Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

PENDIDIKAN ISLAM ANTARA

HARAPAN DAN KENYATAAN

Dosen pengampu:
Dr. Ismail Thoib, M.Pd.

Disusun oleh:

Moh.Zaini (190107081)

TADRIS BAHASA INGGRIS


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Isu pendidikan memang tidak pernah usang dicuatkan di tengah-tengah masyarakat,


terutama di abad XXI ini. Pendidikan secara umum kian dipertanyakan tentang mutu
dan perkembangannya. Pendidikan sampai detik ini masih diyakini sebagai salah satu
agen perubahan sosial (the agent of social change) dalam realitas kehidupan sosial yang
terus berlangsung tanpa henti. Di samping itu, pendidikan diyakini merupakan proses
untuk menumbuhkan sebuah bentuk budaya politik masyarakat (a form of cultural
politics of society) yang dalam perspektif tertentu mengarah pada masa depan yang
lebih baik dan mencerahkan.

Pendidikan termasuk pendidikan Islam merupakan proses untuk menumbuhkan sebuah


bentuk budaya politik masyarakat (a form of cultural politics of society) dalam
perspektif tertentu yang mengarah pada masa depan yang lebih baik dan mencerahkan.
Pendidikan secara eksplisit maupun implisit memang mempunyai pengaruh terhadap
prilaku masing-masing individu dan membentuk suatu budaya politik tertentu. Konsep
ini dapat dikatakan sejalan dengan target pendidikan dalam Islam yang tidak hanya
diorientasikan untuk transformasi keilmuan ajaran Islam pada peserta didik, melainkan
juga terinternalisasi dalam pribadi, bahkan teraktualisasikan dalam prilaku sehari-hari.

Sementara itu, dewasa ini, pendidikan Islam menemukan banyak tantangan yang
berusaha mengancam keberadaanya, tantangan tersebut merupakan bagian dari sekian
banyak tantangan global yang memerangi kebudayaan Islam dan kadang-kadang
tampak dalam kedok politik, pendudukan militer, dan perang kebudayaan. Semuanya
seperti terjalin dalam satu kekuatan yang berupaya memperdaya Islam dan
pemeluknya.
BAB II
PEMBAHASAN

A. DILEMA PENDIDIKAN ISLAM


Pada dasarnya, pendidikan tinggi Islam merupakan sebuah institusi sosial yang
menjadi bagian integral dari masyarakatnya. Sebagai sebuah institusi sosial, pendidikan
secara ideal memiliki fungsi budaya, yaitu untuk melestarikan dan mengembangkan
sistem nilai masyarakat. Sebagai suatu organized intelligence, ia menjadi centrum dari
berbagai kecerdasan yang diorganisasi untuk menghasilkan sebuah masyarakat yang
beradab. Dalam fungsi itu, perguruan tinggi Islam mempunyai kekuatan vital karena
memiliki tugas mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sulit dibayangkan
ilmu pengetahuan akan dapat dipertahankan dan dikembangkan tanpa adanya lembaga
yang bergerak di bidang itu. Dalam konteks itu, perguruan tinggi Islam bertugas
melestarikan dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang sesuai dengan cita-cita etika
dan sistem nilai masyarakatnya. Melalui seleksi dan penyelenggaraan pendidikan yang
sistematis, pendidikan tinggi Islam melakukan pewarisan cita-cita peradaban Islam.
Demikianlah secara ideal fungsi pendidikan Islam sesungguhnya merupakan fungsi
cultural untuk melestarikan dan mengembangkan masyarakat. Dalam fungsi ideal itu
pula, lembaga pendidikan Islam memiliki tugas mengontrol dan mengarahkan
perkembangan masyarakat.

Pendidikan termasuk pendidikan Islam merupakan proses untuk menumbuhkan


sebuah bentuk budaya politik masyarakat (a form of cultural politics of society) dalam
perspektif tertentu yang mengarah pada masa depan yang lebih baik dan mencerahkan.
Pendidikan secara eksplisit maupun implisit memang mempunyai pengaruh terhadap
prilaku masing-masing individu dan membentuk suatu budaya politik tertentu. Konsep
ini dapat dikatakan sejalan dengan target pendidikan dalam Islam yang tidak hanya
diorientasikan untuk transformasi keilmuan ajaran Islam pada peserta didik, melainkan
juga terinternalisasi dalam pribadi, bahkan teraktualisasikan dalam prilaku sehari-hari.
Sementara itu, apabila melihat realitas pendidikan Umat Islam, dewasa ini,
gagal “mewarisi” bumi. Kita gagal menjadi “tuan” atas ayat-ayat qawliyah yang
tertuang dalam kitab suci al-Qur‟an, dan kita pun gagal menjadi tuan atas ayat-ayat
kawniyah yang terbentang luas. Banyak faktor yang bisa diklaim menjadi sumber
kegagalan tersebut. Namun, faktor pendidikan menjadi faktor yang sangat dominan.
Pendidikan yang dikembangkan dalam komunitas muslim, belum sepenuhnya mengacu
kepada kerangka bangun al-Qur‟an. Kita buta aksara da buta makna, kerancuan
paradigma, dan mis-orientasi masih mewarnai praksis pendidikan Islam. Umat Islam
akan kembali muncul menjadi umat yang unggul, hanya, apabila pendidikan islam,
teori-teori dan praksisnya, dibangun berdasarkan visi dan misi al-Qur‟an.

Al-Qur‟an merupakan kitab suci yang berisi wahyu-wahyu Allah yang


diturunkan untuk menjadi pedoman baku kehidupan manusia. Manusia yang
menjadikan al-Qur‟an sebagai pedoman hidup akan beruntung, sedangkan manusia
yang tidak menjadikan al-Qur‟an sebagai pedoman hidup akan merugi. Untung rugi
kehidupan bisa diukur dengan menggunakan indikator-indikator yang bersifat
kuantitatif atau kualitatif. Pertanyaan, berapa banyak negara Islam yang tergolong
menjadi negara maju karena menggunakan al-Qur‟an sebagai petunjuk dalam
kehidupan bernegara merupakan indikator kuantitatif; bagaimana tingkat kesejahteraan
masyarakat muslim di Negara negara Islam adalah pertanyaan-pertanyaan menyangkut
indikator kualitatif.

Terma pembumian al-Qur‟an merupakan derivasi dari terma membumikan al-


Qur‟an yang pertama sekali dikemukakan oleh M. Quraish Shihab dalam bukunya
“Membumikan Al-Qur’an” (Bandung: Mizan, 1998). Istilah ini pun begitu membumi
sehingga banyak diintrodusir oleh para pemerhati dan peminat kajian keislaman untuk
menjelaskan dan menerjemahkan nilai-nilai transendental al-Qur‟an menjadi sesuatu
yang hidup. Tugas untuk menghidupkan itu, tentunya orang Islam sebagai pewaris yang
paling absah dan paling otoritatif untuk memaknainya. Istilah membumi dan
pembumian juga paling tidak mengindikasikan adanya distance (jarak) yang tegas
antara pesan substantive al-Qur‟an dengan realitas kesejarahan peradaban Islam. Dalam
pengertian bahwa al-Qur‟an sebagai sumber kehidupan (source of life) tercerabut dan
mengalami kematian di tangan umat Islam sendiri. Umat Islam telah gagal menjadikan
al-Qur‟an way of life sehingga meninggalkan jejak peradaban yang luar biasa
terpuruknya sehingga pada saat sekarang ini nyaris tidak ada perababan Islam yang
dapat dibanggakan.

pesan-pesan moral al-Qur‟an yang berasal dari Allah Swt., sejatinya tidak hanya
menjadi dasar berpijak, akan tetapi juga menjadi alfa dan omega (titik awal dan akhir)
yang akan dituju dalam seluruh aspek aktivitas hidup manusia. Ikrar dan komitmen
kesetiaan untuk merawat semangat di atas, secara indah kita dedahkan dalam meditasi
dan munajat terindah dalam setiap kidungan dan keheningan penyatuan spiritualitas
setiap muslim dalam shalat: “inna shalâtî, wa nusukî, wa mahyâya, wa mamâtî lillâhi
rabb al-‘âlamîn” (sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku adalah untuk
Allah, Tuhan seru sekalian alam).

B. KONDISI PENDIDIKAN ISLAM


1.  Tantangan Global Internasional

TIDAK diragukan lagi bahwa Dunia Islam saat ini berada di anak tangga
bawah antara penganut agama-agama besar. Negeri-negeri Islam jauh tertinggal oleh
Eropa Utara, Amerika Utara, Australia, dan Selandia Baru yang Protestan; oleh Eropa
Selatan, dan Amerika Selatan yang Katolik Romawi; oleh Eropa Timur yang Katolik
Ortodoks; oleh Israel yang Yahudi; oleh India yang Hindu; oleh Cina, Korea Selatan,
Taiwan, Hongkong, dan Singapura yang Budhist-Konfusianis; oleh Jepang yang
Budhist- Taois, dan oleh Thailand yang Budhis. Praktis, tidak ada satu pun agama
besar di bumi ini yang lebih rendah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologinya
daripada umat Islam. 1 Dalam kondisi seperti ini masyarakat Muslim melihat
kemajuan Barat sebagai sesuatu yang mengagumkan. Hal ini menyebabkan sebagian
kaum Muslim tergoda oleh kemajuan Barat dan berupaya melakukan reformasi dengan
jalan Westernisasi.
 Secara Global Pendidkan Agama Islam menghadapi tantangan yang sangat
berat, apabila tantangan tersebut tidak di respon secara cermat oleh para pemikir Islam
dengan  ikhlas dapat meningkat menjadi suatu ancaman serius bagi kehidupan  dan
masa depan kebudayaan Islam.
Ancaman pertama ialah kebudayaan Islam berhadapan dengan kebudayaan barat
yang sudah mengalami revolusi dalam segala aspek, kebudayaan barat sudah mulai
menyerang generasi Islam melalui fase-fase psikis, sosial dan politis mulai dari
hancurnya khasanah kebudayaan Islam masa Abbasiyah sampai sekarang masih belum
bangkit dari keterlenaan menikmati perkembangan kebudayaan barat, dan bahkan
menagung-agungkan hasil karya mereka yang sebenarnya mereka juga telah
mengadopsi dari hasil karya orang-orang beriman.Misi besar orang barat tersebut
sekarang telah merambah dunia pendidikan khususnya di sekolah-sekolah umum seperti
SD.SMP, dan SMA.

Tantangan kedua,  bersifat intern tampak pada kejumudan produktivitas


pemikiran ke-Islaman dan upaya menghalangi produktivitas tersebut. Tantangan ini
telah membuat generasi muda muslim terpenjara dalam kebudayaan meterialistis-
penyerang dengan berbagai media massa dan teknologinya yang canggih. Para pemikir,
Cendikiawan dan ULAMA muslim tidak diberi kesempatan untuk menghalau tipu daya
“ para penyerang “ yang membuat generasi muda muslim seperti kehilangan akal
sehatnya sehigga memungut “ sisa-sisa hidangan “ hasil dari pemikiran orang.

Tantangan ketiga, kebudayaan yang dimiliki sebagian pemuda muslim yang


sedang belajar di negeri asing hanya memiliki kebudayaan asing,sehingga timbullah
kesalah pahaman tentang men-tafsirkan Islam yang diprovokasikan oleh barat. Dan
mereka berkampanye bahwa agama adalah musuh ilmu (pendidikan), agama adalah
candu (bumerang) bagi bangsa, agama hanya mengatur hamba dan Tuhannya dan tidak
berurusan dengan kehidupan, akibatnya muncullah penghancuran terhadap system
pendidikan Islam.

Tantangan keempat, sitim kebudayaan Islam disebagian Negara muslim masih


terpaku pada metode tradisional dan kurang merespon perkembangan zaman modern
yang serba canggih, akibatnya dengan mudah para penyerang kebudayaan masuk dan
merasuki pola kebudayaan baru yang menyimpang dari norma-norma ke-Islaman.

      Tantangan kelima,  kurikulum pendidikan Islam disebagian dunia pendidikan Islam


masih mengabaikan khasanah kebudayaan Islam, terutama di lembaga-lembaga
UNIVERSITAS ISLAM, alasannya Universitas hanya bertugas menghasilkan tenaga-
tenaga terampil bagi masyarakat, sedangkan pembekalan keagamaan menjadi tugas
fakultas-fakultas keagamaan, sehingga muncullah dikotomi pendidikan Islam yang
menciptakan dualisme intelektual: Intelektual keagamaan (Ulama) dan Intelektual
modern (Pakar dan Politisi Islam ) Padahal Pada dasarnya, pendidikan tinggi Islam
merupakan sebuah institusi sosial yang menjadi bagian integral dari masyarakatnya.
Sebagai sebuah institusi sosial, pendidikan secara ideal memiliki yang fungsi budaya,
untuk melestarikan dan mengembangkan sistem nilai masyarakat. Sebagai suatu
organized intelligence, ia menjadi centrum dari berbagai kecerdasan yang diorganisasi
untuk menghasilkan sebuah masyarakat yang beradab.

Tantangan-tantangan diatas menambah tugas dan kewajiban Lembaga


pendidikan Islam dan Pendidik Muslim, untuk memperluas disiplin keislaman dan
membangkitkan kembalaikhasanah kebudayaan Islam agar mampu menghadapi
berbagai tantangan zaman modern dan serangan-serangan kebudayaan yang melanggar
norma-norma ke-Tuhanan.

2. Tantangan Nasional

Tantangan global yang dihadapi dunia pendidikan Islam menjadi ancaman serius
bagi pendidikan Islam di Indonesia yang di kenal sebagai Negara Islam terbesar di
kawasan Asia Tenggara, Indonesia memiliki sebutan “ SERAMBI MEKAH “  dengan
fanatisme pemeluknya yang sangat kuat, hal inilah yang memancing dunia Barat untuk
melakukan berbagai cara untuk menghapus nama serambi mekah dan mengikis sistim
fanatisme pemeluknya. Berbagai lembaga pendidikan Islam mengadakan suatu
penelitian dan kajian untuk menentungan format tantangan pendidikan Islam di
Indonesia.
a)      Pendidikan Islam di Indonesia berhadapan dengan pendidikan umum dan    
pendidikan non muslim yang favorit dan unggulan.dapat di simpulkan 75% lembaga
pendidikan Islam di Indonesia berada dibawah Standat Pendidikan Nasional.
b)      Para alumni pendidikan Islam sangat sempit dan sulit mencari lapangan kerja,
mengingat kemampuan yang harus dimiliki berorientasi pada dua dimensi.
c)      Era industrialisasi, pasar bebas, dan globalisasi menuntut suatu pembaruan
( moderenisasi ) pendidikan Islam secara cepat.
d)     Di berlakukannya Undang-undang Sistim Pendidikan Nasional No.20 tahun 2003
yang menuntut adanya otonomi pendidikan secara penuh yang berorientasi pada
Kompetensi dan Kompetisi dari masing-masing lembaga pendidikan.
e)      Kondisi obyektif pendidikan Islam di Indonesia saat ini dan standar mutu lulusan
kualitasnya masih sangat rendah.

C. KENYATAAN DAN HARAPAN

1. Kebutuhan
Untuk menemukan suatu solusi strategis terhadap kondisi pendidikan Islam di
Indonesia saat ini memerlukan beberapa kebutuhan, pertama, ialah “ jati diri “
pendidikan Islam harus di reformasi dan reorientasi terhadap wawasan pendidikan
Islam masa kini dan masa mendatang, dengan merubah fase dari dua dimensi menjadi
tiga dimensi. Bukan hal yang tabu kalau kita mencermata kalimat bijak berikut :
1) Kebutuhan pertama Memelihara tradisi dan budaya lama adalah yang baik,
mengambil tradisi dan budaya baru harus yang lebih baik” ( Pesan Ali Bin Abi
Tholib,r.a )
2) Kebutuhan kedua, lembaga pendidikan Islam harus mampu bersaing dan bersanding
dengan lembaga pendidikan lain sebagai akulturasi budaya yang sesuai dengan
khasanah kebudayaan Islam, relevansi pendidikan, prestasi dan dunia kerja.
3) Kebutuhan ketiga, pendidikan Islam diharapkan mampu beradaptasi dan mengantisipasi
terhadap demokratisasi, otonomi daerah dan globalisasi, sehingga pendidikan Isam
dapat dikatakan sebagai seni pembentukan masa depan generasi, bangsa dan Negara.
4) Kebutuhan keempat, pendidikan Islam wajib menerapkan suatu sistim konservasi
terhadap nilai-nilai luhur yang sudah usang dan disesuaikan dengan tuntutan zaman dan
tuntunan agama Islam.

2. Kenyataan
      Pendidikan Islam di Indonesia identik denngan pondok pesantren dan madrasah,
dimana sejak masa sebelum kemerdekaan, masa orde lama, masa orde baru, lembaga
pendidikan pesantren dan madrasah adalah lembaga pendidikan pinggiran, lembaga
pendidikan bagi orang-orang miskin dan kurang mampu, sehingga untuk mendapatkan
status kelegalan hukum sangat sulit dikeluarkan oleh Pemerintah, bahkan diera
sekarang lembaga-lembaga pendidikan Islam disinyalir sebagai tempat pendidikan dan
gembong teroris. Sehingga banyak para mujahid (pejuang Islam) yang harus berurusan
dengan aparat bahkan harus mengorbankan nyamawnya dengan sia-sia.
Dengan berkembang pesatnya lembaga pendidikan Islam dari segi kualitas dan
kuantitas dianggap sebagai suatu bumerang terhadap lembaga-lembaga pendidikan
umum yang 90% sistem dan pengelolaannya ditangani pemerintah. Suautu
contoh. Pertama banyak perusahaan-perusahaan asing didalam negeri yang tidak mau
menerima lulusan madrasah, kedua di Bangkalan pernah terjadi demonstrasi
Mahasiswa D2/PGSD/MI terhadap pengelola perguruan tinggi, karena ada isu lulusan
2 PGSD/MI Departemen Agama tidak diterima menjadi guru (PNS). Selain hal itu
masih banyak problem yang harus segera diluruskan, dengan   haarus melibatkan para
pemikir islam Ulama dan pemerintah sehingga tidak terjadi lagi suatu dikotomi
pendidikan seperti pada masa penjajahan Belanda.

3. Harapan.

1) Pendidikan Islam dapat menampakkan karakteristiknya sebagai pendidikan keimanan,


ilmiah, amaliah, moral dan sosial.
2) Pendidikan Islam dapat dikatakan seni pembentukan masa depan bagi penganutnya juga
bagi bangsa dan negara.
3) Para pemikir dan pakar islam diharapkan mampu merumuskan suatu “ Problem Solving
(Pemecahan masalah) terhadap sikap materialis para generasi islam akibat serangan
budaya barat yang berbentuk berbagai macam kemasan saat ini.

BAB III
KESIMPULAN

Bisa kita katakana bahwa kemajuaan negeri-negeri islam saat ini berada dibawah
negeri-negeri yang notabenya non-islam, terutama dalam kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologinya, Tugas besar ke depan ialah, bagaimana Umat Islam Indonesia
mampu mengembangkan pendidikan yang modern untuk menjadi soko guru
peradaban. Hal inilah yang sudah dilakukan oleh negaranegara non-Barat yang non-
Islam dalam membangun peradaban modern mereka tanpa kehilangan akar budaya
dan karakteristik kulturalnya. Dan mereka bangga dengan identitas kultural yang
distingtif dalam modernisasi peradaban dunia. Ada dua hal yang menjadi fokus arah
pengembangan ke depan. Pertama pada aspek kebijakan. Kedua pada aspek praksis
pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA
 Ismail Thoib, Menggagas Reformasi Pendidikan Islam: Telaah Filosofis
Paradigmatik

 Ismail Thoib, Aktualisasi Manusia Versi al-Qur’an: Antara Idealitas dan Realitas
Pendidikan Islam
 Ismail Thoib dan Mukhlis, Dari Islamisasi Ilmu Menuju Pengilmuan Islam:
Melawan Hegemoni... Ulumuna Jurnal

 Saridjo, Marwan, Bunga Rampai Pendidikan Agama Islam, Jakarta ; Ammisco, 1996.


 Fajar, A. Malik, Visi Pembaharuan Pendidikan Islam, Jakarta ; Alpa Grafikatama,
1998.
 Aly, Hery Noer dan Munzier, Watak pendidikan Islam, Jakarta ; Friska Agung Insan,
2000.
 Diknas RI, UUSPN No. 23 Tahun 2003, Jakarta ; Diknas , 2003.
 Nasir, Ridwan, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal, Yogyakarta ; Pustaka
pelajar, 2005.
 Depag RI, Memetakan Persoalan Perguruan Tinggi Agama Islam, Jakarta ; Dirjen
Bagais Depag RI, 2005

Anda mungkin juga menyukai