Disusun Oleh :
Harlan Haris / 220208501041
Krisdayanti / 220208500007
Wahida / 220208500011
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
JUDUL HALAMAN...................................................................................................................i
KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................2
C. Tujuan Masalah...............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................3
B. Pengaruh Teori Belajar Humanistik pada Motivasi Siswa di Era Pendidikan Modern. .5
D. Tantangan Dalam Penerapan Teori Belajar Humanistik Dalam Praktik Pendidikan. . .10
A. Kesimpulan...................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................14
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tahun 1950-an dan 1960-an, psikolog-humanis seperti Abraham Maslow dan
Carl Rogers mulai menggagas pandangan baru tentang belajar dan pengembangan
pribadi. Maslow mengusulkan konsep hierarki kebutuhan, yang mengilustrasikan
bagaimana individu bergerak menuju aktualisasi diri dengan memenuhi kebutuhan dasar
terlebih dahulu. Di sisi lain, Rogers menekankan pentingnya iklim belajar yang
mendukung, seperti penerimaan tanpa syarat, empati, dan pemahaman, untuk
memfasilitasi pertumbuhan diri.
Selain itu, penerapan evaluasi formatif yang melibatkan umpan balik konstruktif
dan refleksi mendalam juga sesuai dengan prinsip-prinsip teori belajar humanistik. Di
dalam kelas, suasana yang mendukung, di mana siswa merasa diterima dan dihargai,
memainkan peran penting dalam mendorong pertumbuhan diri dan kepercayaan diri.
1
interaksi yang mendukung, dapat menciptakan lingkungan belajar yang positif dan
berpengaruh dalam menghasilkan perkembangan pribadi yang holistik.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Iklim Belajar yang Mendukung: Lingkungan belajar yang mendukung dan
penerimaan tanpa syarat dari guru serta lingkungan yang mendorong ekspresi
diri sangat penting. Rogers menggarisbawahi pentingnya kondisi-kondisi yang
mendukung dalam proses belajar.
Poin penting dari hipotesis humanistik adalah mendorong siswa untuk menjadi
mandiri dan memiliki rasa kepemilikan atas pembelajaran mereka, menjadi inventif dan
ingin tahu tentang lingkungan mereka secara umum. Sejalan dengan hal ini, standar
hipotesis humanistik adalah:
1. Siswa harus memiliki pilihan untuk memilih apa yang akan mereka wujudkan.
Guru humanistik menerima bahwa siswa akan terdorong untuk berkonsentrasi
pada materi dengan asumsi bahwa materi tersebut berhubungan dengan
kebutuhan dan keinginan mereka.
2. Tujuan instruksional harus mendorong siswa untuk belajar dan menunjukkan
kepada mereka bagaimana cara belajar, siswa harus memacu dan menghidupkan
diri mereka sendiri untuk mencari tahu sendiri.
3. Guru humanistik menerima bahwa nilai-nilai itu tidak berguna dan penilaian diri
sendiri adalah hal yang penting.
4. Pendidik humanistik tidak membedakan antara domain kognitif dan afektif
karena mereka percaya bahwa perasaan dan pengetahuan berperan dalam proses
pembelajaran.
5. Guru humanistik menekankan perlunya siswa untuk menjauhi ketegangan
ekologis, sehingga mereka akan memiliki rasa aman yang baik untuk menyadari
bahwa pembelajaran mereka menjadi lebih sederhana dan signifikan.
4
hasil yang sangat efektif, sementara di lainnya mungkin perlu disesuaikan dengan
pendekatan lain untuk mencapai tujuan pembelajaran yang lebih khusus.
Menurut teori ini, pembelajaran terjadi ketika siswa merasa dihargai dan diterima.
Teori ini juga menekankan pada pertumbuhan pribadi potensi siswa. Hipotesis ini
diciptakan oleh Carl Rogers dan Abraham Maslow. Sudut pandang humanistik
menekankan pada tugas seseorang dalam belajar dan mendidik, dan pada kebutuhan
pribadi dan kesempatan dalam belajar. Sudut pandang konstruktivis sosial menekankan
pada dampak lingkungan sosial pada pembelajaran dan pentingnya interaksi dan dialog
sosial siswa dan guru dalam mengembangkan pemahaman bersama.
5
bertukar pikiran (Arbayah, 2013). Dengan menerapkan Open Education, sebuah metode
pendidikan yang memungkinkan siswa untuk bergerak bebas di dalam kelas dan memilih
kegiatan belajar mereka sendiri. Guru hanya memberikan arahan. Komponen utama dari
siklus ini adalah bahwa iklim kelas yang sebenarnya unik dalam kaitannya dengan kelas
yang biasa, karena para siswa bekerja secara eksklusif atau dalam kelompok kecil.
Untuk menyelesaikan proses ini, siswa harus memiliki akses ke pusat
pembelajaran atau pusat kegiatan di kelas yang memungkinkan mereka menyelidiki
bidang studi, topik, keterampilan, atau minat tertentu. Pusat ini dapat memberikan
panduan untuk mempelajari suatu hal tanpa kehadiran pengajar dan dapat merekam
investasi dan kemajuan belajar siswa untuk kemudian dibicarakan dengan pengajar,
dengan adanya understudy ini inspirasi belajar pasti akan meluas (Rumini, 1993).
Berikut ini adalah persyaratan untuk proses pembelajaran ini:
a) Harus ada fasilitas yang memudahkan pembelajaran, yang berarti berbagai jenis
materi pembelajaran harus tersedia. Tidak ada pembatasan pergerakan siswa di
dalam kelas, tidak ada pembatasan dalam berbicara, dan tidak ada
pengelompokan berdasarkan tingkat kecerdasan.
b) Terdapat suasana persahabatan, kehangatan, penghargaan, dan penerimaan.
Pendidik mengelola masalah sosial dengan berdiskusi secara diam-diam dengan
siswa yang merasa khawatir, tanpa melibatkan siswa yang lain.
c) Ada pintu terbuka yang luar biasa bagi para pendidik dan siswa pengganti untuk
saling menganalisis kesempatan belajar, menyiratkan bahwa siswa pengganti
memeriksa pekerjaan mereka sendiri, instruktur memperhatikan dan
mendapatkan klarifikasi tentang beberapa masalah yang mendesak.
d) Pengajaran bersifat individual, sehingga tidak ada tes atau buku panduan latihan.
e) Instruktur membuat penilaian dengan memperhatikan setiap siklus peserta didik
dan membuat catatan serta penilaian individual, tanpa banyak tes konvensional.
f) Ada potensi pintu terbuka untuk pengembangan kemampuan bagi pengajar,
karena pengajar dapat memanfaatkan bantuan orang lain, termasuk mitra.
g) Lingkungan kelas yang ramah dan bersahabat yang mendorong siswa untuk
belajar dan membuat mereka merasa nyaman.
Pertama dan terutama, guru harus menyadari bahwa kegiatan siswa tampak
dalam kondisi yang baik, yang dibuktikan dengan: siswa pengganti dipersiapkan sebagai
pelopor, tidak hanya penerima manfaat dari realitas dan sistem, siswa pengganti
6
memiliki peluang potensial untuk mencari cara untuk membantu satu sama lain, siswa
pengganti dapat mempelajari pendekatan yang berbeda dalam menangani masalah, siswa
pengganti berkonsentrasi pada isu-isu yang menarik dan pertanyaan-pertanyaan yang
terbuka, tidak hanya sekedar berhasil; pemeran pengganti dapat menggunakan strategi
evaluasi yang berbeda, tidak hanya survei pemeran pengganti dalam metode kapasitas
yang mudah diingat, pemeran pengganti dapat menumbuhkan pemikiran numerik yang
berhubungan dengan sejarah dan budaya; pemeran pengganti memiliki imajinasi,
kepastian, kebebasan, dan ketertarikan, serta pemeran pengganti menggunakan
aritmatika dalam kehidupan sehari-hari. Jelaslah bahwa pengembangan gawai
bermanfaat bagi pengembangan karakter siswa. Hal ini menyiratkan bahwa
perkembangan gawai bermanfaat bagi siswa. Hal ini menyiratkan bahwa perkembangan
gawai sangat layak.
Siswa lebih cenderung menjadi bersemangat untuk belajar demi belajar dan
bersedia berkorban untuk menjadi kreatif dan terbuka terhadap ide-ide baru dari guru
yang membuat mereka merasa nyaman, diterima, dan dihormati sebagai individu. Salah
satu upaya untuk mengembangkan kemampuan matematika adalah dengan
mengembangkan pembelajaran matematika dengan pendekatan humanisme.
Jika siswa ingin menjadi pembelajar yang mandiri, mereka harus yakin bahwa
guru akan menanggapi mereka secara adil dan konsisten dan bahwa mereka tidak akan
ditertawakan atau dihukum karena melakukan kesalahan yang sederhana.
7
e) bahwa semua siswa, tanpa memandang ras, budaya, atau jenis kelamin, dapat
memahami dan melakukan matematika. Pembelajaran matematika yang
humanis harus memusatkan perhatian pada pemikiran kritis. Standar NCTM
(2000) menyatakan bahwa berpikir kritis berarti berpartisipasi dalam usaha
yang teknik pengaturannya tidak diketahui sebelumnya. Capraro dkk. (2011)
menyatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah sangat penting dalam
belajar matematika. Menurut Shadiq (2007), urutan pengetahuan dalam
pemecahan masalah dimulai dari yang paling sederhana hingga yang paling
kompleks.
Berikut adalah perbandingan antara teori belajar humanistik dengan dua metode
belajar lainnya: pendekatan behavioristik dan pendekatan kognitif.
Pendekatan Terhadap Individu: Menekankan pada potensi pribadi, pengalaman
subjektif, dan aktualisasi diri individu. Memandang individu sebagai pelaku aktif
yang berusaha mencapai pertumbuhan penuh.
Pentingnya Pengalaman: Memperhatikan pengalaman dan perasaan pribadi dalam
proses pembelajaran. Berfokus pada proses belajar daripada sekedar hasil akhir.
Hubungan Guru-Siswa: Mendorong hubungan antara guru dan siswa yang
bersifat mendukung, empatik, dan inklusif.
1. Pendekatan Behavioristik:
Pendekatan Terhadap Individu: Menekankan pada respons yang diamati dan
terukur. Fokus pada pembentukan perilaku yang diinginkan melalui penguatan
dan hukuman.
Pentingnya Stimulus dan Respons: Memandang belajar sebagai proses
merespons rangsangan eksternal dan memperoleh respons yang diharapkan.
Pengukuran dan Pengendalian: Mementingkan pengukuran perilaku yang
terlihat dan dapat diukur. Menekankan pada kontrol eksternal dalam
membentuk perilaku.
2. Pendekatan Kognitif:
Pendekatan Terhadap Individu: Memandang individu sebagai pemroses
informasi aktif. Menekankan pada pemahaman, berpikir, dan penyelesaian
masalah.
8
Pentingnya Proses Mental: Memahami belajar sebagai hasil dari proses
kognitif seperti perhatian, ingatan, dan pemahaman.
Pengembangan Keterampilan Kognitif: Menekankan pada pengembangan
kemampuan berpikir kritis, analitis, dan pemecahan masalah.
Serta adapun kelebihan dan kekurangan dari teori belajar humanistik sebagai
pembanding dari metode lain yaitu:
9
masing meskipun mereka memiliki kontemplasi yang berbeda yang memicu
perbedaan.
Kekurangan Teori Belajar Humanistik
1) Pengujiannya sulit Kelemahan pertama dari teori belajar humanistik dalam
mempelajari psikologi adalah sulitnya untuk lulus tes. Faktanya, menyontek
sering dianggap sebagai sebuah kebiasaan.
2) Adanya beberapa konsep yang masih dikatakan kabur dan subjektif karena
ketidakmampuan pengajar dalam memberikan informasi yang jelas
merupakan hal lain yang juga menjadi salah satu kekurangan teori
humanistik saat belajar ilmu psikologi. Pembelajaran dapat terhambat
karena adanya gagasan-gagasan yang masih kabur tersebut.
3) Imajinasi yang sering disalah gunakan Satu lagi kekurangan dari hipotesis
atau imajinasi humanistik yang semakin bebas dan tidak terbatas, adalah
sering disalahgunakan untuk tujuan yang tidak sesuai dengan tujuan
pembelajaran. Ketika seorang individu yang sembrono berada di tengah-
tengah kelompok, kondisi ini terjadi.
4) Pemikiran yang tidak terpusat Pembelajaran hipotesis humanistik dapat
menimbulkan perasaan yang tidak terpaku pada topik karena setiap individu
diberi kesempatan untuk memiliki pilihan untuk menyelidiki kemampuan
mereka sendiri dalam menjawab masalah yang diberikan.
Teori humanistik merupakan salah satu metode pengajaran yang dapat membantu
siswa dalam mengembangkan moral dan karakternya (Zogara et al., 2022). Dari hipotesis
humanistik ini, diyakini bahwa seorang individu akan benar-benar ingin membangun
kapasitas mereka yang sebenarnya ketika diterapkan secara tepat dan sesuai (Sumantri
dan Ahmad, 2019).
10
Hipotesis pembelajaran humanistik telah dieksplorasi secara luas dengan proses
yang dapat membentuk perspektif peserta didik, mengembangkan eksekusi, dan
pencapaian peserta didik. (Syarifuddin, 2022) menyatakan bahwa gagasan humanisme
secara umum akan memberikan harapan tentang naluri manusia, sebagai lawan dari
melihat manusia sebagai "kotak kosong" yang harus diisi. (Saputri, 2022) berpendapat
bahwa dalam hipotesis humanistik, pendidik memberikan informasi atau nilai-nilai,
namun instruktur harus membentuk peserta didik mereka dengan adorasi sehingga
peserta didik dapat lebih peka terhadap keadaan mereka saat ini.
11
pembelajaran dan memperoleh pengetahuan baru dengan cara mereka sendiri. Dalam
teori ini, siswa berperan sebagai subjek belajar selama proses pembelajaran, dan guru
berperan sebagai fasilitator dalam pembelajaran humanisme. Hipotesis ini dipandang
lebih sesuai dengan teori. Seperti dalam buku Budiningsih, 2008 yang mengatakan
bahwa hipotesis ini mendorong hipotesis karakter dan psikoterapi untuk persekolahan
sehingga menentukan langkah yang lebih jelas dan membumi adalah hal yang
merepotkan. Namun, teori ini dianggap mampu memberikan jalur pembelajaran yang
membantu pencapaian tujuan pembelajaran karena sifatnya yang memanusiakan
manusia.
1. Siswa yang cenderung pasif dan kurang inisiatif dalam belajar akan tertinggal.
2. Penggunaan hipotesis pembelajaran akan terombang-ambing jika para siswa yang
tidak memiliki inisiatif tidak ditopang oleh inspirasi dan iklim yang layak.
3. Akan sulit untuk menerapkan teori dengan cara yang lebih efektif.
4. Siswa yang apatis untuk menyelidiki potensi mereka akan ditinggalkan dalam
pembelajaran.
5. Siswa akan cenderung lebih mementingkan diri sendiri ketika teori humanistik
diimplementasikan.
6. Kemampuan pendidik dalam pengembangan karakter peserta didik akan menurun.
7. Tindakan siswa sendiri lebih banyak dipengaruhi oleh faktor keberhasilan belajar.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Motivasi belajar merupakan syarat mutlak untuk belajar dan memiliki dampak
yang signifikan dalam memberikan gairah atau semangat belajar (Puspitasari, 2012),
sehingga perlu dilakukan penyelidikan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
belajar agar dapat mengatasi permasalahan yang muncul. Dengan menerapkan Open
Education, sebuah metode pendidikan yang memungkinkan siswa untuk bergerak bebas
di dalam kelas dan memilih kegiatan belajar mereka sendiri. Guru hanya memberikan
arahan.
Perbandingan antara teori belajar humanistik dengan dua metode belajar lainnya:
pendekatan behavioristik dan pendekatan kognitif yaitu Pendekatan Terhadap Individu,
Pengalaman dan hubungan Guru dan Siswa. Teori humanistik sering dikritik karena
kesulitan dalam penerapan praktisnya. Teori humanisme menekankan pada kebebasan
setiap siswa untuk memahami materi pembelajaran dan memperoleh pengetahuan baru
dengan cara mereka sendiri. Dalam teori ini, siswa berperan sebagai subjek belajar
selama proses pembelajaran, dan guru berperan sebagai fasilitator dalam pembelajaran
humanisme.
13
DAFTAR PUSTAKA
Perni, N. N. (2018). Penerapan Teori Belajar Humanistik dalam Pembelajaran. Adi Widya:
Jurnal Pendidikan Dasar, 3(2), 105-113.
Anzani, S. R., Al Fauzan, M. A., Alzena, T., Rejeki, A. S., & Azalia, N. A. (2023). Teori
Humanistik: Bagaimana Pengaruhnya Terhadap Karakter-Moral Siswa?. Jurnal
Pendidikan Indonesia, 4(05), 405-415.
Manik, H., Sihite, A. C., Manao, M. M., Sitepu, S., & Naibaho, T. (2022). Teori Filsafat
Humanistik dalam Pembelajaran Matematika. Edumaspul: Jurnal Pendidikan, 6(1), 348-
355.
14