Dibuat Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran
Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
NPM. 2113034045
UNIVERSITAS LAMPUNG
2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya Saya dapat
menyelesaikan Makalah dengan judul “Teori Belajar Behaviorisme” dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun dengan harapan dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai
teori behaviorisme dalam proses belajar dan pembelajaran. Pada kesempatan ini, Saya
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Herpratiwi, M.Pd. dan Ibu Dian Utami, S.Pd., M.Pd. selaku dosen pengampu
mata kuliah Belajar dan Pembelajaran.
2. Kedua orang tua Saya, yang telah memberikan semangat dan kasih sayang.
3. Rekan-rekan mahasiswa-mahasiswi semester 2 (dua) yang telah membantu dalam
berjalannya perkuliahan.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kritik
dan saran sangat diharapkan untuk perbaikan di masa yang akan datang. Harapan Saya,
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi Saya pribadi dan pembaca.
NPM. 2113034045
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................. 1
1.3 Tujuan.............................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................. 3
3.1 Kesimpulan..................................................................................................... 34
3.2 Saran............................................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Belajar dan pembelajaran merupakan topik yang tetap menarik ketika mengkaji
ilmu-ilmu perilaku. Bagaiman sebenarnya proses belajar itu dapat berlangsung dan
bagaimana pembelajaran seharusnya dilakukan, ini merupakan hal yang menarik bagi
pendidik, guru, orang tua, konselor, dan orang-orang yang bergerak dalam pengelolaan
perilaku. Jika belajar merupakan suatu kegiatan yang bersifat rumit dan kompleks,
maka pembelajaran menjadi lebih kompleks dan rumit karena tujuan pembelajaran
adalah untuk memacu (merangsang) dan memicu (menumbuhkan) terjadi kegiatan
belajar. Dengan demikian, hasil belajar merupakan tujuan dan pembelajaran dari sarana
untuk mencapai tujuan tersebut.
Belajar merupakan suatu proses usaha sadar yang dilakukan oleh individu untuk
suatu perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak memiliki sikap menjadi
bersikap benar, dari tidak terampil menjadi terampil melakukan sesuatu. Belajar tidak
hanya sekedar memetakan pengetahuan atau informasi yang disampaikan. Namun
bagaimana melibatkan individu secara aktif membuat atau pun merevisi hasil belajar
yang diterimanya menjadi suatu pengalamaan yang bermanfaat bagi pribadinya.
1
Teori belajar adalah suatu teori yang di dalamnya terdapat tata cara pengaplikasian
kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa, perancangan metode pembelajaran
yang akan dilaksanakan di kelas maupun di luar kelas. Teori belajar selalu bertolak dari
sudut pandang psikologi belajar. Untuk itu dalam pemahasan ini penyusun akan
mengulas mengenai teori belajar yang berhubungan dengan psikologi yang berpijak
pada pandaangan behaviorisme dan aplikasinya dalam pembelajaran.
1.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
pengetahuan yang ilmiah, yang dapat diamati secara obyektif. Data yang didapat dari
observasi diri dan intropeksi diri dianggap tidak obyektif. Teori Belajar behaviorisme
adalah teori belajar yang menekankan pada tingkah laku manusia sebagai akibat dari
interaksi antara stimulus dan respon. teori behaviorisme merupakan sebuah teori yang
dicetuskan oleh Gage dan Berliner. Kemudian teori ini berkembang menjadi aliran
psikologi belajar yang berpengaruh terhadap pengembangan teori pendidikan dan
pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behaviorisme. Aliran ini menekankan pada
terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Stimulus adalah segala hal yang diberikan oleh guru kepada pelajar,
sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pelajar terhadap stimulus yang
diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak
dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon.
Oleh karena itu sesuatu yang diberikan oleh guru (stimulus) dan sesuatu yang diterima
oleh pelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan
pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat perubahan
tingkah laku tersebut terjadi atau tidak. Jika ingin menelaah kejiwaan manusia,
amatilah perilaku yang muncul, maka akan memperoleh data yang dapat
dipertanggungjawabkan keilmiahannya. Jadi, behaviorisme sebenarnya adalah sebuah
kelompok teori yang memiliki kesamaan dalam mencermati dan menelaah perilaku
manusia yang menyebar di berbagai wilayah, selain Amerika teori ini berkembang di
daratan Inggris, Perancis, dan Rusia. Tokoh-tokoh yang terkenal dalam teori ini
meliputi E.L.Thorndike, I.P.Pavlov, B.F.Skinner, J.B.Watson, dll. Teori belajar dalam
pandangan behaviorisme adalah sebagai berikut.
4
1. Edward Lee Thorndike (1874 – 1949)
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan
respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti
pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera atau
suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk
mengaktifkan organisme untuk bereaksi atau berbuat. Sedangkan respon adalah
reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa
pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan (akibat adanya rangsangan). Jadi
perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang
dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran
behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan
bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike
ini disebut pula dengan teori koneksionisme (Slavin, 2000). Menurut Thorndike,
belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-
peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R). Eksperimen kucing lapar
yang dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) diketahui bahwa supaya tercapai
hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih
respons yang tepat serta melalui usaha-usaha atau percobaan-percobaan (trials)
dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar
adalah “trial and error learning atau selecting and connecting lerning” dan
berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu, teori belajar yang
dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar
koneksionisme atau teori asosiasi.
Ada tiga hukum belajar yang utama, yakni (1) hukum efek; (2) hukum
latihan dan (3) hukum kesiapan (Gredler, 1991). Ketiga hukum ini menjelaskan
bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon. Thorndike mengemukakan
bahwaterjadinya asosiasi antara stimulus dan respon ini mengikuti hukum-hukum
berikut:
1) Hukum kesiapan (law of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme
memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku
tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung
diperkuat.
5
2) Hukum latihan (law of exercise), yaitu semakin sering suatu tingkah laku
diulang/dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat.
3) Hukum akibat (law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung
diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika
akibatnya tidak memuaskan.
Konsep-konsep utama:
1. Proses operant conditioning:
a. Memilah perilaku menjadi respondent behavior dan operant behavior.
Respondent terjadi pada kondisioning klasik, dimana reinforcement
mendahului UCR/CR. Dalam kondisi sehari-hari yang lebih sering terjadi
adalah operant behavior dimana reinforcement terjadi setelah respons.
b. Positive dan negative reinforcers (kehadirannya PR menguatkan perilaku
yang muncul, sedangkan justru ketidakhadiran NR yang akan menguatkan
perilaku).
c. Extinction: hilangnya perilaku akibat dari dihilangkannya reinforcers.
d. Schedules of reinforcement, berbagai variasi dalam penjadwalan
pemberian reinforcement dapat meningkatkan perilaku namun dalam kadar
peningkatan dan intensitas yang berbeda-beda (Lundin, 1991).
e. Discrimination: organisme dapat diajarkan untuk berespon hanya pada
suatu stimulus dan tidak pada stimulus lainnya.
f. Secondary reinforcement, adalah stimulus yang sudah melalui proses
pemasangan/kondisioning dengan reinforcer asli sehingga akhirnya bisa
mendapatkan efek reinforcement sendiri.
g. Aversive conditioning, proses kondisioning dengan melibatkan suasana
tidak menyenangkan. Hal ini dilakukan dengan punishment. Reaksi
organisme adalah escape atau avoidance.
2. Behavior Modification
Behavior Modification adalah penerapan dari teori Skinner, sering juga
disebut sebagai behavior therapy. Merupakan penerapan dari shaping
(pembentukan TL bertahap), penggunaan positive reinforcement secara
8
selektif, dan extinction. Pendekatan ini banyak diterapkan untuk mengatasi
gangguan perilaku. Kritik terhadap Skinner:
a. Pendekatannya yang lebih bersifat deskriptif dan kurang analitis dianggap
kurang valid sebagai sebuah teori.
b. Validitas dari kesimpulan yang diambilnya yang merupakan generalisasi
berlebihan dari satu konteks perilaku kepada hampir seluruh perilaku
umum.
c. Pandangan ‘empty organism’ mengundang kritik dari pendukung aspek
biologis dan psikologi kognitif yang percaya pada kondisi internal
mansuia, entah itu berupa proses biologis atau proses mental.
Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus
respon secara tepat. Siswa harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari.
Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin
diabaikan oleh anak.
Setelah memperoleh gelar master dalam bidang bahasa (Latin dan Yunani),
matematika, dan filsafat di tahun 1900, ia menempuh pendidikan di University of
Chicago. Minat awalnya adalah pada filsafat, sebelum beralih ke psikologi karena
pengaruh Angell. Dalam karyanya ini Watson menetapkan dasar konsep utama
dari aliran behaviorisme:
11
1. Psikologi adalah cabang eksperimental dari natural science. Posisinya setara
dengan ilmu kimia dan fisika sehingga introspeksi tidak punya tempat di
dalamnya.
2. Sejauh ini psikologi gagal dalam usahanya membuktikan jati diri sebagai
natural science. Salah satu halangannya adalah keputusan untuk menjadikan
bidang kesadaran sebagai obyek psikologi.
3. Obyek studi psikologi yang sebenarnya adalah perilaku nyata.
12
Hypothetico-deductive theory adalah teori belajar yang dikembangkan Hull
dengan menggunakan metode deduktif. Hull percaya bahwa pengembangan ilmu
psikologi harus didasarkan pada teori dan tidak semata-mata berdasarkan
fenomena individual (induktif). Teori ini terdiri dari beberapa postulat yang
menjelaskan pemikirannya tentang aktivitas otak, reinforcement, habit, reaksi
potensial, dan lain sebagainya (Lundin, 1991). Sumbangan utama Hull adalah
pada ketajaman teorinya yang detil, ditunjang dengan hasil-hasil eksperimen yang
cermat dan ekstensif. Akibatnya ide Hull banyak dirujuk oleh para ahli
behavioristik lainnya dan dikembangkan.
Inti utama dalam teori ini adalah bahwa dalam belajar tidak hanya ada
reinforcement dan punishment saja, namun menyangkut perasaan dan pikiran.
Teori belajar sosial menyatakan tentang pentingnya manusia dalam proses belajar,
yang disebutnya dengan sebutan proses kognitif. Faktor-faktor yang berproses
dalam belajar observasi adalah: 1) perhatian, mencakup peristiwa peniruan
dankarakteristik pengamat; 2) penyimpanan atau proses mengingat, mencakup
kode pengkodean simbolik; 3) reproduksi motorik, mencakup kemampuan fisik,
kemampuan meniru, keakuratan umpan balik; 4) motivasi, mencakup dorongan
dari luar dan penghargaan terhadap diri sendiri (Kusmintardjo dan Mantja, 2011).
Teori utama:
1. Observational learning atau modeling adalah faktor penting dalam proses
belajar manusia.
2. Dalam proses modeling, konsep reinforcement yang dikenal adalah vicarious
reinforcement, reinforcement yang terjadi pada orang lain dapat memperkuat
perilaku individu. Self-reinforcement, individu dapat memperoleh
13
reinforcement dari dalam dirinya sendiri, tanpa selalu harus ada orang dari luar
yang memberinya reinforcement.
3. Menekankan pada self-regulatory learning process, seperti self-judgement,
self-control, dan lain sebagainya.
4. Memperkenalkan konsep penundaan self-reinforcement demi kepuasan yang
lebih tinggi di masa depan.
14
melihat bahwa belajar adalah merupakan perubahan tingkah laku. Ciri yang paling
mendasar dari aliran ini adalah bahwa perubahan tingkah laku yang terjadi adalah
berdasarkan paradigma S-R (Stimulus Respon), yaitu suatu proses yang memberikan
respon tertentu terhadap sesuatu yang datang dari luar. Proses S-R ini terdiri dari
beberapa unsur dorongan (drive).
15
aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan
penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib
tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar. Evaluasi
menekankan pada respon pasif, keterampilan secara terpisah, dan biasanya
menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang
benar. Maksudnya bila siswa menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru,
hal ini menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi
belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan
biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan
evaluasi pada kemampuan siswa secara individual. Adapun tujuan pembelajaran teori
behaviorisme antara lain:
a. Stimulus dan Respons. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa
misalnya alat peraga, gambar atau charta tertentu dalam rangka membantu
belajarnya. Sedangkan respons adalah reaksi siswa terhadap stimulus yang telah
diberikan oleh guru tersebut, reaksi ini haruslah dapat diamati dan diukur.
16
b. Reinforcement (penguatan). Konsekuensi yang menyenangkan akan memperkuat
perilaku disebut penguatan (reinforcement) sedangkan konsekuensi yang tidak
menyenangkan akan memperlemah perilaku disebut dengan hukuman
(punishment). Jenis-jenis penguatan adalah sebagai berikut.
1) Penguatan positif dan negative
Pemberian stimulus positif yang diikuti respon disebut penguatan
positif. Sedangkan mengganti peristiwa yang dinilai negatif untuk
memperkuat perilaku disebut penguatan negatif.
5) Kepunahan (Extinction)
Kepunahan akan terjadi apabila respon yang telah terbentuk tidak
mendapatkan penguatan lagi dalam waktu tertentu.
17
2.5 Ciri-ciri Teori Belajar Behaviorisme
Kelebihan Teori Behavioristik: (1) Membisakan guru untuk bersikap jeli dan
peka terhadap situasi dan kondisi belajar. (2) Guru tidak membiasakan memberikan
ceramah sehingga murid dibiasakan belajar mandiri. Jika murid menemukan kesulitan
baru ditanyakan pada guru yang bersangkutan. (3) Mampu membentuk suatu prilaku
yang diinginkan mendapatkan pengakuan positif dan prilaku yang kurang sesuai
mendapat penghargaan negative yang didasari pada prilaku yang tampak. (4) Dengan
18
melalui pengulangan dan pelatihan yang berkesinambungan, dapat mengoptimalkan
bakat dan kecerdasan siswa yang sudah terbentuk sebelumnya. Jika anak sudah mahir
dalam satu bidang tertentu, akan lebih dapat dikuatkan lagi dengan pembiasaan dan
pengulangan yang berkesinambungan tersebut dan lebih optimal. (5) Bahan pelajaran
yang telah disusun hierarkis dari yang sederhana sampai pada yang kompleks dengan
tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil yang ditandai dengan
pencapaian suatu ketrampilan tertentu mampu menghasilakan suatu prilaku yang
konsisten terhadap bidang tertentu. (6) Dapat mengganti stimulus yang satu dengan
stimuls yang lainnya dan seterusnya sampai respons yang diinginkan muncul. (7)
Teori ini cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan
pembiasaan yang mengandung unsure-unsur kecepatan, spontanitas, dan daya tahan.
(8) Teori behavioristik juga cocok diterapakan untuk anak yang masih membutuhkan
dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru,
dan suka dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung.
19
2.7 Analisis Tentang Teori Belajar Behavioristik
20
Namun apa yang Teori Behaviorisme mereka sebut dengan penguat negatif (negative
reinforcement) cenderung membatasi siswa untuk berpikir dan berimajinasi.
21
teori Behaviorisme skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan
teori belajar. Beberapa program pembelajaran menggunakan sistem stimulus dan
respon yang diwujudkan dalam program-program pembelajaran yang disertai oleh
perangkat penguatan (reinforcement). Aliran ini menekankan pada terbentuknya
perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model
hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu
yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau
pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan
reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Istilah-istilah seperti
hubungan stimulus respon, individu atau siswa pasif, perilaku sebagai hasil yang
tampak, pembentukan perilaku (shaping) dengan penataan kondisi secara ketat,
reinforcement dan hukuman, ini semua merupakan unsur-unsur yang sangat penting
dalam teori behavioristik. Teori ini hingga sekarang masih merajai praktek
pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak dengan jelas pada penyelenggaraan
pembelajaran dari tingkat yang paling dini, seperti kelompok bermain, Taman Kanak-
Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, bahkan sampai Perguruan Tinggi,
pembentukan perilaku dengan cara drill (pembiasaan) disertai dengan reinforcement
atau hukuman masih sering dilakukan.
22
Demikian halnya dalam proses belajar mengajar, siswa dianggap sebagai
objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh
karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan
menggunakan standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai
oleh para siswa. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar siswa diukur hanya pada
hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat unobservable
kurang dijangkau dalam proses evaluasi. Guru yang menggunakan paradigma
behaviorisme akan menyusun bahan pelajaran yang sudah siap sehingga tujuan
pembelajaran yang dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak
hanya memberi ceramah tetapi juga contoh-contoh. Bahan pelajaran disusun hierarki
dari yang sederhana sampai yang kompleks. Hasil dari pembelajaran dapat diukur dan
diamati, kesalahan dapat diperbaiki. Hasil yang diharapkan adalah terbentuknya suatu
perilaku yang diinginkan. Metode ini sangat cocok untuk memperoleh kemampuan
yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur kecepatan,
spontanitas, kelenturan, daya tahan, contohnya percakapan bahasa asing, mengetik,
menari, menggunakan komputer, berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini juga
cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi
orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang
dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung.
23
pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu
keberhasilan belajar. Siswa atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai
dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di
luar diri siswa (Degeng, 2006). Kesimpulan mengenai kekurangan secara umum
metode ini adalah pembelajaran siswa yang berpusat pada guru bersifat mekanistik
dan hanya berorientasi pada hasil. Murid dipandang pasif, murid hanya
mendengarkan, menghafal penjelasan guru sehingga guru sebagai sentral dan bersifat
otoriter.
Pendidikan akan tercapai apabila pihak pendidik dan terdidik memahami teori
pendidikan, tentu saja teori yang dipakai tidak bisa berdiri sendiri, tetapi satu dengan
yang lain akan saling melengkapi, sehingga dapat menggunakan teori tersebut sesuai
yang dibutuhkan saat itu. Pengaruh berbagai macam teori pendidikan dalam
24
penentuan kebijakan tentu saja tidak dapat dibantah lagi, termasuk pengaruh teori
behaviorisme dalam penentuan kebijakan pendidikan di Indonesia. Berikut sebagian
kebijakan yang bisa dikaitkan dengan konsep filosofi behaviorisme, yang diantaranya
adalah:
Proses pencarian stimulus yang tepat ini tertuang secara jelas dalam sebuah
kebijakan yang dinamakan kurikulum. Kurikulum di artikan sebagai program
25
pendidikan yang disediakan sekolah atau lembaga pendidikan bagi siswa.
Berdasarkan program tersebut siswa melakukan berbagai macam kegiatan belajar
sehingga mendorong perkembangan dan pertumbuhan sesuai tujuan pendidikan
yang diharapkan. Kurikulum penganut behavioris mengutamakan proses
pembentukan kebiasaan melalui proses latihan dan pengulangan. Kurikulum ini
sangat cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan
dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi, suka meniru dan senang dengan
bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian. Kurikulum
behavioris juga masih diterapkan dalam ilmu-ilmu yang membutuhkan unsur
kecepatan, reflek, daya tahan dan lain sebagainya contohnya seperti menari,
mengetik, menggunakan komputer dan lain sebagainya.
Kebijakan lain yang juga diwarnai oleh teori ini adalah kebijakan tentang
adanya kurikulum khusus untuk pendidikan anak usia dini, pendidikan siswa yang
bersifat pembiasaan dan kecakapan kecakapan tertentu misalnya kurikulum SMK
tentu saja lebih banyak menekankan pada latihan daripada proses pencarian ilmu
secara mandiri. Hal-hal tersebut antara lain tercakup dalam kebijakan-kebijakan
seperti di bawah ini:
26
b. BAB IV. Standar Proses. Pasal 19 ayat:
a) Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta
didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup
bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat
dan perkembangan fisik serta psikologi peserta didik.
b) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dalam proses
pembelajaran pendidikan memberikan keteladanan.
c) Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran,
pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran dan
pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses
pembelajaran yang efektif dan efisien.
27
4. Sistem evaluasi behavoristik menekankan pada respon pasif, keterampilan secara
terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test.
Lebih-lebih dalam Ujian Nasional yang sampai saat ini masih banyak
dipertanyakan tentang pelaksanaannya juga sangat kental dengan suasana
behaviorisme. Seperti yang tercantum dalam Pasal 66 PP 19 tahun 2005 tentang
(1) Penilaian hasil belajar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) butir c
bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata
pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan teknologi
dan dilakukan dalam bentuk ujian nasional. (2) Ujian nasional dilakukan secara
obyektif, berkeadilan, dan akuntabel. (3) Ujian nasional diadakan sekurang-
kurangnya satu kali dan sebanyak-banyaknya dua kali dalam satu tahun pelajaran.
Pada hakekatnya teori behavioristik ini masih sangat kental terasa dalam setiap
kebijakan pendidikan, terutama di Indonesia. Hampir semua kebijakan pendidikan
yang ada selalu menekankan pada pembentukan perilaku dan pemberian stimulus
yang cocok untuk mencapai perilaku yang diinginkan. Walaupun teori ini sarat
dengan kritikan, namun banyak dalam hal tertentu masih diperlukan, khususnya
dalam mempelajari aspek-aspek yang bersifat tetap dan permanen dengan tujuan
belajar yang telah dirumuskan secara ketat.
28
Tentu saja paparan diatas tidak bisa mewakili seberapa besar paham behavioris ini
memengaruhi pendidikan yang ada di Indonesia, karena penerapan teori ini kadang
berkaitan dengan teori yang lain dalam mewarnai satu kebijakan sehingga sulit
mendefinisi suatu kebijakan itu lebih cenderung ke arah teori yang mana. Penerapan
teori pendidikan eklektik merupakan solusi yang dirasa paling sesuai saat ini, dengan
meniadakan kekurangan dari satu teori dan menutupinya menggunakan teori yang lain
diharapkan proses pendidikan yang terjadi akan lebih sempurna.
1. Shaping
Kebanyakan yang diajarkan di sekolah adalah urutan tingkah laku yang
kompleks, bukan hanya “simple response”. Tingkah laku yang kompleks
ini dapat diajarkan melalui proses “shaping” atau “successive
approximations” (menguatkan komponen-komponen respon final dalam
usaha mengarahkan subyek kepada respon final tersebut), beberapa
tingkah laku yang mendekati respon tersekolahnal. Bila guru membimbing
siswa menuju pencapaian tujuan dengan memberikan reinforcement pada
langkah-langkah menuju keberhasilan, maka guru itu menggunakan teknik
yang disebut shaping. Reinforcement dan extinction merupakan alat agar
terbentuknya tingkah laku operant baru. Adapun langkah perbaikan
tingkah laku belajar murid antara lain:
a) Datang di kelas pada waktunya.
b) Berpartisipasi dalam belajar dan merespon guru.
c) Menunjukkan hasil-hasil tes dengan baik.
d) Mengerjakan pokerjaan rumah.
e) Penyempurnaan.
29
Hasil dari lima komponen untuk memperbaiki tingkah laku
menunjukkan bahwa kehadiran masuk sekolah bertambah setelah beberapa
bulan. Yang lebih penting lagi ialah para siswa menjadi lebih bisa bekerja
sama di kelas dan menggunakan waktu belajar mereka lebih efektif.
2. Modelling
Modelling adalah suatu bentuk belajar yang dapat diterangkan secara
tepat oleh classical conditioning maupun oleh operant conditioning. Dalam
modelling, seorang individu belajar menyaksikan tingkah laku orang lain
sebagai model. Tingkah laku manusia lebih banyak dipelajari melalui
modeling atau imitasi, sehingga kadangkadang disebut belajar dengan
pengajaran langsung. Pola bahasa, gaya pakaian, dan musik dipelajari
dengan mengamati tingkah laku orang lain. Modelling dapat terjadi, baik
dengan “direct reinforcement” maupun dengan “vicarious reinforcement”.
Misal, seseorang yang menjadi idola kita menawarkan produk tertentu di
layar TV. Kita akan merasa senang jika bisa memakai produk serupa.
Sangat mungkin kita belajar meniru karena di-reinforced untuk
melakukannya. Hampir sebagian besar anak mempunyai pengalaman
belajar pertama termasuk reinforcement langsung dengan meniru model
(orang tuanya). Hal yang biasa jika kita mendengar bahwa anak kita
dengan bangga mengatakan, bahwa dia telah mengerjakan sebagaimana
yang telah dikerjakan orang tuanya.
30
siswa diajak ke suatu tempat di mana terdapat sesuatu yang bisa ditiru oleh
anak atau menghadirkan model tersebut ke dalam kelas/sekolah.
2. Ekstingsi
Ekstingsi ialah proses di mana suatu operant yang telah terbentuk tidak
mendapat reinforcement lagi. Ekstingsi dilakukan dengan
membuat/meniadakan peristiwa-peristiwa penguat tingkah laku. Ekstingsi
dapat dipakai bersama-sama dengan metode lain seperti “modelling dan
social reinforcement”. Misalnya, Ana salah seorang siswi kelas tiga selalu
mengacungkan tangan ketika guru meminta para siswa untuk menjawab
pertanyaan. Tetapi guru tidak memberikan perhatian pada Ana yang ingin
menjawab pertanyaan gurunya tersebut. Suatu ketika Ana tidak mau lagi
mengacungkan tangan ketika guru meminta para siswa untuk menjawab
pertanyannya meskipun ia bisa menjawabnya. Guru-guru sering
mengalami kesulitan mengadakan ekstingsi karena mereka harus belajar
mengabaikan “misbehaviors” tertentu. Tentu saja ada jenis-jenis tingkah
laku yang tidak dapat diabaikan oleh guru-guru terutama tingkah laku yang
menyinggung perasaan murid-murid. Ekstingsi berlangsung terutama jika
31
reinforcement adalah perhatian. Apabila murid memperhatikan ke sana ke
mari, maka perubahan interaksi guru murid akan menghentikan tingkah
laku murid tersebut.
3. Satiasi
Satiasi adalah suatu prosedur menyuruh seseorang melakukan
perbuatan berulang-ulang sehingga ia menjadi lelah atau jera. Contoh:
seorang ayah yang memergoki anak kecilnya merokok menyuruh anak
merokok sampai habis satu pak sehingga anak itu bosan. Jika tingkah laku
yang diulang berbeda dengan tingkah laku yang tidak diinginkan maka
satiasi tidak tepat. Tepat adalah menerapkan metode disiplin seperti
menulis 100 kali. Guru sebaiknya mencoba memperkuat tingkah laku yang
tepat untuk menggantikan tingkah laku yang tidak diinginkan.
5. Hukuman
Untuk memperbaiki tingkah laku, hukuman hendaknya diterapkan di
kelas dengan bijaksana. Hukuman dapat mengatasi tingkah laku yang tak
diinginkan dalam waktu singkat, untuk itu perlu disertai dengan
reinforcement. Hukuman menunjukkan apa yang tak boleh dilakukan
murid, sedangkan reward menunjukkan apa yang mesti dilakukan oleh
murid. Bukti menunjukkan, bahwa hukuman atas kelakuan murid yang tak
pantas lebih efektif daripada tidak menghukum. Ada dua bentuk hukuman:
a. Pemberian stimulus derita, misalnya: bentakan, cemoohan, atau
ancaman.
32
b. Pembatalan perlakuan positif, misalnya: mengambil kembali suatu
mainan atau mencegah anak untuk bermain-main bersama
temantemannya.
33
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
34
Teori belajar behavioristik mempunyai ciri-ciri mendasar yang dapat diamati.
Ciri yang pertama yaitu aliran ini mempelajari perbuatan manusia bukan dari
kesadarannya, melainkan mengamati perbuatan dan tingkah laku yang berdasarkan
kenyataan. Pengalaman-pengalaman batin di kesampingkan serta gerak-gerak pada
badan yang dipelajari sehingga behaviorisme adalah ilmu jiwa tanpa jiwa. Ciri kedua
yaitu segala perbuatan dikembalikan kepada refleks. Behaviorisme mencari unsur-
unsur yang paling sederhana yakni perbuatan-perbuatan bukan kesadaran yang
dinamakan refleks. Refleks adalah reaksi yang tidak disadari terhadap suatu
pengarang. Manusia dianggap sesuatu yang kompleks refleks atau suatu mesin. Ciri
ke tiga yaitu behaviorisme berpendapat bahwa pada waktu dilahirkan semua orang
adalah sama.
35
media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan
berpijak pada teori behvioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif,
pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar
adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan
pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau siswa. Fungsi mind
atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yang sudah ada melalui
proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan
dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan
tersebut. Siswa diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap
pengetahuan yang Teori Behaviorisme diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh
pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid (Degeng, 2006).
36
3.2 Saran
37
DAFTAR PUSTAKA
38