Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan zaman dan kecanggihan tekhnologi, maka
banyak muncul hal hal baru yang hukumnya secara dzahir tidak dicantumkan
didalam Alqur’an maupun Sunnah. Maka terjadilah perbedaan pendapat di
antara para ulama dan pakar dalam menetapkan hukum hukum baru yang
tidak ada nashnya. Diantaranya adalah rokok.
Didalam makalah ini, penulis akan mencoba untuk mengungkap sedikit
tentang rokok. Karena fenomena yang kita saksikan saat ini dirasa sudah
cukup untuk membuktikan bahwa rokok sudah menjadi kebutuhan sebagian
masyarakat indonesia saat ini dan ada juga yang memakainya sebagai
sampingan saja. Berdasarkan data Global Adult Tobaco Survey tahun 2011,
Indonesia memiliki prevalensi perokok aktif tertinggi, sebanyak 36,1% orang
dewasa, dan 67% persen pria remaja. Bahkan kebiasaan merokok di kalangan
anak anak meningkat pesat dalam 10 tahun terakhir, dimana anak usia 13-15
tahun merupakan perokok aktif,  demikian rilis yang dikeluarkan Komunitas
Pengendali Tembakau, Minggu (2/2/2014). Dan yang terpenting adalah
bahwa mengkonsumsi rokok sangat berbahaya bagi tubuh menurut pendapat
sebagian ahli.
Namun sebagian ahli lainnya berpendapat sebaliknya bahwa rokok
mempunyai manfaat bagi kesehatan. Demikian juga para ulama, seperti MUI
Pernah mengharamkan rokok disebagian wilayah indonesia namun disebagian
wilayah lainnya tidak diharamkan. Seperti di Padang Panjang, 27/1 (Pinmas)-
Setelah melalui persidangan yang alot, akhirnya Majelis Ulama Indonesia
(MUI) mengeluarkan fatwa tentang rokok. Keputusan yang ditetapkan dalam
sidang pleno Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia III menyatakan
bahwa merokok hukumnya “dilarang” antara haram dan makruh.
Berangkat dari hal hal diatas, maka penulis merasa perlu untuk menggali
sedaya mampu tentang Pro-Kontra hukum merokok didalam agama islam.
Tetapi dalam kelompok kami akan membahas masalah tentang Pro hukum

1
Merokok di dalam agama islam. Selain memenuhi tugas kuliah dari dosen,
penulis juga merasa pembahasan ini sangat menarik  untuk diteliti.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat di ambil rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana tentang golongan yang membolehkan merokok?
2. Bagaimana dampak positif merokok?
3. Bagaimana Pendapat Para Ulama’ tentang Hukum Mubah dan Makruh
Rokok

C. Tujuan Penulisan
Dari latar belakang di atas maka tujuan penulisan adalah:
1. Untuk pendapat mengetahui golongan yang membolehkan merokok.
2. Untuk mengetahui dampak positif rokok.
3. Untuk mengetahui pendapat para ulama’ tentang hukum mubah dan
makruh merokok.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Golongan yang Membolehkan Merokok
Golongan ini berpegang pada kaidah bahwa asal segala sesuatu itu boleh,
tembakau yang digunakan untuk rokok tidak dikenal di masa Nabi, sehingga
tidak bisa diterangkan tetntang halal dan haramnya. Tetapi segala sesuatu
pada asalnya adalah mubah atau halal kecuali jika ada dalil yang
mengharamkannya, atau nampak adanya bahaya yang kemudian bisa
ditetapkan hukum haramnya. Seperti firman Allah SWT QS. Al-Baqarah:29

ِ ْ‫ق لَ ُك ْم َما فِي اأْل َر‬


ٍ ‫ض َج ِميعًا ثُ َّم ا ْست ََو ٰى إِلَى ال َّس َما ِء فَ َسوَّاه َُّن َس ْب َع َس َما َوا‬
‫ت ۚ َوهُ َو بِ ُك ِّل َش ْي ٍء‬ َ َ‫ه َُو الَّ ِذي خَ ل‬
‫َعلِي ٌم‬
“Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia
berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia
Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah:29)
Dengan demikian, mereka mengatakan hukum awalnya mubah. Jika
sekiranya dengan merokok itu dapat menimbulkan bahaya baginya terhadap
kesehatan dirinya maka hukumnya haram. Dan jika bahaya yang
ditimbulkannya lebih sedikit maka hukumnya makruh. Merokok termasuk
dalam satu pemborosan harta yang sebaiknya tidak dibiasakan (Syar Basyi,
1992:486).
Adapula golongan yang membolehkan merokok beranggapan bahwa
Pohon tembakau menurut zatnya adalah suci, tidak memabukkan, tidak
berbahaya dan tidak kotor (menjijikkan). Menurut asalnya ia adalah mubah,
kemudian dikenakan padanya hukum syara’:
 Penghisap rokok yang tidak merasa terganggu badannya ataupun akal
dan pikirannya, ia boleh merokok.
 Orang yang merasa terganggu badannya ataupun akal dan pikirannya
karena merokok, baginya rokok adalah haram. Sama dengan orang yang
terganggu kesehatannya bila minum madu.
 Orang yang merasakan kemanfaatan merokok untuk mencegah gangguan
penyakit, ia wajib memanfaatkannya.

3
Menurut mereka ketentuan hukum merokok tergantung pada dampaknya.
Namun jelas, mereka berpendapat, bahwa pada dasarnya merokok adalah
mubah1(Qardhawi, 1995:833).
sedangkan anggapan bahwa rokok itu memabukkan atau menjadikan
lemah itu tidak benar. Memang benar bahwa orang yang tidak biasa merokok
akan meraskan mual bila ia pertama kali melakukannya, tetapi hal ini tidak
menjadikan haram. Jika orang menganggap merokok sebagai perbuatan israf,
maka hal ini tidak hanya terdapat pada rokok.
Syekh Mushthafa As Suyuthi Ar Rabbani berkata: “Setiap orang yang
mengerti tentang pokok-pokok agama dan cabang-cabangnya, yang mau
bersikap objektif, apabila sekarang ia ditanya tentang hukum merokok
----setelah rokok dikenal banyak orang serta banyaknya anggapan yang
mengatakan bahwa rokok dapat membahayakan akal dan badan niscaya ia
akan memperbolehkannya. Sebab asal segala sesuatu yang tidak
membahayakan dan tidak ada nash yang mengharamkannya adalah halal dan
mubah, sehingga ada dalil syara’ yang mengharamkannya (Al-Halawi,
1999:419).
Inilah pendapat yang dikemukakan Syekh Mushthafa yang didasarkan
pada kenyataan yang terjadi pada zaman beliau. Seandainya beliau
mengetahui bahaya yang ditimbulkannya seperti yang tampak pada hari ini,
niscaya dengan penuh keyakinan beliau akan mengubah pendapatnya.

B. Pendapat Para Ulama’ tentang Hukum Mubah dan Makruh Rokok


Para ulama berbeda pendapat tentang hukum merokok, ada yang
mengatakan mubah, makruh, dan haram, para ulama yang megeluarkan fatwa
tentang rokok tentunya bukan tidak punya dalil. Semuanya mempunyai dalil
yang kuat dan rasionalis.
1. Hukum merokok mubah dan makruh
Para ulama dan pakar yang memubahkan dan memakruhkannya memiliki
idoim bahawa ”bukan ulama yang menentukan atau menetapkan hukum

4
tetapi Allah lah yang menetapkan hukum, ulama hanyalah menggali dan
menjelaskan hukum yang mungkin”.
 Pertama, Allah swt. dan Rasul-Nya saw tidak pernah menegaskan
bahwa tembakau atau rokok itu haram.
 Kedua,  hukum asal setiap sesuatu adalah halal kecuali ada nash yang
dengan tegas mengharamkan.
 Ketiga, sesuatu yang haram bukanlah yang memudlaratkan, dan
sesuatu yang halal bukanlah yang memiliki banyak manfaat, akan
tetapi yang haram adalah yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya
walau bermanfaat, dan yang halal adalah yang dihalalkan oleh Allah
dan Rasul-Nya walau memudlaratkan.
 Keempat, tidak setiap yang memudlaratkan itu haram, yang haram
adalah yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya baik itu
memudlaratkan atau tidak. Cabe, daging kambing, gula, asap mobil,
dll. juga memudlaratkan tapi tidak haram, mengapa justru rokok saja
yang haram padahal masih banyak yang lain yang juga
memudlaratkan? Segala jenis ikan di dalam laut hukum memakannya
halal sebagaimana yang diterangkan dalam hadits. Padahal banyak
jenis ikan yang memudlaratkan di dalam laut tersebut, tetapi tetap
halal walau memudlaratkan. Kalau kita mengharamkannya maka kita
telah mentaqyid hadits yang berbunyi "Yang suci airnya dan yang
halal bangkainya".
 Kelima, Kalau rokok dikatakan bagian dari khaba'its maka bawang
juga termasuk khaba'its, mengapa rokok saja yang diharamkan
sementara bawang hanya sekedar makruh (itupun kalau akan
memasuki masjid)?
 Keenam, hadits “La dlarara wala dlirar” masih umum, dan bahaya-
bahaya rokok tidak mutlak dan tidak pasti, kemudian ia bergantung
pada daya tahan dan kekuatan tubuh masing-masing.
 Ketujuh,  boros adalah menggunakan sesuatu tanpa membutuhkannya,
dari itu jika seseorang merokok dalam keadaan membutuhkannya

5
maka ia tidaklah pemboros karena rokok ternyata kebutuhan sehari-
harinya juga.
 Kedelapan, realita menunjukkan bahwa rokok ternyata memberi
banyak manfaat terutama dalam menghasilkan uang, di pulau Lombok
misalnya, hanya tembakaulah yang membuat para penduduknya dapat
makan, jika rokok diharamkan maka mayoritas penduduk Lombok
tidak tahan hidup. Allah berfirman: "Katakanlah hai Muhammad:
Terangkanlah kepadaku tentang rezki yang diturunkan Allah
kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan sebagiannya
halal. Katakanlah: Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu
tentang ini atau kamu mengada-adakan saja terhadap Allah?"
 Kesembila,  Qiyas kepada khamr tidak benar karena rokok tidak
memabukkan dan tidak menghilangkan akal, justru seringnya
melancarkan daya berfikir. Yang paling penting adalah haramnya
khamr karena ada nash, dan tidak haramnya rokok karena tidak ada
nash. Kemudian qiyas tidak boleh digunakan dengan sembarangan.
 Kesepuluh, rokok tidak ada hubungannya sama sekali dengan dengan
surah al baqarah ayat 195:
َ‫وا بِأ َ ْي ِدي ُك ْم إِلَى ٱلتَّ ْهلُ َك ِة ۛ َوأَحْ ِسنُ ٓو ۟ا ۛ إِ َّن ٱهَّلل َ يُ ِحبُّ ْٱل ُمحْ ِسنِين‬
۟ ُ‫يل ٱهَّلل ِ َواَل تُ ْلق‬ ۟ ُ‫َوأَنفِق‬
ِ ِ‫وا فِى َسب‬
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah
kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat
baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berbuat baik.”
Karena ayat tersebut membicarakan hal lain. Adapun ayat "Dan
janganlah kamu membunuh dirimu" maksudnya adalah bunuh diri,
maka adakah orang yang sengaja membunuh dirinya dengan
menghisap rokok? kalaupun ada jenis rokok yang sengaja dibuat
untuk bunuh diri maka tetap yang haram bukan rokoknya, akan tetapi
yang haram adalah bunuh dirinya. Sebagaimana seseorang membunuh
dirinya dengan pisau, maka yang haram bukan menggunakan pisaunya
tetapi bunuh dirinya.

6
 Kesebelas, banyak ulama' yang tidak mengharamkan rokok seperti :
Abd al-Ghoni an-Nabilisi, ibn al-wardiy, Ar-Rusyd, Syaikh al-Ajhur,
Syekh Syehristani, Syekh Yasin al-Fadani, Syekh al-Sistani, Syekh
Muhammad al-Salami, Syekh al-Dajawi, Syekh Alawi al-Saqqaf,
Syekh Muhammad bin Isma'il, Syekh alZiadi, Syekh Mur'i al-Hanbali,
Syekh Abbas al-Maliki, Syekh Izzuddin al-Qasysyar, Syekh Umar al-
Mahresi, Syekh Muhammad Alawi al-Maliki, Syekh Hasan
alSyennawi, Syekh Ahmad bin Abdul-Aziz al-Maghribi, Syekh
Abdul-Ghani alNabulsi ra., Syekh Muhammad Utsman Abduh al-
Burhani ra., Maulana Syekh Mukhtar ra., dll (Dr. H. Akbarizan MA.,
M.Pd/ Ketua Komisi Fatwa MUI Kota Pekanbaru/fatwa MUI tentang
rokok).
Inilah sebagian para ulama yang memubahkan rokok:
1) Abd al-Ghoni an-Nabilisi
Beliau adalah seorang murabbi bermadzhab Hanafiah - ia punya
risalah yang menjelaskan kebolehan merokok dan ini telah disahkan
yang lain bernama Asy-Syabramalis juga Syaikh As-Sulthon al-Halab
yang pintar  - al-Barmawi berkata – “al-Babali berkomentar bahwa
rokok hukumnya halal. Keharamannya bukan karena ia memang
haram namun sebab unsur luar yang datang.
Abd al-Ghoni an-Nabilisi seorang murabbi bermadzhab Hanafiah ia
punya risalah yang dinamainya ash-shulh bain al-ikhwan fi hukm
ibahah syarb ad-Dukhon (mendamaikan para kawan: kitab tentang
bolehnya merokok)
2) Ibn al-wardiy
Beliau mengarang sebuah kitab yang bernama syarh lamiyah ibn al-
wardiy jika memang benar bahwa rokok adalah najis karena dibasahi
khamr maka pengarang kitab tersebut menyatakan “jelaslah bahwa
keharaman rokok karena ada unsur luar (karena dibasahi khamr),
bukan karena dzat asal rokok itu haram, akan tetapi jika tuduhan yang
menyatakan bahwa rokok itu najis tidak benar maka hukum rokok
kembali kepada hukum asalnya, yaitu suci.

7
3) Ar-Rusyd
Dalam kitab hasyiyah ‘ala Nihayah menyatakan bahwa tidak adanya
dalil yang dapat dijadikan dasar untuk mengharamkan rokok adalah
dalil bahwa menghisap dan mengkomsumsi rokok hukumnya mubah.
4) Syaikh al-Ajhur
Beliau mengatakan bahwa menghisap rokok hukumnya halal. Dengan
syarat rokok tersebut tidak membuat si perokok kehilangan
kesadarannya dan tidakn pula membuat tubuhnya tertimpa suatu
mudhorot tertentu.
Masih banyak lagi kitab-kitab yang menghalalkan rokok dan lagi-lagi
kesemuan tidak keluar dari kaidah ushul fiqh yaitu “selama tidak ada pola
baru yang mengubahnya maka pola lama tetap berlaku”. Sebagaimana
tercantum didalam kitab ‫ االشباه و النظاءر‬yaitu:
‫و االصل فى االشياء االباحة اال ان دل عليه دليل قبل‬
”Hukum asal segala sesuatu adalah halal kecuali ada dalil yang
mengharamkannya”
Diantara yang memakruhkannya adalah NU. kalangan NU (Nahdhotul
‘Ulama) mengambil kesimpulan bahwa rokok adalah makruh lighoirihi,
karena jika memang rokok itu haram karena ada unsur mudhorotnya; suatu
unsur yang datang dari luar. Dengan demikian rokok haram hanya bagi orang
yang seandainya ia merokok akan terkena mudhorot tidak haram atas orang
lain karena mudhorot itu ada karena memang orang yang menghisap rokok
tidak cocok dengan dirinya, namun jika itu tidak ada mudhorot maka hukum
tersebut sebatas makruh. Pada prinsipnya “selama tidak ada hal yang patut
mengubahnya maka hukum sebelumnya tetap berlaku

C. Dampak Positif Merokok


Ada yang berpendapat bahwa seorang perokok tidak hanya mempunyai
sisi negatif, tetapi perokok juga mempunyai sisi positif atau keuntungan. Hal
ini merupakan kabar gembira bagi perokok lantaran mempunyai argumen
yang kuat bahwa “tidak selamanya merokok berbahaya”.
Dibawah ini adalah beberapa keuntungannya :

8
a. Perokok pasif lebih berbahaya daripada perokok aktif, maka untuk
mengurangi resiko tersebut aktiflah merokok.
b. Menghindarkan dari perbuatan jahat karena tidak pernah ditemui orang
yang membunuh, mencuri dan berkelahi sambil merokok… tapi mungkin
aja habis membunuh baru merokok ataupun sebelum membunuh merokok
dulu
c. Mengurangi resiko kematian: Dalam berita tidak pernah ditemui orang
yang meninggal dalam posisi merokok.(kebalik yach? he..he..menambah
resiko bwt yg bosan hidup)
d. Berbuat amal kebaikan: Kalau ada orang yang mau pinjam korek api
paling tidak sudah siap / tidak mengecewakan orang yang ingin
meminjam.
e. Baik untuk basa-basi / keakraban: Kalau ketemu orang misalnya di Halte
CSW kita bisa tawarkan rokok. Kalau basa-basinya tawarkan uang kan
nggak lucu.
f. Memberikan lapangan kerja bagi buruh rokok, dokter, pedagang asongan
dan perusahaan obat batuk.
(https://risalridwan.blogspot.com/2017/02/dampak-positif-negatif-
rokok.html).

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut saya yang tepat adalah “Kembali Kepada Diri Masing-Masing
Dalam Menyikapi Hal Ini” dan juga yang perlu digaris bawahi adalah setiap
landasan/perbuatan kita jangan hanya semata taklid dalam artian berani
berkomentar tapi tidak tau dalilnya atau berbuat sesuatu tapi tidak tau dalilnya
karena dalam kaidah ‫“ ال••دعوة ب••دون البين••ة لم تس••مع‬jika seseorang itu mengajak
kapada suatu hal tapi tidak ada dalil/hujjah maka janganlah di dengar” dalam
artian setiap ucapan/landasan kita diiringi pula dengan dalil. Dan juga ada
kaidah dalam kajian ushul fiqh ‫“ الحكم يض••ر م••ع علته‬hukum beredar bersama
alasannya”.

B. Saran
Besar sekali harapan penyusunan agar makalah ini menjadi salah satu
peringatan bagi yang lupa dan menjadi salah satu petunjuk bagi yang belum
mengetahui dengan harapan para pembaca dan para pengguna makalah ini
senantiasa memegang aturan Allah SWT dalam menjalani kehidupan ini.
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa  ‫االنسان مكان الخطاء والنسيان‬  maka
penyusun menyadari bahwasanya makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu sumbang saran dan kritiknya yang bersifat membangun
sangat diharapkan demi penyempurnaan makalah ini.  

10
Referensi

Al-Halawi Muhammad Abdul Aziz. 1999. Fatwa Dan Ijtihad Umar Bin Khattab
Ensiklopedi Berbagai Persoalan Fiqh, Surabaya: Penerbit Risalah Gusti.

Syar Basyi, Ahmad. 1992. Himpunan Fatwa. Surabaya: Al-Iklas.

Qardhawi, Yusuf. 1995. Fatwa-Fatwa Mutakhir Terj. Al-Hamid Al-Husaini.


Jalarta: Yayasan Al-Hamidy.

Dr. H. Akbarizan MA., M.Pd/ Ketua Komisi Fatwa MUI Kota Pekanbaru/fatwa
MUI tentang rokok

https://risalridwan.blogspot.com/2017/02/dampak-positif-negatif-rokok.html

11

Anda mungkin juga menyukai