Anda di halaman 1dari 21

Makalah

“KELANGKAAN DAN KEPUNAHAN SDA”


(disusun dan didiskusikan pada mata kuliah KSDA yang diampu oleh Dr. Marini
Susanti Hamidun, S.Si, M.Si)

Oleh :

Tika Rajak (431418056)


Kelas B
Pendidikan Biologi

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2021

KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, karena ia senantiasa
memberikan nikmatnya sehingga penyusunan makalah yang berjudul
“Kelangkaan Dan Kepunahan SDA” dapat diselesaikan dengan baik. Walaupun
mungkin dalam penulisan masih ada kesalahan dan kekeliruan namun penulis
yakin bahwa manusia itu tidak ada yang sempurna, mudah-mudahan melalui
kelemahan itulah yang akan membawa kesadaran kita akan kebesaran Tuhan yang
Maha Esa. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan
dan usaha yang telah membantu kami dalam membuat makalah ini niscaya tanpa
adanya bantuan dari berbagai pihak penyusunan makalah ini tidak akan terwujud.
Penyelesaian makalah ini hanya dapat terlaksana karena bantuan pikiran,
tenaga dan moril dari berbagai pihak. Oleh karena itu kami menyampaikan
terima kasih. Akhir kata, penulis menyadari bahwa karya makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan. Sehingga segala kritik dan saran yang bersifat membangun
diharapkan demi penyempurnaan makalah ini.

Gorontalo, 4 Maret 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................i


DAFTAR ISI ....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah ...............................................................................5
1.3 Tujuan .................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................6
2.2 Konsep Keanekaragaman Hayati .........................................................6
2.3 Konsep Pentingnya Keanekaragaman Hayati......................................7
2.3 Kerentanan Terhadap Kepunahan ........................................................8
2.4 Kerentanan Terhadap Kepunahan ........................................................8
2.5 Ancaman Terhadap Keanekaragaman Hayati .....................................11
2.6 Kategori Kelangkaan...........................................................................16

BAB III PENUTUP ..........................................................................................18


3.1 Kesimpulan .........................................................................................18
3.2 Saran...................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman
hayati tertinggi di dunia, termasuk tingkat endemisme yang tinggi. Tingkat
endemisme yang tinggi Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang
memiliki keanekaragaman hayati tertingi yang dilengkapi dengan keunikan
tersendiri, membuat Indonesia memiliki peran yang penting dalam perdagangan
satwa di dunia, sehingga Indonesia menjadi salah satu pemasok terbesar
perdagangan satwa dunia. Hal ini tentu saja merupakan peluang yang besar bagi
Indonesia untuk dapat memanfaatkan kekayaan satwanya untuk meningkatkan
pendapatan ekonomi, termasuk bagi masyarakat yang tinggal di sekitar habitat
satwa. Namun, pemanfaatan ini memang harus betul-betul memperhatikan
kondisi populasi berbagai jenis satwa yang dimanfaatkan agar dapat diperoleh
pemanfaatan secara berkelanjutan. Satwa-satwa tersebut tersebar di seluruh pulau-
pulau yang ada di Indonesia.
Indonesia menyimpan banyak keanekaragaman jenis satwa liar, namun juga
merupakan salah satu negara yang mempunyai laju kepunahan jenis satwa yang
cukup tinggi. Daftar panjang tentang satwa liar yang terancam punah tersebut
dapat dilihat dari sulitnya untuk melihat beberapa jenis satwa liar di habitat
aslinya.
Banyak hal yang menyebabkan tingginya ancaman kepunahan dari jenis satwa
liar tersebut. Hutan dikonversi menjadi pemukiman, lahan pertanian, perkebunan
serta terjadi eksploitasi sumber daya alam di hutan secara berlebihan. Lahan
habitat alami satwa liar yang kemudian menjadi korban. Kondisi ini diperparah
dengan tingginya perburuan dan perdagangan liar yang terjadi di berbagai daerah
di Indonesia. Semua ini disebabkan rendahnya tingkat pengawasan dan
penegakan hukum terhadap berbagai eksploitasi ilegal satwa liar dan tingkat
perburuan liar sangat tinggi. Tingginya tingkat perburuan dan perdagangan liar ini

4
karena tingginya permintaan pasar terhadap jenis-jenis satwa liar, ditambah
penawaran harga yang tinggi untuk jenis-jenis satwa yang sangat langka.
Satwa liar telah sulit ditemui di habitat aslinya karena populasinya hampir
punah, hal ini membuat Pemerintah menerbitkan peraturan perundang-undangan
untuk perlindungan satwa langka dari kepunahannya. Hal itu ditandai dengan
diterbitkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, yang mana Undang-Undang ini
menentukan pula kategori atau kawasan suaka alam dengan ciri khas tertentu,
baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan
pengamanan keanekaragaman satwa langka, serta ekosistemnya.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat diangkat dari latar belakang masalah
diatas adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Konsep Keanekaragaman Hayati ?
2. Bagaimana Konsep Pentingnya Keanekaragaman Hayati ?
3. Apa Penyebab Kelangkaan Dan Kepunahan?
4. Bagaimana Kerentanan Terhadap Kepunahan?
5. Bagaimana Ancaman Terhadap Keanekaragaman Hayati?
6. Bagaimana Kategori Kelangkaan?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:


1. Mengetahui Konsep Keanekaragaman
2. Mengetahui Konsep Pentingnya Keanekaragaman Hayati
3. Mengetahui Kelangkaan Dan Kepunahan
4. Mengetahui Kerentanan Terhadap Kepunahan
5. Mengetahui Ancaman Terhadap Keanekaragaman Hayati
6. Mengetahui Kategori Kelangkaan

5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Keanekaragaman
Istilah keanekaragaman hayati (ragam hayati, keanekaan hayati, biodiversitas,
biodiversity) belakangan ini semakin sering terdengar. Keanekaragaman hayati
merupakan istilah yang digunakan untuk derajat keanekaragaman sumberdaya
alam hayati, meliputi jumlah maupun frekuensi dari ekosistem, spesies, maupun
gen di suatu daerah. Definisi ini masih susah dimengerti oleh otrang awam.
Pengertian yang lebih mudah dari keanekaragaman hayati adalah kelimpahan
berbagai jenis sumberdaya alam hayati (tumbuhan dan hewan) yang terdapat di
muka bumi. Keanekaragaman hayati dapat ditinjau dari tiga tingkatan. Pertama
adalah tingkat gen dan kromosom yang merupakan pembawa sifat keturunan. Bila
kita perhatikan persamaan suatu individu organisme dengan lainya, dapat kita
lihat bahwa tidak ada satu individu yang peampilannya persis sama dengan
individu yang lain. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan gen yang terkandung
di dalamnya.
Pada konsep keanekaragaman gen ini satu hal yang sangat penting untuk
diketahui karea terkait dengan kehidupan sehari-hari adalah plasma nutfah.
Plasma nutfah adalah substansi genetikyang ada pada setiap individu mahluk
hidup. Sebagai ilustrasi dapat kita contohkan suatu jenis tumbuhan yang memiliki
plasma nutfah yang tinggi yakni pisang. Kita ketahui banyak terdapat “jenis”
pisang, isalnya pisang kepok, uli, raja, rajasere, ambon, tanduk, kapas, lampung,
dan pisang batu. Contoh lain adalah plasma nutfah untuk mangga, misalnya
mangga arumanis, golek, kweni, kebembem, bacang, kopyor, telur, santok, janis,
dan bapang.
Kedua, adalah keanekaragaman pada tingkat jenis, atau dalam istilah biologi
dikenal dengan istilah spesies. Di dalam rumah, misalnya kita dapat mendaftar
berbagai spesies yang ada, misalnya rumput manila, puring, kelapa, pisang, bunga
pukul empat, bunga mawar, bambu, belalang sembah, katak sawah, semut merah,

6
cacing, kadal, capung, kupu-kupu, burung sesap madu, burung kacamata.
Semuanya ini merupakan spesies tumbuhan dan hewan.
Ketiga, adalah keanekaragaman ekosistem. Keanekaragaman ekosistem ini
berkaitan dengan kekayaan tipe habitat (tempat tumbuh). Andaikan kita berada di
daerah gurun, maka tipe habitat yang mungkin ada hanyalah padang pasir dan
oase. Jika kita berpindah ke daerah pedesaan di Jawa Barat, maka kita akan dapat
dengan mudah menemukan berbagai tipe habitat, misalnya sawah, ladang, sungai,
kolam ikan, hutan bambu, kebu kopi dan seterusnya. Dengan demikian, maka
dapat disebutkan bahwa daerah pedesaan Jawa Barat memiliki keanekaragaman
ekosistem yang lebih tinggi daripada daerah gurun.
2.2 Konsep Pentingnya Keanekaragaman Hayati
Konsep keanekaragaman hayati ini sangat strategis dan penting karena telah
banyak issue-issue yang timbul dan dapat dinaungi oleh satu istilah yaitu
keanekaragaman hayati. Beberapa issue yang terkait dengan konsep
keanekaragaman hayati kepunahan spesies, pembukaan lahan, kebakaran hutan,
pemilihan jenis untuk penghijauan, rekayasa genetika, pelestarian spesies dan
alam secara keseluruhan, pemenuhan kebutuhan pangan, ekspedisi pencarian
bahan obat-obatan, pencemaran lingkungan, pemanasan global, kearifan
tradisonal, wisata alam, dan masih banyak yang lainnya.
Keanekaragaman hayati sendiri perlu kita jaga dan lestarikan karena
manfaatnya sungguh luar biasa bagi manusia karena merupakan sarana penyedia
pangan, sandang, papan, obat-obatan dan rekreasi. Bisa diamati bahwa kehidupan
kita sekarang ini tergantung kepada keanekaragaman hayati, misalnya padi,
sayursayuran, kapas, kayu, obat-obatan (sirih, kumis kucing, kejibeling, daun
dewa, brotowali), hewan ternak dan unggas. Keanekaragaman hayati ekosistem
juga memberikan peluang untuk melakukan rekreasi alam.
Keanekaragaman hayati perlu pula dipertahankan karena merupakan
komponen tatanan yang penting dalam ekosistem dan siklus biokimiawi.
Contohnya, tanaman menghasilkan oksigen yang penting untuk kehidupan

7
manusia. Akarakarnya mampu menahan erosi tanah, sementara serasah
dedaunnya dapat menyuburkan tanah.
2.3 Kelangkaan Dan Kepunahan

Tumbuhan adalah bagian dari sumber daya alam yang tidak ternilai
harganya sehingga kelestariannya perlu dijaga melalui upaya pengawetan
jenis ( Pengawetan adalah upaya untuk menjaga agar keanekaragaman jenis
tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya baik di dalam maupun di luar
habitatnya tidak punah).

Tumbuhan ditetapkan sebagai Tumbuhan Langka dan wajib


dilindungi apabila telah memenuhi kriteria :
a. mempunyai populasi yang kecil
b. adanya penurunan yang tajam pada jumlah individu dialam;
c. Penyebarannya yang terbatas (endemik).

Dengan begitu, Tumbuhan Langka juga dapat diartikan sebagai bagian dari
sumber daya alam yang tidak ternilai harganya yang mempunyai populasi yang
kecil maupun penurunan jumlah individu dan penyeberannya yang terbatas
sehingga penting untukdijaga kelestarianya.

2.4 Kerentanan Terhadap Kepunahan


Kerentanan kepunahan spesies dapat diakibatkan oleh sebab-sebab berikut :
1. Spesies dengan sebaran geografis yang sempit Artinya spesies tersebut hanya
dapat hidup dan berkembangbiak di daerah khusus diakibatkan sumber
makanannya tidak terdapat di daerah lain dan keadaan geografisnya berbeda
dengan daerah lain Contohnya adalah koala yang memakan daun dari pohon
eucalyptus yang hanya terdapat di daratan australia.

8
2. Spesies yang hanya terdiri atas satu atau beberapa spesies Spesies yang
memiliki anggota yang sedikit, dapat diakibatkan oleh berkurangnya sumber
makanan atau bertambahnya pemangsa.
3. Spesies yang anggota populasinya sedikit Populasi spesies sedikit karena
berkurangnya sumber makanan, penyakit, keberadaan pemangsa dan lamanya
waktu berkembangbiak.
4. Spesies yang ukuran populasinya menurun Hal yang menyebabkan populasi
spesies menurun diantaranya adalah karena perburuan, penyakit dan lamanya
kemampuan spesies tersebut untuk berkembangbiak. Contohnya adalah gajah.
Gajah diburu untuk diambil gadingnya. Jika kegiatan ini terus dilakukan, lama
kelamaan populasi gajah akan menurun, selain disebabkan kemampuan
berkembangbiak gajah yang lama (hitungan bulan).
5. Spesies dengan kepadatan populasi rendah Apabila jumlah individu dalam
satu populasi perluas wilayah berjumlah sedikit.
6. Spesies yang memerlukan daerah jelajah yang luas Kelompok burung yang
bermigrasi karena berkurangnya sumber makanan di habitat lama.
7. Spesies hewan dengan ukuran tubuh besar Gajah, badak dan Kuda nil makin
mudah diburu oleh hewan lain semisal harimau ataupun oleh manusia karena
tidak lincah dalam berlari. Dan akan semakin mudah diburu oleh manusia
dengan cara ditembak.spesies dengan tubuh yang besar secara otomatis juga
memerlukan habitat yang luas. Akan menjadi masalah bila habitat yang
dihuninya berkurang karena ulah manusia. Contohnya adalah beruang grizzly
(Ursus arctos) di Yellowstone National Park. Beruang grizzly memerlukan
habitat yang terpencil dan sangat luas.
8. Spesies dengan kemampuan menyebar yang lemah Spesies tertentu dengan
tempat hidup yang khusus. Selain bila berada di tempat lain kelangsungan
spesiesnya terancam akibat banyaknya predator. Contohnya adalah pada kasus
Bull trout (Salvelinus confluentus) ikan air tawar asli barat laut Amerika Utara

9
yang hanya menempati daerah anak sungai dan danau di sekitar pegunungan
tinggi.
9. Spesies yang bermigrasi musiman migrasi adalah perpindahan habitat karena
dihabitat sebelumnya sudah tidak tersedia lagi sumber makanan atau adanya
pemangsa. Migrasi dilakukan berkelompok. Kelompok Burung-burung
bermigrasi ke daerah yang jauh. Dalam perjalanan migrasinya itu adanya yang
kelelahan atau bahkan mati.
10. Spesies dengan variasi genetik yang rendah Spesies dengan genetik
homozigot. Sejumlah spesies tumbuhan, seperti Lousewort pedicularis dan
beberapa rumput - rumputan memiliki keragaman sifat genetik yang rendah.
11. Spesies yang memerlukan habitat khusus Lumut memiliki habitat khusus di
daerah lembab.
12. Spesies yang hanya dijumpai pada lingkungan utuh dan stabil Gurun. Gurun
memiliki karakteristik lingkungan yang terlalu panas pada siang hari dan
terlalu dingin pada malam hari, berpasir dan tandus. Hanya spesies tertentu
seperti kurma, unta, kadal dan cheetah yang dapat hidup di daerah gurun
seperti ini.
13. Spesies yang membentuk kelompok Spesies yang membentuk kelompok akan
semakin memudahkan pemangsa untuk memburunya. Apabila ada
sekelompok rusa, kemudian harimau melihat mereka, maka dengan ligat
harimau tersebut berlari ke kerumunan itu dan dengan mudah memilih
magsanya.
14. Spesies yang telah terisolasi dan belum pernah kontak dengan manusia Ikan
piranha yang hidup di daerah pedalaman sungai afrika. Hidup terisolasi dari
manusia. Memenuhi sumber makanannya hanya di daerah itu. Bila sumber
makanan habis, piranha akan punah.
15. Spesies yang diburu atau dipanen oleh manusia Dari hewan, contohnya adalah
gajah. Gajah diburu oleh manusia untuk diambil gadingnya, khususnya adalah
gajah yang berumur tua yang gadingnya makin keras dan dapat dijual dengan

10
harga tinggi. Gading gajah diburu untuk dibuat barang kerajinan seni. Contoh
lain yang tak beda nasibnya adalah terumbu karang, yang telah lama
dieksploitasi oleh manusia untuk kepentingan barang berdaya jual seni pula.
16. Spesies yang berkerabat dekat dengan spesies yang telah punah atau terancam
punah Harimau dan singa sama-sama merupakan karnivora. Keduanya
memakan daging atau hewan lain. Kita ambil contoh, harimau punah karena
sumber makanannya berkurang. Hal ini dapat menyebabkan singa terancam
punah karena singa juga memakan daging, sama dengan harimau. Contoh lain
adalah dua spesies ikan yang berkerabat dekat dn dulu terisolasi yang daerah
tinggalnya sekarang saling tumpang tindih. Bull trout (Salvelinus confluentus)
dan kerabat dekatnya brook trout (Salvelinus fontinalis). Dulu, brook trout
hanya ditemukan di anak sungai dan danau pada bagian timur laut di Amerika
Utara. Brook trout sekarang sangat luas memasuki diseluruh wilayah
pegunungan barat. Brook trout dapat mengalahkan bull trout daam kompetisi
dan menyebabkan ancaman serius bagi bull trout di banyak daerah. Banyak
populasi brook trout telah secara serius berkurang dalam wilayah tingkat asli
spesies ini.
2.5 Ancaman Terhadap Keanekaragaman Hayati
Terdapat paling tidak enam penyebab utama kemerosotan dan kepunahan
tumbuhan Indonesia, yaitu kehilangan atau konversi habitat (habitat loss),
pemanfaatan secara berlebihan, invasi spesies asing, pencemaran lingkungan, dan
faktor internal (biologi) spesies.
a. Kehilangan Habitat
Konversi habitat yang ditandai dengan kerusakan hutan alam menjadi
faktor terbesar yang menyebabkan keterancaman dan kepunahan berbagai
spesies tumbuhan di Indonesia (Widyatmoko, 2011a; KPPN/BAPPENAS,
2016; Widyatmoko, 2018). Kehilangan tutupan hutan alam di Indonesia pada
periode 2009-2013 adalah sekitar 4,50 juta hektare, sementara laju kehilangan
hutan alamnya adalah sekitar 1,13 juta ha per tahun (Purba & Kosar, 2014).

11
Provinsi-provinsi dengan kehilangan tutupan hutan alam terbesar dalam
periode tersebut adalah Riau 690 ribu ha, Kalimantan Tengah 619 ribu ha,
Papua 490 ribu ha, Kalimantan Timur 448 ribu ha, dan Kalimantan Barat 426
ribu ha. Pada periode tahun 2000 hingga 2009, Pulau Kalimantan merupakan
daerah penyumbang deforestasi terbesar di Indonesia, yaitu mencapai 36,16%
atau setara dengan 5,5 juta ha, dengan laju kerusakan 550,59 ribu ha per
tahun. Pada periode yang sama, Pulau Kalimantan dan Sumatra menyumbang
jumlah spesies terancam kepunahan terbanyak dengan masing-masing 150
dan 135 spesies. KLHK (2017) menyatakan bahwa laju deforestasi pada tahun
2016 di Indonesia adalah 630.000 hektare.
Berdasarkan data IUCN (2018), terdapat 120 spesies tumbuhan
terancam kepunahan di Indonesia yang disebabkan oleh kerusakan habitat,
25% di antaranya berasal dari Suku Dipterocarpaceae, 18.33% dari Suku
Orchidaceae, dan 7.5% dari Suku Fabaceae. Kerusakan habitat alami terutama
disebabkan oleh konversi hutan menjadi area pemukiman, lahan pertanian,
area pertambangan dan industri, jalan, serta jembatan (Widyatmoko, 2011a;
Widyatmoko, 2015a; Widyatmoko, 2018). Kerusakan lain disebabkan oleh
perambahan kawasan hutan, bencana alam, dan invasi spesies asing invasif
(Burgman et al, 2007; Widyatmoko & Astutik, 2013; Abywijaya, Hikmat, &
Widyatmoko, 2014; Afrianto, Hikmat, & Widyatmoko, 2016).
b. Pemanfaatan Berlebihan
Pemanfaatan berlebihan merupakan salah satu faktor dominan yang
mengancam tumbuhan langka Indonesia, terutama untuk kelompok pohon,
palem, serta tumbuhan hias anggrek dan kantong semar. Dari 437 spesies
tumbuhan Indonesia terancam kepunahan yang tercatat di IUCN Red List
(http://www.iucnredlist.org), sebanyak 160 spesies (36.5%) mendapatkan
status terancam karena faktor pemanfaatan yang tidak berkelanjutan. Dari
jumlah ini, suku Dipterocarpaceae sebagai taksa penghasil kayu bernilai

12
ekonomi tinggi memiliki jumlah spesies tereksploitasi paling tinggi (50),
diikuti oleh Anggrek (21), dan Kantong Semar (10) (Widyatmoko, 2018).
Pemanfaatan flora secara berkelanjutan dipercaya sebagai solusi bijak
dan memiliki justifikasi kuat dalam pengelolaan sumberdaya hayati. Untuk
itu, Indonesia sangat memerlukan kajian dan data biota yang terpercaya dalam
upaya menerapkan maximum sustainable yield (MSY) yang membutuhkan
data populasi dan daya regenerasi dari tiap-tiap spesies yang akan dipanen.
Pemanfaatan keanekaragaman hayati harus berdasarkan prinsip hasil
maksimum yang bisa dipanen tanpa menyebabkan kemerosotan populasi atau
melebihi daya regenerasi sumberdaya hayati tersebut. Prinsip MSY telah
diterapkan di sejumlah Negara dalam penangkapan ikan, sehingga nelayan
dapat mengetahui berapa sisa ikan yang masih dapat ditangkap, yaitu
berdasarkan ukuran/umur ikan serta waktu kapan ikan tersebut dapat
ditangkap.
c. Spesies Asing Invasif
Spesies asing invasif (invasive alien species/IAS) merupakan salah
satu penyebab utama kemerosotan populasi tumbuhan lokal dan langka,
bahkan di sejumlah negara telah menjadi ancaman terbesar kedua setelah
konversi dan perusakan habitat (Genovesi et al, 2015; KPPN/Bappenas,
2016). IAS juga menyebabkan dampak sangat serius terhadap layanan
ekosistem dan kemerosotan jumlah keanekaragaman hayati. Kemerosotan dan
keterancaman tumbuhan lokal terutama disebabkan oleh mekanisme atau
faktor kompetisi, yang mana IAS mampu tumbuh, bereproduksi dan
menyebar secara cepat, memiliki toleransi tinggi terhadap berbagai kondisi
lingkungan, serta sering berasosiasi dengan aktivitas manusia. Kemampuan
IAS dalam mengubah ekosistem melalui mekanisme hidrologi, siklus hara dan
proses-proses lainnya menyebabkan punahnya spesies-spesies local
(Widyatmoko, 2018).

13
Beberapa contoh dampak serius IAS di Indonesia adalah hilangnya
ekosistem Sabana (mencapai 7.500 Ha) di Taman Nasional (TN) Baluran
akibat pertumbuhan masif Acacia nilotica, invasi Mantangan (Merremia
peltata) di TN Bukit Barisan Selatan akibat terbukanya kanopi-kanopi tebal
hutan karena penebangan-penebangan pohon asli sehingga spesies invasif ini
bisa tumbuh cepat dan akhirnya mengubah struktur hutan, spesies pohon asing
invasif Maesopsis emenii (Kayu Afrika) telah menjadi populasi pohon dengan
Indeks Nilai Penting tertinggi ketiga di kawasan Bodogol TN Gunung Gede
Pangrango.
d. Pencemaran Lingkungan
Pencemaran terhadap tumbuhan dapat menyebabkan gangguan secara
primer dan sekunder. Gangguan secara primer terjadi karena adanya kontak
langsung antara sumber pencemar dengan bagian (permukaan) tumbuhan,
sehingga partikel pencemar menutupi bagian epidermal tumbuhan dan
selanjutnya mengganggu proses fotosintesis dan evapotranspirasi. Gangguan
secara sekunder terjadi karena akumulasi polutan pada tanah atau permukaan
air sehingga mengganggu aktivitas akar, yaitu menghalangi proses absorbsi
dan alterasi nutrisi dari dalam tanah atau area di sekitar perakaran. Jika zat
pencemar terserap akar maka akan meracuni jaringan dan akhirnya merusak
metabolisme tumbuhan (Widyatmoko, 2018).
Pencemaran udara terutama menyebabkan gangguan pada fungsi
stomata dan terhambatnya proses fotosintesis (respons fisiologis), memicu
klorosis (kerusakan klorofil), nekrosis (kerusakan jaringan pada daun) dan
flecking (bintik-bintik daun), serta menurunkan produksi karbohidrat.
Penurunan kondisi tumbuhan akibat polusi menyebabkan penurunan daya
sintas dan menjadi rawan terhadap serangan penyakit dan hama. Dampak
polusi terhadap tumbuhan langka akan mempercepat proses kepunahannya.
e. Perubahan Iklim Salah satu fenomena lingkungan global yang dapat
mengancam tumbuhan langka Indonesia adalah perubahan iklim

14
(Widyatmoko et al, 2012; Widyatmoko, 2018). IUCN Red List
(http://www.iucnredlist.org) mencatat paling tidak sebanyak 10 spesies
tumbuhan Indonesia terancam oleh dampak perubahan iklim, terutama akibat
kenaikan permukaan air laut bagi spesies-spesies penghuni pesisir pantai dan
estuary, yaitu Sonneratia griffithii, Heritiera globosa, Camptostemon
philippinense, Bruguiera hainesii, dan Avicennia rumphiana, sedangkan
spesies-spesies yang rentan terhadap fluktuasi (kenaikan) suhu adalah
Paphiopedilum lowii, P. javanicum, P. hookerae, dan P. bullenianum, serta
spesies-spesies yang tumbuh di pegunungan tinggi terutama Machaerina
lamii.
f. Faktor Biologi dan Spesiasi
Kepunahan tumbuhan tidak hanya disebabkan oleh faktor lingkungan
atau antropogenik, tetapi juga bisa dari faktor biologis spesies itu sendiri,
misalnya siklus reproduksi yang sangat panjang (lambat), fertilitas rendah
atau ketiadaan pasangan bagi spesies berumah dua, persentase perkecambahan
yang rendah, laju pertumbuhan yang sangat lambat, preferensi habitat yang
sangat spesifik, dan distribusi geografi yang sempit (Widyatmoko, 2018).
Davies et al (2011) menunjukkan hasil penelitian di Tanjung Afrika Selatan
(Cape of South Africa) bahwa kepunahan dan keterancaman pada tumbuhan
tidak hanya disebabkan oleh faktor-faktor yang selama ini telah umum kita
ketahui, seperti proses perkawinan yang lambat atau fertilitas yang rendah,
distribusi ekologi spesies yang sempit, ukuran tubuh yang besar, serta dampak
kegiatan manusia. Kepunahan di area dengan keanekaragaman yang sangat
tinggi ini justru terjadi pada kelompok-kelompok tumbuhan yang masih muda
(fertil) dan yang berevolusi secara cepat terutama Proteaceae, Rutaceae, dan
Alliaceae. Hasil riset ini menunjukkan adanya korelasi sangat kuat antara
proses spesiasi (yang cepat) dengan kepunahan.
Karakteristik spesies dan tingkat ancaman menyebabkan status
konservasi untuk masingmasing spesies tidak sama. Pemahaman kita tentang

15
risiko kepunahan pada kelompok tumbuhan ternyata jauh lebih rendah
dibandingkan pada vertebrata dan mamalia (Davies et al, 2011). Untuk itu,
studi-studi mendalam tentang karakteristik spesies kelompok tumbuhan
sangat diperlukan untuk menyusun strategi konservasinya.

2.6 Kategori Kelangkaan

Menurut IUCN (International Union for Conservation of Nature)


Tumbuhan Langka dapat dikategorikan dalam IUCN Red List of Threatened
Species atau disingkat IUCN Red List sebagai daftar status kelangkaan suatu
spesies dengankategori status konservasi IUCN Redlist versi 3.1 meliputi :
1. Punah (extinct/EX)
Jika tidak terdapat suatu keraguanlagi bahwa individu terakhir telah mati.
Contohnya adalah Harimau Jawa dan Harimau Bali.
2. Punah di alam (extinct in the wild/EW)
Tidak ditemukan di habitat aslinya dan hanya diketahui hidup/ dipelihara di
kebun binatan, penangkaran, atau terdapat sebagai populasi alami yang hidup
diluar habitat aslinya.
3. Kris (Critically endangered/CR)
Jika menghadapi resiko kepunahan yang sangat tinggi dialam dalam waktu
dekat. Contoh spesies yang berstatus krisis adalah Badak Jawa dan Elang
Jawa.
4. Genting (Endangered/EN)
Jika tidak tergolong kritis, namun mengalami kepunahan yang sangat tinggi di
alam. Contohnya Banteng, Anoa dan Tarsus.
5. Rentan (Vurnalable/VU)
Jika tidak tergolong kritis/genting namun mengalami resiko kepunahan tinggi
dialam, contohnya Merak Hijau dan Kasuari.
6. Hampir terancam (Near Threatened/NT)

16
Hamper termasuk kategori rentang, tetapi mendekati kategori tersebut.
Contohnya adalah Alap-Alap Doria.
7. Kurang data (Data Decifient/DD)
Jika informasi yang tersedia tidak cukup untuk melakukan perkiraan, baik
secara langsung maupun tidak langsung, vengenai distribusi dan/ status
kelimpahan populasinya. Contoh Punggok Papua.
8. Tidak dievaluasi (Not Evaluated/NE)
Jika tidak atau belum dinilai berdasarkan cerita diatas. Contohnya adalah
spesie Punggok Tangian.

17
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
9. Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa istilah
keanekaragaman hayati (ragam hayati, keanekaan hayati, biodiversitas,
biodiversity). Konsep keanekaragaman hayati ini sangat strategis dan penting
karena telah banyak issue-issue yang timbul dan dapat dinaungi oleh satu
istilah yaitu keanekaragaman hayati. Tumbuhan adalah bagian dari sumber
daya alam yang tidak ternilai harganya sehingga kelestariannya perlu dijaga
melalui upaya pengawetan jenis ( Pengawetan adalah upaya untuk menjaga
agar keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya baik di
dalam maupun di luar habitatnya tidak punah). Terdapat paling tidak enam
penyebab utama kemerosotan dan kepunahan tumbuhan Indonesia, yaitu
kehilangan atau konversi habitat (habitat loss), pemanfaatan secara
berlebihan, invasi spesies asing, pencemaran lingkungan, dan faktor internal
(biologi) spesies. Adapun kategori kelangkaan yaitu Punah (extinct/EX),
Punah di alam (extinct in the wild/EW), Kris (Critically endangered/CR),
Genting (Endangered/EN), Rentan (Vurnalable/VU), Hampir terancam (Near
Threatened/NT), Kurang data (Data Decifient/DD), dan Tidak dievaluasi
(Not Evaluated/NE)

3.2 Saran
Adapun saran saya yaitu sangat mengharapkan khususnya bagi pembaca
agar menjadi tambahan ilmu atau informasi serta kami sangat mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca agar dalam pembuatan makalah lebih baik dari
sebelumnya.

18
DAFTAR PUSTAKA
Adger, W. Neil .2006. Kerentanan (PDF) . Perubahan Lingkungan Global . 16 : 268–
281. doi : 10.1016 / j.gloenvcha.2006.02.006 .
Widyatmoko, D. 2010b. Plant of the Raja Ampat Islands: with special reference to
the threatened species. Jurnal Biologi Indonesia Vol. VI, No. 2.
Widyatmoko, D. 2010c. Population status and ecological preferences of the palm
Sommieria leucophylla Beccari in Salawati island. HAYATI Journal of
Biosciences 17 (3): 137-144 ISSN: 1978-3019 (printed), EISSN: 2086-4094
(electronic). Accredited as A Class Journal No. 110/DIKTI/Kep/2009.

19
LAMPIRAN

20
21

Anda mungkin juga menyukai