Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

SEX EDUCATION DITINJAU DARI ASPEK AGAMA,

KULTURAL DAN PSIKOSOSIAL

Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Kapita Selekta Pendidikan


yang diampu oleh Ibu Devi Vionitta Wibowo, M.Pd

Disusun oleh :
Neng Puja Nurmalasari
Wulan Widi Astuti

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

RIYADHUL JANNAH JALANCAGAK SUBANG

TAHUN 2022/1444 H
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan
rahmat, taufik, hidayah dan inayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah yang berjudul “Sex Education ditinjau dari Segi Agama,
Kultural dan Psikososial” dengan hadirnya makalah ini dapat memberikan ilmu
pengetahuan bagi para pembaca, khususnya mahasiswa program studi Pendidikan
Agama Islam (PAI).

Sholawat dan salam tetap tercurahkan dan dilimpahkan kepada junjungan


kita Nabi Muhammad SAW, serta keluarga, sahabat dan pengikutnya.

Penyusun menyadari tanpa bantuan dari semua pihak, penulisan makalah


ini mungkin tidak dapat terlaksana. Oleh karena itu, penyusun mengucapkan
banyak terima kasih kepada semua teman-teman yang terlibat dalam penyusunan
makalah ini.

Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam


penyusunan makalah ini, karena keterbatasan kemampuan yang penyusun miliki.
Oleh karena itu, penyusun mohon kritik dan sarannya. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi semuanya.

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................1

DAFTAR ISI .................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................3

A. Latar Belakang ...................................................................................3

B. Rumusan Masalah ..............................................................................4

C. Tujuan Penulisan ................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN ..............................................................................5

A. Seksual dan Pendidikan Seks ............................................................5

B. Pendidikan Seks dalam Perspektif Agama .........................................6

C. Pendidikan Seks Anak Usia Dini dan Dewasa. ..................................9

D. Pendidikan Seks dalam Perspektif Budaya. .....................................10

BAB III PENUTUPAN ..............................................................................14

A. Kesimpulan.......................................................................................14

B. Saran .................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................15

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan data online dari SIMFONI PPA (Sistem Informasi


Perkindungan Peempuan dan Anak) jumlah kasus kekerasan di Indonesia
sampai dengan tanggal 1 Januari 2022 tercatat 18.887 kasus, 3.052 korban
laki-laki dan 17.309 korban perempuan, termasuk korban kekerasan
seksual.1 Tingginya kasus kekerasan khususnya kekerasan seksual
menuntut kita untuk memikirkan ulang bagaimana cara mengurangi kasus
tersebut. Salah satu tawaran dari penulis pada kesempatan ini adalah
dengan cara menerapkan pendidikan seks sejak dini pada anak. Pertanyaan
yang selanjutnya muncul adalah model pendidikan seks pada anak
bagaimanakah yang sesuai untuk diterapkan pada masyarakat Indonesia.2

Pendidikan seks dalam Islam telah ada sejak zaman dahulu.


Rasulullah SAW telah mencontohkan dan mengajarkannya. Namun
tentunya maksud dan tujuan dari pemikiran Nabi SAW berbeda dengan
pemikiran barat. Pada saat hidupnya Rasulullah SAW membuka selebar-
lebarnya kesempatan bagi umat muslim baik laki-laki maupun perempuan
untuk tidak malu- malu menanyakan permasalahan kehidupan. Termasuk
masalah pribadi seperti kehidupan seksual. Rasulullah juga mengajarkan
bahwa “Rasa malu adalah bagian dari iman”. Tidak perlu untuk masalah
keagamaan bahkan untuk membicarakan segi kehidupan seksual.
Kemudian, diriwayatkan oleh istri beliau Aisyah dalam sebuah hadis
mengatakan ”Keberkahan bagi perempuan-perempuan anshar (penduduk
asli madinah) adalah rasa malu tidak mencegah mereka untuk mencari
pengetahuan tentang agama.” (Mutafaq alaih).3

Selanjutnya, Hasan menambahkan bahwa selain hadis, al-Qur’an


juga banyak membahas tentang reproduksi dan kehidupan seks antara lain

1
SIMFONI PPA, https://kekerasan.kemenpppa.go.id/ringkasan
2
Choirul Anam, ‘Pendidikan Seks Dalam Islam’ (UIN Sunan Ampel Surabaya, 2000).
3
Machnunah Ani Zulfah, ‘Pendidikan Seks Pada Anak Dalam Islam’, Studi Islam Dan Muamalah At
Tahdzib, 2017, 150–71.

3
mengenai reproduksi dan penciptaan manusia dalam surah as-Sajadah ayat
7-9, tentang menstruasi dalam surah al-Baqarah ayat 222, tentang fertilitas
dan posisi seksual dalam surah al-Baqarah ayat 223 dan bahkan tentang
ejakulasi dalam surah at-Thaariq ayat 6 dan surah al-Qiyamah ayat 38. Hal
ini menjadi dasar dalam mengajarkan pendidikan seks dalam Islam.4
Dunia barat telah lama mengajarkan pendidikan seks di kalangan anak
dan remaja, namun belum pernah berhasil dan bahkan buruk. Hal ini dikarenakan
acuan dan tujuan pendidikan seks yang mereka terapkan tersebut tidak jelas.
Dengan berpegang kepada Al- Qur’an dan Sunah diharapkan pendidikan tersebut
dapat sampai kepada tujuan dan sasarannya dalam membentuk sikap dan
perilaku umat muslim.5

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Seks dan Pendidikan Seks?
2. Bagaimana Pendidikan Seks Anak Usia Dini dan Dewasa?
3. Bagaimana Pendidikan Seks dalam Perspektif Agama?
4. Bagaimana Pendidikan Seks dalam Perspektif Budaya?
C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui dan Memahami Pengertian Seksual dan Pendidikan Seks.
2. Mengetahui dan Memahami Pendidikan Seks Anak Usi Dini dan Dewasa.
3. Mengetahui dan Memahami Pendidikan Seks dalam Perspektif Agama.
4. Mengetahui dan Memahami Pendidikan Seks dalam Perspektif Budaya.

4
Anam.
5
Anam.

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Seksual dan Pendidikan Seks

Seksual dalam Kamus Lengkap Psikologi memiliki dua arti.


Pertama, menyinggung segala hal yang berhubungan dengan semua
permasalahan reproduksi (perkembangbiakan) manusia yang dilakukan
lewat penyatuan laki-laki dan perempuan yang akhirnya menghasilkan
sebutir telur dan sperma. Kedua, pengertian seksual secara umum
menyinggung perasaan, emosi dan tingkah laku, yang dihubungkan dengan
perangsangan alat kelamin, daerah-daerah erogeneous, atau dengan proses
perkembang-biakan.6
Adapun pendidikan seks (sex education) diartikan sebagai: a)
instruksi dalam fisiologi perkembang-biakan, b) Instruksi dalam fisiologi
perkembang-biakan dan pada sikap-sikap yang dapat meningkatkan
penyesuaian diri seksual yang baik terhadap seksualitas pada umumnya dan
dalam perkawinan khususnya. Notosoedirdjo dan Latipun mengatakan
bahwa pengertian seksual hendaknya diartikan secara luas tidak hanya
sebatas membicarakan hanya tentang masalah reproduksi, regenerasi
perkembangan jenis dalam artian biologis dan eksistensi spesiesnya.
Pendidikan seksual sebetulnya mencakup pengertian-pengertian yang
sangat luas dimana pengertian yang satu berhubungan dengan pengertian
yang lain. Pengertian secara biologis berkaitan dengan pengertian secara
emosional dan juga sosial budaya.

Potter dan Perry mendefinisikan seksual secara umum yaitu segala


hal yang berhubungan dengan alat reproduksi atau segala hal yang ada
hubungannya dengan permasalahan hubungan seksual antara perempuan
dan laki-laki. Seks adalah persoalan yang sudah ada sejak dahulu dan
dianggap tabu oleh sebagian budaya dalam membicarakannya. Padahal,
masih banyak orang yang kurang paham tentang permasalahan seksualitas
namun segan atau malu untuk bertanya. Dariyo mengatakan bahwa
masyarakat selalu beranggapan bahwa ketika berbicara tentang seks hanya
berhubungan dengan hubungan seks antara laki- laki dan perempuan.

6
Dyah Nawangsari, ‘Urgensi Pendidikan Seks Dalam Islam’, TADRIS: Jurnal Pendidikan Islam, 10.1
(2015), 74–89.

5
Tidaklah sama antara pendidikan seks dan pengajaran seks. Namun,
mengajarkan seks adalah bagian penting dari pendidikan seks. Seharusnya
sejak usia dini anak sudah mendapatkan pendidikan seks tujuannya adalah
supaya anak memahami fungsi organ seks, halal haram prgan seks,
tanggungjawabnya, dan mendapatkan pedoman untuk menghindari
penyimpangan perlakukan seksual sejak dini. Selain itu, melalui pendidikan
seks anak akan mendapatkan pengetahuan serta wawasan tentang
permasalahan seputar seks dengan baik dan benar. Apabila anak
mendapatkan pendidikan seks yang benar diharapkan anak akan terhindar
dari banyaknya akibat negatif dari perilaku seksual, seperti penyimpangan
seksual, pelecehan seksual, kehamilan diluar nikah, dan penyakit menular
seksual.7
Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian
seksualitas secara umum hanya berhubungan dengan alat kelamin dan juga
berhubungan dengan hal-hal reproduksi. Namun ketika mendefinisikan
pendidikan seks hendaknya diartikan dengan arti yang lebih luas yaitu
mencakup hal-hal yang berhubungan dengan fungsi-fungsi organ seks,
masalah-masalah seputar seks, risiko dari perilaku seks yang tidak sehat,
dan aspek mental emosi anak dan remaja. Dapat juga dikatakan ketika
berbicara tentang pendidikan seks berarti mencakup hal-hal yang
berhubungan dengan fisik, psikis, dan sosial humanis. Serta perlu kiranya
memasukan nilai-nilai agama di dalam pembelajaran pendidikan seks
tersebut sehingga semakin terarah kemana tujuan yang sebenarnya dari
pendidikan seks tersebut.8
B. Pendidikan Seks Anak Usia Dini dan Dewasa
Pendidikan seks diajarkan sejak anak berusia dini. Tujuannya adalah
untuk menghindari anak dalam hal melakukan penyimpangan-
penyimpangan sosial ataupun untuk menghindari anak dari pelecehan
seksual. Telah dijelaskan di atas bahwa seksualitas bukan hanya
berhubungan dengan permasalahan seputar reproduksi namun lebih luas
dari itu. Permasalahan seksualitas adalah mencakup secara keseluruhan

7
Munawir dkk Pasaribu, Model Integratif Pendidikan Seks, 2020.
8
Pasaribu.

6
kehidupan manusia.9
Dalam mengenalkan pendidikan seks pada anak usia dini, diperlukan
cara- cara dan strategi yang tepat, sehingga arah dan tujuan dari pendidikan
yang diharapkan dapat tercapai dengan baik. Syari`at Islam memerintahkan
para pendidik muslim untuk memberikan pendidikan seks kepada anak secara
bertahap, yaitu tidak memulai langkah-langkah baru sebelum langkahlangkah
sebelumnya selesai dan tertanam pada diri anak, dan hal itu disesuaikan dengan
tingkat pertumbuhan fisik dan psikologis anak.10
Yusuf Madan menguraikan beberapa cara praktis, yang perlu
diterapkan dan diajarkan kepada anak dalam pendidikan seks, sebagai berikut:

1. Menanamkan rasa malu pada anak. Rasa malu harus ditanamkan kepada
anak sejak dini jangan biasakan anak-anak, bertelanjang di depan orang
lain, misalnya ketika keluar kamar mandi, berganti pakaian, dan
sebagainya. Membiasakan anak perempuan sejak kecil berbusana
muslimah dan menutup aurat untuk menanamkan rasa malu sekaligus
mengajari anak tentang auratnya.
2. Menanamkan jiwa maskulinitas pada anak laki-laki dan feminitas pada
anak perempuan. Islam telah memberikan tuntunan agar masing-masing
fitrah yangtelah ada terjaga. Islam menghendaki agar laki- laki memiliki
kepribadian maskulin, dan perempuan memiliki kepribadian feminim.
Islam tidak menghendaki wanita menyerupai laki-laki, begitu juga
sebaliknya. Untuk itu harus dibiasakan sejak kecil anak-anak berpakaian
sesuai dengan jenis kelaminnya. Mereka juga harus diperlakukan sesuai
dengan jenis kelaminnya.
3. Memisahkan tempat tidur mereka ketika usia 7-10 tahun. Pemisahan
tempat tidur merupakan upaya untuk menanamkan kesadaran pada anak
tentang eksistensi dirinya. Jika pemisahan tempat tidur tersebut terjadi
antara dirinya dan orangtuanya, setidaknya anak telah dilatih untuk berani
mandiri. Anak juga dicoba untuk belajar melepaskan perilaku lekatnya

9
Syarifah Gustiawati Mukri, ‘Pendidikan Seks Usia Dini Dalam Perspektif Hukum Islam’, Mizan:
Journal of Islamic Law, 3.1 (2018).
10
Mukri.

7
(attachment behavior) dengan orangtuanya. Jika pemisahan tempat tidur
dilakukan terhadap anak dengan saudaranya yang berbeda jenis kelamin,
secara langsung ia telah ditumbuhkan kesadarannya tentang eksistensi
perbedaan jenis kelamin.
4. Mengenalkan waktu berkunjung (meminta izin dalam 3 waktu) tiga
ketentuan waktu yang tidak diperbolehkan anak-anak untuk memasuki
ruangan (kamar) orang dewasa kecuali meminta izin terlebih dahulu
adalah: sebelum shalat subuh, tengah hari, dan setelah shalat isya. Aturan
ini ditetapkan mengingat di antara ketiga waktu tersebut merupakan waktu
aurat, yakni waktu ketika badan atau aurat orang dewasa banyak terbuka.
5. Mendidik menjaga kebersihan alat kelamin. Cara yang dapat dilakukan
adalah anak dibiasakan untuk buang air pada tempatnya (toilet training)
dengan cara ini akan terbentuk pada diri anak sikap hati-hati, mandiri,
mencintai kebersihan, mampu menguasai diri, disiplin, dan sikap moral
yang memperhatikan etika sopan santun dalam melakukan hajat.
6. Mengenalkan mahramnya. Dengan memahami kedudukan perempuan
yang menjadi mahram, diupayakan agar anak mampu menjaga pergaulan
sehari- hari dengan selain wanita yang bukan mahramnya. Inilah salah satu
bagian terpenting dikenalkannya kedudukan orang-orang yang haram
dinikahi dalam pendidikan seks anak.
7. Mendidik anak agar selalu menjaga pandangan mata. Anak tidak dibiarkan
melihat gambar-gambar atau film yang mengandung unsur pornografi,
karena itu jauhkan anak-anak dari gambar, film, atau bacaan yang
mengandungunsur pornografi dan pornoaksi.
8. Mendidik anak agar tidak melakukan ikhtilat, yaitu bercampur-baurnya
laki- laki dan perempuan bukan mahram tanpa adanya keperluan yang
dibolehkan oleh syariat Islam.
9. Mendidik anak agar tidak melakukan khalwat, yaitu seorang laki-laki dan
wanita bukan mahramnya berada di suatu tempat hanya berdua saja. Jika
bermain, bermainlah dengan sesama jenis. Jika dengan berlainan jenis,
harus diingatkan untuk tidak berkhalwat.
10. Mendidik etika berhias, karena terkadang anak perempuan berperilaku

8
kelelakian.11
C. Pendidikan Seks dalam Perspektif Agama
Pendidikan seks dalam konteks pendidikan Islam merupakan bagian
integral dari pendidikan aqidah akhlak, dan ibadah. Terlepasnya pendidikan
seks dengan ketiga unsur itu akan menyebabkan ketidak jelasan arah dari
pendidikan seks itu sendiri, bahkan mungkin akan menimbulkan kesesatan dan
penyimpangan dari tujuan asal manusia melakukan kegiatan seksual dalam
rangka pengabdian kepada Allah. Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan seks
terhadap anak usia dini tidak boleh menyimpang dari tuntutan syariat Islam.
Umar bin Khattab pernah berpesan: “Didiklah anak-anakmu, karena mereka
akan hidup pada zaman yang berbeda dengan zamnmu” pesan singkat yang
disampaikan Umar Bin Khattab sangat berpengaruh bagi pendidikan seks
karena pergaulan danperkembangan zaman akan membuat anak lebih rentan
dalam mengikuti arusyang sedang ngetrand dan menarik pada zaman tersebut
tanpa mempedulikan batasan norma dan agama.12
Terlebih pada masa mereka dewasa nanti. Oleh sebab itu, pendidikan
seks sejak dini yang diajarkan sesuai dengan syari`at Islam sangat urgen
keberadaannya. Mengingat pentingnya pemahaman tentang seks bagi anak agar
mereka setelah dewasa dapat terhindar dari pergaulan bebas yang mengarah
pada perilaku seks yang menyimpang. Pendidikan seksual terhadap anak
memerlukan perhatian karena merupakan satu mekanisme untuk memahami
serta memelihara diri mereka terlebih di saat mereka sudah menginjak masa
remaja, Hal tersebut dijelaskan dalam Alquran QS. Al-Ahzab: 59 :
َ ِ‫ٰٰۤيـاَيُّ َها النَّ ِب ُّي قُ ْل ِ ا َِل ْز َوا ِجكَ َوبَ ٰنتِكَ َون‬
َ َ‫سا ِٓء ا ْل ُمؤْ ِمنِ ْينَ يُ ْدنِ ْين‬
‫علَ ْي ِهنَّ ِم ْن َج ََل ِب ْي ِب ِه َّن‬
ٰۤ
‫ۗ ٰذ ِلكَ اَد ْٰنى اَ ْن يُّ ْع َر ْفنَ فَ ََل يُؤْ ذَ ْي َن ۗ َوكَا نَ ه‬
َ ُ‫ّٰللا‬
‫غفُ ْو ًرا َّر ِح ْي ًما‬
"Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak
perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, "Hendaklah mereka menutupkan
jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu agar mereka lebih
mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha

11
Mukri.
12
Ahmad Rusydi, ‘Pendidikan Seks Dalam Perspektif Psikologi Islam’, in Makalah Disampaikan
Dalam Seminar Parenting Orang Tua Murid SDIT Ibnu Sina, Sabtu, 2012, XIV.

9
Pengampun, Maha Penyayang."
Dari ayat tersebut kita dapat memberikan arahan kepada anak batasan-
batasan aurat yang dijelaskan dalam Q.S. An-Nur ayat 31 :
َّ‫صا ِر ِهنَّ َويَحْ فَ ْظ َن فُ ُر ْو َج ُهنَّ َو َِل يُ ْب ِد ْي َن ِز ْينَتَ ُهن‬ َ ‫ضضْنَ ِم ْن اَ ْب‬ ُ ‫ت يَ ْغ‬ ِ ‫َوقُ ْل ِلاـ ْل ُم ْؤ ِم ٰن‬
َّ‫ض ِر ْبنَ بِ ُخ ُم ِر ِه َّن ع َٰلى ُجيُ ْوبِ ِه َّن ۗ َو َِل يُ ْب ِد ْينَ ِز ْينَتَ ُهنَّ ا َِِّل ِلبُعُ ْولَتِ ِهن‬ ْ ‫ظ َه َر ِم ْن َها َو ْليَـ‬ َ ‫ا َِِّل َما‬
َّ‫اَ ْو ٰابَآئِ ِهنَّ اَ ْو ٰابَا ِٓء بُعُ ْولَتِ ِه َّن اَ ْو اَ ْبنَآئِ ِهنَّ اَ ْو اَ ْبنَا ِٓء بُعُ ْولَتِ ِهنَّ اَ ْو ا ِْخ َوا نِ ِه َّن اَ ْو بَنِ ٰۤ ْي ا ِْخ َوا نِ ِهن‬
َ‫اِل ْربَ ِة ِمن‬ ِ ْ ‫غي ِْر اُو ِلى‬ َ ِ‫اَ ْو بَنِ ٰۤ ْي اَ َخ ٰوتِ ِه َّن اَ ْو ن‬
َ َ‫سآئِ ِه َّن اَ ْو َما َملَـكَتْ اَ ْي َما نُ ُه َّن اَ ِو التهبِ ِع ْين‬
‫ض ِر ْبنَ بِا َ ْر ُج ِل ِهنَّ ِليُـ ْعلَ َم‬ ْ َ‫سا ِٓء ۗ َو َِل ي‬ َ ‫ت ال ِنا‬ ِ ‫ط ْف ِل الَّ ِذ ْي َن لَ ْم يَ ْظ َه ُر ْوا ع َٰلى ع َْو ٰر‬
‫الر َجا ِل اَ ِو ال ِ ا‬‫ِا‬
ِ ‫َما يُ ْخ ِف ْي َن ِم ْن ِز ْينَتِ ِه َّن ۗ َوت ُْوبُ ٰۤ ْوا اِلَى ه‬
‫ّٰللا َج ِم ْيعًا اَيُّهَ ا ْل ُمؤ ِْمنُ ْونَ لَعَلَّ ُك ْم ت ُ ْف ِل ُح ْو َن‬
"Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka
menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah
menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan
hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah
menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau
ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-
putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra
saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau
para perempuan (sesama Islam) mereka, atau hamba sahaya yang mereka
miliki, atau para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan
(terhadap perempuan), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat
perempuan. Dan janganlah mereka mengentakkan kakinya agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua kepada
Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung."
Dari penjabaran tersebut sebagai orang tua dan pendidik wajib
memberikan penjelasan dan pemahaman kepada anak bagaimana berpakaian
yang baik, bagian tubuh mana yang boleh terlihat dan bagian mana yang boleh
disentuh. Agar anak terhindar dari kejahatan seksual pada masa anak-anak dan
masa remaja.13
D. Pendidikan Seks dalam Perspektif Budaya
Roqib (2008) menyatakan dalam budaya Jawa, pendidikan seks dimulai dari

13
Anam.

10
hubungan-hubungan sosial pada masa remaja dalam sistem sosial Jawa yang erat
sangkut-pautnya dengan proses tercapainya tingkat kedewasaan biologis. Masalah
seks tidak pernah dibicarakan secara terbuka dalam keluarga dan masyarakat Jawa
umumnya, meskipun dalam percakapan banyak lelucon mengenai seks. Oleh karena
ada rasa tabu dalam pembicaraan seks, orang Jawa memiliki simbol Lingga-yoni.
Lingga melambangkan falus atau penis, alat kelamin laki-laki, sedangkan Yoni
melambangkan vagina, alat kelamin perempuan. Hariwijaya (dalam Roqib, 2008),
menyatakan bahwa pelukisan seksual dalam khasanah filsafat Jawa dikenal dengan
isbat curiga manjing warangka yang arti lugasnya adalah keris masuk ke dalam
sarungnya.14
Suadirman (2014) menyatakan bahwa dalam budaya Jawa ada upacara
Tarapan, upacara ini merupakan upacara yang diperuntukkan bagi anak perempuan
yang mendapatkan haid pertama kali, biasanya pada usia sekitar 12 sampai 15 tahun.
Secara umum upacara tarapan dimaksudkan untuk:
1. Menghindarkan individu yang dalam keadaan kritis dari gangguan gaib.
2. Menyatakan kepada khalayak ramai bahwa individu yang diupacarai telah
memasuki status sosial yang baru, yaitu dari masa kanak-kanak menuju
masaremaja/dewasa. Semenjak saat itu, anak perempuan tersebut sudah siap
(secara fisik) untuk dibuahi dan menjalani kehamilan sebagai salah satu
tugas seorang perempuan.
3. Memberikan pendidikan kepada individu yang bersangkutan bahwa dia
sudah memasuki tahap kehidupan yang lebih tinggi yaitu kehidupan masa
dewasa.
Masih menurut Suadirman (2012) muatan pendidikan dari upacara ini
adalah untuk menyadarkan anak untuk menjaga kesuciannya, menjaga diri dari
pergaulan lawan jenis, mengingat dirinya sudah matang secara seksual, artinya
bila terjadihubungan seksual tidak mustahil terjadi kehamilan. Oleh karenanya
anak perlu berhati- hati dalam pergaulan dengan lawan jenis demi menjaga
kesuciannya.15
Namun disisi lain, bagaimana budaya Jawa juga permisif memandang seks
bebas, Roqib (2007) menyampaikan bahwa keperawanan dan seks bagi

14
Zulfah.
15
Anam.

11
masyarakat yang “berperadaban rendah” di Jawa sebagaimana tergambar dalam
Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk menjadi sangat terbuka dan bebas. Diantaranya
sebagai berikut:
1. Free Sex merupakan sesuatu yang dalam kondisi tertentu dianggap wajar
oleh sebagian masyarakat Jawa, meskipun hanya ditujukan pada perempuan
tertentu.
2. Keperawanan bagi perempuan tertentu merupakan hal suci yang hanya bisa
dipersembahkan pada suami, tetapi bagi orang tertentu seperti ronggeng atau
semacamnya, keperawanan menjadi alat mewisuda status atau profesi
sebagai ronggeng, artis, atau bintang film.
3. Keperawanan karena tidak dimaknai sebagai sesuatu yang sakral dan hanya
boleh diberikan kepada suami yang sah, maka sebagian masyarakat karena
dasar cinta kepada kekasihnya secara sadar melakukan pemberian “hadiah
keperawanan” kepada orang yang dicintainya dengan pertimbangan dari
pada direnggut oleh orang yang tidak diharapkannya.
Perlu diketahui bahwa novel Ronggeng Dukuh Paruk adalah buku fiksi,
namun Roqib (2007) menyatakan bahwa karya sastra merupakan fakta yang
difiksikan. Realitas adalah produk dan konstruksi manusia, dan menurut
pengakuan penulis novel tersebut, bahwa data sejarah dan budaya yang ada dalam
trilogi novel tersebut merupakan fakta riil dan pernah terjadi, hanya saja sebagian
dari budaya yang ada itu sudah tidak bisa ditemukan lagi.16
Budaya Jawa juga berakulturasi dengan budaya lain, masyarakat Jawa
waktu itu yang beragama Hindu, lambat laun menerima kehadiran Islam sebagai
sebuah agama baru yang akhirnya menjadi agama yang paling banyak dianut di
Indonesia. Susanto (dalam Roqib, 2007) menyatakan bahwa kebudayaan memiliki
ciri yaitu penyesuaian manusia kepada lingkungan hidupnya dalam rangka untuk
mempertahankan hidupnya sesuai dengan kondisi yang menurut pengalaman atau
tradisinya merupakan hal yang terbaik. 17
Koentjaraningrat (1994) menyatakan bahwa “rasa” sangat diperhatikan di
Jawa dalam rangka menciptakan harmonitas sosial. Masyarakat Jawa berperasaan

16
Nawangsari.
17
Pencegahan Kekerasan, Seksual Pada, and Anak Di, ‘No Title’, 2013, 131–45.

12
halus,berusaha untuk menjaga hubungan baik dengan orang lain, membantu orang
lain sebanyak mungkin, membagi rizki dengan para tetangga, berusaha mengerti
perasaan orang lain, dan kemampuan seseorang untuk dapat menghayati perasaan
orang lain (tepasalira), oleh sebab itu, anak-anak selalu diajarkan untuk berusaha
mendekati sifat- sifat itu. Hal inilah yang membuat akulturasi budaya jawa dan
Islam akhirnya terjadi, interaksi yang terjadi selama berabad-abad yang
mengakibatkan perubahan nilai-nilai dan pandangan terhadap seks.18

18
Kekerasan, Pada, and Di.

13
BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Pengertian seksualitas secara umum hanya berhubungan dengan alat
kelamin dan juga berhubungan dengan hal-hal reproduksi. Namun ketika
mendefinisikan pendidikan seks hendaknya diartikan dengan arti yang lebih
luas yaitu mencakup hal-hal yang berhubungan dengan fungsi-fungsi organ
seks, masalah-masalah seputar seks, risiko dari perilaku seks yang tidak
sehat, dan aspek mental emosi anak dan remaja.
Pendidikan seks diajarkan sejak anak berusia dini. Tujuannya adalah
untuk menghindari anak dalam hal melakukan penyimpangan-
penyimpangan sosial ataupun untuk menghindari anak dari pelecehan
seksual. Telah dijelaskan di atas bahwa seksualitas bukan hanya
berhubungan dengan permasalahan seputar reproduksi namun lebih luas
dari itu. Permasalahan seksualitas adalah mencakup secara keseluruhan
kehidupan manusia.
Pendidikan seks dalam konteks pendidikan Islam merupakan bagian
integral dari pendidikan aqidah akhlak, dan ibadah. Terlepasnya pendidikan
seks dengan ketiga unsur itu akan menyebabkan ketidak jelasan arah dari
pendidikan seks itu sendiri, bahkan mungkin akan menimbulkan kesesatan dan
penyimpangan dari tujuan asal manusia melakukan kegiatan seksual dalam
rangka pengabdian kepada Allah.
Roqib (2008) menyatakan dalam budaya Jawa, pendidikan seks dimulai dari
hubungan-hubungan sosial pada masa remaja dalam sistem sosial Jawa yang erat
sangkut-pautnya dengan proses tercapainya tingkat kedewasaan biologis. Masalah
seks tidak pernah dibicarakan secara terbuka dalam keluarga dan masyarakat Jawa
umumnya, meskipun dalam percakapan banyak lelucon mengenai seks.
B. Saran
Dalam makalah ini tentunya ada banyak sekali koreksi dari para
pembaca, karena kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Maka
dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca yang dengan itu semua kami harapkan makalah ini akan menjadi lebih
baik lagi.

14
DAFTAR PUSTAKA

Anam, Choirul, ‘Pendidikan Seks Dalam Islam’ (UIN Sunan Ampel Surabaya,
2000)

Kekerasan, Pencegahan, Seksual Pada, and Anak Di, ‘No Title’, 2013, 131–45

Mukri, Syarifah Gustiawati, ‘Pendidikan Seks Usia Dini Dalam Perspektif Hukum
Islam’, Mizan: Journal of Islamic Law, 3.1 (2018)

Nawangsari, Dyah, ‘Urgensi Pendidikan Seks Dalam Islam’, TADRIS: Jurnal


Pendidikan Islam, 10.1 (2015), 74–89

Pasaribu, Munawir dkk, Model Integratif Pendidikan Seks, 2020

Rusydi, Ahmad, ‘Pendidikan Seks Dalam Perspektif Psikologi Islam’, in Makalah


Disampaikan Dalam Seminar Parenting Orang Tua Murid SDIT Ibnu Sina,
Sabtu, 2012, XIV

Zulfah, Machnunah Ani, ‘Pendidikan Seks Pada Anak Dalam Islam’, Studi Islam
Dan Muamalah At Tahdzib, 2017, 150–71

15

Anda mungkin juga menyukai