Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

TEORI BELAJAR HUMANISTIK

Disusun Oleh:

Kelompok 4 Palembang

1. Yunia Arum Hariyanti (06101181924001)

2. Ribka Abigael (06101181924007)

3. Siska Putri (06101281924028)

4. Anggi Septiani (06101381924040)

5. Mira Rahmawati (06101381924046)

6. Miranda Ayu Rahmadini (06101381924052)

7. Devy Dwy Agustin (06101382025050)


Dosen Pengampu:Rodi Edi, S.Pd,.M.Si
Maefa Eka Hariyani, S.Pd,.M.Pd.

JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2021
KATA PENGANTAR

Pertama dan yang utama, kami panjatkan puji syukur atas Rahmat dan Ridho
Allah SWT, karena tanpa Rahmat dan Ridho-Nya, kami tidak akan dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik dan selesai tepat pada waktu yang
ditentukan.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah
Belajar dan Pembelajaran yang telah membimbing kami dalam pengerjaan tugas
makalah ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman kami
yang selalu setia membantu dalam hal mengumpulkan data-data dalam pembuatan
makalah ini. Dalam makalah ini kami menjelaskan tentang fungsi pembekuan
dalam proses pengolahan makanan.
Mungkin dalam pembuatan makalah ini terdapat kesalahan yang belum kami
ketahui. Sebagai manusia biasa, kami terbuka dari saran dan kritikan teman-teman
maupun dosen. Demi tercapainya makalah yang sempurna di masa mendatang.

Palembang, 27 Februari 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................................i

Daftar Isi.....................................................................................................................ii

Bab IPendahuluan.......................................................................................................1
1.1 LatarBelakang................................................................................................1
1.2 RumusanMasalah...........................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................1

Bab II Pembahasan.....................................................................................................2
2.1 Pengertian teori belajar Humanistik...............................................................2
2.2 Tokoh dari teori belajar Humanistik..............................................................3
2.3 Aplikasi dari teori belajar Humanistik...........................................................10
2.4 Kelebihan dan Kekurangan teori belajar Humanistik ...................................13

Bab III Penutup...........................................................................................................16


3.1 Kesimpulan.....................................................................................................16
3.2 Saran...............................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang
Secara garis besar teori humanistik ini adalah sebuah teori belajar yang
mengutamakan pada proses belajar bukan pada hasil belajar. Teori ini mengemban
konsep untuk memanusiakan manusia sehingga manusia (siswa) mampu
memahami diri dan lingkungannya.
Agus Suprijono menguraikan bahwa teori merupakan perangkat prinsip-prinsip
yang terorganisasi mengenai peristiwa-peristiwa tertentu dalam lingkungan. Teori
dikatakan sebagai hubungan kausalitas dari proposisi-proposisi. Ibarat bangunan,
teori tersusun secara kausalitas atas fakta-fakta, variabel/konsep, dan proposisi.

1.2 RumusanMasalah
1.2.1 Apa pengertian Teori Belajar Humanistik?
1.2.2 Siapa saja tokoh dari Teori Belajar Humanistik?
1.2.3 Apa saja aplikasi dari Teori Belajar Humanistik?
1.2.4 Apa saja kelebihan dan kekurangan dari Teori Belajar Humanistik?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Untuk mengetahui pengertian dari Teori Belajar Humanistik.
1.3.2 Untuk mengetahui tokoh-tokoh dari Teori Belajar Humanistik.
1.3.3 Untuk mengetahui aplikasi dari Teori Belajar Humanistik.
1.3.4 Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari Teori Belajar
Humanistik.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Teori Belajar Humanistik


Teori humanistik berasumsi bahwa teori belajar apapun baik dan
dapat dimanfaatkan, asal tujuannya untuk memanusiakan manusia
yaitu pemcapaian aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri
orang belajar secara optimal.

Psikologi humanistik adalah kritik terhadap behavioristik yang memandang


manusia sebagai mesin. Nah teori Humanistik mengubah pandangan tersebut
menjadi lebih manusiawi dan dihargai sebagai satu kesatuan yang utuh. Stevick
menyatakan bahwa aliran psikologi ini menekankan pada lima titik perhatian,
yaitu:
1. perasaan, termasuk diantaranya emosi pribadi dan apresiasi estetik;
2. hubungan sosial, menganjurkan peda persahabatan dan kerjasama;
3.bertanggung jawab; intelek, mempunyai pengetahuan, pemikiran, dan
pemahaman;
4. aktualisasi diri, penyelidikan bagi realisasi penuh dari kualitas diri seseorang
yang paling dalam.
5. Dalam pandangan humanistik, manusia memegang kendali terhadap kehidupan
dan perilaku mereka, serta berhak untuk mengembangkan sikap dan kepribadian
mereka. Menurut pandangan stevick ia bertujuan untuk menjadikan manusia
selayaknya manusia, keberhasilan belajar ditandai bila peserta didik mengenali
dirinya dan lingkungan sekitarnya dengan baik. Peserta didik dihadapkan pada
target untuk mencapai tingkat aktualisasi diri semaksimal mungkin. Teori
humanistic berupaya mengerti tingkah laku belajar menurut pandangan peserta
didik dan bukan dari pandangan pengamat. Humanistik meyakini pusat belajar
ada pada peserta didik dan pendidik berperan hanya sebagai fasilitator. Sikap serta
pengetahuan merupakan syarat untuk mencapai tujuan pengaktualisasian diri
dalam lingkungan yang mendukung.
Prinsip-prinsip pendidikan humanistik yaitu:
1. Siswa harus dapat memilih apa yang mereka ingin pelajari. Guru humanistik
percaya bahwa siswa akan termotivasi untuk mengkaji materi bahan ajar jika
terkait dengan kebutuhan dan keinginannya.
2. Tujuan pendidikan harus mendorong keinginan siswa untuk belajar dan
mengajar mereka tentang cara belajar. Siswa harus memotivasi dan merangsang
diri pribadi untuk belajar sendiri.
3. Pendidik Humanistik percaya bahwa nilai tidak relevan dan hanya evaluasi diri
(self evaluation) yang bermakna. Pemeringkatan mendorong siswa belajar untuk
mencapai tingkat tertentu, bukan untuk kepuasan pribadi. Selain itu, pendidik
humanistik menentang tes objektif, karena mereka menguji kemampuan siswa
untuk menghafal dan tidak memberi umpan balik pendidikan yang cukup kepada
guru dan siswa.
4. Pendidik Humanistik percaya bahwa, baik perasaan maupun pengetahuan,
sangat penting dalam proses belajar dan tidak memisahkan domain kognitif dan
afektif.
5. Pendidik Humanistik menekankan perlunya siswa terhindar dari tekanan
lingkungan, sehingga mereka akan merasa aman untuk belajar. Setelah siswa
merasa aman, belajar mereka menjadi lebih mudah dan lebih bermakna.
Aplikasi teori Humanistik dalam pembelajaran guru lebih mengarahkan siswa
untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan
keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar. Hal ini dapat diterapkan
melalui kegiatan diskusi, membahas materi secara berkelompok sehingga siswa
dapat mengemukakan pendapatnya masing-masing di depan kelas. Guru memberi
kesempatan kepada siswa untuk bertanya apabila kurang mengerti terhadap materi
yang diajarkan. Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk
diterapkan pada materimateri pembelajaran yang bersifat pembentukan
kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial.
Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah.
2.2 Tokoh Teori Belajar Humanistik
1. Athur W. Combs (1912-1999)
Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak
perhatian pada dunia pendidikan. Arthur W. Comb ialah seorang humanis, ia
berpendapat bahwa perilaku batiniah seperti perasaan, persepsi, keyakinan, dan
maksud menyebabkan seseorang berbeda dengan orang lain. Jadi Untuk
memahami orang lain, kita harus melihat dunia orang lain seperti ia merasa dan
berfikir tentang dirinya. Pendidikan dapat memahami perilaku peserta didiknya
jika ia mengetahui bagaimana peserta didik mempersepsikan perbuatannya pada
suatu situasi. Apa yang kelihatanya aneh bagi kita, mungkin saja tidak aneh bagi
orang lain.
Dalam pembelajaran menurut para ahli psikologi humanistis, jika peserta didik
memperoleh informasi baru informasi itu dipersonalisasikan ke dalam dirinya.
Sangatlah keliru jika pendidik beranggapan bahwa peserta didik akan mudah
belajar kalau bahan ajar disusun rapi dan disampaikan dengan baik. Karena
peserta didik sendirilah yang menyerap dan mencerna pelajaran itu. Yang menjadi
masalah dalam mengajar bukanlah bagaimana bahan ajar itu disampaikan, tetapi
bagaimana membantu peserta didik memetik arti dan makna yang terkandung di
dalam bahan ajar itu. Apabila peserta didik dapat mengaitkan bahan ajar dengan
kehidupannya, pendidik boleh berbesar hati karena misinya telah berhasil.
Combs memberikan lukisan persepsi diri dan dunia seseorang seperti dua
lingkaran (besar dan kecil) yang tertitik pusat satu. Lingkaran kecil adalah
gambaran dari persepsi diri dan lingkaran besar adalah persepsi dunia. Makin jauh
peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri, makin berkurang pengaruhnya terhadap
perilaku. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, akan makin
mudah hal itu terlupakan oleh siswa.

2.Abraham Maslow
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua
hal: (1) suatu usaha yang positif untuk berkembang dan
(2) kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu. Maslow
mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi
kebutuhan yang bersifat hierarkis. Pada diri setiap orang terdapat pelbagai
perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk
mengambil kesempatan, takut dengan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya.
Tetapi disisi lain, seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju kearah
keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah
kepercayaan diri menghadapi dunia luar, dan pada saat itu juga ia dapat menerima
diri sendiri.
Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi lima hierarki.
Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan
fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya,
ialah kebutuhan mendapatkan rasa aman dan seterusnya. Hierarki kebutuhan
manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting dan harus
diperhatikan oleh guru pada waktu mengajar. Ia mengatakan bahwa perhatian dan
motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar siswa terpenuhi.
Artinya, jika manusia secara fisik terpenuhi kebutuhannya dan merasa nyaman,
mereka akan distimuli untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi yaitu
kebutuhan untuk memiliki dan untuk dicintai dan kebutuhan akan harga diri
dalam kelompok mereka sendiri”.
Adapun Teorinya yang paling di kenal adalah teori tentang Hierarchy of Needs
(hierarki kebutuhan) menurut Maslow sebagai berikut.
 Kebutuhan fisiologis/ dasar
 Kebutuhan akan rasa aman dan tentram
 Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi
 Kebutuhan untuk dihargai
 Kebutuhan untuk aktualisasi diri.
Hierarki kebutuhan motivasi Maslow menggambarkan motivasi manusia lain,
berkompetensi, dikenali, aktualisasi diri sekaligus juga menggambarkan motivasi
dalam tingkat yang lebih rendah, seperti kebutuhan fisiologis dan keamanan.
Berbeda dengan behaviorisme yang melihat motivasi manusia sebagai suatu usaha
untuk memenuhi kebutuhan fisiologis manusia atau dengan Freudian yang melihat
motivasi sebagai berbagai macam kebutuhan seksual, humanistik melihat perilaku
manusia sebagai campuran antara motivasi yang lebih rendah atau lebih tinggi.
Hal ini memunculkan salah satu ciri utama pendekatan humanistik, yaitu bahwa
yang dilihat adalah perilaku manusia, spesies lain. Akan sangat jelas perbedaan
antara motivasi yang dimiliki binatang.

3.Carl Ransom Rogerss (1902-1987)


Rogerss ialah seorang psikolog humanistik yang menekankan perlunya sikap
saling menghargai dan tanpa prasangka (antara klien dan terapisit) dalam
membantu individu mengatasi masalah-masalah kehidupannya. Rogerss meyakini
bahwa klien sebenarnya memiliki jawaban atas permasalahan yang dihadapinya
dan tugas terapis hanya membimbing klien menemukan jawaban yang benar.
Menurut Rogerss, teknik-teknik assesment dan pendapat para terapis bukanlah hal
yang penting dalam melakukan treatment kepada klien (Herpratiwi, 2009: 49).
Rogerss membedakan dua tipe belajar, yaitu kognitif (kebermaknaan) dan
experiental (pengalaman atau signifikan).
Menurut Rogerss, yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah
pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, sebagai
berikut:
a. Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa
tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
b. Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya.
Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide
baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
c. Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide
baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
d. Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern belajar tentang proses.
Dari bukunya freedom to learn, ia menunjukan sejumlah prinsip-prinsip dasar
humanistik yang penting diantaranya sebagai berikut:
1. Manusia mempunyai kemampuan belajar secara alami.
2. Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid
mempunyai relevansi dengan maksud-maksudnya sendiri.
3. Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya
sendiri dianggap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
4. Tugas-tugas belajar yang mengancam diri lebih mudah dirasakan dan
diasimilasikan apabika ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
5. Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh
dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
6. Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya
7. Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam prose belajar dan ikut
bertanggung jawab terhadap proses belajar itu.
8. Belajar atas inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik
perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang
mendalam dan lestari.
9. Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas lebih mudah
dicapai terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengkritik
dirinya sendiri. Penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang penting.
10. Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah
belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus-menerus
terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai
proses perubahan itu.
Teori Rogerss dalam bidang-bidang pendidikan dibutuhkan 3 (tiga) sikap oleh
fasilitator belajar, yaitu:
1. Realitas di dalam fasilitator belajar
Merupakan sikap dasar yang penting. Seorang fasilitator menjadi dirinya
sendiri dan tidak menyangkal diri sendiri. Sehingga ia dapat masuk ke dalam
hubungan dengan pelajar tanpa ada sesuatu yang ditutup-tutupi.
2. Penghargaan, penerimaan, dan kepercayaan
Menghargai pendapat, perasaan, dan sebagainya membuat timbulnya
penerimaan akan satu dengan lainnya. Dengan adanya penerimaan tersebut
maka akan muncul kepercayaan akan satu dengan yang lainnya.

3. Pengertian yang empati


Untuk mempertahankan iklim belajar atas dasar inisiatif diri, maka guru harus
memiliki pengertian yang empati akan reaksi murid dari dalam. Guru harus
memiliki kesadaran yang senditif bagi jalanya proses pendidikan dengan tidak
menilai atau mengevaluasi. Pengertian akan materi pendidikan dipandang dari
sudut murid bukan guru.

4. Aldous Huxley
Manusia memiliki banyak potensi yang selama ini banyak terpendam dan disia-
siakan. Nah maksudnya Pendidikan ini diharapkan mampu membantu manusia
dalam mengembangkan potensi-potensi tersebut, oleh karena itu kurikulum dalam
proses pendidikan harus berorientasi pada pengembangan potensi, dan ini
melibatkan semua pihak, seperti guru, murid maupun para pemerhati ataupun
peneliti dan perencana pendidikan.
Huxley (Roberts, 1975) menekankan adanya pendidikan non-verbal yang juga
harus diajarkan kepada siswa. Pendidikan nonverbal bukan berwujud pelajaran
senam,sepakbola,bernyanyi ataupun menari, melainkan hal-hal yang bersifat
diluar materi pembelajaran, dengan tujuan menumbuhkan kesadaran seseorang.
Proses pendidikan non verbal seyogyanya dimulai sejak usia dini sampai tingkat
tinggi. Betapa pun, agar seseorang bisa mengetahui makna hidup dalam
kehidupan yang nyata, mereka harus membekali dirinya dengan suatu kebijakan
hidup, kreativitas dan mewujudkannya dengan langkah-langkah yang bijaksana.
Dengan cara ini seseorang akan mendapatkan kehidupan yang nikmat dan
penuh arti. Berbekal pendidikan non verbal, seseorang akan memiliki banyak
strategi untuk lebih tenang dalam menapaki hidup karena memiliki kemampuan
untuk menghargai setiap pengalaman hidupnya dengan lebih menarik. Akhirnya
apabila setiap manusia memiliki kemampuan ini, akan menjadi sumbangan yang
berarti bagi kebudayaan dan moral kemanusiaan.

5. David Mills dan Stanley Scher


Ilmu Pengetahuan Alam selama bertahun-tahun hanya dibahas dan dipelajari
secara kognitif semata, yakni sebagai akumulasi dari fakta-fakta dan teori-teori.
Padahal, bagaimanapun, praktik dari ilmu pengetahuan selalu melibatkan elemen-
elemen afektif yang meliputi adanya kebutuhan akan pengetahuan, penggunaan
intuisi dan imajinasi dalam usaha-usahankreatif, pengalaman yang menantang,
frustasi, dan lain- lain. Berdasarkan fenomena tersebut, David Mills dan Stanley
Scher (Roberts, 1975) mengajukan konsep pendidikan terpadu, yakni proses
pendidikan yang mengikutsertakan afeksi atau perasaan murid dalam belajar.
Metode afektif yang melibatkan perasaan telah bisa diterapkan pada murid-
murid untuk pelajaran IPS, Bahasa dan Seni. Sebetulnya ahli yang memulai
merintis usaha ini adalah George Brown, namun kedua ahli ini kemudian
mencoba melakukan riset yang bertujuan menemukan aplikasi yang lebih real
dalam usaha tersebut. Penggunaan pendekatan terpadu ini dilakukan dalam
pembelajaran IPA, pendidikan bisnis dan bahkan otomotif.
Tujuan umum dari pendekatan ini adalah mengembangkan kesadaran murid-
murid terhadap dirinya sendiri dan dunia sekitarnya, serta meningkatkan
kemampuan untuk menggunakan kesadaran ini dalam menghadapi lingkungan
dengan berbagai cara, menerima petunjuk-petunjuk internal dan menerima
tanggung jawab bagi setiap pilihan mereka.
Fungsi guru dalam pendekatan terpadu adalah untuk lebih membebaskan murid
dari ketergantungan kepada guru, dengan tujuan akhir mengembangkan
responsibilitas murid untuk belajar sendiri. Guru hanya membantu mereka dengan
memberikan pilihan-pilihan yang masuk akal bagi pikiran mereka, dan jika perlu
guru bisa menolak memberikan bantuan untuk hal-hal yang bisa ditangani oleh
murid sendiri.
Lebih jauh, David Mills dan Stanley Scher memaparkan tujuan pendidikan
terpadu ini secara detail sebagai berikut:
1. Membantu murid untuk mengalami proses ilmu pengetahuan, termasuk
penemuan ide-ide baru, baik proses intelektual maupun afektif.
2. Membantu murid dalam mencapai kemampuan untuk menggali dan mengerti
diri mereka sendiri dan lingkungan sekitarnya dengan cara yang ilmiah.
3. Meningkatkan pengertian dan ingatan terhadap konsep-konsep dan ide-ide
dalam ilmu pengetahuan.
4. Menggali bersama-sama murid, implikasi-implikasi dari aplikasi yang mungkin
dari ilmu pengetahuan.
5. Memungkinkan murid untuk menerapkan baik proses maupun pengetahuan
ilmiah untuk diri mereka, serta meningkatkan kesadaran murid terhadap dunia
mereka dan setiap pilihan yang mereka ambil.
Penerapan metode gabungan antara kognitif dan afektif ini menunjukkan hasil
yang lebih efektif dibanding pengajaran yang hanya menekankan aspek kognitif.
Para siswa merasa lebih cepat menangkap pelajaran dengan menggunakan fantasi,
role playing dan game, misalnya mengajarkan teori Newton dengan murid
berperan sebagai astronaut.

2.3 Aplikasi Teori Belajar humanistik


1. Pendidikan Terbuka (Open Learning)
Pendidikan Terbuka adalah proses pendidikan yang memberikan kesempatan
kepada murid untuk bergerak secara bebas di sekitar kelas dan memilih aktivitas
belajar mereka sendiri. Guru hanya berperan sebagai pembimbing. Ciri utama dari
proses ini adalah murid bekerja secara individual atau dalam kelompok-kelompok
kecil. Dalam proses ini mensyaratkan adanya pusat-pusat belajar atau pusat-pusat
kegiatan di dalam kelas yang memungkinkan murid mengeksplorasi bidang-
bidang pelajaran, topik-topik, atau minat-minat tertentu.
Adapun kriteria yang disyaratkan dengan model ini adalah sebagai berikut :
a. Tersedia fasilitas yang memudahkan proses belajar, artinya berbagai macam
bahan yang diperlukan untuk belajar harus ada. Murid tidak dilarang untuk
bergerak secara bebas di ruang kelas, tidak dilarang bicara, tidak ada
pengelompokan atas dasar tingkat kecerdasan.
b. Adanya suasana penuh kasih sayang, hangat, hormat dan terbuka. Guru
menangani masalah-masalah perilaku dengan jalan berkomunikasi secara
pribadi dengan murid yang bersangkutan, tanpa melibatkan kelompok.
c. Adanya kesempatan bagi guru dan murid untuk bersamasama mendiagnosis
peristiwa-peristiwa belajar, artinya muridmemeriksa pekerjaan mereka
sendiri, guru mengamati dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan.
d. Pengajaran yang bersifat individual, sehingga tidak ada tes ataupun buku
kerja
e. Guru mempersepsi dengan cara mengamati setiap proses yang dilalui murid
dan membuat catatan dan penilaian secara individual, hanya sedikit sekali
diadakan tes formal.
f. Adanya kesempatan untuk pertumbuhan professional bagi guru, dalam arti
guru boleh menggunakan bantuan orang lain termasuk rekan sekerjanya.
g. Suasana kelas yang hangat dan ramah sehingga mendukung proses belajar
yang membuat murid nyaman dalam melakukan sesuatu.

2. Belajar Kooperatif (Cooperative Learning)


Belajar kooperatif merupakan fondasi yang baik untuk meningkatkan dorongan
berprestasi murid. Dalam prakteknya, belajar kooperatif memiliki tiga
karakteristik :
a. Murid bekerja dalam tim-tim belajar yang kecil (4 – 6 orang anggota), dan
komposisi ini tetap selama beberapa minggu.
b. Murid didorong untuk saling membantu dalam mempelajari bahan yang
bersifat akademik dan melakukannya secara berkelompok.
c. Murid diberi imbalan atau hadiah atas dasar prestasi kelompok.Berdasarkan
penelitian, teknik-teknik belajar kooperatif pada umumnya berefek positif
terhadap prestasi akademik. Selain itu teknik ini juga meningkatkan perilaku
kooperatif dan altruistic murid.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa teknik ini merupakan teknik
mengajar yang efektif untuk mencapai tujuan instruksional kelas.
3. Pembelajaran Mandiri (Independent Learning)
Pembelajaran Mandiri adalah proses pembelajaran yang menuntut murid
menjadi subjek yang harus merancang, mengatur dan mengontrol kegiatan mereka
sendiri secara bertanggung jawab. Proses ini tidak bergantung pada subjek
maupun metode instruksional, melainkan kepada siapa yang belajar (murid),
mencakup siapa yang memutuskan tentang apa yang akan dipelajari, siapa yang
harus mempelajari sesuatu hal, metode dan sumber apa saja yang akan digunakan,
dan bagaimana cara mengukur keberhasilan upaya belajar yang telah
dilaksanakan.
Dalam pelaksanaannya, proses ini cocok untuk pembelajaran di tingkat atau
level perguruan tinggi, karena menuntut kemandirian yang tinggi dari peserta
didik. Di sini pendidik beralih fungsi menjadi fasilitator proses belajar, bukan
sebagai penentu proses belajar. Meski demikian, pendidik harus siap untuk
menjadi tempat bertanya dan bahkan diharapkan pendidik betul-betul ahli di
bidang yang dipelajari peserta. Agar tidak terjadi kesenjangan hubungan antara
peserta dan pendidik, perlu dilakukan negosiasi dalam perancangan pembelajaran
secara keseluruhan.

4. Belajar Terpusat Pada Siswa (Student Centered Learning)


Student Centered Learning atau disingkat SCL merupakan strategi pembelajaran
yang menempatkan peserta didik secara aktif dan mandiri, serta bertanggung
jawab atas pembelajaran yang dilakukan. Dengan SCL peserta diharapkan mampu
mengembangkan ketrampilan berpikir secara kritis, mengembangkan system
dukungan social untuk pembelajaran mereka, mampu memilih gaya belajar yang
paling efektif dan diharapkan menjadi life-long learner dan memiliki jiwa
entrepreneur.
SCL banyak diterapkan dalam system pendidikan di tingkat Perguruan Tinggi.
Dengan SCL mahasiswa memiliki keleluasaan untuk mengembangkan segenap
potensinya (cipta, karsa dan rasa), mengeksplorasi bidang yang diminatinya,
membangun pengetahuan dan mencapai kompetensinya secara aktif, mandiri dan
bertanggung jawab melalui proses pembelajaran yang bersifat kolaboratif,
kooperatif dan kontekstual.
Adapun metode-metode SCL antara lain :
a. Cooperative Learning (Pembelajaran Kooperatif)
Prinsip metode ini adalah mahasiswa belajar dari dan dengan teman-temannya
untuk mencapai suatu tujuan belajar dengan secara penuh bertanggung jawab atas
hasil pembelajaran yang dicapai. Disini dosen membagi otoritas dengan para
mahasiswa.
b. Collaborative Learning (Pembelajaran Kolaboratif)
Prinsip dari Pembelajaran Kolaboratif adalah bahwa pembelajaran merupakan
proses yang aktif. Mahasiswa mengasimilasi informasi dan menghubungkannya
dengan pengetahuan baru melalui kerangka acuan pengetahuan sebelumnya.
Pembelajaran memerlukan suatu tantangan yang akan membuka wawasan para
mahasiswa untuk secara aktif berinteraksi dengan temannya. Di sini mahasiswa
akan mendapatkan keuntungan lebih jika mereka saling berbagi pandangan yang
berbeda dengan temannya Mahasiswa ditantang baik secara sosial maupun
emosional ketika menghadapi perbedaan perspektif dan memerlukan suatu
kemampuan untuk dapat mempertahankan ide-idenya. Dengan demikian melalui
proses ini mahasiswa belajar menciptakan keunikan kerangka konseptual masing-
masing dan secara aktif terlibat dalam proses membentuk pengetahuan.
c. Competitive Learning (Pembelajaran Kompetitif)
Prinsip pembelajaran ini adalah memfasilitasi mahasiswa saling berkompetisi
dengan temannya untuk mencapai hasil terbaik.Kompetisi dapat dilakukan secara
individual maupun kelompok. Kompetisi individual berarti mahasiswa
berkompetisi dengan dirinya sendiri dibandingkan dengan pencapaian prestasi
sebelumnya. Kompetisi kelompok dilakukan dengan membangun kerjasama
kelompok untuk dapat mencapai prestasi tertinggi.
d. Case Based Learning (Pembelajaran Berdasar Kasus)
Prinsip dasar dari metode ini adalah memfasilitasi mahasiswa untuk
menguasai konsep dan menerapkannya dalam praktek nyata. Dalam hal ini
analisis kasus yang dikuasai tidak hanya berdasarkan common sense melainkan
dengan bekal materi yang telah dipelajari. Pada akhirnya metode ini memfasilitasi
mahasiswa untuk berkomunikasi dan berargumentasi terhadap analisis suatu
kasus.

2.4 Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Humanistik


2.4.1 Kelebihan Teori Humanistik
1. Mengedepankan demokratis, partisipatif dialogis, dan humanis
Kelebihan pertama yang dapat diperoleh dari ilmu psikologi humanistis
adalah prinsipnya yang selalu mengedepankan sifat sifat dan aturan yang
berakitan dengan demokratis, partisipasif dialogis, dan humanis sehingga
sangat mengesankan menghargai seseorang dengan baik. Teori humanistik
menjadi lebih baik dibandingkan teori belajar kognitif.
2. Suasana yang saling menghargai
Kelebihan selanjutnya dari teori pembelajaran humanistik adalah dapat
membuat suasana jadi semakin menghargai satu sama lain, Munculnya
kebebasan untuk berpendapat tanpa dibatasi, dan kebebasan mengungkapkan
batasan. Dengan begitu maka peserta didik dapat menjadi lebih kreatif. Ada
banyak contoh penerapan psikologi humanistik dalam pembelajaran yang
berhasil dilakukan dalam suasana saling menghargai.
3. Peran aktif peserta didik
Sebagai teori untuk memberikan pembelajaran yang baik berkaitan
dengan kelebihan dan kekurangan teori humanitis, pendekatan demokratis,
humanis seperti yang disebutkan sebelumnya dapat menjadikan pembelajaran
lebih mendapatkan peran aktif dari peserta didik. Selain peran aktif, antar
individu juga dapat hidup bersama meskipun memiliki berbagai macam
pertimbangan masing masing yang memicu perbedaan.
4. Sifatnya membentuk kepribadian siswa sesuai potensi
Dengan menerapkan teori humanistik yang berarti pembelajaran mengikut
jalan pikir dan minat siswa akan mempermudah siswa memaksimalkan
potensi serta membentuk kepribadian asli si siswa.Dengan begitu akan
membuat siswa bisa lebih menemukan jadi dirinya dan mampu menjadi
manusia dengan kepribadian yang luar biasa baik.

5. Melatih guru menerima siswa apaadanya.


Selanjutnya dengan menerapkan teori humanistik, guru akan dilatih untuk
menerima siswa apaadanya, karena dalam proses pembelajaran nanti adalah
untuk mengembangkan potensi serta bakat yang dimiliki oleh siswa.

2.4.2 Kekurangan Teori Belajar Humanistik


1. Pengujian yang tidak mudah
Kekurangan atau kelemahan yang pertama dalam teori belajar
humanistik untuk mempelajari ilmu psikologi adalah pengujiannya yang
dirasa tidak mudah atau dapat dikatakan cukup sulit. Bahkan kerap kali
ditemukan kecurangan kecurangan yang menjadi sebuah tradisi.
2. Beberapa konsepnya masih buram dan subjektif
Hal lainnya yang juga menjadi salah satu kekurangan dari teori
humanistik dalam pembelajaran ilmu psikologis adalah adanya beberapa
konsep yang masih dikatakan buram dan subjektif karena guru tidak dapat
memberikan informasi yang jelas. Konsep yang masih buram tersebut dapat
menjadi penghambat pembelajaran.
3. Kreatifitas yang sering disalah gunakan
Kelemahan lain dari teori humanistik atau kreatifitas yang semakin bebas
dan tanpa batas, kerap kali sering disalahgunakan untuk tujuan yang tidak
sesuai dengan arah pendidikan.  Kondisi ini terjadi ketika ada individu yang
tidak bertanggung jawab ditengah tengah kelompok.
4. Pemikiran yang tidak terpusat
Pembelajaran teori humanistik dapat menyebabkan adanya pemikiran
yang tidak terpusat pada pokok permasalahan karena tiap individu diberikan
kebebasan untuk dapat mengali potenisnya masing masing untuk menjawab
persoalan yang diberikan.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Fungsi teori dalam hal ini untuk mengantar seseorang kepada kepeduliannya
untuk mengamati hubungan-hubungan yang terjadi, membantu dalam
mengumpulkan dan menyusun data yang relevan, menjelaskan kebenaran
operasional (mengarahkan kepada ramalan-ramalan yang dapat diuji dan
diverifikasi), penggunaan istilah-istilah tertentu secara konsisten, dalam
membangun metode-metode baru sesuai dengan situasi yang terjadi atau dalam
mengevaluasi metode-metode yang telah dibangun sebelumnya, serta dalam
membantu menjelaskan perilaku yang terjadi pada individu dan bagaimana cara-
cara mengatasinya.
Humanistik adalah salah satu pendekatan atau aliran dari psikologi yang
menekankan kehendak bebas, pertumbuhan pribadi, kegembiraan, kemampuan
untuk pulih kembali setelah mengalami ketidakbahagiaan, serta keberhasilan
dalam merealisasikan potensi manusia.

3.2 Saran
Bagi kelompok kami, teori ini sebaiknya digunakan pada jenjang pendidikan
setelah SMP. Karena teori ini menitikberatkan kepada keaktifan peserta didik
dalam kelas dan bersifat student oriented. Kemudian peran guru dalam teori ini
hanya berperan sebagai fasilitator dan pendamping peserta didik ketika proses
pembelajaran berlangsung
DAFTAR PUSTAKA

Fitriani, Y.W. 2019. Implementasi Teori Belajar Humanistik dalam Pembelajaran


Pendidikan Agama Islam terhadap Akhlak Siswa di SMA Negeri 1 Pakel
Tulungagung. (Online). http://repo.iain-tulungagung.ac.id/12354/5/BAB
%20II.pdf. (Diakses pada 21 Februari 2021).
Mulyana, A. 2020. Teori Belajar Humanistik. (Online).
http://ainamulyana.blogspot.com/2012/08/teori-belajar-humanistik.html.
(Diakses pada 21 Februari 2021).
Rachmahana, R.S. 2008. Psikologi Humanistik dan Aplikasinya dalam
Pendidikan. (Online).
https://jurnal.uii.ac.id/index.php/Tarbawi/article/viewFile/191/180. (Diakses
pada 21 Februari 2021).
Savitra, K. 2017. Teori Belajar Humanistik Menurut Para Ahli dan
Penerapannya. (Online). https://dosenpsikologi.com/teori-belajar-humanistik.
(Diakses pada 21 Februari 2021).

Anda mungkin juga menyukai