Anda di halaman 1dari 32

PERSEBARAN FAUNA DI DUNIA

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Geografi Hewan dan
Tumbuhan

Dosen Pengampu :

Dr. Sugeng Widodo, M.Pd.

Dian Utami, S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh Kelompok 7 Kelas A (Ganjil) :

1. Wahyu Trijoko (2113034041)


2. Dwita Ramadhona (2113034043)
3. Nova Arum Palupi (2113034045)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah dengan judul “Persebaran Fauna di Dunia” dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun dengan harapan dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai
persebaran fauna di dunia. Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Sugeng Widodo, M.Pd. selaku dosen koordinator pada mata kuliah Geografi
Hewan dan Tumbuhan.
2. Ibu Dian Utami, S.Pd., M.Pd. selaku dosen anggota pada mata kuliah Geografi Hewan
dan Tumbuhan.
3. Kedua orang tua kami, yang telah memberikan semangat dan kasih sayang.
4. Rekan-rekan mahasiswa-mahasiswi semester 4 (empat) yang telah membantu dalam
berjalannya perkuliahan.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kritik
dan saran sangat diharapkan untuk perbaikan di masa yang akan datang. Harapan kami,
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami pribadi dan pembaca.

Bandarlampung, 10 Maret 2023

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................. 2
1.3 Tujuan................................................................................................................... 2
1.4 Manfaat................................................................................................................. 3

BAB II KAJIAN PUSTAKA................................................................................................. 4


2.1 Pola Persebaran..................................................................................................... 4
2.2 Keanekaragaman Hayati....................................................................................... 5

BAB III PEMBAHASAN....................................................................................................... 7


3.1 Pengertian Fauna................................................................................................... 7
3.2 Jenis-jenis Fauna................................................................................................... 9
3.3 Subdivisi Fauna.................................................................................,,................ 11
3.4 Faktor-faktor Persebaran Fauna.......................................................................... 12
3.5 Pembagian Jenis dan Persebaran Fauna di Indonesia......................................... 17
3.6 Pembagian Jenis dan Persebaran Fauna di Dunia............................................... 20
3.7 Pengaruh Jenis dan Persebaran Fauna di Dunia Terhadap Ekosistem................ 23
3.8 Cara Melestarikan Fauna Agar Tidak Terjadi Kelangkaan................................. 24

BAB IV PENUTUP............................................................................................................... 27
4.1 Kesimpulan.......................................................................................................... 27
4.2 Saran.................................................................................................................... 28

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Persebaran flora dan fauna di muka bumi di pengaruhi dua faktor, yaitu faktor
lingkungan dan faktor sejarah geologi. Faktor lingkungan merupakan faktor yang
sangat menetukan terjadinya jenis fasiasi flora dan fauna yang ada di muka bumi.
Berdasarkan sifatnya faktor lingkungan tersebut dibedakan lagi menjadi dua, lingkuan
abiotik dan lingkungan biotik. Lingkungan abiotik merupakan kondisi fisik yang di
miliki suatu wilayah. Termasuk dalam lingkungan abiotik yaitu, relief, iklim, tanah,
dan air. Relief mempengaruhi persebaran flira dan fauna baik jumlah maupun
jenisnya. Relief juga mempengaruhi unsur iklim seperti kelembaban udara, curah
hujan, dan tempertur udara.

Tanah mempengaruhi variasi persebaran flora dan fauna dalam kaitannya


dengan tekstur tanah, struktur tanah, dan jenis tanah Sementara itu, air merupakan
unsur yang sangat penting bagi kehidupan dalam biosfer. Tanpa air muhtahil akan
terjadi kehidupan. Sementara itu, tumbuhan dan hewan juga memerlukan kondisi
lingkungan abiotik tertentu agar dapat bertahan hidup. Dengan demikian, lingkungan
dengan kondisi tertentu akan menentukan jenis flora dan fauna yang ada di wilayah
tersebut.

Faktor sejarah geologi juga turut mempengaruhi variasi persebaran flora dan
fauna di muka bumi. Pergeseran benua yang terjadi pada mesozoikum menyebabkan
terjadinya perubahan lingkungan. Pada akhirnya perubahan lingkungan ini akan
mempengaruhi variasi persebaran flora dan fauna di muka bumi. Makhluk hidup yang
dapat beradaptasi dengan lingkungan yang baru akan bertahan, sementara itu makhluk
hidup yang tidak dapat bertahan akan musnah.

Sebagai makhluk hidup yang tinggal bersama dengan makhluk hidup lainnya,
alangkah baiknya kita sebagai manusia sadar dan peka terhadap isu-isu perburuan dan
perdagangan satwa liar secara ilegal. Memang, isu-isu mengenai hewan tidaklah
semenarik isu-isu politik maupun ekonomi. Namun, populasi mereka kian terancam

1
hari demi hari karena perilaku keji manusia. Untuk memahami persebaran fauna dan
klasifikasi hewan langka di dunia agar kita memahami dan menjaga hewan/fauna di
dunia agar tidak punah, maka dari itu kelompok kami membuat makalah dengan judul
“Persebaran Fauna di Dunia”.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa pengertian fauna?

1.2.2 Apa sajakah jenis-jenis fauna?

1.2.3 Apa sajakah subdivisi fauna?

1.2.4 Apa sajakah faktor-faktor persebaran fauna?

1.2.5 Bagaimana pembagian jenis dan Perseba fauna di Indonesia?

1.2.6 Bagaimana pembagian jenis dan persebaran fauna di dunia?

1.2.7 Bagaimana pengaruh jenis dan persebaran fauna di dunia terhadap ekosistem?

1.2.8 Bagaimana cara melestarikan fauna agar tidak terjadi kelangkaan?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Menjelaskan pengertian fauna.

1.3.2 Menjelaskan jenis-jenis fauna.

1.3.3 Menjelaskan subdivisi fauna.

1.3.4 Menjelaskan faktor-faktor persebaran fauna.

1.3.5 Menjelaskan pembagian jenis dan Perseba fauna di Indonesia.

1.3.6 Menjelaskan pembagian jenis dan persebaran fauna di dunia.

1.3.7 Menjelaskan pengaruh jenis dan persebaran fauna di dunia terhadap


ekosistem.

1.3.8 Menjelaskan cara melestarikan fauna agar tidak terjadi kelangkaan.

2
1.4 Manfaat Penulisan

Makalah ini sangat bermanfaat yang ditinjau pada segi alam yaitu pelestarian
hewan langka. Pada makalah penulisan makalah ini dapat menjadi manfaat bagi
pembaca yaitu dapat digunakan sebagai bahan/acuan belajar dan pemahaman
mengenai cara ikut melestarikan hewan langka. Selain itu juga dapat bermanfaat
untuk penulis agar dapat menulis makalah dengan baik.

3
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pola Persebaran

Pada hakekatnya analisis keruangan adalah analisis lokasi yang menitik


beratkan kepada 3 unsur geografi yaitu jarak (distance), kaitan (interaction) dan
gerakan (movement). Pola persebaran dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu pola
mengelompok, random, dan seragam R. Bintarto dan Surastopo (1978). Kemudian
untuk mengetahui pola persebaran seperti ini analisis yang digunakan adalah analisa
tetangga terdekat (nearestneighbour analysis). Analisis tetangga terdekat
(nearestneighboor analysis) adalah teknik yang dikembangkan oleh ahli lingkungan
hidup yaitu Clark dan Evans (1954), yang dirancang secara khusus untuk pengukuran
pola, dalam artian susunan dari distribusi satu kumpulan titik dalam 2 atau 3 dimensi.

Pada hakekatnya analisa tetangga terdekat ini adalah sesuai untuk daerah di
mana antara satu permukiman yang lain tidak ada hambatan-hambatan alamiah yang
belum dapat teratasi misalnya jarak antara dua pemukiman yang ralatif dekat
dipisahkan oleh suatu jurang. Oleh karena itu untuk daerah-daaerah yang merupakan
suatu dataran di mana hubungan antara satu pemukiman dengan pemukiman yang lain
tidak ada hambatan alamiah yang berarti, maka analisa tetangga terdekat ini
mempunyai dampak praktisnya misalnya untuk tata perancangan letak dari pusat-
pusat pelayanan sosial, seperti rumah sakit, puskesmas, sekolah, pasar dan lain
sebagainya.

Dari pengertian tersebut bahwa analisis tetangga terdekat adalah sebuah


analisa untuk menentukan suatu pola permukiman. Dengan menggunakan perhitungan
analisa tetangga terdekat, sebuah permukiman dapat ditentukan polanya, misalnya
pola mengelompok, tersebar ataupun seragam. Analisa tetangga terdekat memerlukan
data tentang jarak antara satu permukiman dengan permukiman yang paling dekat
yaitu permukiman tetangganya yang terdekat. Analisa tetangga terdekat ini dapat juga
digunakan untuk menilai pola penyebaran fenomena lain seperti pola penyebaran
tanah longsor, pola penyeberan Puskesmas, pola penyebaran sumber-sumber air dan
lain sebagainnya.

4
2.2 Keanekaragaman Hayati

Keragaman merupakan sifat komunitas yang menunjukkan tingkat


keanekaragaman jenis organisme yang ada di dalamnya. Menurut Krebs (1978) dalam
Darmawan (2006) keanekaragaman (diversity) yaitu banyaknya jenis yang biasanya
diberi istilah kekayaan jenis (species richnes). Odum (1993) dalam Darmawan (2006)
mengatakan bahwa keragaman jenis tidak hanya berarti kekayaan atau banyaknya
jenis, tetapi juga kemerataan (evenness) dari kelimpahan individu tiap jenis.
Keanekaragaman hayati adalah keanekaragaman di antara makhluk hidup dari semua
sumber termasuk di antaranya daratan, lautan, dan sistem akuatik lainnya serta
kompleks-kompleks ekologi yang merupakan bagian dari keanekaragamannya,
mencakup keanekaragaman di dalam spesies, antar spesies, dan ekosistem (Sujatnika,
Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti 1995 dalam Utama, Dewi, dan
Darmawan 2011). Keanekaragaman hayati disebut juga “Biodiversitas”.
Keanekaragaman atau keberagaman dari makhluk hidup dapat terjadi karena akibat
adanya perbedaan warna, ukuran, bentuk, jumlah, tekstur, penampilan dan sifat-sifat
lainnya (Mustahib, 2012).

Sumber daya alam hayati dengan segenap keanekaannya adalah kekayaan


alam yang mengemban fungsi produksi/ekonomi sekaligus fungsi ekologi, sosial, dan
budaya, yang harus dimanfaatkan untuk kepentingan bangsa dan negara secara lestari
(Departemen Kehutanan, 2005 dalam Utama dkk., 2011). Sumber daya hutan adalah
aset yang harus dikelola secara maksimal dan lestari sesuai dengan fungsinya
(Darusman, 1992).

Sumber daya alam hayati yang meliputi keanekaragaman flora dan fauna
mempunyai fungsi dan manfaat sebagai unsur pembentuk lingkungan hidup yang
kehadirannya tidak dapat diganti (Anonimous, 2010). Keanekaragaman memiliki
nilai-nilai lingkungan,budaya, dan sosial yang penting. Kenekaragaman hayati adalah
semua kehidupan di atas bumi ini baik tumbuhan, hewan, jamur, mikroorganisme
serta berbagai materi genetik yang di kandungnya dan kenekaragaman sistem ekologi
dimana mereka hidup (Baiquni, 2007 dalam Utama dkk., 2011).

Secara geografis, Indonesia termasuk ke dalam dua rumpun bioeografi, yaitu


Indo-Melayu dan Australasia dan diantara keduanya terdapat zona transisi Wallacea.
Kondisi geografis tersebut menyebabkan Indonesia memiliki keanekaragaman hayati

5
tinggi (KLH dan KONPHALINDO, 1994 dalam Setiawan, Alikodra, Gunawan, dan
Darnaedi, 2006). Sampai dengan akhir tahun 2007, Departemen Kehutanan telah
menetapkan spesies flora dan fauna yang dilindungi adalah : mamalia (127 spesies),
burung (382 spesies), reptilia (31 spesies), ikan (9 spesies), serangga (20 spesies),
krustasea (2 spesies), anthozoa (1 spesies) dan bivalvia (12 spesies) (Departemen
Kehutanan, 2008).

Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki


keanekaragaman hayati yang sangat besar menduduki posisi yang penting dalam peta
keanekaragaman hayati dunia. Secara global Indonesia termasuk dalam tiga besar
negara dengan keanekaragaman hayati terbesar (mega diversity countries), bersama
dengan Brazil dan Zaire. 17% dari total jenis burung di dunia dapat dijumpai di
Indonesia (1531 jenis), dengan jumlah 381 jenis di antaranya merupakan jenis burung
endemic. 358 jenis tercatat mendiami pulau Sumatera, dengan 438 jenis (75%)
merupakan jenis yang berbiak di Sumatera (Novarini dan Salsabila, 2005).

Van Helvort (1981) mengatakan bahwa keanekaragaman berhubungan dengan


banyaknya jenis dan jumlah individu tiap jenis sebagai penyusun komunitas.
Keanekaragaman juga berhubungan dengan keseimbangan jenis dalam komunitas
(Pielou, 1975), artinya apabila nilai keanekaragaman tinggi, maka keseimbangan
dalam komunitas tersebut juga tinggi, begitu juga sebaliknya.

6
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Fauna

Fauna, dari bahasa Latin, atau alam hewan artinya adalah khazanah segala
macam jenis hewan yang hidup di bagian tertentu atau periode tertentu. Istilah yang
sejenis untuk tumbuhan adalah flora/nabatah. Nabatah, alam hewan dan bentuk
kehidupan lain seperti fungi dalam suatu kesatuan disebut biota. Penulisan nabatah
dan alam hewan biasanya ditulis di depan nama geografis, misalnya alam hewan
peralihan, alam hewan Asia atau alam hewan Australia.

Secara etimologis, penyebutan Fauna berasal dari nama Fauna, seorang Dewi
Romawi untuk bumi dan kesuburan, Dewa Romawi Faunus, dan roh dalam manfaat
hutan yang disebut Fauns. Ketiga kata tersebut adalah bahasa yang sama dari nama
Dewa Pan Yunani, dan panis adalah bahasa Yunani yang setara dengan fauna.

Fauna juga merupakan kata untuk sebuah buku yang memuat katalog
binatang-binatang itu sedemikian rupa. Istilah ini pertama kali digunakan oleh Carl
Linnaeus dari Swedia dalam judul karyanya “Fauna Suecica” pada tahun 1745, yang
secara kasar dapat diterjemahkan sebagai “satwa liar Swedia”. Mengikuti
kepemimpinannya, naturalis mulai menggunakan istilah flora dan fauna untuk
mengidentifikasi berbagai organisme hidup dalam hirarki taksonomi. Flora
dimasukkan semuanya ke dalam kerajaan Plantae, sementara fauna termasuk
kerajaan Animalia. Definisi fauna telah berkembang dan berubah selama bertahun-
tahun.

Dengan perubahan ini datanglah pentahapan formal dari kata fauna secara
ilmiah. Sementara kata flora mempertahankan definisinya sebagai “organisme apa
pun di dalam kerajaan Plantae”, fauna telah berubah secara drastis. Fauna, seperti
yang digunakan saat ini, biasanya menggambarkan organisme di domain Archaea dan
Bakteri, ditambah kerajaan Animalia. Oleh karena itulah, istilah bukan
pengelompokan monofiletik, dan dengan demikian tidak secara akurat
menggambarkan apa pun bagi para ilmuwan yang mencoba mengatur bentuk-bentuk

7
kehidupan di suatu tempat atau waktu tertentu. Lebih lanjut, flora dan fauna
cenderung mengecualikan Kerajaan fungi, yang pernah diakui sebagai tumbuhan
langka tetapi sekarang diakui sebagai kerajaannya sendiri.

Fauna adalah adalah penjelasan klasifikasi yang menjadi bagian dari dunia
tumbuhan dengan penggambaran atas habitat ideal bagi banyak spesies hewan,
sehingga istilah ini menjadi golongan wilayah yang terdapat banyak burung, ikan dan
berbagai binatang hutan. Oleh karena itulah, fauna dapat dieksplorasi di berbagai
taman dan hutan, maupun kandang khusus yang menampung berbagai jenis hewan.

Adapun definisi fauna menurut para ahli, yaitu :

1. Biology Dictionary

Fauna adalah istilah yang mengacu pada semua kehidupan binatang dalam
wilayah tertentu, periode tertentu, atau keduanya. “Flora dan fauna” di suatu
tempat merupakan pendeskripsi semua kehidupan di suatu wilayah, termasuk
organisme mirip tumbuhan dan organisme mirip hewan.

Kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan pemahaman kita tentang hubungan


antara organisme telah memaksa sains untuk mengadopsi sistem yang lebih
deskriptif dari taksonomi dan kladistik untuk menggambarkan hubungan antar
organisme.

2. Cambridge Dictionary

Fauna adalah semua binatang yang hidup liar di area tertentu.

3. Merriam Webster

Fauna adalah kehidupan hewan. Secara lebih spesifik yaitu binatang-binatang


yang menjadi ciri suatu wilayah tertentu, pada periode tertentu , atau lingkungan
khusus.

8
3.2 Jenis-jenis Fauna

Terdapat beberapa pengelompokan hewan, di antaranya yaitu :

1. Berdasarkan Jenis Makanan

Berdasarkan pada jenis makanannya, hewan dapat dikelompokkan menjadi 3


jenis yaitu sebagaui berikut :

1. Herbivora, yaitu hewan yang memakan jenis tumbuh-tumbuhan. Ciri-cirinya


adalah umumnya berkaki empat, hewan mamalia, dan hidup di daratan.
Contohnya yaitu sapi, kerbau, kambing, domba, kuda, kelinci, dan kerbau.
Burung pemakan biji-bijian juga termasuk dalam jenis herbivora.

2. Karnivora, yaitu hewan pemakan daging. Ciri-cirinya adalah umumnya


mempunyai gigi taring atau gigi-gigi yang berjumlah banyak dan tajam serta
cakar atau kuku yang kuat, beberapa diantaranya memiliki bisa atau racun
untuk melumpuhkan mangsanya. Contohnya yaitu singa, macan, harimau,
kucing, anjing, ular, burung elang, dan buaya.

3. Omnivora, yaitu hewan pemakan segala. Jenis hewan ini dapat memakan
tumbuhan, biji-bijian, maupun hewan lainnya. Contohnya yaitu babi, ayam,
tikus, dan beberapa jenis unggas.

2. Berdasarkan Cara Berkembangbiak

Berdasarkan cara berkembangbiaknya, hewan dapat dikelompokkan menjadi 3


jenis yaitu sebagaui berikut :

1. Ovipar yaitu hewan yang berkembangbiak dengan cara bertelur. Ciri-cirinya


adalah berkaki dua dan tidak mempunyai daun telinga. Contohnya yaitu ayam,
burung, bebek, itik, dan angsa.

2. Vivipar yaitu hewan yang berkembangbiak dengan cara beranak. Ciri-cirinya


adalah berkaki empat, dan mempunyai daun telinga. Contohnya hewan vivipar
yaitu kucing, sapi, kambing, dan harimau.

9
3. Ovipar yaitu hewan yang berkembangbiak dengan cara bertelur-beranak.
Contoh hewan ovipar adalah beberapa jenis hewan reptil seperti buaya dan
biawak.

3. Berdasarkan Cara Mempertahankan Diri dari Pemangsa

Berdasarkan pada cara mempertahankan diri, hewan dapat dikelompokkan


menjadi beberapa jenis yaitu sebagai berikut :

1. Mimikri ialah sistem pertahanan diri yang dimiliki oleh hewan-hewan jenis
tertentu yang melindungi diri dengan cara mengubah warna tubuhnya sesuai
dengan tempat ia berada agar dapat mengelabuhi penglihatan musuh.
Contohnya yaitu mimikri yaitu bunglon dan belalang.

2. Autotomi ialah sebuah sistem pertahanan diri yang dimiliki hewan-hewan


jenis tertentu dengan melepaskan bagian tubuhnya. Bagian tubuh yang terlepas
tersebut dapat tumbuh kembali. Contohnya yaitu cicak dan kadal.

3. Menggulung, contoh hewan yang melindungi diri dengan cara menggulung


misalnya trenggiling dan kaki seribu.

4. Berpura-pura mati atau berkamuflase, perlindungan diri ini dilakukan dengan


cara berdiam diri dan tidak melakukan suatu gerakan apa pun untuk mengecoh
pemangsa atau mangsanya supaya mendekat. Contohnya yaitu jenis ikan air
laut dan hewan-hewan laut lainnya yang hidup di sekitar terumbu karang.

5. Mengeluarkan cairan pekat atau bau menyengat, contohnya yaitu cumi-cumi.


Cairan pekat tersebut akan membuat air menjadi keruh sehingga menghalangi
penglihatan musuhnya. Salah satu contoh hewan yang dapat mengeluarkan
bau menyengat adalah walang sangit.

10
3.3 Subdivisi Fauna

Berikut merupakan subdivisi fauna adalah sebagai berikut.

1. Epifauna
Epifauna merupakan hewan yang hidup di atas permukaan sedimen atau tanah.

2. Infauna
Infauna merupakan hewan akuatik yang hidup di dasar substratum, bukan di
permukaannya. Biasanya, hewan infauna makin jarang ditemukan seiring lebihnya
ke dalam cairan dan jaraknya dari garis pantai.

3. Microfauna
Microfauna merupakan hewan mikroskopik atau sangat kecil (biasanya
termasuk hewan-hewan protozoa dan hewan yang sangat kecil, seperti rotifera).

4. Makrofauna
Macrofauna merupakan organisme darat atau laut yang panjang tubuhnya
lebih dari atau sama dengan satu milimeter.

5. Megafauna
Megafauna merupakan hewan akbar pada tempat dan zaman tertentu.
Misalnya, megafauna Australia.

6. Meiofauna
Meiofauna merupakan hewan invertebrata perairan mempunyai ukuran kecil
yang hidup di cairan tawar dan cairan laut (asin). Istilah Meiofauna didefinisikan
sebagai himpunan organisme yang lebih akbar dari mikrofauna, tetapi lebih kecil
dari makrofauna. Organisme ini bisa melewati saringan mempunyai ukuran 1 mm,
tapi tidak bisa melewati saringan mempunyai ukuran 45 μm (ukuran bisa
berbeda-beda sesuai researcher).

7. Mesofauna
Mesofauna merupakan hewan invertebrata daratan mempunyai ukuran akbar,
seperti arthropoda, cacing tanah, dan nematoda.

11
8. Lain-Lain
Meliputi avifauna, yang faedahnya "fauna unggas" dan piscifauna (atau
ichthyofauna), yang faedahnya "fauna ikan".
Dalam fauna, kita juga harus mempelajari subdivisi fauna yaitu epifauna,
infauna, microfauna, makrofauna, megafauna, meiofauna, meiofauna, mesofauna,
dan lain lain.

3.4 Faktor-faktor Persebaran Fauna

Persebaran fauna di muka bumi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :

1. Penyebab
Beberapa faktor yang menyebabkan persebaran fauna di dunia, antara lain :
a. Tekanan Populasi
Semakin banyak pertambahan populasi hewan akan mengakibatkan
kebutuhan persediaan bahan makanan menjadi semakin sulit dipenuhi, hal
itulah yang mendorong hewan untuk bermigrasi.
b. Persaingan
Ketidakmampuan hewan dalam bersaing memperebutkan wilayah
teritorialnya dan bahan makanan yang dibutuhkan juga akan mendorong
terjadinya migrasi ke daerah lain.
c. Perubahan Habitat
Perubahan lingkungan tempat tinggal dapat mengakibatkan
ketidakmampuan dalam beradaptasi terhadap perubahan tersebut dan menjadi
merasa tidak cocok untuk terus menempati daerah asal.

2. Sarana Penyebaran
Saran untuk persebaran fauna, antara lain adalah sebagai berikut :
a. Udara
Fauna dapat bermigrasi dari dengan cara terbang di udara, sedangkan
flora dapat menggunakan angin untuk bermigrasi dari berat ringannya benih.
b. Air
Fauna yang memiliki kemampuan berenang (terutama hewan–hewan
air) memudahkan perpindahan mereka. Benih umbuhan dapat tersangkut dan

12
berpindah tempat dengan menggunakan media aliran sungai atau pengertian
arus laut.

c. Lahan
Hampir seluruh fauna daratan menggunakan lahan sebagai media
untuk berpindah tempat.
d. Pengangkutan Manusia
Manusia dapat mengakibatkan perpindahan flora dan fauna, baik
secara sengaja maupun tidak sengaja.

3. Hambatan Persebaran (Barrier)


Hambatan untuk persebaran fauna, dinantaranya :
a. Hambatan Iklim
Kondisi dalam pengertian iklim yang bersifat ekstrim dapat
menghambat persebaran misalnya kondisi temperatur, kelembaban udara dan
pengertian curah hujan.
b. Hambatan Edafik (Tanah)
Lapisan tanah yang tipis dan keras mengakibatkan hewan–hewan yang
terbiasa menggali tanah dan bertempat tinggal di dalam tanah memilih
mencari daerah yang lapisan tanahnya tebal dan gembur.
c. Hambatan Geografis
Bentang alam muka bumi dapat menjadi penghambat persebaran flora
dan fauna seperti adanya samudera, padang pasir, sungai dan pegunungan, hal
ini sejalan dengan definisi letak geografisnya.
d. Hambatan Biologis
Kondisi dalam pengertian lingkungan yang sesuai untuk
mempertahankan kehidupan serta persediaan bahan makanan yang melimpah
dapat menjadi penghambat terjadinya migrasi fauna. Hal tersebut berkaitan
dengan kecocokan dengan kondisi alam.

Tidak semua wilayah di muka bumi dapat dihuni oleh mahluk hidup.
Berdasarkan penelitian diperkirakan hanya sekitar 1/550 bagian saja dari muka bumi
yang berpotensi sebagai lingkungan hidup. Hal ini berarti, kehidupan flora dan fauna

13
di suatu wilayah sangat terkait dengan kondisi lingkungannya. Itulah yang
menyebabkan persebaran flora dan fauna secara tidak merata di permukaan bumi.
Keberadaan fenomena biosfer merupakan fungsi dari kondisi lingkungan di
sekitarnya. Karena kondisi iklim dan tanah di permukaan bumi sangat beragam, maka
beragam pula persebaran flora dan fauna. Beberapa faktor lingkungan yang
mempengaruhi keberadaan flora dan fauna di muka bumi antara lain adalah faktor
klimatik (iklim), edafik (tanah), dan biotik (mahluk hidup).

Berikut akan dibahas mengenai faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi


persebaran flora dan fauna di muka bumi.

1. Faktor Klimatik
Iklim merupakan faktor dominan yang mempengaruhi pola persebaran flora
dan fauna. Wilayah-wilayah dengan pola iklim ekstrim seperti kutub yang
senantiasa tertutup salju dan lapisan es abadi atau gurun yang gersang sudah
barang tentu sangat menyulitkan bagi kehidupan organisme. Karena itu,
persebaran tumbuhan dan binatang di kedua wilayah ini sangat minim baik jumlah
maupun jenisnya. Sebaliknya di daerah tropis merupakan wilayah yang optimal
bagi kehidupan spesies.
Faktor-faktor iklim yang berpengaruh terhadap persebaran flora dan fauna
antara lain suhu, kelembaban udara, angin, dan curah hujan.
a. Suhu
Posisi lintang di bumi sangat berhubungan dengan penerimaan
intensitas penyinaran matahari yang berbeda-beda di berbagai wilayah.
Daerah-daerah yang berada pada zone lintang iklim tropis menerima
penyinaran matahari setiap tahun relatif lebih banyak dibandingkan wilayah
lain. Perbedaan ini menyebabkan variasi suhu udara di berbagai kawasan di
muka bumi.
Perbedaan suhu juga terjadi karena secara vertikal yaitu letak suatu
wilayah berdasarkan perbedaan ketinggian di atas permukaan laut. Kondisi
suhu udara tentunya sangat berpengaruh terhadap kehidupan flora dan fauna,
karena berbagai jenis spesies memiliki persyaratan suhu lingkungan hidup
ideal atau optimum serta tingkat toleransi yang berbeda satu sama lain.
Contoh, flora dan fauna yang hidup di kawasan kutub memiliki tingkat

14
ketahanan dan toleransi lebih tinggi terhadap perbedaan suhu ekstrim antara
siang dan malam dibandingkan dengan flora dan fauna tropis.
Secara umum wilayah-wilayah yang memiliki suhu udara tidak terlalu
dingin atau panas merupakan habitat yang sangat baik atau optimal bagi
sebagian besar kehidupan organisme, baik manusia, flora dan fauna. Hal ini
disebabkan suhu yang terlalu panas atau dingin merupakan salah satu kendala
bagi mahluk hidup. Khusus dalam dunia tumbuhan, kondisi suhu udara adalah
salah satu faktor pengontrol persebaran vegetasi sesuai dengan posisi lintang,
ketinggian tempat, dan kondisi topografinya. Karena itu, sistem penamaan
habitat tumbuhan sering kali sama dengan kondisi iklimnya, seperti vegetasi
hutan tropis, vegetasi lintang sedang, vegetasi gurun, dan vegetasi pegunungan
tinggi.

b. Kelembaban Udara
Faktor iklim lain adalah kelembaban udara. Tingkat kelembaban udara
berpengaruh langsung terhadap pola persebaran tumbuhan di muka bumi.
Beberapa jenis tumbuhan sangat cocok hidup di wilayah kering, sebaliknya
terdapat jenis tumbuhan yang hanya bertahan hidup di atas lahan dengan kadar
air selalu tinggi. Berdasarkan tingkat kelembaban, berbagai jenis tumbuhan
diklasifikasikan ke dalam 4 kelompok utama, yaitu sebagai berikut ini.
 Xerophyta, yaitu jenis tumbuhan yang tahan terhadap lingkungan hidup
yang kering atau gersang (kelembaban udara sangat rendah). Contoh:
Kaktus, dan rumput gurun;
 Mesophyta, yaitu jenis tumbuhan yang cocok hidup di lingkungan yang
lembab. Contoh: Anggrek, Cendawan (jamur);
 Hygrophyta, yaitu jenis tumbuhan yang cocok hidup di lingkungan yang
basah. Contoh: Eceng Gondok, dan Teratai,
 Tropophyta, yaitu jenis tumbuhan yang mampu beradaptasi terhadap
perubahan musim. Contoh: pohon Jati.

c. Angin
Angin berfungsi sebagai alat transportasi yang memindahkan benih
beberapa jenis tumbuhan dan membantu proses penyerbukan. Selain itu, angin

15
berfungsi untuk mendistribusikan uap air atau awan yang mengandung hujan
dari suatu tempat ke tempat lain.

d. Curah Hujan
Kebutuhan air bagi mahluk hidup sangatlah vital, karena air adalah
sumber kehidupan. Dalam siklus hidrologi, hujan merupakan sumber bagi
pendistribusian air yang ada di permukaan bumi ini. Begitu pentingnya air
bagi kehidupan mengakibatkan pola persebaran dan kerapatan mahluk hidup
antar wilayah biasanya tergantung dari tinggi-rendahnya curah hujan.
Wilayah-wilayah yang memiliki curah hujan tinggi umumnya merupakan
kawasan yang dihuni oleh aneka spesies dengan jumlah dan jenis jauh lebih
banyak dibandingkan dengan wilayah yang relatif lebih kering. Sebagai
contoh daerah tropis ekuatorial dengan curah hujan tinggi merupakan wilayah
yang secara alamiah tertutup oleh kawasan hutan hujan tropis (belantara
tropis) dengan aneka jenis flora dan fauna dan tingkat kerapatan tinggi.

2. Faktor Edafik
Selain iklim, faktor lingkungan lainnya yang mempengaruhi persebaran
mahluk hidup terutama tumbuhan adalah kondisi tanah atau edafik. Tanah
merupakan media tumbuh dan berkembangnya tanaman. Tingkat kesuburan tanah
merupakan faktor utama yang berpengaruh terhadap persebaran tumbuhan. Ini
berarti semakin subur tanah maka kehidupan tumbuhan semakin banyak jumlah
dan keanekaragamannya.

3. Faktor Biotik
Manusia adalah komponen biotik paling berperan terhadap keberadaan
tumbuhan dan fauna di suatu wilayah, baik yang sifatnya menjaga kelestarian
maupun merubah tatanan kehidupan tumbuhan dan fauna. Untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya, manusia selalu berusaha memanfaatkan lingkungan hidup di
sekitarnya semaksimal mungkin, walau kadang-kadang dapat merusak
kelestariannya. Sebagai contoh dengan kemajuan IPTEK, dalam waktu relatif
singkat manusia mampu merubah kawasan hutan menjadi daerah permukiman dan

16
areal pertanian. Perubahan fungsi lahan ini tentunya berakibat terhadap kestabilan
ekosistem yang secara alamiah telah terjalin sejak lama.

3.5 Pembagian Jenis dan Persebaran Fauna di Indonesia

Pembagian wilayah fauna di Indonesia dibagi menjadi tiga wilayah, yaitu


fauna Asiatis, fauna peralihan, dan fauna Australis. Berdasarkan buku Explore Ilmu
Pengetahuan Sosial Jilid 1 untuk SMP Kelas VII tulisan Mula, Yuliana dkk (2008:
33), adanya pembagian wilayah fauna di Indonesia, karena dipengaruhi oleh garis
Wallace dan garis Webber.

Garis Wallace merupakan garis khayal yang membagi flora dan fauna di
wilayah barat dan tengah Indonesia. Garis ini bermula dari ujung utara Kalimantan
dan Sulawesi, menuju ke selatan, melalui selat Makasar, dan melewati selat antara
Pulau Bali dan Lombok.

Sementara itu, garis Weber merupakan garis khayal yang membagi flora dan
fauna di wilayah tengah dan timur Indonesia. Garis ini bermula dari ujung utara
Kepulauan Maluku, hingga sisi barat Paparan Sahul, menuju sisi timur Nusa Tenggara
Timur.

1. Fauna Indonesia Bagian Barat

Fauna Asiatis juga disebut dengan fauna barat. Fauna Asiatis memiliki ciri dan
tipe yang mirip dengan fauna yang ada di Asia. Fauna ini tersebar di wilayah barat
Indonesia, yaitu Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan.

Fauna bagian barat memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a) Hewannya tidak memilki kantung

b) Banyak jenis kera

c) Mamalia memiliki tubuh yang cukup besar

d) Dapat ditemukan berbagai jenis reptil

e) Dapat dijumpai Berbagai jenis burung bersuara merdu dengan warna yang
indah

17
f) Memiliki banyak jenis ikan tawar

Ada beberapa Contoh jenis fauna di Indonesia bagian barat, seperti :

a) Mamalia: Harimau sumatra, badak bercula satu, kerbau, banteng, gajah, tapir,
Keraras

b) Hewan Reptil: Buaya, ular, biawak, trenggiling, tokek, bunglon, kura-kura

c) Burung: Elang, jalak, merak, kutilang, gagak, burung hantu

d) Primata: Orang utan, surili, bekantan,

e) Jenis hewan unggas, serangga, ikan tawar, pesut sejenis lumba-lumba

2. Fauna Indonesia Bagian Tengah (Peralihan)

Fauna peralihan merupakan fauna yang letaknya di bagian tengah Indonesia.


Umumnya, fauna peralihan merupakan hewan endemik yang berbeda dari fauna
Asiatis maupun Australis. Wilayah fauna peralihan terbentang dari Kepulauan
Wallace, yaitu Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan pulau-pulau kecil di
sekitarnya. Tipe fauna di bagian ini merupakan hewan yang cuma ada di wilayah
bagian tengah (tipe peralihan) yang dengan jelas berbeda dengan jenis hewan
yang berada di bagian barat dan timur indonesia. Garis Wallace merupakan garis
yang memisahkan antara tipe hewan di bagian barat dan garis Weber di bagian
timur. Habitatnya tersebar di pulau-pulau di bagian tengah Indonesia seperti
Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara. Ciri-cirinya sebagai berikut :

a) Memiliki fauna campuran antara tipe Asia dan Australis.

b) Bersifat endemis, hanya terdapat di satu wilayah saja.

c) Tipe fauna tipe peralihan yang terancam punah dan sangat langka dapat
dikategorikan sebagai tipe hewan endemik.

Beberapa jenis fauna Indonesia bagian tengah (Peralihan), yakni :

18
 Komodo, binatang sejenis reptil yang tidak dapat ditemukan di daerah lain
atau negara lain cuma ada di pulau komodo dan di indonesia. Komodo adalah
hewan langka yang dilindungi karena habitatnya yang semakin menyempit.

 Babi rusa, hanya terdapat di pulau Sulawesi tepatnya di Sulawesi Tengah.

 Anoa, binatang khas Sulawesi. Anoa memiliki ukuran badan yang lebih kecil,
mirip sapi.

 Burung maleo, di Sulawesi.

 Monyet hitam, di Sulawesi.

 Kura-kura leher ular, di Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur.

 Kuskus, di Sulawesi.

 Beruang, di Sulawesi.

 Burung kakatua kecil jambul kuning, di Nusa Tenggara Timur.

 Tarsius, primata kecil, di Nusa Tenggara Timur.

3. Fauna Indonesia Baagian Timur (Tipe Australis)

Fauna Australis juga dikenal dengan nama fauna timur. Fauna Australis ini
mirip dengan fauna di Benua Australia. Fauna jenis ini bisa ditemukan di wilayah
Papua, Halmahera, dan Kepulauan Aru. Fauna di bagian timur Indonesia (tipe
Australis) yang memiliki kemiripan dengan fauna yang dapat ditemukan di Benua
Australia. Terdapat berbagai macam jenis burung yang dilindungi dan berhabitat
asli di timur Indonesia.

Bila ditelusuri fauna yang hidup di bagian timur secara umum memiliki
beberapa ciri fisik :

a) Mamalia memiliki tubuh yang relatif kecil.

b) Berbagi jenis burung warna bulu yang menawan.

19
c) Tidak ditemukan kera di hutannya.

d) Memiliki banyak binatang berkantong.

e) Ikan air tawar yang ada relatif lebih sedikit.

f) Terdapat banyak hewan yang bertanduk.

Adapun fauna yang hidup di bagian timur, yakni :

 Burung cendrawasih.

 Kangguru pohon.

 Burung kakatua putih, di Taman Nasional Aketajawe Lolobata di Pulau


Halmahera.

 Burung kasuari, terdapat dua jenis yaitu kasuari kerdil dan kasuari gelambir
tunggal.

 Mandar gendang, burung endemik di Maluku.

 Berbagai jenis burung lainnya seperti namudur, raja udang, bidadari, dan nuri.

3.6 Pembagian Jenis dan Persebaran Fauna di Dunia

Umumnya hewan terbesar secara terbatas pada daerah tertentu karena adanya
berbagai penghalang atau karena sejarah pada zaman dahulu. Umumnya yang menjadi
penhalang dan permisahan persebaran hewan adalah faktor-faktor fisik yang
berhbungan dengan ke adaan bumi.faktor-faktor tersebut antara lain laut, gunung,
sungai, padang pasir, dan iklim.

Wilayah pesebaran hewan pertama kali diperkenalkan oleh sclater (1858),


selanjutnya dikembangkan oleh Huxley (1868) dan oleh Wallace (1876). Menurut
Alfret Russel Wallace, persebaran fauna di dunia di kelompokan menjadi enam
wilayah, yaitu Neartik, Australis, Oriental, Paleartik, dan Etiopian.

20
1. Fauna Ethiopian
Wilayah persebaran fauna Ethiopian meliputi seluruh Benua Afrika,
Kepulauan Madagaskar, dan Semenanjung Arabia. Ciri khas hewan tipe ethiopian
sebagian besar adalah mamalia dan bertubuh besar. Hewan yang khas daerah ini
adalah: gajah Afrika (Loxodonta africana), badak Afrika putih bercula dua
(Cerathoterium simum), gorila (Pongo pygmeus), baboon (papio Anubis),
simpanse (Pan troglodytes), jerapah (Giraffa camelopardalis). Mamalia padang
rumput seperti zebra (Equus zebra), antilope, kijang, singa (Panthera leo),
harimau Afrika (Panthera pardus pardus), dan mamalia pemakan serangga yaitu
trengiling (Manis javanica). Mamalia endemik di wilayah ini adalah Kuda Nil
(Hippopotamus amphibius) yang hanya terdapat di Sungai Nil,Mesir. Namun di
Madagaskar juga terdapat kuda Nil namun lebih kecil.

2. Fauna Oriental.
Hewan-hewan yang terdapat di wilayah ini memiliki karakteristik yang cukup
mirip dengan fauna tipe Ethiopian karena sama-sama terletak di wilayah tropis.
Wilayah perbesaran fauna tipe oriental meliputi Asia Tenggara, Indonesia Barat,
Asia Selatan, dan sebagian wilayah Asia Timur.Hewan yang khas wilayah ini
adalah harimau (Panthera tigris), orang utan (Pongo pygmeus), gibbon (Hylobates
muelleri), rusa (Cervinae sp), banteng (Bos javanicus), dan badak bercula satu
(Rhinoceros sondaicus). Hewan lainnya adalah badak bercula dua (Dicerorhinus
sumatrensis), gajah (Elephas maximus sumatranus), beruang madu (Helarctos
malayanus), antilop berbagai jenis reptil, dan ikan.Adanya jenis hewan yang
hampir sama dengan wilayah Ethiopian antara lain kucing, anjing, monyet
(Macaca fascicularis), gajah, badak, dan harimau, menunjukkan bahwa Asia
Selatan dan Asia Tenggara pernah menjadi satu daratan dengan Afrika.

3. Fauna Australis.
Wilayah persebarannya meliputi seluruh Benua Australia, Selandia Baru,
Kepulauan-Kepulauan Pasifik (Oceania), dan wilayah Indonesia Timur. Beberapa
jenis hewan yang termasuk dalam tipe Australis antara lain kanguru, burung
cendrawasih, kakaktua, kiwi, koala, platipus, dan beberapa jenis hewan
berkantung (marsupial). Beberapa hewan khas wilayah ini adalah kanguru
(Dendrolagus pulcherrinus), kiwi dari genus Apteryx, koala (Phascolarctos
21
cinereus). Terdapat beberapa jenis burung yang khas wilayah ini seperti burung
cendrawasih (Paradisaea rudolphi), burung kasuari (Casuarius casuarius),
burung kakaktua (Cacatua moluccensis), dan betet (Psittacula Alexandri).
Kelompok reptil antara lain buaya, kura-kura (Cuora amboinensis), ular phyton
(molurus bivittatus).

4. Fauna Neotropika
Meliputi wilayah beriklim tropis dan sedang di Amerika Tengah dan Amerika
Selatan. Hewan endemiknya adalah ikan Piranha (Pygocentrus nattereri) dan
Belut listrik (Electrophorus electricus) di Sungai Amazone, Lama (Lama glama)
sejenis unta di padang pasir Atacama (Peru), dan kera hidung merah. Wilayah
Neotropikal sangat terkenal sebagai wilayah fauna Vertebrata karena jenisnya
yang sangat beranekaragam dan spesifik, seperti beberapa spesies monyet,
trenggiling (Manis javanica), beberapa jenis reptil seperti buaya meksiko
(Crocodylus moreleti), ular, kadal (Draco volans), beberapa spesies burung, dan
ada sejenis kelelawar penghisap darah.

5. Fauna Neartik
Meliputi wilayah Amerika Utara dan Greenland yang sebagian besar beriklim
sedang hingga dingin. Beberapa jenis fauna yang hidup di zona ini antara lain
bison, kalkun liar, antelop, kambing gunung, tupai, salamander, rakun, dan
sebagainya. Hewan khas daerah ini adalah ayam kalkun liar (Numida meleagris),
tikus berkantung di Gurun Pasifik Timur, bison Amerika (Bison bison), muskox,
caribau (Rangifer tarandus), domba gunung, Salamander (Andrias davidianus),
Tupai (Tupaia javanica). Di daerah ini juga terdapat beberapa jenis hewan yang
ada di wilayah Palearktik seperti : kelinci, kelelawar, anjing, kucing, dan bajing.

6. Fauna Paleartik
Meliputi wilayah Eropa, Eurasia, Himalaya, Afganistan, dan Persia. Beberapa
jenis fauna Paleartik : hewan endemik: yaitu Panda (Ailuropoda melanoleuca) di
Cinahewan yang terbatas penyebarannya (binatang kutub) seperti rusa Kutub
(Rangifer tarandus), kucing Kutub, dan beruang Kutub (Ursus maritimus). Hewan
khas berasal dari wilayah ini antara lain kelinci, sejenis tikus (Rattus norvegicus),
22
berbagai spesies anjing (Canis familiaris), kelelawar (Cyneptorus sp). Bajing
(Callosciurus notatus), dan kijang (Muntiacus muntjak) telah menyebar ke
wilayah lainnya.

7. Fauna Antartik
Sesuai namanya, zona antartik meliputi seluruh wilayah Antartika (Kutub
Selatan) yang beriklim dingin. Beberapa contoh hewan yang terdapat di wilayah
ini antara lain pinguin, beberapa jenis ikan, rusa kutub, anjing laut, dan lain-lain.

3.7 Pengaruh Jenis dan Persebaran Fauna di Dunia Terhadap Ekosistem

Perbedaan jenis-jenis fauna membuat memberikan keanekaragaman yang


dapat dilihat dan dinikmati oleh manusia. Selain itu, keanekaragam fauna juga
memberikan manfaat bagi kehidupan. Dengan kata lain, adanya manusia, flora, dan
fauna di bumi akan menjaga keseimbangan ekosistem lingkungan hidup. Salah satu
contoh fauna yang mempengaruhi ekosistem adalah fauna tanah. Kelimpahan fauna
tanah di ekosistem hutan dipengaruhi oleh berbagai jenis gangguan salah satunya
adalah pengaruh pembakaran, yang dapat memengaruhi kondisi lingkungan, biomassa
dan fungsi ekosistem (Peterson et al., 1998). Aktivitas deforestasi yang berupa
penebangan, pembakaran, atau perladangan dapat mengubah komposisi fauna tanah,
kelimpahan fauna tanah, proporsi dan sebaran fauna tanah yang selanjutnya
berpengaruh pada dinamika evolusi CO2 (Bengtsson et al., 2000). Parameter tanah
yang dianalisis dalam penelitian ini adalah pH tanah, C-Organik, N Total,C/N dan
kadar air.

Dari hasil penelitian ekosistem pascabakar 1 tahun, belukar muda, belukar tua
dan hutan sekunder memiliki pH berkisar 4,97 ; 5.07 dengan kecenderungan masam.
Kandungan C-Oorganik paling tinggi pada ekosistem belukar tua dan hutan sekunder
berturut-turut 4,72 ; 3,67 % sedangkan terendah pada ekosistem lahan pascabakar 1
tahun 1,38%. Kandungan C-Organik yang tinggi berpengaruh terhadap kelimpahan
fauna tanah hal ini disebabkan karena C-Organik berbanding lurus dengan kandungan
bahan organik sesuai dengan pernyataan Setyorini (2005), bahwa penambahan bahan
organik ke dalam tanah akan meningkatkan kadar C organik tanah.

23
Bahan organik tanah merupakan sumber makanan yang dibutuhkan oleh fauna
tanah. Dimana terdapat bahan organik yang tinggi maka fauna tanah juga akan
melimpah. Kandungan N total pada lahan pascabakar memiliki kriteria sangat rendah
yaitu < 0,1% sedangkan belukar muda, hutan sekunder, dan belukar tua memiliki
kriteria rendah yaitu kisaran 0,1% - 0,22 %. Stevenson (1986) menyatakan agar
terjadi mineralisasi, kandungan N suatu bahan organik harus lebih dari nilai kritis
1,5% sampai 2,5 %, dibawah nilai kritis tersebut akan terjadi imobilisasi.

Menurut Suntoro (2002), nilai kritis untuk rasio C/N agar dapat segera
terdekomposisi adalah kurang dari 20%. Praktek pembakaran dengan tujuan
pembukaan lahan yang akan digunakan untuk perladangan akan mengakibatkan
punahnya fauna tanah sehingga akan mengakibatkan proses humifikasi dan
dekomposisi menjadi terhenti. Kandungan N atau nisbah C/N dinyatakan sebagai
faktor kimia penting yang menentukan kecepatan dekomposisi dan mineralisasi N
bahan organik atau sisa tanaman. Laju dekomposisi dipengaruhi salah satunya oleh
suhu tanah, laju dekomposisi cepat apabila berada pada kondisi iklim yang panas dan
sebaliknya laju dekomposisi akan lambat apabila berada pada kondisi dingin. C/N
pada semua tipe penggunaan lahan memiliki kriteria tinggi yaitu 16-25 hingga sangat
tinggi yaitu >25. Kriteria sifat kimia tanah merujuk pada Balai Penelitian Tanah tahun
2006.

3.8 Cara Melestarikan Fauna Agar Tidak Terjadi Kelangkaan

Berikut ini adalah upaya konservasi satwa langka di Indonesia dan dunia yang
bisa dilakukan:

1. Memberikan Edukasi dan Sosialisasi


Upaya konservasi satwa langka di Indonesia yang bisa dilakukan adalah
memberikan edukasi dan sosialisasi terhadap masyarakat. Selama ini masyarakat
tidak tahu jenis satwa apa saja yang dilindungi oleh pemerintah. Hal itu
dikarenakan banyaknya jenis satwa yang dilindungi oleh pemerintah tersebut.
Yang harus mendapatkan edukasi dan sosialisasi ini adalah masyarakat yang
tinggal di pesisir laut dan juga yang ada di sekitar hutan untuk tidak membunuh
atau memburu satwa langka yang dilindungi tersebut.

24
2. Mendukung Upaya Pelestarian Lingkungan
Langkah selanjutnya yang bisa dilakukan adalah masyarakat harus mendukung
upaya yang dilakukan oleh pemerintah maupun lembaga lainnya yang sedang
melakukan pelestarian lingkungan. Cara mendukungnya adalah dengan
memberikan bantuan finansial maupun moril dalam setiap kampanye yang
dilakukan.

3. Membuat Penangkaran
Cara melestarikan satwa langka yang ada di Indonesia selanjutnya adalah
dengan membuat tempat untuk penangkaran. Penangkaran tersebut bisa membuat
satwa langka bisa berkembang biak agar tidak punah. Perkembangan biakan ini
bisa menjaga satwa tersebut agar tidak punah.

4. Membuat Papan Larangan


Cara untuk melindungi satwa langka yang bisa dilakukan adalah dengan
membuat papan larangan berburu. Dalam papan larangan tersebut bisa disertai
dengan ancaman pidana atau sanksi jika perburuan tetap dilakukan. Saat ini sudah
banyak yang melakukan cara ini contohnya saja adalah masyarakat di sekitar
lereng Muria Jepara sudah memasang papan larangan untuk tidak berburu satwa
langka yang ada di lereng tersebut terutama burung.

5. Melaporkan Orang yang Berburu Satwa Langka


Untuk melindungi satwa langka yang ada di Indonesia adalah melaporkan
orang yang berburu satwa langka tersebut ke pihak yang berwajib. Hal ini
bertujuan untuk membuat efek jera terhadap orang yang melakukan perburuan
tersebut dan memberikan peringatan terhadap masyarakat lain yang ingin
melakukan perbuatan serupa.

6. Hindari Transaksi Binatang Langka


Ditemukan beberapa kasus di Indonesia dimana masyarakatnya memperjual
belikan satwa langka yang dilindungi seperti Burung Cenderawasih, Macan
Dahan, Owa, Beruang Madu dan masih banyak lagi lainnya. Satwa langka
tersebut bahkan di ekspor ke luar negeri dengan harga yang bervariasi.
25
7. Sanksi Bagi Pelaku Yang Melakukan Pedangangan Ilegal Terhadap Satwa Langka
Penerapan sanksi sterhadap seseorang tidak bisa dilakukan begitu saja,
melaikan apabila terjadi pelanggaran terhadap kaidah hukum barulah sanksi dapat
diterapkan. Terkait permasalahan yang dijelaskan diatas berdasarkan ketentuan
Pasal 21 ayat (2) huruf a dan b Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, di dalamnya telah
menyebutkan bahwa, setiap orang dilarang untuk: a) menangkap, melukai,
membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan
memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup; dan b) menyimpan,
memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi
dalam keadaan mati. Lebih lanjut bagi pelaku yang melakukan pelanggaran
terhadap ketentuan di atas akan dekenakan sanksi pidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus
juta rupiah) sesuai dengan ketentuan Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang No. 5
Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

26
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Fauna adalah adalah penjelasan klasifikasi yang menjadi bagian dari dunia
tumbuhan dengan penggambaran atas habitat ideal bagi banyak spesies hewan,
sehingga istilah ini menjadi golongan wilayah yang terdapat banyak burung, ikan dan
berbagai binatang hutan. Oleh karena itulah, fauna dapat dieksplorasi di berbagai
taman dan hutan, maupun kandang khusus yang menampung berbagai jenis hewan.

Terdapat beberapa pengelompokan hewan di antaranya yaitu berdasarkan pada


jenis makanan yaitu herbivora, karnivora, dan omnivera.

Kemudian pada cara berkembangbiaknya, hewan dapat dikelompokkan dalam


3 jenis yaitu ovipar, vivipar, dan ovipar. Kemudian berdasarkan ciri yaitu
mempertahankan diri dari pemangsa yaitu seperti mimikri, autotomi, mengulang,
berpura pura, dan akhirnya mengeluarkan cairan yang pekat.

Dalam fauna, kita juga harus mempelajari subdivisi fauna yaitu epifauna,
infauna, microfauna, makrofauna, megafauna, meiofauna, meiofauna, mesofauna, dan
lain-lain.

Selanjutnya yaitu mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi persebaran


fauna adalah jika ditinjau dari penyebabnya adalah tekanan populasi, persaingan, dan
perubahan habitat.

Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi persebaran flora dan fauna di


muka bumi yaitu faktor klimatik faktor kelembaban udara, dan curah hujan.
Kemudian faktor yang kedua/lain yaitu faktor edafik, faktor edafik, dan faktor biotik.

Pembagian jenis dan persebaran fauna di Indonesua yaitu fauna Indonesia


barat, fauna Indonesia bagian tengah, dan Indonesia bagian timur.

Upaya konservasi satwa langka di Indonesia dan dunia yang bisa dilakukan
yaitu memberikan edukasi dan evaluasi, mendukung upaya pelestarian lingkungan,

27
membuat penangkaran, membuat papan larangan, menghindari interaksi dengan
binatang langka, serta memberikan sanksi kepada penjual.

4.2 Saran

Setelah mengetahui permasalahan di atas yaitu adanya kelangkaan fauna di


dunia, maka dengan itu kelompok kami memberikan saran agar kita sama-sama
melestarikan fauna dengan tidak membunuh hewan langka dan menjaga ekosistem
dunia agar fauna di berbagai wilayah dapat hidup sesuai habitatnya.

Penyusun menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari


kesempurnaan. Maka dari itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan makalah
selanjutnya.

28
DAFTAR PUSTAKA

A. Miller, S., & John P, H. (2016). Zoology (10th Ed.). New York: McGraw-Hill Education.

Abdullah ramli (2012). Pembelajaran berbasis pemanfaatan sumber belajar. jurnal : halaman
216-231.

Bengtsson, J., Nilsson, S. G., Franc, A., & Menozzi, P. (2000). Biodiversity, disturbance,
ecosystem function and management of European forests. For. Ecol. Manag., 132, 39–
50.

Bintarto R dan Surastopo. 1978. Metode Analisis Geografi. Yogyakarta . LP3IS.


Odum, E.P. 1998. Dasar-Dasar Ekologi Edisi Ketiga. Gajah Mada University press:
Yogyakarta.

Herdiyantoro. 2008. Fauna Tanah dan Peranannya Dalam Ekosistem Tanah. Laboratorium
Biologi Dan Bioteknologi Tanah. Jurusan Tanah FakultasPertanian Universitas
Padjadjaran. Hal: 1-50.

Metananda, A.A., E.A.M. Zuhud, dan A. Hikmat. 2016. Populasi, Sebaran dan Asosoasi
Kepuh (Sterculia foetida L.) Di Kabupaten Sumbawa Nusa Tenggara Barat. Jurnal
Media Konservasi. Vol. 20 No. 3. Hal. 277- 287.

Mula, Yuliana, dkk. 2008. Explore Ilmu Pengetahuan Sosial Jilid 1 SMP Kelas VII. Hal : 33.

Peterson, G., Allen, C. R., & Holling, C. S. (1998). Ecological resilience, biodiversity, and
scale. Ecosystems, 1, 6–18.

RI, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan
Ekosistemnya.

Webster, Merriam. 2004. Merriam Webster’s Collegiate Dictionary. United States of


America: Merriam Webster Incorporated.

Yasinto Sindhu. 2016. Geografi XI Peminatan Ilmu-ilmu Sosial untuk SMA dan MA. Jakarta:
Erlangga.

29

Anda mungkin juga menyukai