Anda di halaman 1dari 5

Pengertian Belajar Menurut Teori Belajar Humanistik

Teori belajar Humanistik memandang bahwa perilaku manusia ditentukan oleh dirinya
sendiri, oleh faktor internal dirinya dan bukan pengetahuan ataupun kondisi lingkungannya. 
William C. Crain menyebut paham ini dengan istilah preformasinisme, yaitu suatu paham yang
meyakini bahwa perkembangan manusia sudah ditentukan oleh suatu zat yang ada dalam
plasma sel sejak masa konsepsi.
Menurut teori belajar humanistik, aktualisasi diri merupakan puncak perkembangan
individu. Ia mampu mengembangkan potensinya dan merasa dirinya utuh, bermakna dan
berfungsi (fully functioning person). Kebermaknaan perwujudan dirinya itu bukan saja
dirasakan oleh dirinya sendiri, tetapi juga oleh lingkungan sekitarnya.
Teori belajar humanistik ini yakin bahwa motivasi belajar harus datang dari dalam diri
individu. Bahkan aliran ini mengabaikan faktor intelektual dan emosional. Menurutnya, kedua
faktor tersebut tidak terlibat dalam di dalam proses belajar.
Lebih lanjut menurut teori ini, proses belajar yang bermakna adalah belajar yang
melibatkan pengalaman langsung, berpikir dan merasakan, atas kehendak sendiri dan
melibatkna seluruh pribadi peserta didik. Hasil belajar harus dirasakan oleh individu. Ia
menyadari terjadinya hasil belajar dan bahkan mampu menilainya. Belajar yang bermakna tidak
lain hanyalah belajar yang dapat memenuhi kebutuhan nyata individu.
Pada intinya teori humanistik berpendapat bahwa teori belajar apapun itu teori belajar
behavioristik, konstruktivistik, ataupun kognitif, asalkan tujuannya untuk memanusiakan
manusia yaitu untuk mencapai aktualisasi diri manusia, pemahaman diri. Serta realisasi diri
orang yang belajar secara optimal maka teori itu dapat dimanfaatkan. Sehingga pemahaman
apapun terhadap belajar asalkan tujuannya untuk memanusiakan manusia maka dapat
diidealkan menjadi teori belajar humanistic.
Tokoh, Pelopor dan Pandangan Teori Humanistik
Pelopor teori ini antara lain, adalah sebagai berikut;
1. Abraham Maslow
Maslow mengembangkan teori belajarnya berdasarkan teori kebutuhan dan perkembangan
motivasi. Menurutnya manusia merupakan makhluk yang tidak akan pernah puas dalam
mencapai sesuatu, kecuali hanya sesaat saja.
Manusia akan mencari peluang lain untuk menutupi kebutuhannya. Lebih lanjut menurut
Maslow, puncak pemenuhan kebutuhan sekaligus sebagai ukuran keberhasilan individu ialah
berhasil dalam mengaktualisasikan diri dalam dunianya.
2. Carl Rogers
Rogers memandang manusia sebagai makhluk yang rasional, realistis, sosialis, dan ingin maju.
Baginya, manusia merupakan makhluk yang punya potensi untuk tumbuh dan actual, sehingga
memiliki martabat yang tinggi. Pada intinya, Rogers menempatkan manusia secara manusiawi
pada martabat kemanusiaannya.
Rogers berpendapat bahwa guru merupakan fasilitator terjadinya pemahaman (insight) atas
sesuatu oleh peserta didik. Dalam membimbing peserta didik itu sendiri perlu diberi kebebasan.
Sehngga teorinya menghasilkan sebuah prinsip belajar , yani prinsip learning to be free, yang
mengonsepsikan pembelajaran sebagai upaya becoming a person, freedom to be dan courage
to be. Menurutnya, pembelajaran yang berbasis to be free akan membuat peserta didik
berupaya untuk menjadi lebih otonom, spontan dan yakin akan dirinya sendiri.
3. Arthur Combs
Arthur mengemukakan bahwa belajarakan  terjadi apabila mempunyai arti bagi seorang
individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan
kehidupan peserta didiknya. Ketika muncul perlawanan, hal itu sebenarnya merupakan bentuk
perilaku buruk yang mencerminkan ketidakmauan seseorang untuk mempelajari hal yang
bukan minatnya, karena sama saja dengan melakukan sesuatu yang baginya tidak
mendatangkan kebutuhan atau bahkan kepuasan.
Untuk memhami tentang tingkah laku manusia, yang penting adalah paham bagaimana dunia
ini dilihat dari sudut pandangnya. Pernyataan seperti ini merupakan salah satu dari pandangan
humanistik mengenai perasaan, persepsi, kepercayaan, dan tujuan tingkah laku “dari dalam”
(inner) yang membuat seseorang berbeda dengan yang lain
4. David Kolb
Kolb juga merupakan seorang ahli yang menganut aliran humanistik. Dia memberi tahap-tahap
biar menjadi 4 bagian yaitu, tahap pengalaman konkret, tahap pengamatan aktif dan reflektif,
tahap konseptualisasi, dan tahap eksperimentasi aktif. Ke empat tahap ini akan kita bahas
kemudian.
5. Peter Honey dan Alan Mumford
Pandangan mereka berdua tentang belajar diilhami oleh pandangan kolb mengenai 4 tahapan
belajar. Honey dan mumford menggolongkan orang yang belajar ke dalam 4 macam golongan
yaitu kelompok aktivis, golongan reduktor, kelompok teoritis, dan golongan pragmatis.
Keempat kelompok ini memiliki karakteristik yang berbeda-beda yang akan kita bahas di tulisan
yang akan datang insya Allah.
6. Jurgen Habermas
Menurut Hubermas belajar akan terjadi apabila ada interaksi antara individu dengan
lingkungannya. Lingkungan yang dimaksud merupakan lingkungan belajar, yaitu lingkungan
alam maupun lingkungan sosial, sebab di antara keduanya tidak dapat dipisahkan. Hubermas
membagi tipe belajar menjadi tiga bagian yaitu;  technical learning (belajar teknis),   Practical
learning (belajar praktis), dan Emancipatory learning (belajar emansipatoris), masing-masing
tidak akan kita bahas kali ini.
7. Benjamin S. Bloom
Belum juga termasuk ke dalam penganut aliran humanistik. Para tokoh humanistik lebih
menekankan ada apa yang mesti dikuasai oleh individu belajar sebagai tujuan belajar, setelah
melalui beberapa peristiwa belajar. Tujuan belajar yang dikemukakan oleh belum dirangkum
dalam 3 kawasan yang kita kenal dengan Taksonomi Bloom.
Taksonomi Bloom memberikan inspirasi kepada pakar pendidikan dalam pengembangan teori
maupun praktik pembelajaran. Taksonomi ini juga membantu para guru untuk merumuskan
tujuan- tujuan belajar dalam perencanaan pembelajaran.
Penerapan Teori Belajar Humanistik dalam Pembelajaran
Teori belajar humanistik ini masih sukar diterjemahkan ke dalam langkah-langkah kirim yang
praktis dan operasional, namun sumbangan Teori ini amatlah besar. Ide-idenya, konsep-konsep,
taksonomi taksonomi tujuan yang sudah di rumus dapat membantu para guru untuk
memahami hakikat kejiwaan manusia peserta didiknya. Hal ini dapat membantu mereka untuk
menentukan komponen pembelajaran seperti perumusan tujuan pembelajaran, penentuan
materi, pemilihan strategi belajar, serta dalam mengembangkan evaluasi.
Dalam pelaksanaannya, teori belajar humanistik ini antara lain tampak dalam pendekatan
belajar yang dikemukakan oleh Ausubel. Pandangannya tentang belajar bermakna atau
meaningful learning yang juga tergolong dalam aliran teori belajar kognitif, mengatakan bahwa
belajar merupakan asimilasi bermakna.
Belajar bermakna bakal terjadi jika relevan dengan kebutuhan peserta didik, disertai motivasi
instrinsik, dan kurikulum yang tidak kaku. Kejadian belajar bermakna didorong oleh hasrat dan
intensitas keingintahuan peserta didik tentang bidang studi tertentu.
Untuk terciptanya iklim kelas yang memungkinkan terjadinya belajar bermakna menurut teori
belajar Humanistik ini adalah sebagai berikut;
1. Terimalah peserta didik apa adanya.
2. Kenali dan bina minat peserta didik melalui penemuannya terhadap diri sendiri.
3. Usahakan sumber belajar yang mungkin dapat diperoleh peserta didik untuk dapat
memilih dan menggunakannya.
4. Gunaka pendekatan inquiry-discovery.
5. Tekankan pentingnya penilaian diri sendiri dan biarkan peserta didik mengambil
tanggung jawab untuk memenuhi tujuan belajarnya.
Walaupun belum ada pedoman baku tentang langkah-langkah ajaran dengan pendekatan teori
belajar humanistik, namun setidaknya ada langkah-langkah yang dikemukakan oleh Suciati dan
Prasetya Irawan dalam bukunya Teori Belajar dan motivasi (2001) dapat kita gunakan sebagai
acuan. Langkah-langkah terus adalah sebagai berikut;
1. Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran.
2. Menentukan materi pembelajaran.
3. Mengidentifikasi kemampuan belajar peserta didik.
4. Mengidentifikasi topik-topik Collage yang memungkinkan peserta didik aktif terlibat dan
mengalami pembelajaran.
5. Merancang fasilitas belajar seperti lingkungan dan media belajar.
6. Membimbing peserta didik untuk memahami hakikat makna dari pengalaman
belajarnya.
7. Pembimbing peserta didik membuat konseptualisasi pengalaman belajarnya.
8. Membimbing peserta didik untuk dapat mengaplikasikan konsep-konsep situasi nyata.
9. Evaluasi proses dan hasil belajar.

Anda mungkin juga menyukai