yang bersifat menyeluruh untuk semua jalur,
jenjang, dan jenis pendidikan dan ada pula yang khusus untuk jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan tertentu.
Kurikulum merupakan salah satu komponen pendidikan yang sangat strategis
karena merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatanpembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.[9]Kurikulum sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran memberikan makna bahwa di dalam
kurikulum terdapat panduan interaksi antara guru dan peserta didik. Dengan demikian,
kurikulum berfungsi sebagai “nafas atau inti” dari proses pendidikan di sekolah untuk
memberdayakan potensi peserta didik.
2.2 Dasar-dasar Kebijakan Kurikulum
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum mempunyai kedudukan
yang strategis dalam seluruh kegiatan pendidikan. Seperti yang ditulis oleh Sukmadinata
(Sukmadinata, 2006: 43); Banyak pihak menganggap kurikulum sebagai ”rel” yang
menentukan akan kemana pendidikan diarahkan.[10]
Nasution (Nasution, 2003:18), menyatakan bahwa Pendidikan sebagai saran mencetak
manusia ungggul, maka membutuhkan kurikulum yang sesuai dan tepat, yang berazaskan
filosofis, dasar psikologis, dasar sosiologis, dan dasar organisatoris, dan perkembangan IPTEK
sebagai cara untuk menjawab tantangan saat ini dan masa yang akan datang.[11]
[1]
Makalah ini disusun oleh M. Amiruddin Atimurrahman, untuk memenuhi Tugas Mata
Kuliah Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum yang diampu oleh Dr. Arif Budi W, M.Si dan Dra. Ribut
Wahyu E, M.Pd.
Sidi, “ Menuju Masyarakat Belajar; Menggagas Padadigma baru Pendidikan”, (Jakarta: Logos Wacana
[2]
Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan UPI, 2002), hal. 16-24
Lihat Rosyada, ”Paradigma Pendidikan Demokratis: Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam
[16]