Anda di halaman 1dari 20

Perkembangan Kurikulum 1947 sampai Kurikulum 2013.

(Perjalanan
Kurikulum Indonesia)

Sejarah mencatat bahwa Kurikulum yang pernah berlaku di Indonesia yakni kurikulum 1947
sampai kurikulum 2013, kurikulum tersebut mengalami pembaruan-pembaruan mengikuti
perkembangan dunia pendidikan yang semakin modern dan tentunya karena faktor
perkembangan zaman. Berikut kurikulum dari dulu sampai sekarang.

1) Kurikulum 1947
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah dalam bahasa Belanda
leer plan artinya rencana pelajaran, istilah ini lebih popular dibanding istilah curriculum (bahasa
Inggris). Perubahan arah pendidikan lebih bersifat politis, dari orientasi pendidikan Belanda ke
kepentingan nasional. Sedangkan asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Kurikulum yang berjalan
saat itu dikenal dengan sebutan Rentjana Pelajaran 1947, yang baru dilaksanakan pada tahun
1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum
1950. Bentuknya memuat dua hal pokok: a. Daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, b.
Garis-garis besar pengajaran.
Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial
Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya. Rentjana
Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena
suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka
pendidikan lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan
berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini. Orientasi Rencana Pelajaran 1947
tidak menekankan pada pendidikan pikiran. Yang diutamakan adalah: pendidikan watak,
kesadaran bernegara dan bermasyarakat. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-
hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.

2) Kurikulum 1952, Rentjana Pelajaran Terurai 1952


Pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Kurikulum ini lebih
merinci setiap mata pelajaran yang kemudian diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952.
Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol
dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan
isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952.
“Silabus mata pelajarannya jelas sekali, seorang guru mengajar satu mata pelajaran,” kata
Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995. Pada masa itu juga
dibentuk kelas Masyarakat. Yaitu sekolah khusus bagi lulusan Sekolah Rendah 6 tahun yang
tidak melanjutkan ke SMP. Kelas masyarakat mengajarkan keterampilan, seperti pertanian,
pertukangan, dan perikanan tujuannya agar anak tak mampu sekolah ke jenjang SMP, bisa
langsung bekerja.

3) Kurikulum 1964, Rentjana Pendidikan 1964


Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa
pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk
pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana
(Hamalik, 2004), yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keterampilann, dan
jasmani. Ada yang menyebut Panca wardhana berfokus pada pengembangan daya cipta, rasa,
karsa, karya, dan moral. Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi:
moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan
dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.

4) Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan kurikulum 1964, yakni dilakukan perubahan struktur
kulrikulum pendidikan dari pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan
dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum ini merupakan perwujudan perubahan orientasi pada
pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis
yaitu mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama.
Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan
pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan
kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9. Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai
kurikulum bulat. “Hanya memuat mata pelajaran pokok-pokok saja,” katanya. Muatan materi
pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik
beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.

5) Kurikulum Periode 1975


Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang
melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by
objective) yang terkenal saat itu,” kata Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan SD
Depdiknas. Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem
Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap
satuan bahasan.
Setiap satuan pelajaran dirinci lagi dalam bentuk Tujuan Instruksional Umum (TIU), Tujuan
Instruksional Khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar mengajar, dan
evaluasi. Guru harus trampil menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan
pembelajaran.

6) Kurikulum 1984, Kurikulum 1975 yang Disempurnakan


Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses,
tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut Kurikulum 1975 yang
disempurnakan. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa
Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum
1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode
1980-1986.
Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang
diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya,
banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang
kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak
lagi mengajar model berceramah. Akhiran penolakan CBSA bermunculan.

7) Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999


Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan
Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada
sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem
caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap
diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup
banyak. Tujuan pengajaran menekankan pada pemahaman konsep dan keterampilan
menyelesaikan soal dan pemecahan masalah. Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya
memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. “Jiwanya ingin mengkombinasikan antara
Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan proses,” kata Mudjito menjelaskan.
Pada kurikulum 1994 perpaduan tujuan dan proses belum berhasil karena beban belajar siswa
dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan
kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan
lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu
tertentu masuk dalam kurikulum. Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super
padat. Kehadiran Suplemen Kurikulum 1999 lebih pada menambal sejumlah materi.

Baca Juga:
Mengenal Pendekatan Saintifik Pada Kurikulum 2013
Komponen Kurikulum

8) Kurikulum 2004, KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi)


Kurikulum 2004, disebut juga Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Suatu program
pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung tiga unsur pokok, yaitu: pemilihan
kompetensi yang sesuai; spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan
pencapaian kompetensi; dan pengembangan pembelajaran.
Ciri-ciri KBK sebagai berikut:
1. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal,
berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
2. Kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi,
3. sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur
edukatif.
4. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian
suatu kompetensi.
5. Struktur kompetensi dasar KBK ini dirinci dalam komponen aspek, kelas dan semester.
6. Keterampilan dan pengetahuan dalam setiap mata pelajaran, disusun dan dibagi menurut aspek
dari mata pelajaran tersebut.
7. Pernyataan hasil belajar ditetapkan untuk setiap aspek rumpun pelajaran pada setiap level.
8. Perumusan hasil belajar adalah untuk menjawab pertanyaan,
1. Apa yang harus siswa ketahui dan mampu lakukan sebagai hasil belajar mereka pada level
ini?
2. Hasil belajar mencerminkan keluasan, kedalaman, dan kompleksitas kurikulum dinyatakan
dengan kata kerja yang dapat diukur dengan berbagai teknik penilaian.
9. Setiap hasil belajar memiliki seperangkat indikator. Perumusan indikator adalah untuk menjawab
pertanyaan, Bagaimana kita mengetahui bahwa siswa telah mencapai hasil belajar yang
diharapkan?.
Pendidikan berbasis kompetensi menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk
melakukan kompetensi tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar performance yang telah
ditetapkan. Hal ini mengandung arti bahwa pendidikan mengacu pada upaya penyiapan individu
yang mampu melakukan perangkat kompetensi yang telah ditentukan. Implikasinya adalah perlu
dikembangkan suatu kurikulum berbasis kompetensi sebagai pedoman pembelajaran.
Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan
dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan
terus menerus dapat memungkinkan seseorang untuk menjadi kompeten, dalam arti memiliki
pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu (Puskur, 2002:55).
Kurikulum 2004 lebih keren dengan nama Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap mata
pelajaran dirinci berdasarkan kompetensi apa yang mesti di capai siswa. Kerancuan muncul pada
alat ukur pencapaian kompetensi siswa yang berupa Ujian Akhir Sekolah dan Ujian Nasional
yang masih berupa soal pilihan ganda. Bila tujuannya pada pencapaian kompetensi yang
diinginkan pada siswa, tentu alat ukurnya lebih banyak pada praktik atau soal uraian yang
mampu mengukur sejauh mana pemahaman dan kompetensi siswa. Walhasil, hasil KBK tidak
memuaskan dan guru-guru pun tak paham betul apa sebenarnya kompetensi yang diinginkan
pembuat kurikulum.

9) Kurikulum Periode KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran) 2006


Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan, muncullah KTSP. Disusun oleh Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP) yang selanjutnya ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional melalui
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 22, 23, dan 24 tahun 2006.
Menurut Undang-undang nomor 24 tahun 2006 pasal 1 ayat 15, Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di
masing-masing satuan pendidikan. Jadi, penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan
dengan memperhatikan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Disamping itu, pengembangan KTSP harus
disesuaikan dengan kondisi satuan pendidikan, potensi dan karakteristik daerah, serta peserta
didik.
Penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
berpedoman pada panduan yang disusun oleh BSNP dimana panduan tersebut berisi sekurang-
kurangnya model-model kurikulum tingkat satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tersebut dikembangkan sesuai dengan
satuan pendidikan, potensi daerah/ karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan
peserta didik.
Tujuan KTSP ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi
dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh
satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan
dan potensi yang ada di daerah. Tujuan Panduan Penyusunan KTSP ini untuk menjadi acuan
bagi satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK
dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum yang akan dilaksanakan pada tingkat satuan
pendidikan yang bersangkutan.
Dengan terbitnya permen nomor 24 tahun 2006 yang mengatur pelaksanaan permen nomor 22
tahun 2006 tentang standar isi kurikulum dan permen nomor 23 tahun 2006 tentang standar
kelulusan, lahirlah kurikulum 2006 yang pada dasarnya sama dengan kurikulum 2004. Perbedaan
yang menonjol terletak pada kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu pada jiwa dari
desentralisasi sistem pendidikan.
Pada kurikulum 2006, pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar,
sedangkan sekolah dalam hal ini guru dituntut untuk mampu mengembangkan dalam bentuk
silabus dan penilaiannya sesuai dengan kondisi sekolah dan daerahnya. Hasil pengembangan dari
semua mata pelajaran, dihimpun menjadi sebuah perangkat yang dinamakan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). Penyusunan KTSP menjadi tanggung jawab sekolah di bawah
binaan dan pemantauan dinas pendidikan daerah dan wilayah setempat.
Pada akhir tahun 2012 KTSP dianggap kurang berhasil, karena pihak sekolah dan para guru
belum memahami seutuhnya mengenai KTSP dan munculnya beragam kurikulum yang sulit
mencapai tujuan pendidikan nasional. Maka mulai awal tahun 2013 KTSP dihentikan pada
beberapa sekolah dan digantikan dengan kurikulum yang baru.

10) Kurikulum Periode 2013


Kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan, modivikasi dan pemutakhiran dari kurikulum
sebelumnya. Sampai saat ini pun saya belum menerima wujud aslinya seperti apa. Namun
berdasarkan informasi beberapa hal yang baru pada kurikulum 2013.
Kurikulum 2013 sudah diimplementasikan pada tahun pelajaran 2013/2014 pada sekolah-sekolah
tertentu (terbatas). Kurikulum 2013 diluncurkan secara resmi pada tanggal 15 Juli 2013. Sesuatu
yang baru tentu mempunyai perbedaan dengan yang lama.

Semoga bermanfaat. Salam Guru Ngapak!

Perkembangan Kurikulum di Indonesia


BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dari masa ke masa kurikulum yang terdapat di setiap negera berubah yang ini menurut sebagian pakar
disebabkan karena kebutuhan masyarakat yang berkembang dan disamping itu kondisi dan tuntutan
zaman pun berubah. Untuk menyesuaikan dengan zaman, kurikulumpun mengalami perkembangan.
Perkembangan itupun terjadi pada kurikulum di Negara Indonesia. Sebagai sebuah Negara yang memiliki
tujuan berdiri, kurikulum ini dirasa sangt penting untuk kemudian mengiringi kemajuan Negara.
Karenanya, perkembangan kurikulum ini dianggap menjadi penentu masa depan anak bangsa. Sebaga
bangsa yang pernah di jajah, sedikit tidak Negara ini akn terengaruh oleh kurikulum pendidikan dari
Negara yang dulu pernah menjajah Indnesia. Penting untuk kemudian dikaji untuk mengetahui bahwa
Negara kita saat ini kurikulumnya masih berkaitan dengankepentingan penjajah dulu. Setidaknya, ketika
fisik penjajah itu pergi, mereka sejatinya teta ada melalui kurkulum yang yang diturunkan pada Negara
bekas jajahan

2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari Makalah ini adalah : Bagaimana Perkembangan Kurikulum di Indonesia?

3. Tujuan

Adapun tujuan dari disusunnya Makalah ini adalah untuk mengetahui perkembangan kurikulum di
Indonesia.

BAB II
PEMAHASAN
Adapun perlembangan kurikulum di Indoesia dapat dibagi daam beberapa fase, sebagai berikut:

1. Periode sebelum tahun 1945 Kurikulum pada masa VOC Kurikulum sekolah-sekolah selama VOC
bertalian erat dengan gereja. Menurut Hereen XVII, badan tertinggi VOC di negeri Belanda yang
tertidi atas 17 orang anggota, tahun 1617, gubernur di Indonesia harus menyebarluaskan agama
Kristen dan mendirikan sekolah untuk tujuan itu. Menurut peraturan sekolah 1643 tugas guru dalah
memupuk rasa tajkut kepada Tuhan , mengajarkan dasar agama Kristen , mengajak anak berdoa,
bernyanyi , pergi ke gereja, mematuhi orang tua, penguasa, dan guru-guru. Walaupun tak ada
kurikulum yang ditentukan biasanya sekolah menyajikan pelajaran tentang ketekismus, agama, juga
membaca , menulis dan menyanyi.Demikian pula tidak ditentukan lama belajar. Peraturan hanya
menentukan bahwa anak pria lebih dari usia 16 tahun dan anak wanita lebih dari 12 tahun
hendaknya jangan dikeluarkan dari sekolah. Pembagian dalam 3 kelas untuk pertama kali dimulai
pada tahun 1778. Di kelas 3, kelas terendah, anak-anak belajar abjad, di kelas 2 memaca, menulis,
dan bernyanyi dan di kelas 1, kelas tertinggi: membaca, menulis, katekismus, bernyanyi dan
berhitung.
2. Kurikulum Sebelum 1892 (Sebelum Reorganisasi)
Sebelum 1892, Sekolah rendah tidak mempunyai kurikulum yang uniform, walaupun dalam peraturan
1871 ada petunjuk yang menentukan kegiatan sekolah. Ada 4 mata pelajaran yang diharuskan , yakni
membaca, menulis, bahasa (bahasa daerah dan bahasa Melayu), dan berhitung. Bahasa pengantar yang
digunakan adalah bahasa Melayu. Adapun mengenai pelajaran Agama, tidak di ajarkan. Seperti halnya di
belanda pada masa liberal. Statuta 1874 menyatakan pengajaran agama dilarang di sekolah pemerintah,
akan tetapi ruang kelas dapat digunakan untuk itu di luar jam pelajaran.

3. Kurikulum Setelah 1892 ( Setelah Reorganisasi)

Kurikulum sekolah ini, seperti ditentukan dalam peraturan 1893 terdiri atas pelajaran membaca dan
menulis dalam bahasa daerah dalam huruf daerah dan latin, membaca dan menulis dalam bahasa
Melayu, berhitung, ilmu bumi Indonesia, ilmu alam, sejarah pulau tempat tinggal, menggambar dan
mengukur tanah. Lama pelajaran diperpanjang dari 3 menjadi 5 kelas. Sekolah dibagi dalam 5 kelas yang
terpisah sehingga sekolah beruangan satu lambat laun lenyap. Sekolah Kelas Satu tidak menjadi popular
di kalangan Priayi, karena tidk memberikan pelajaran bahasa Belanda. Akhirnya, pada tahu 1907 bahasa
Belanda dimasukkan ke dalam program Sekolah kelas Satu dan lama studi diperpanjang menjadi 6
tahun. Akan tetapi, perubahan itu tetap tidak menjadikan Sekolah Kelas Satu popular, ia tetap menjadi
terminal tanpa kesempatan melanjutkan pelajaran. Kelemahannya jelas Nampak bila dibandingkan
dengan ELS (Europese Lagere School) dan HCS (Holland Chinese School) . Dirasakan adanya
diskriminasi terhadap anak Indonesia karena anak-anak cina di HCS diberi pelajaran dalam bahasa
Belanda selama 7 tahun. Barulah ketika tahun 1912 bahasa Belanda diajarkan mulai kelas 1 dan lama
studi diperpanjang selama 7 tahun. Lamat laun Sekolah Kelas Satu menyamai sekolah-sekolah yang
tersedia bagi golongan bangsa lain, akan tetapi masih mempunyai kelemahan karena tidak membuka
kesempatan untuk melanjutkan pelajaran.

4. Kurikulum Sekolah Kelas Dua

Disebut Sekolah Kelas Dua karena orang-orang yang sekolah disana khusus sebagian kecil rakyat.
Sekolah ini akan mempersiapkan berbagai ragam pegawai rendah untuk kantor pemerintah dan
perusahaan swasta. Disamping itu juga untuk mempersiapkan guru bagi Sekolah Desa.Sekolah ini
mempunyai kurikulum yang sangat sederhana dikarenakan sekolah ini pada mulanya untuk seluruh
rakyat Indonesia walupun dalam perkembangannya kemudian lebih spesifik lagi. Program Sekolah Kelas
Dua ini sama dengan program Sekolah kelas Satu kelas 1-3. Perlu diketahui, Reorganisasilah yan
menyebabkan dua jenis sekolah ini, Sekolah Kelas Satu terutama bagi anak golongan atas dan Sekolah
Kelas Dua untuk orang biasa

5. Kurikulum VolkSchool

Kurikulum ini sangat sederhana. Kurikulum ini muncul seiring dengan kebutuhan rakyat yang pada saat
itu banyak buta huruf dan tidak bisa berhitung. Akan tetapi, sekolah ini tetap saja dirasa tidak memenuhi
keinginan murid untuk melanjutkan pelajarannya. Banyak anak-anak dari sekolah ini yang ingin
dipindahkan ke Sekolah Kelas Dua. Pada akhirnya, sekolah desa ini menjadi substruktur dari Sekolah
Kelas Dua dengan mangadakan perbaikan kurikulum Sekolah Desa.

6. Kurikulum ELS (Europese Lagere School)


Setelah Hindia Belanda diterima kembali dari tangan Inggris pada tahun 1816 oleh para Komisariat
Jendral , maka pendidikan ditanggapi secara lebih sungguh-sungguh. Akan tetapi kegiatan mereka hanya
terfokus pada anak-anak berdarah Belanda. Sekolah Belanda ini sejak mulanya dimaksudkan agar sama
dengan netherland, walaupun terdapat perbedaan tentang muridnya, khususnya pada permulaannnya.
Kurikulum terdiri atas pelajaran membaca, menulis , berhitung, bahasa Belanda, sejarah, ilmu bumi dan
mata pelajaran lainnya. Sedangkan pelajaran agama ditiadakan. Pada tahun 1868 bahasa prancis
diajarkan dan merupakan syarat untuk masuk ke sekolah Belanda.

7. Kurikulum HCS (Holland Chinese School)

HCS mempunyai dasar yang sama dengan ELS. Bahasa Perancis biasanya diajarkan pada sore hari
seperti halnya dengan bahasa Inggris, yang sebenarnya tidak diberikan kepada ELS, nemun diajarkan
berhubung dengan kepentinan bagi perdagangan. Kurikulum dan buku pelajarannyapun sama dengan
ELS.

8. Kurikulum HIS (Holland Inlandse School)

Pendirian HIS pada prinsipnya dikarenakan keinginan yang kian menguat di kalangan orang Indonesia
untuk memperoleh pendidikan, khususnya pendidikan Barat. Kurikulum HIS seperti yang tercantum
dalam Statuta 1914 No. 764 meliputi semua mata pelajaran. Lulusannyapun akhirnya bisa melanjutkan
ke STOVIA(School tot Opleiding van Indisce Artsen, Sekolah “Dokter Djawa”) dan MULO. Selain itu
mereka memasuki Sekolah Guru, Sekolah Normal, Sekolah Teknik, Sekolah Tukag, Sekolah Pertanian,
Sekolah Menteri Ukur, dan lain-lain.

9. Kurikulum MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs)

Dengan program yang diperluas. MULO merupakan sekolah pertama yang tidak mengikuti pola
pendidikan Belanda, namun tetap berorientasi ada Barat dan tidak mencari penyesuaian dengan
keadaan Indonesia. Programnya terdiri atas empat bahasa yakni, belanda, Perancis, Inggris dan Jerman.
Kursus MULO ini dibuka pada tahun 1903. Kursus ini dimaksud sebagai sekolah rendah

10. Kurikulum HBS (Hogere Burger School)

Kurikulum HBS di Indonesia tak sedikitpun berbeda dengan yang ada di negeri Belanda. Kurikulum ini
dirasa mantap tanpa mengalami banyak perubahan. Apa yang diajarkan tampaknya universal.
Bahannyapun apat berubah disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, namun mata
pelajarannya tetap sama. Siswa HBS harus mempunyai bakat yang tinggi dalam IPA , matematika
ataupun bahasa. Dan untuk gurunyapun, hanya mereka yang memperoleh gelar Ph.D (Doktor) atau
diploma yang boleh mengajar. Dengan demikian ini dapat mencapai taraf yang sama dengan sekolah
yang terdapat di Netherland.

1.
1. Periode Tahun 1945 Sampai Tahun 1968 (Masa Kemerdekaan dan Pemerintahan OrdeLama) .
1. Kurikulum 1947, Rentjana Pelajaran 1947 Kurikulum pertama yang lahir pada masa
kemerdekaan memakai istilah dalam bahasaBelanda leer plan artinya rencana pelajaran,
istilah ini lebih popular disbanding istilah curriculum (bahasa Inggris). Perubahan arah
pendidikan lebih bersifat politis, dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional.
Sedangkan asas pendidikanditetapkan Pancasila. Kurikulum yang berjalan saat itu dikenal
dengan sebutanRentjana Pelajaran 1947, yang baru dilaksanakan pada tahun 1950.
Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum
1950.Bentuknya memuat dua hal pokok: * Daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, *
Garis-garis besar pengajaran. Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih
dipengaruhi sistem pendidikankolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan
yang pernah digunakansebelumnya. Rentjana Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai
pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan berbangsa saat
itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka pendidikan sebagai
development conformism lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia
yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini. Orientasi
Rencana Pelajaran 1947 tidak menekankan pada pendidikan pikiran. Yang
diutamakanadalah : pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat. Materi
pelajarandihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan
pendidikan jasmani.
2. Kurikulum 1952, Rentjana Pelajaran Terurai 1952 Setelah Rentjana Pelajaran 1947, pada
tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Kurikulum ini lebih merinci
setiap mata pelajaran yangkemudian diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952.
Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling
menonjol dan sekaligusciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus
memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Silabus mata
pelajarannyamenunjukkan secara jelas bahwa seorang guru mengajar satu mata pelajaran,
(Djauzak Ahmad, Dirpendas periode1991-1995).
3. Kurikulum 1964, Rentjana Pendidikan 1964 Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964,
pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama
Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari
kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat
pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran
dipusatkan pada program Pancawardhana(Hamalik, 2004), yaitu pengembangan moral,
kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan,dan jasmani. Ada yang menyebut Panca
wardhana berfokus pada pengembangan dayacipta, rasa, karsa, karya, dan moral. Mata
pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan,
emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih
menekankan pada pengetahuan dan kegiatanfungsional praktis.
4. Periode Tahun 1968 Sampai Tahun 1999 (Masa Pemerintahan Orde Baru) Perkembangan
Kurikulum
1. Kurikulum 1968 Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis, mengganti Rencana
Pendidikan 1964 yangdicitrakan sebagai produk Orde Lama. Dari segi tujuan
pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk
membentuk manusia Pancasilasejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi
kecerdasan dan keterampilan jasmani,moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama.
Dalam kurikulum ini tampak dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari
Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan
khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada
pelaksanaan UUD 1945 secara murni dankonsekuen. Kurikulum 1968 menekankan
pendekatan organisasi materi pelajaran:kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan
dasar, dan kecakapan khusus. Mata pelajaran dikelompokkan menjadi 9 pokok. Djauzak
menyebut Kurikulum 1968 sebagaikurikulum bulat. “Hanya memuat mata pelajaran
pokok saja,” . Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tidak mengaitkan dengan
permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat
diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan. Isi pendidikan diarahkan pada
kegiatan mempertinggi kecerdasan danketerampilan, serta mengembangkan fisik yang
sehat dan kuat.2. Kurikulum 1975Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar
pendidikan lebih efektif dan efisien. Menurut Drs Mudjito; Ak; Msi (Direktur Pemb. TK
dan SD Depdiknas). yang melatar belakangi lahirnya kurikulum ini adalah pengaruh
konsep di bidang manejemen, yaituMBO (management by objective) yang terkenal saat
itu,” Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan
Sistem Instruksional (PPSI), yangdikenal dengan istilah “satuan pelajaran”, yaitu
rencana pelajaran setiap satuan bahasan.Setiap satuan pelajaran dirinci menjadi :
tujuan instruksional umum (TIU), tujuaninstruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat
pelajaran, kegiatan belajar-mengajar,dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru
dibuat sibuk menulis rincian apayang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
2. Kurikulum 1984 Kurikulum 1975 yang Disempurnakan Kurikulum 1984 mengusung
process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan
tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum1975 yang disempurnakan”.
Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar
Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Learning (SAL). CBSA merupakan suatu upaya
dalam pembaharuan pendidikan dan pembelajaran pada saat itu. Pendekatannya
menitikberatkan pada keaktifan siswa yang merupakan inti dari kegiatan belajar. Dalam
CBSA kegiatan belajarnya diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan seperti
mendengarkan, berdiskusi, membuat sesuatu, menulis laporan, memecahkan masalah,
membentuk gagasan, menyusun rencana dan sebagainya. Adapun kegiatan yang
dilakukan guru adalah sebagai berikut: 1. Menyiapkan lembar Kerja 2. Menyususn tugas
bersama siswa 3. Memberikan informasi tentang kegiatan yang akan di susun. 4.
Memberikan bantuan dan pelayanan apabila siswa mendapat kesulitan 5.
Menyampaikan pertanyaan yang bersifat asuhan 6. Membantu mengarahkan rumusan
kesimpulan umum. 7. Memberikan bantuan dan pelayanan khusus kepada siswa yang
lamban 8. Menyalurkan bakat dan minat siswa 9. Mengamati setiap aktivitas siswa.
Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R.
Semiawan,Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986.Konsep CBSA yang
elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yangdiujicobakan, mengalami
banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional.Sayangnya, banyak sekolah
kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalahsuasana gaduh di ruang kelas
lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelangambar, dan yang menyolok guru
tak lagi mengajar model berceramah. Akhirnya penolakan CBSA bermunculan.
3. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999 Perkembangan Kurikulum Kurikulum
1994 merupakan hasil upaya untuk memadukan kurikulum-kurikulumsebelumnya,
terutama kurikulum 1975 dan 1984. Sayang, perpaduan antara tujuan dan proses belum
berhasil. Sehingga banyak kritik berdatangan, disebabkan oleh beban belajar siswa
dinilai terlalu berat, dari muatan nasional sampai muatan lokal. Materimuatan lokal
disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasadaerah
kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok
masyarakat juga mendesak agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Akhirnya,
Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Kejatuhan rezimSoeharto
pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi perubahannyalebih pada
menambal sejumlah materi.
BAB III
PENUTUP
Perkembangan Kurikulum di Indonesia Kesimpulan:

1. Perkembangan Kurikulum di Indonesia dapat dibedakan menjadi kurikulum sebelum tahun 1945 dan
setelah tahun 1945.
2. Kurikulum sebelum tahun 1945 meliputi Kurikulum pada masa VOC, Kurikulum Sebelum 1892
(Sebelum Reorganisasi). Kurikulum Setelah 1892 ( Setelah Reorganisasi), Kurikulum Sekolah Kelas
Dua, Kurikulum VolkSchool, Kurikulum ELS (Europese Lagere School,), Kurikulum HCS (Holland
Chinese School), Kurikulum HIS (Holland Inlandse School), Kurikulum MULO (Meer Uitgebreid Lager
Onderwijs), dan Kurikulum HBS (Hogere Burger School).
3. Kurikulum setelah tahun 1945 meliputi : Kurikulum 1947, Kurikulum 1952, Rentjana Pelajaran Terurai
1952, Kurikulum 1964, Rentjana Pendidikan 1964, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994 dan Suplemen
Kurikulum 1999, Kurikulum 2004, KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi), Kurikulum 2006, KTSP
(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan).

DASAR-DASAR KEBIJAKAN KURIKULUM


DASAR-DASAR KEBIJAKAN KURIKULUM [1]
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
System pendidikan Nasional yang telah dibangun selama ini, ternyata belum mampu
sepenuhnya memjawab kebutuhan dan tantangan Nasional dan dunia Global. Program
pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan merupakan fokus utama yang harus segera
dibenahi, bangunan pendidikan hanya berpedomen pada konsepsi input-output
analysis atau educational prodaction function, sehingga tatkala input diperbaiki maka secara
otomatis output akan meyakinkan menjadi baik pula. Namun dunia pendidikan tidaklah sama
dengan pabrik dalam dunia industri, ada faktor proses dan kontesk pendidikan yang sangat
menentukan keberhasilan pendidikan. Adapun permasalahan yang menonjol dari kedua foktor
tersebut adalah masalah kurikulum.
Kurikulum pendidikan dikembangkan berdasrkan kompetensi dasar (competency –based
curriculum), dalam konsep ini Sidi (Sidi, 2001;15) mengatakan bahwa kurikulum disusun
berdasarkan kemampuan dasar minimal ynag harus dikuasai seorang peserta didik setelah yang
bersangkutan menyelesaikan satu unit pelajaran, satu satuan waktu dan satu satuan
pendidikan.[2] Dengan demikian, seorang peserta didik belum dapat melanjutkan pelajaran ke unit
atau satuan pendidikan berikutnya sebelum yang bersangkutan menguasai unit pelajaran yang
dipersyaratkan.
Jelas kiranya bahwa salah satu komponen yang sering dijadikan foktor penyebab
menurunnya mutu pendidikan adalah kurikulum. Kritik tajam terhadap kurikulum terkait dengan
kurikulum terlalu padat, tidak sesuai dengan kebutuhan anak, terlalu memberatkan anak,
meropotkan guru, dsb. Seharusnya segala inovasi harus merujuk pada kompetensi dasar. Maka
pengembangan kurikulum (curiiculum development) merupakan komponen yang sangat esensial
dalam keseluruhan kegiatan pendidikan. Para ahli sepakat bahwa pengembangan kurikulum
merupakan siklus dari adanya keterjalinan, hubungan antara komponen pendidikan, yaitu tujuan,,
bahan, kegiaatan dan evaluasi.
Kurikulum sebagai suatu rancangan pendidikan yang mempunyai kedudukan strategis
dalam seluruh kegiatan pendidikan. Hal senada dikatakan oleh Sukmadinata (Sukmadinata,
2006: 25) bahwa banyak pihak menganggap kurikulum sebagai “ real “ yang menentukan akan
kemana pendidikan diarahkan. Maka konsep dasar kebijakan kurikulum perlu untuk dikaji dan
dipahami lebih dalam.[3]

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, penulis merumuskan beberapa masalah sebagai berikut
:
1. Apa Definisi dan konsep dasar kebijakan kurikulum.
2. Bagaimana Model pengembangan kurikulum.
3. Bagaimana Prinsip pelaksanaan kebijakan kurikulum.

1.3 Tujuan Penulisan


Sesuai dengan permasalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penulisan ini
diarahkan untuk :
1. Mengetahui apa pengertian dan konsep dasar kebijakan kurikulum.
2. Mengetahui bagaimana model pengembangan kurikulum.
3. Mengetahui bagaimana prinsip pelaksanaan kebijakan kurikulum.

1.4 Manfaat dan Kontribusi Makalah


Tulisan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi khalayak umum, khususnya :
1) Bagi dunia pendidikan, sebagai masukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan
khususnya dalam penentuan kurikulum sebagai langkah dasar menghasilkan sumberdaya
manusia unggul.
2) Bagi sekolah, Lembaga dan Instansi, sebagai masukan bagi sekolah, Lembaga dan Instansi
untuk meningkatkan kualitas dan profesionalisme guru dalam menentukan arah dan tujuan
kegiatan belajar mengajar.
3) Bagi Praktisi Pendidikan, memberikan cakrawala pemikiran tentang model dan konsep dasar
dalam menentukan kebijakan aktualisasi kurikulum.
4) Bagi seorang penulis, yaitu untuk memperluas wawasan pemikiran serta menerapkan
pengetahuan yang telah diperoleh sehingga dapat meningkatkan profesionalisme dalam
menghasilkan sebuah karya.
5) Sebagai bahan referensi dan literature bagi penulis atau peneliti.
BAB II
DEFINISI DAN KONSEP DASAR KEBIJAKAN KURIKULUM
2.1 Pengertian Kurikulum
Kurikulum berasal dari kata curriculum yang berarti lintasan untuk balap kereta kuda
yang biasa dilakukan oleh bangsa Romawi pada zaman kaisar Gaius Julius Caesar di abad
pertama tahun masehi. Namun, istilah tersebut digunakan untuk menggambarkan suatu konsep
yang abstrak.[4]
Untuk mendapatkan rumusan tentang pengertian kurikulum, para ahli mengemukakan
pandangan yang beragam. Dalam pandangan klasik, lebih menekankan kurikulum dipandang
sebagai rencana pelajaran di suatu sekolah. Pelajaran-pelajaran dan materi apa yang harus
ditempuh di sekolah, itulah kurikulum.[5] George A. Beauchamp (1986) mengemukakan bahwa
: “ A Curriculun is a written document which may contain many ingredients, but basically it is
a plan for the education of pupils during their enrollment in given school”. Dalam pandangan
modern, pengertian kurikulum lebih dianggap sebagai suatu pengalaman atau sesuatu yang
nyata terjadi dalam proses pendidikan, seperti dikemukakan oleh Caswel dan Campbell (1935)
yang mengatakan bahwa kurikulum … to be composed of all the experiences children have
under the guidance of teachers. Dipertegas lagi oleh pemikiran Ronald C. Doll (1974) yang
mengatakan bahwa : “ …the curriculum has changed from content of courses study and list of
subject and courses to all experiences which are offered to learners under the auspices or
direction of school.[6] Sehingga kemudian melahirkan banyak pengertian tentang kurikulum,
diantaranya:
1. Schubert berpendapat sederhana bahwa kurikulum sebagai mata pelajaran, muatan hasil
belajar, adanya unsur reproduksi kebudayaan dan pembangunan sosial, serta pentingnya
kecakapan hidup.
2. Kurikulum merupakan seperangkat rancangan nilai, pengetahuan dan ketrampilan yang
harus ditransfer kepada peserta didik dan bagaimana proses transfer tersebut harus
dilaksanakan.
3. Kurikulum sebagai sesuatu yang direncanakan sebagai pegangan guna mencapai tujuan
pendidikan.
4. Kurikulum merupakan suatu cara untu mempersiapkan anak agar berpartisipasi sebagai
anggota yang produktif dalam masyarakatnya.

Beragam pengertian tersebut selalu akan menampilkan hal-hal yang berbeda, bahkan
sering pula bertentangan. Namun, pada dasarnya sama sebagai bentuk upaya untuk
memberikan atau menggali pengetahuan, pengalaman yang ada dalam diri masing-masing
peserta didik agar mampu menghadapi masa depan dengan lebih gemilang dengan materi,
metode, fasilitas yang telah ada.
Sementara itu, Mochtar Buchori ( 1993) mengatakan bahwa kurikulum sebagai blue
print (cetak biru), sebagai suatu penggambaran terhadap sosok manusia yang diharapkan akan
tumbuh setelah menjalani semua proses pendidikan, pengajaran dan pelatihan yang digariskan
dalam kurikulum.[7] Ibarat suatu proses pendirian bangunan kurikulum merupakan sketsa awal
yang menggambarkan bangunan tersebut akan didirikan dalam bentuk model yang telah
dibayangkan dan diinginkan oleh pemiliknya. Adapun kuatnya suatu bangunan, bagusnya
suatu model yang telah digambarkan sebelumnya sangat bergantung kepada kecanggihan para
tukang yang menggarap bangunan tersebut, termasuk juga mutu meteri yang digunakan untuk
mendirikan bangunan itu. Para tukang ini sebagai pendidik, sedangkan materi bangunan ialah
seluruh bahan yang digunakan untuk melaksanakan proses pendidikan terhadap siswa yang
sedang menjalani proses pertumbuhan menjadi sosok manusia ideal yang dicita-citakan.
Dengan demikian, kurikulum bukanlah satu-satunya faktor penentu yang mendukung lahirnya
jati diri seseorang di masyarakat di kemudian hari. Meskipun begitu, kurikulum menjadi
perangkat yang strategis untuk menyemaikan kepentingan dan membentuk konsepsi dan
perilaku individu masyarakat.
Kurikulum dapat dilihat dalam tiga dimensi yaitu, sebagai ilmu (curriculum as a body of
knowledge), sebagai sistem (curriculum as a system) dan sebagai rencana (curriculum as a
plan).[8] Kurikulum sebagai ilmu dikaji konsep, landasan, asumsi, teori, model, praksis, prinsip-
prinsip dasar tentang kurikulum. Kurikulum sebagai sistem dijelaskan kedudukan kurikulum
dalam hubungannya dengan sistem dan bidang-bidang lain, komponen-komponen kurikulum,
kurikulum berbagai jalur, jenjang, jenis pendidikan, manajemen kurikulum, dan sebagainya.
Kurikulum sebagai rencana tercakup macam-macam rencana dan rancangan atau desain
kurikulum. Kurikulum sebagai rencana ada yang bersifat menyeluruh untuk semua jalur,
jenjang, dan jenis pendidikan dan ada pula yang khusus untuk jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan tertentu.
Kurikulum merupakan salah satu komponen pendidikan yang sangat strategis
karena merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatanpembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.[9]Kurikulum sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran memberikan makna bahwa di dalam
kurikulum terdapat panduan interaksi antara guru dan peserta didik. Dengan demikian,
kurikulum berfungsi sebagai “nafas atau inti” dari proses pendidikan di sekolah untuk
memberdayakan potensi peserta didik.
2.2 Dasar-dasar Kebijakan Kurikulum
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum mempunyai kedudukan
yang strategis dalam seluruh kegiatan pendidikan. Seperti yang ditulis oleh Sukmadinata
(Sukmadinata, 2006: 43); Banyak pihak menganggap kurikulum sebagai ”rel” yang
menentukan akan kemana pendidikan diarahkan.[10]
Nasution (Nasution, 2003:18), menyatakan bahwa Pendidikan sebagai saran mencetak
manusia ungggul, maka membutuhkan kurikulum yang sesuai dan tepat, yang berazaskan
filosofis, dasar psikologis, dasar sosiologis, dan dasar organisatoris, dan perkembangan IPTEK
sebagai cara untuk menjawab tantangan saat ini dan masa yang akan datang.[11]

2.2.1 Dasar Filosofis


Filsafat yang digunakan sebagai landasan kurikulum adalah filsafat pendidikan. Filsafat
dari Dewey dan teori pendidikan merupakan pertimbangan penting dalam pembuatan
kurikulum. Dewey menyatakan bahwa pendidikan merupakan reorganisasi dan
rekonstruksi yang konstan dari pengalaman. Belajar dari pengalaman adalah bagaimana
menghubungkan pengalaman kita dengan pengalaman masa lalu dan yang akan datang.
Sekolah sebagai lingkungan yang khusus hendaknya memberikan pengalaman sosial,
dengan cara mendorong kegiatan-kegiatan yang bersifat instrinsik, dalam suatu arah yang
sesuai dengan kebutuhan masyarakat, melalui imitasi, persaingan sehat, kerjasama dan
memperkuat kontrol.

2.2.2 Dasar Psikologis


Bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu psikologi
perkembangan dan psikologi belajar.
a. Psikologi Perkembangan
Perkembangan anak adalah perkembangan seluruh aspek kepribadiannya, tempo dan irama
perkembangan masing-masing anak pada setiap aspek tidak selalu sama. Banyak teori
perkembangan, diharapkan tidak membingungkan para guru, tetapi justru akan
memperluas dan memperkaya pengetahuan para pemakai teori-teori perkembangan
anak. Dikenal ada tiga teori atau pendekatan tentang perkembangan individu yaitu
pendekatan pentahapan, pendekatan diferensial dan pendekatan ipsatif. Pendekatan
yang banyak dianut adalah pendekatan pentahapan,pendekatan ini lebih jelas
menggambarkan proses taupun urutan perkembangan individu.
Menurut JJ Roussean perkembangan anak ada empat tahap yaitu masa bayi, masa kanak-
kanak, masa remaja, dan masa dewasa. Pendekatan pentahapan yang bersifat khusus,
kita mengenal tokoh-tokohnya Piaget, Kohlberg, Erikson, dan sebagainya.
b. Psikologi Belajar
Studi tentang bagaimana individu belajar adalah psikologi belajar. Belajar dapat diartikan
sebagai perubahan tingkah laku dan pola pikir yang terjadi melalui pengalaman.
Perubahan itu dapat berarah kognitif, akfektif maupun psikomotor baik terjadi karena
instrinsif ataupun ekstrinsif.
Teori belajar banyak kita kenal antara lain teori psikologi humanisme, psikologi
naturalisme, teori apersepsi (herbartisme), teori S-R, Teori belajar Goal Insight dan
teori belajar Cognitive. Teori belajar dijadikan dasar bagi proses belajar, maka
hubungan yang erat antara kurikulum dan psikologi belajar dan psikologi anak terjalin
diharapkan menghasilkan pribadi anak yang kokoh.

2.2.3 Dasar Sosiologis


Masyarakat termasuk faktor yang penting dalam penyusunan dan pengembangan
kurikulum, mengingat manusia sebagai makhluk sosial tak dapat hidup tanpa manusia
lain ataupun masyarakat. Setiap lingkungan masyarakat memiliki sistem sosial budaya
yang berbeda. Sistem sosial budaya itu mengatur pola kehidupan dan pola hubungan
antar anggota masyarakat dan antar anggota masyarakat dengan lembaga masyarakat
serta antar lembaga masyarakat.
Salah satu aspek yang cukup penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan niali-
nilai. Tatanan nilai merupakan seperangkat ketentuan, aturan, hukum, mortal yang
mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut
bersumber dari agama, budaya, politik, maupun dari segi-segi kehidupan lainnya.
Menurut Taylor, dalam Nana Syaodih Sukmadinata menyatakan bahwa kebudayaan
merupakan keseluruhan yang kompleks, yang meliputi pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, hukum, moral, adat istiadat, serta kemampuan dan kebiasaan yang diperoleh
manusia sebagai anggota masayarakat. Selanjutnya Sukmadinata (2006:54) menuliskan
bahwa; kehidupan masyarakat tidak dapat terlepas dari tempat masyarakat itu sendiri
berada. Masalah tempat menyangkut lingkungan alam dan keadaan geografis.
Lingkungan alam dan keadaan geografis mempengaruhi perilaku dan pola hidup para
anggota masyarakat, oleh karena itu konsep pedidikan bersifat nasional dan universal,
tetapi pelaksanaan pendidikan bersifat lokal, disesuaikan dengan situasi dan kondisi
masyarakat setempat.[12]

2.2.4 Dasar Organisatoris


Dasar organisatoris ini menyangkut tentang bentuk dan bahan yang akan disajikan dalam
pembelajaran. Bentuk itu dapat berupa mata pelajaran yang terpisah-pisah, atau adanya
kaitan antar mata pelajaran, misalnya bentuk broad field atau bidang studi seperti IPA,
IPS , Bahasa , dan lain-lain. Dapat pula dengan cara menghubungkan dengan menghapus
segala batas-batas mata pelajaran, dalam bentuk kurikulum terpadu. Ilmu jiwa gestalt
mengutamakan keseluruhan, karena keseluruhan itu lebih bermakna dan lebih relevan
dengan kebutuhan anak dan masyarakat, cenderung memilih kurikulum terpadu atau
integrated kurikulum. Ilmu jiwa asosiasi berpendirian lain bahwa keseluruhan sama
dengan jumlah bagian-bagian dan cenderung memilih kurikulum subject centered, yang
berpusat pada mata pelajaran.
Selanjutnya S. Nasution (2003:42) menyatakan bahwa tidak ada kurikulum yang terbaik
dan tidak baik. Setiap organisasi kurikulum mempunyai kebaikan, akan tetapi tidak lepas
dari kekurangan ditinjau dari segi-segi tertentu. Bermacam-macam organisasi kurikulum
dapat dijalankan secara bersama pada suatu sekolah, bahkan yang satu dapat membantu
atau melengkapi yang lain.[13]

2.2.5 Dasar Perkembangan IPTEK


Ilmu Pengetahuan dan Teknologi terus berkembang dari masa ke masa, dari abad ke
abad, dari tahun ke tahun, bahkan dalam hitungan detik terus berubah. Dari para ahli kita
sering mendengar pernyataan bahwa ilmu bukan hanya untuk ilmu. Hal itu dapat
diartikan pengembangan suatu ilmu pengetahuan tidak hanya ditujukan kepada
perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri, melainkan juga diharapkan dapat
memberikan sumbangan kepada bidang-bidang kehidupan ataupun kepada ilmu lainnya.
Sumbangan yang berupa penggunaan dan penerapan suatu bidang ilmu pengetahuan
terhadap bidang-bidang lain disebut teknologi. Seperti yang ditulis Alisyahbana, dalam
Sukmadinata (2006: 37), bahwa Teknologi ialah cara melakukan sesuatu untuk
memenuhi kebutuhan manusia dengan bantuan alat dan akal (hardware and software)
sehingga memperkuat, membuat lebih ampuh, seakan-akan memperpanjang panca indera,
anggota tubuh, dan otak manusia.[14]
Temuan-temuan di bidang fisika, kimia, dan matematika mengembangkan teknologi
ruang angkasa dan kemiliteran. Perkembangan teknologi di bidang kemiliteran bukan
hanya menghasilkan teknologi senjata-senjata biasa, juga teknologi senjata mutakhir,
peluru kendali antarbenua, misil, bom hidrogen, bom nuklir, dan lain-lain, merupakan
perkembangan teknologi yang banyak menimbulkan ancaman dan kekhawatiran manusia.
Perkembangan ilmu dan teknologi tidak berarti harus mencari dan menemukan sendiri
serta harus mulai dari awal. Apabila cara itu ditempuh, akan banyak waktu terbuang dan
kita akan semakin tertinggal. Cara yang lebih tepat dan memungkinkan untuk mengejar
ketinggalan adalah dengan transformasi teknologi. Transformasi teknologi merupakan
suatu proses pengalihan, penerapan, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
secara teratur. Proses pengalihan tidak berarti mengambil dan menerapkan teknologi,
seperti keadaan aslinya di negara yang mengembangkannya, tetapi mencakup juga
penyesuaian, modifikasi, dan pengembangannya lebih lanjut.
Menurut B.J. Habibie (1983), dalam Sukmadinata menyatakan bahwa ada lima prinsip
yang menjadi pegangan dalam transformasi teknologi (industri): 1) perlu diselenggarakan
pendidikan dan pelatihan di dalam dan luar negeri untuk menyiapkan para pelaku
transformasi; 2) perlu dikembangkan konsep yang jelas dan realistis tentang masyarakat
yang akan dibangun serta teknologi-teknologi yang diperlukan untuk mewujudkannya; 3)
teknologi hanya dapat dialihkan, diterapkan, dan dikembangkan lebih lanjut jika benar-
benar diterapkan; 4) bangsa yang ingin mengembangkan diri secara teknologis harus
berusaha sendiri memecahkan setiap masalahnya; 5) pada tahap-tahap awal transformasi,
setiap negara harus melindungi perkembangan kemampuan nasionalnya, hingga saat
tercapainya kemampuan bersaing secara internasional.
2.3 Model Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu;[15]
2.3.1 The administrative model
Model ini merupakan model pengembangan kurikulum yang paling lama dan paling
banyak digunakan. Gagasan pengembangan kurikulum datang dari para administrator
pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi. Dengan wewenang administrasinya,
membentuk suatu Komisi atau Tim Pengarah pengembangan kurikulum. Anggotanya, terdiri
dari pejabat di bawahnya, para ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu, dan para
tokoh dari dunia kerja dan perusahaan. Tugas tim ini adalah merumuskan konsep-konsep
dasar, landasan-landasan, kebijaksanaan dan strategi utama dalam pengembangan kurikulum.
Selanjutnya administrator membentuk Tim Kerja terdiri dari para ahli pendidikan, ahli
kurikulum, ahli disiplin ilmu dari perguruan tinggi, dan guru-guru senior, yang bertugas
menyusun kurikulum yang sesungguhnya yang lebih operasional menjabarkan konsep-
konsep dan kebijakan dasar yang telah digariskan oleh Tim pengarah, seperti merumuskan
tujuan-tujuan yang lebih operasional, memilih sekuens materi, memilih strategi pembelajaran
dan evaluasi, serta menyusun pedoman-pedoman pelaksanaan kurikulum bagi guru-guru.
Setelah Tim Kerja selesai melaksanakan tugasnya, hasilnya dikaji ulang oleh Tim Pengarah
serta para ahli lain yang berwenang atau pejabat yang kompeten.
Setelah mendapatkan beberapa penyempurnaan dan dinilai telah cukup baik,
administrator pemberi tugas menetapkan berlakunya kurikulum tersebut. Karena datangnya
dari atas, maka model ini disebut juga model Top – Down. Dalam pelaksanaannya,
diperlukan monitoring, pengawasan dan bimbingan. Setelah berjalan beberapa saat perlu
dilakukan evaluasi.

2.3.2 The grass root model


Model pengembangan ini merupakan lawan dari model pertama. Inisiatif dan upaya
pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi dari bawah, yaitu guru-guru atau
sekolah. Model pengembangan kurikulum yang pertama, digunakan dalam sistem
pengelolaan pendidikan/kurikulum yang bersifat sentralisasi, sedangkan model grass
roots akan berkembang dalam sistem pendidikan yang bersifat desentralisasi. Dalam model
pengembangan yang bersifat grass roots seorang guru, sekelompok guru atau keseluruhan
guru di suatu sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum. Pengembangan atau
penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu komponen kurikulum, satu atau beberapa
bidang studi ataupun seluruh bidang studi dan seluruh komponen kurikulum. Apabila
kondisinya telah memungkinkan, baik dilihat dari kemampuan guru-guru, fasilitas biaya
maupun bahan-bahan kepustakaan, pengembangan kurikulum model grass root tampaknya
akan lebih baik. Hal itu didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah perencana,
pelaksana, dan juga penyempurna dari pengajaran di kelasnya. Dialah yang paling tahu
kebutuhan kelasnya, oleh karena itu dialah yang paling kompeten menyusun kurikulum bagi
kelasnya.
Pengembangan kurikulum yang bersifat grass roots, mungkin hanya berlaku untuk
bidang studi tertentu atau sekolah tertentu, tetapi mungkin pula dapat digunakan untuk
seluruh bidang studi pada sekolah atau daerah lain. Pengembangan kurikulum yang bersifat
desentralistik dengan model grass rootsnya, memungkinkan terjadinya kompetisi dalam
meningkatkan mutu dan sistem pendidikan, yang pada gilirannya akan melahirkan manusia-
manusia yang lebih mandiri dan kreatif.
Terkait dengan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, tampaknya lebih
cenderung dilakukan dengan menggunakan pendekatan the grass-root model. Kendati
demikian, agar pengembangan kurikulum dapat berjalan efektif tentunya harus ditopang oleh
kesiapan sumber daya, terutama sumber daya manusia yang tersedia di sekolah.

2.3 Prinsip Pelaksanaan Kebijakan Kurikulum


Dalam pelaksanaan kurikulum di setiap satuan pendidikan menggunakan prinsip- prinsip
sebagai berikut, [16]yaitu :
1) Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar belajar, yaitu: (a) belajar untuk
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (b) belajar untuk memahami dan
menghayati, (c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, (d)
belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, dan (e) belajar untuk
membangun dan menemukan jati diri, melalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif,
efektif, dan menyenangkan.
2) Pelaksanaan kurikulum memungkinkan peserta didik mendapat pelayanan yang bersifat
perbaikan, pengayaan, dan/atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan,
dan kondisi peserta didik dengan tetap memperhatikan keterpaduan pengembangan
pribadi peserta didik yang berdimensi ke-Tuhanan, keindividuan, kesosialan, dan moral.
3) Kurikulum dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan pendidik yang saling
menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan prinsip tut wuri
handayani, ing madia mangun karsa, ing ngarsa sung tulada (di belakang memberikan
daya dan kekuatan, di tengah membangun semangat dan prakarsa, di depan memberikan
contoh dan teladan).
4) Kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia,
sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan memanfaatkan lingkungan sekitar
sebagai sumber belajar, dengan prinsip alam takambang jadi guru (semua yang terjadi,
tergelar dan berkembang di masyarakat dan lingkungan sekitar serta lingkungan alam
semesta dijadikan sumber belajar, contoh dan teladan).
5) Kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial dan budaya serta
kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian
secara optimal.
6) Kurikulum yang mencakup seluruh komponen kompetensi mata pelajaran, muatan lokal
dan pengembangan diri diselenggarakan dalam keseimbangan, keterkaitan, dan
kesinambungan yang cocok dan memadai antarkelas dan jenis serta jenjang pendidikan.
Melongok kondisi Indonesia jika membicarakan pendidikan apalagi persoalan kurikulum
untuk saat ini sangat kompleks. Beragam kurikulum yang pernah ada di Indonesia ternyata
masih belum mampu memberikan solusi yang dapat meningkatkan kualitas pendidikan di
Indonesia. Kondisi seperti itu seiring dengan di tandai oleh rendahnya mutu kelulusan,
fasilitas dan sarana yang kurang memadai, serta banyak hal lain yang melingkupi
problematika pendidikan kita. Begitu kompleksnya problem pendidikan di Indonesia
berujung kepada keprihatinan terhadap kualitas sumber daya manusianya. Sebagai catatan
Human Development Report tahun 2003 versi UNDP menyatakan bahwa kualitas sumber
daya manusia Indonesia berada di urutan 112, jauh di bawah Filipina (25), Malaysia (58),
Brunai Darussalam (31) dan Singapura (28). Kenyataan seperti ini mengharuskan bangsa
Indonesia untuk melakukan pembenahan-pembenahan, khususnya sektor pendidikan. Karena
dengan pendidikan itu akan mampu melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas,
mandiri serta mampu menghadapi beragam tantangan zaman.[17]
Kurikulum sebagai rancangan, disaign dengan segala bentuk materi, pelaksana, fasilitas
dan sebagainya yang mampu membentuk dan mencetak generasi atau SDM yang sesuai
dengan cita-cita atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Hal ini menunjukkan peran
penting kurikulum demi kemajuan bangsa. Akan tetapi, konsep atau sketsa kurikulum yang
ideal tanpa didukung oleh pelaksana yang handal dan segala fasilitas yang memadai
tentu nonsen akan menghasilkan mutu yang bagus sesuai harapan.
Dalam kaitanya dengan kurikulum ini perlu kita ketahui bahwa berdasarkan perjalanan
sejarah pendidikan di Indonesia telah terdapat beberapa kurikulum yang pernah dilalui dan
itu telah mengalami banyak perubahan sesuai dengan kondisi saat itu, di antaranya: tahun
1947, 1952, 1968, 1984, 1994 dan tahun 2004. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi
logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi dan iptek dalam
masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana
pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang
terjadi di masyarakat.[18]
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Sebagai akhir tulisan makalah ini penulis mencoba menyimpulkan hal-hal penting berikut ini
:
1. Kurikulum adalah merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. sehingga Kurikulum
sebagai main concept, sketsa, blue print kemanakah pendidikan dan generasi akan dibawa,
maka kurikulum berfungsi sebagai “nafas atau inti” dari proses pendidikan. Sedangkan
kualitas kurikulum tersebut dapat diihat dari tiga dimensi yaitu, sebagai ilmu (curriculum
as a body of knowledge), sebagai sistem (curriculum as a system) dan sebagai rencana
(curriculum as a plan).
2. Dasar pengembangan kurikulum dilakukan dengan dua model pendekatan, yaitu;
a) The administrative model, merupakan model paling lama, namun banyak digunakan.
Adapun gagasan berasal dari kalangan atas, sehingga model ini disebut juga model Top
– Down dan bersifat sentralisasi. Dalam pelaksanaannya, diperlukan monitoring,
pengawasan dan bimbingan. Setelah berjalan beberapa saat perlu dilakukan evaluasi.
b) The grass root model, Inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum, bukan datang dari
atas tetapi dari bawah, yaitu guru-guru atau sekolah, sehingga model grass
roots bersifat desentralisasi dan membutuhkan tersedainya sumberdaya manusia
unggul.
3. Kebijakan kurikulum dilaksanakan dengan prinsip; menegakkan kelima pilar belajar,
pelayananan peserta didik, prinsip tut wuri handayani, ing madia mangun karsa, ing
ngarsa sung tulada, menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia,
mendayagunakan kondisi alam, sosial dan budaya dan kurikulum mencakup seluruh
komponen kompetensi mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan.
3.2 SARAN
Berdasarkan pada uraian tersebut di atas, maka penulis mengemukakan saran-saran sebagai
berikut :
1) Bagi penentu kebijakan dalam hal kurikulum hendaknnya memperhatikan konsep
dasar kurikulum sehingga akan menghasilkan kurikulum yang sesuai dan tepat guna,
sebagai langkah awal mencerdaskan kehidupan bangsa.
2) Perubahan kurikulum jangan hanya lebih terfokus pada pemenuhan struktur kurikulum
sebagai jasad dari kurikulum, jauh lebih penting adalah perubahan kutural (perilaku) guna
memenuhi prinsip-prinsip khusus yang terkandung dalam pengembangan kurikulum.
3) Pemerintah dalam mengembangan kurikulum hendaknya tidak mempunyi motif kepentingan
individualitas, egoisitas dan golongan namum harus berprinsip domokrasi, sehingga akan
lahir konsep kurikulum yang ideal bagi bangsa dan Negara sekarang dan masa yang akan
datang.
DAFTAR PUSTAKA
Danim, Sudarwan, 2003. Agenda pembaharuan Sistem Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Offset.
Mulyasa, E, 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik,, Implementasi dan
Inovasi, Bandung: Remaja Rosdakaraya.
Nasution, S, 2003. Azas-Azas Kurikulum, Jakarta: Bumi Aksara.
Rahmadhi, Slamet, 1989. Masalah Pendidikan di Indonesia, Jakarta: CV Miswar.
Rosyada, Dede. 2004. Paradigma Pendidikan Demokratis: Sebuah Model Pelibatan Masyarakat
dalam Penyelenggaraan Pendidikan, Jakarta: Kencana.
Djati, Sidi. 2001. Menuju Masyarakat Belajar; Menggagas Padadigma baru Pendidikan”,
Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Sukmadinata, Syaodih. 1997. Pengembangan Kurikum; Teori dan Praktek. Bandung: P.T.
Remaja Rosdakarya.
Suparman, M. Atwi, 2001. Konsep Dasar Pengembangan Kurikulum, Jakarta: PAU-PPAI,
Universitas Terbuka.
Suryadi, Ace dan H.ZA.R Tilaar, 1994, Analisis Kebijakan Pendidikan , Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
Tilaar, H.A.R, 1997. Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Era Globalisasi: Visi, Misi
dan Program Aksi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo persada.
Tim Pengembang MKDK Kurikulum dan Pembelajaran.
2002. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung : Jurusan Kurikulum dan Teknologi
Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan UPI.
Yulaelawati, Ella, 2004. Kurikulum dan Pembelajaran: Filosofi, Teori dan Aplikasi, Bandung:
Pakar Raya.
Zamroni, 2000. Paradigma Pendidikan Masa Depan, Yogyakarta: BIGRAF Publishing.
Referensi Lain
http://education-indonesia.blogspot.com/2007/05/kurikulum-beridentitas-kerakyatan.htm
http://rbaryans.wordpress.com/2007/05/16/bagaimanakah-perjalanan-kurikulum-nasional-pada-
pendidikan-dasar-dan-menengah/

[1]
Makalah ini disusun oleh M. Amiruddin Atimurrahman, untuk memenuhi Tugas Mata
Kuliah Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum yang diampu oleh Dr. Arif Budi W, M.Si dan Dra. Ribut
Wahyu E, M.Pd.
Sidi, “ Menuju Masyarakat Belajar; Menggagas Padadigma baru Pendidikan”, (Jakarta: Logos Wacana
[2]

Ilmu, 2001), hal. 15.


[3]
Sukmadinata, “Pengembangan Kurikulum; Teori dan Praktek” , ( Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Offet, 2006), hal. 25.
[4]
Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik,, Implementasi dan Inovasi,
(Bandung: Remaja Rosdakaraya, 2004), hal. 15
[5]
Yulaelawati, Kurikulum dan Pembelajaran: Filosofi, Teori dan Aplikasi, ( Bandung: Pakar Raya, 2004),
hal. 38
[6]
Lihat Suparman, Konsep Dasar Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: PAU-PPAI, Universitas Terbuka,
2001), hal. 23-35.
[7]
Lihat dalam Yulaelawati, Kurikulum dan Pembelajaran: Filosofi, Teori dan Aplikasi, ( Bandung: Pakar
Raya, 2004), hal. 25
[8]
Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik,, Implementasi dan Inovasi,
(Bandung: Remaja Rosdakaraya, 2004), hal. 17
[9]
Dalam perspektif kebijakan pendidikab nasional sebagaimana dapat dilihat dalam Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa: “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.
[10]
Sukmadinata, “Pengembangan Kurikulum; Teori dan Praktek”, ( Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Offet, 2006), hal. 43.
[11]
Nasution, “Azas-Azas Kurikulum”, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hal.18
[12]
Opcit, hal. 54
[13]
Nasution, “Azas-Azas Kurikulum”, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hal. 42
[14]
Sukmadinata, “Pengembangan Kurikulum; Teori dan Praktek”, ( Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Offet, 2006), hal. 37
Tim Pengembang MKDK Kurikulum dan Pembelajaran. “Kurikulumdan Pembelajaran.” ( Bandung :
[15]

Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan UPI, 2002), hal. 16-24
Lihat Rosyada, ”Paradigma Pendidikan Demokratis: Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam
[16]

Penyelenggaraan Pendidikan”, (Jakarta: Kencana, 2004), hal. 25-30.


[17]
http://education-indonesia.blogspot.com/2007/05/kurikulum-beridentitas-kerakyatan.htm
[18]
http://rbaryans.wordpress.com/2007/05/16/bagaimanakah-perjalanan-kurikulum-nasional-pada-
pendidikan-dasar-dan-menengah/

Anda mungkin juga menyukai