Anda di halaman 1dari 34

Makalah Kajian Lingkungan hidup

“KAWASAN LINDUNG”

DISUSUN OLEH:
NAMA : Gideon River Mokuna
NIM : D10121267
KELAS : I/ BT 8

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TADULAKO
2022
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-
Nyalah sehingga makalah “Konservasi” dapat terselesaikan. Makalah ini merupakan
tugas yang diberikan olehi Dosen mata kuliah Kajian Lingkungan hidup.

Makalah ini tentunya sangat jauh dari kata sempurna, untuk itu saya sebagai
penulis mengatakan mohon maaf apabila ada pernyataan dari penulis yang kurang
berkenan. Karena kesempurnaan adalah milik Tuhan semata. Oleh karena itu sangat
diharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.
Semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi yang membaca dan menjadi referensi
yang baik.

Penulis
Gideon River Mokuna

Poso, 28 mei 2022


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………………………………………..1
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………………………………………2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 latar belakang…………………………………………………………………………………………...3
1.2 maksud dan tujuan……………………………………………………………………………………6
1.3 ruang lingkup…………………………………………………………………………………………….6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 kawasan lindung………………………………………………………………………………………..7
2.11 kawasan budidaya…………………………………………………………………………………..8
2.1.2 kategori uicn………………………………………………………………………………………….10
2.1.3 sistem kawasan yang dilindungi di Indonesia………………………………………..12
2.2 kawasan konservasi………………………………………………………………………………….12
2.2.1 karakteristik kawasan konservasi…………………………………………………………..13
2.2.2 kebijakan………………………………………………………………………………………………14
BAB III KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI
3.1 konsep dasar…………………………………………………………………………………………….15
3.2 keanekaragaman hayati……………………………………………………………………………17
3.3 operasional konservasi sumber daya alam hayati……………………………….......20
3.4 prinsip dasar sumber daya alam hayati…………………………………………………….21
3.5 kategori uicn untuk spesies yang terancam punah……………………………………27
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………………………….30
4.2 saran………………………………………………………………………………………………………..30
4.3 Daftar Pustaka………………………………………………………………………………………….33
BAB I

PENDAHULUAN

2.5.1 LATAR BELAKANG

Kawasan yang dilindungi adalah kawasan atau wilayah yang dilindungi


karena nilai-nilai lingkungan alaminya, lingkungan sosial budayanya, atau karena
hal-hal lain yang serupa dengan itu. Pelbagai macam kawasan yang dilindungi
terdapat di berbagai negara, sangat bervariasi baik dalam aras atau tingkat
perlindungan yang disediakannya maupun dalam undang-undang atau aturan
(internasional, nasional, atau daerah) yang dirujuknya dan yang menjadi landasan
operasionalnya. Beberapa contohnya adalah taman nasional, cagar alam, cagar alam
laut, cagar budaya, dan lain-lain.

Ada lebih dari 108.000 kawasan yang dilindungi di seluruh dunia, dan jumlah
ini terus bertambah, mencakup wilayah seluas 19.300.000 km² (7,500,000 mil²), atau
lebih dari 13% luas daratan dunia; melebihi luas Benua Afrika. Pada pihak lain,
sampai dengan 2008 baru sebanyak 0,8% luas lautan yang termuat dalam sekitar
5.000 kawasan perlindungan laut.

Keinginan dan tindakan manusia dalam melindungi lingkungannya yang berharga


barangkali telah dilakukan semenjak ribuan tahun yang silam. Akan tetapi salah satu
yang tercatat jelas dalam sejarah ialah apa yang dilakukan oleh Ashoka, salah
seorang raja yang paling terkenal dari Dinasti Maurya, India. Pada tahun 252 SM. Ia
mengumumkan perlindungan satwa, ikan, dan hutan.

Di zaman modern, penetapan Taman Nasional Yellowstone di Amerika Serikat pada


tahun 1872 merupakan salah satu tonggak penting konservasi alam masa kini. Di
Indonesia sendiri, pada tahun 1889 telah ditetapkan Cagar Alam Cibodas oleh
Pemerintah Hindia Belanda ketika itu[5], dengan tujuan untuk melindungi salah satu
hutan pegunungan yang paling cantik di Jawa.

Komitmen internasional untuk membangun suatu jaringan kawasan yang dilindungi


di dunia berawal dari tahun 1972, yakni ketika Deklarasi Stockholm memandatkan
perlindungan dan pelestarian wakil-wakil semua tipe ekosistem utama yang ada,
sebagai bagian fundamental dari program konservasi di masing-masing negara. Sejak
saat itulah, upaya perlindungan dari perwakilan ekosistem perlahan-lahan tumbuh
menjadi prinsip dasar konservasi alam dan biologi konservasi; dikukuhkan oleh
resolusi-resolusi PBB untuk lingkungan seperti Piagam Dunia untuk Kelestarian
Alam (1982), Deklarasi Rio (1992), serta Deklarasi Johannesburg (2002).

Suatu set dari berbagai tipe kawasan yang dilindungi, luasan serta
persebarannya di suatu negara biasa disebut sebagai sistem kawasan yang dilindungi.
Sayangnya, sistem kawasan ini umumnya masih terpaku pada kawasan konservasi
daratan, dengan sedikit sentuhan pada kawasan konservasi laut dan lahan basah

Untuk pengelolaan hutan konservasi, seperti taman nasional, cagar alam, taman
buru, hutan wisata dan hutan lindung, dilakukan pengelolaan oleh pemerintah
melalui unit pelaksana teknis sebagai perwakilan pemerintah di lapangan. Sebagian
lokasi kawasan konservasi juga dikelola bersama dengan lembaga konservasi
internasional. Hingga saat ini pengelolaan hutan konservasi masih sangat jauh dari
sisi pengelolaan hutan oleh rakyat, karena pengertian konservasi sebagai kawasan
yang "steril" dari masyarakat masih menjadi pegangan pemerintah dalam
pengelolaan hutan. Hal tersebut mengakibatkan seringnya terjadi konflik antara
rakyat dengan pengelola kawasan, misalnya di Taman Nasional Komodo, Taman
Nasional Meru Betiri, Taman Nasional Kutai, Taman Nasional Lore Lindu, Taman
Nasional Rawa Aopa Watumoai, Taman Nasional Gunung Halimun, dan beberapa
kawasan konservasi lainnya di Indonesia.
Indonesia yang memiliki Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Perlindungan
Alam seluas 23.214.626,57 hektar, dimana sebagian besarnya merupakan Taman
Nasional. Konsep pengelolaan Taman Nasional sangat sentralistik dan kerap
mengabaikan keberadaan masyarakat adat/lokal yang justru telah hidup di kawasan-
kawasan tersebut secara turun-temurun, dari generasi ke generasi. Hal inilah yang
menjadi titik terjadinya konflik kepentingan antara kepentingan konservasi dan
kepentingan rakyat.
Untuk pengelolaan hutan konservasi, seperti taman nasional, cagar alam, taman
buru, hutan wisata dan hutan lindung, dilakukan pengelolaan oleh pemerintah
melalui unit pelaksana teknis sebagai perwakilan pemerintah di lapangan. Sebagian
lokasi kawasan konservasi juga dikelola bersama dengan lembaga konservasi
internasional. Hingga saat ini pengelolaan hutan konservasi masih sangat jauh dari
sisi pengelolaan hutan oleh rakyat, karena pengertian konservasi sebagai kawasan
yang "steril" dari masyarakat masih menjadi pegangan pemerintah dalam
pengelolaan hutan. Hal tersebut mengakibatkan seringnya terjadi konflik antara
rakyat dengan pengelola kawasan, misalnya di Taman Nasional Komodo, Taman
Nasional Meru Betiri, Taman Nasional Kutai, Taman Nasional Lore Lindu, Taman
Nasional Rawa Aopa Watumoai, Taman Nasional Gunung Halimun, dan beberapa
kawasan konservasi lainnya di Indonesia.
Sementara di tingkat daerah, pengelolaan kawasan konservasi menjadi bagian
yang dianggap tidak penting dan tidak diperhatikan, karena saat ini dipandang bahwa
kawasan konservasi merupakan wewenang pemerintah pusat. Namun untuk kawasan
hutan lindung dan hutan wisata, yang merupakan wewenang pemerintah daerah,
mulai terlihat adanya perhatian pemerintah daerah dalam melakukan pengelolaan.
Pola pengelolaan yang digunakan juga tidak berbeda dengan pola pengelolaan
kawasan konservasi, dimana di dalam kawasan hutan, tidak dibenarkan rakyat berada
di dalam kawasan.
Sebagian besar kawasan konservasi di Indonesia saat ini tengah mengalami
desakan kuat ke arah kerusakan yang menjadikan kawasan konservasi sebagai
jarahan dari penebangan hutan tak terkendali, terutama ketika otonomi daerah
dimulai. Hal ini diakibatkan oleh tidak terlibatnya masyarakat sekitar hutan dalam
mengelola hutan dan di masa lalu sebagian rakyat yang tinggal di kawasan
konservasi justru dikeluarkan dari kawasan kelola mereka.
WALHI mencatat bahwa hingga tahun 2003 telah terjadi beberapa pengusiran
rakyat dari kawasan konservasi di Indonesia, diantaranya di TN Lore Lindu, TN
Kutai, TN Meru Betiri, TN Komodo, TN Rawa Aopa Watumoi, TN Taka Bonerate,
TN Kerinci Seblat dan beberapa kawasan lainnya. Bahkan di TN Komodo,
masyarakat nelayan hingga saat ini dilarang melakukan aktivitas penangkapan ikan
di kawasan tangkap tradisional mereka yang diklaim sepihak sebagai zona inti taman
nasional.
Beberapa kasus yang terjadi di kawasan konservasi antara lain adalah
pembangunan jalan di Kawasan Ekosistem Leuser dan Taman Nasional Gunung
Leuser, pengusiran dan penembakan nelayan di Taman Nasional Komodo, Operasi
Napoleon di Taman Nasional Wakatobi, pengusiran masyarakat Dongi-dongi di
Taman Nasional Lore Lindu dan pengusiran rakyat Moronene di Taman Nasional
Rawa Aopa Watomohai.

2.5.2 Maksud dan Tujuan

Makksud dan tujuan dari tulisan ini adalah untuk memahami pengertian tentang Kawasan
Lindung dan Kawasan konservasi yang memberikan manfaat akan model pengelolaan
lingkunan dalam melidungi ekosistem yang terdapat dilingkungan sekitar kita.

2.5.3 Ruang Lingkup

Ruang lingkup pembahasan tugas ini didasarkan pada Menurut Undang-undang No. 5 Tahun
1990, konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan dengan kegiatan:
1) perlindungan sistem penyangga kehidupan;
2) pengawetan keanekaragaman spesies tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya; dan
3) pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Dalam
konteks ini, konservasi keanekaragaman hayati (biodiversity) merupakan bagian tak
terpisahkan dari pengertian konservasi sumberdaya alam hayati.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kawasan Lindung

Yang dimaksud kawasan lindung adalah kawasan dengan fungsi utama


melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam,
sumberdaya buatan dan nilai sejarah, serta budaya bangsa guna kepentingan
pembangunan yang bereklanjutan. Pengelolaan kawasan ini bertujuan untuk menjaga
kelestarian seluruh sumberdaya yang ada serta mencegah terjadinya kerusakan
lingkungan hidup. 
Pengembangan Kawasan Lindung mencakup (1) Kawasan Perlindungan
terhadap Kawasan Bawahannya, (2) Kawasan Perlindungan Setempat yang terdiri
dari kawasan Sempadan Pantai, Sempadan Sungai, Perlindungan Mata Air/Sumber
Air dan Perlindungan Waduk, (3) Kawasan Cagar Budaya dan/atau Ilmu
Pengetahuan dan (4) Kawasan Rawan Bencana.
Kawasan Sempadan Sungai adalah kawasan sepanjang tepi sungai (sungai
buatan) yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi
sungai, dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan ditetapkan 5 meter di sebelah
luar sepanjang kaki luar tanggul
2) Sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan ditetapkan 3 meter di sebelah
luar sepanjang kaki luar tanggul
3) Sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan:
 sungai besar dengan luas DAS >= 500 km2 ditetapkan 100 meter dihitung
dari tepi sungai,

 sungai kecil dengan luas DAS < 500 km2 ditetapkan 50 meter dihitung
dari tepi sungai.
4) Sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan:
 Sungai dengan kedalaman < 3 meter, sempadan ditetapkan 10 meter dari
tepi sungai,
 Sungai dengan kedalaman 3 – 20 meter, sempadan ditetapkan 15 meter
dari tepi sungai,
 Sungai dengan kedalaman > 20 meter, sempadan ditetapkan 30 meter dari
tepi sungai

5) Sungai tidak bertanggul yang berbatasan dengan jalan, sempadannya adalah


tepi bahu jalan dengan ketentuan konstruksi dan penggunaan jalan harus
menjamin bagi kelestarian dan keamanan sungai serta bangunan sungai.

Kawasan Budidaya
Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya
manusia dan sumber daya buatan. Kawasan budidaya terdiri dari :
1) Kawasan Hutan Produksi Terbatas
2) Kawasan Pertanian
3) Kawasan Pertambangan
4) Kawasan Pariwisata
5) Kawasan Perindustrian
6) Kawasan Permukiman
7) Arah Pengembangan Sarana/ Prasarana
8) Pengembangan Kawasan Transportasi

Kategori IUCN

Menurut definisi IUCN, kawasan yang dilindungi adalah:

Suatu ruang yang dibatasi secara geografis dengan jelas, diakui, diabdikan dan
dikelola, menurut aspek hukum maupun aspek lain yang efektif, untuk
mencapai tujuan pelestarian alam jangka panjang, lengkap dengan fungsi-
fungsi ekosistem dan nilai-nilai budaya yang terkait.
Selanjutnya IUCN membedakan aneka macam kawasan yang dilindungi ke
dalam enam kategori, yakni:

 Strict Nature Reserve

Yakni suatu wilayah daratan atau lautan yang dilindungi karena memiliki
keistimewaan atau merupakan perwakilan ekosistem, kondisi geologis atau
fisiologis, dan atau spesies, tertentu, yang penting bagi ilmu pengetahuan atau
pemantauan lingkungan.

 Wilderness Area

Wilayah daratan atau lautan yang masih liar atau hanya sedikit diubah, yang
masih memiliki atau mempertahankan karakter dan pengaruh alaminya, tanpa
adanya hunian yang permanen atau signifikan; dilindungi dan dikelola untuk
mempertahankan kondisi alaminya.

 National Park

Wilayah daratan dan lautan yang masih alami, yang ditunjuk untuk (i)
melindungi integritas ekologis dari satu atau beberapa ekosistem di
dalamnya, untuk kepentingan sekarang dan generasi mendatang; (ii)
menghindarkan/mengeluarkan kegiatan-kegiatan eksploitasi atau okupasi
yang bertentangan dengan tujuan-tujuan pelestarian kawasan; (iii)
menyediakan landasan bagi kepentingan-kepentingan spiritual, ilmiah,
pendidikan, wisata dan lain-lain, yang semuanya harus selaras secara
lingkungan dan budaya.

 Natural Monument

Wilayah yang memiliki satu atau lebih, kekhasan atau keistimewaan alam
atau budaya yang merupakan nilai yang unik atau luar biasa; yang disebabkan
oleh sifat kelangkaan, keperwakilan, atau kualitas estetika atau nilai penting
budaya yang dipunyainya.
 Habitat/Species Management Area

Wilayah daratan atau lautan yang diintervensi atau dikelola secara aktif untuk
memelihara fungsi-fungsi habitat atau untuk memenuhi kebutuhan spesies
tertentu.

 Protected Landscape/Seascape

Wilayah daratan atau lautan, dengan kawasan pesisir di dalamnya, di mana


interaksi masyarakat dengan lingkungan alaminya selama bertahun-tahun
telah membentuk wilayah dengan karakter yang khas, yang memiliki nilai-
nilai estetika, ekologis, atau budaya yang signifikan, kerap dengan
keanekaragaman hayati yang tinggi. Menjaga integritas hubungan timbal-
balik yang tradisional ini bersifat vital bagi perlindungan, pemeliharaan, dan
evolusi wilayah termaksud.

Sistem kawasan yang dilindungi di Indonesia

Pelestarian alam di Indonesia secara legal mengacu kepada dua undang-undang


(UU) induk, yakni UU no 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam
Hayati dan Ekosistemnya; serta UU no 41 tahun 1999 tentang Kehutanan (jo. UU no
5 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan).

UU no 5/1990 bertitik berat pada pelestarian keanekaragaman hayati, baik


keanekaragaman hayati hutan maupun bukan; baik di dalam kawasan hutan negara
maupun di luarnya. Sedangkan UU no 41/1999 salah satunya mengatur konservasi
alam di kawasan hutan negara; namun bukan hanya mencakup konservasi
keanekaragaman hayati, melainkan meliputi pula perlindungan fungsi-fungsi
penunjang kehidupan yang disediakan kawasan hutan.

UU no 41/1999 membedakan dua kategori besar kawasan hutan yang dilindungi,


yakni:

 Hutan lindung, yakni kawasan hutan negara yang mempunyai fungsi pokok
sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air,
mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah instrusi air laut, dan
memelihara kesuburan tanah; dan
 Hutan konservasi, yakni kawasan hutan negara dengan ciri khas tertentu,
yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan
satwa serta ekosistemnya.

Selanjutnya, UU no 41/1999 lebih lanjut merinci kawasan hutan konservasi ke


dalam:

 Kawasan hutan suaka alam. Ialah kawasan hutan negara dengan ciri khas
tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan
keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga
berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.
 Kawasan hutan pelestarian alam. Ialah kawasan hutan negara dengan ciri
khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga
kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta
pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
 Taman buru. Yakni kawasan hutan negara yang ditetapkan sebagai tempat
wisata berburu.

Peraturan Pemerintah RI no 68 tahun 1998 sebelumnya telah mendefinisikan:

 Kawasan Suaka Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di
daratan maupun di perairan, yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan
pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang
juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.
 Kawasan Pelestarian Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di
daratan maupun di perairan, yang mempunyai fungsi perlindungan sistem
penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan
satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya.

PP no 68/1998, sebagaimana juga UU no 5/1990, tidak membatasi lingkupnya hanya


pada hutan atau kawasan hutan negara. Selanjutnya PP tersebut merinci, yang
termasuk ke dalam Kawasan Suaka Alam (KSA) adalah cagar alam dan suaka
margasatwa. Sedangkan yang tergolong Kawasan Pelestarian Alam (KPA) adalah
taman nasional, taman hutan raya (tahura), serta taman wisata alam.

Uraian mengenai kawasan yang dilindungi yang paling luas cakupannya, ialah yang
termuat di dalam Keppres no 32 tahun 1990. Keppres yang terbit sebelum UU no
5/1990 ini mencantumkan:

 Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya, terdiri dari:


 Kawasan hutan lindung
 Kawasan bergambut
 Kawasan resapan air.
 Kawasan perlindungan setempat, terdiri dari:

 Sempadan pantai
 Sempadan sungai
 Kawasan sekitar danau/waduk
 Kawasan sekitar mata air.
 Kawasan suaka alam dan cagar budaya, yakni:

 Kawasan suaka alam


 Kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya
 Kawasan pantai berhutan bakau
 Taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam
 Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan, serta

 Kawasan rawan bencana


Kawasan Konservasi

Konservasi adalah upaya yang dilakukan manusia untuk melestarikan atau


melindungi alam. Konservasi adalah pelestarian atau perlindungan. Secara harfiah,
konservasi berasal dari bahasa Inggris, Conservation yang artinya pelestarian atau
perlindungan.

Sedangkan menurut ilmu lingkungan, Konservasi adalah :

 Upaya efisiensi dari penggunaan energi, produksi, transmisi, atau distribusi


yang berakibat pada pengurangan konsumsi energi di lain pihak menyediakan
jasa yang sama tingkatannya.
 Upaya perlindungan dan pengelolaan yang hati-hati terhadap lingkungan dan
sumber daya alam
 (fisik) Pengelolaan terhadap kuantitas tertentu yang stabil sepanjang reaksi
kiamia atau transformasi fisik.
 Upaya suaka dan perlindungan jangka panjang terhadap lingkungan
 Suatu keyakinan bahwa habitat alami dari suatu wilayah dapat dikelola,
sementara keaneka-ragaman genetik dari spesies dapat berlangsung dengan
mempertahankan lingkungan alaminya.

Di Indonesia, berdasarkan peraturan perundang-undangan, Konservasi [sumber daya


alam hayati] adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya
dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan
tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Cagar
alam dan suaka margasatwa merupakan Kawasan Suaka Alam (KSA), sementara
taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam merupakan Kawasan
Pelestarian Alam (KPA).

Cagar alam karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tunbuhan, satwa, atau
ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara
alami. Suaka margasatwa mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan atau
keunikan jenis satwanya.
Taman nasional mempunyai ekosistem asli yang dimanfaatkan untuk tujuan
penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan
rekreasi. Taman hutan raya untuk tujuan koleksi tumbuhan dan satwa yang
dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,
menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi. Taman wisata alam
dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam.

Karakteristik Kawasan Konservasi

Kawasan konservasi mempunyai karakteristik sebagaimana berikut:

 Karakteristik, keaslian atau keunikan ekosistem (hutan hujan tropis/'tropical


rain forest' yang meliputi pegunungan, dataran rendah, rawa gambut,
pantai)
 Habitat penting/ruang hidup bagi satu atau beberapa spesies (flora dan
fauna) khusus: endemik (hanya terdapat di suatu tempat di seluruh muka
bumi), langka, atau terancam punah (seperti harimau, orangutan, badak,
gajah, beberapa jenis burung seperti elang garuda/elang jawa, serta
beberapa jenis tumbuhan seperti ramin). Jenis-jenis ini biasanya dilindungi
oleh peraturan perundang-undangan.
 Tempat yang memiliki keanekaragaman plasma nutfah alami.
 Lansekap (bentang alam) atau ciri geofisik yang bernilai estetik/scientik.
 Fungsi perlindungan hidro-orologi: tanah, air, dan iklim global.
 Pengusahaan wisata alam yang alami (danau, pantai, keberadaan satwa liar
yang menarik)

Kebijakan

Di Indonesia, kebijakan konservasi diatur ketentuannya dalam UU 5/90 tentang


Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. UU ini memiliki beberpa
turunan Peraturan Pemerintah (PP), diantaranya:

1. PP 68/1998 terkait pengelolaan Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan


Pelestarian Alam (KPA)
2. PP 7/1999 terkait pengawetan/perlindungan tumbuhan dan satwa
3. PP 8/1999 terkait pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar/TSL
4. PP 36/2010 terkait pengusahaan pariwisata alam di suaka margasatwa (SM),
taman nasional (TN), taman hutan raya (Tahura) dan taman wisata alam
(TWA).
BAB III

KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM HAYATI

Konsep Dasar

Konservasi merupakan suatu usaha pengelolaan yang dilakukan oleh manusia dalam
memanfaatkan sumberdaya alam sehingga dapat menghasilkan keuntungan sebesar-
besarnya secara berkelanjutan untuk generasi manusia saat ini, serta tetap memelihara
potensinya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi-aspirasi generasi generasi
yang akan datang.
Berdasarkan pengertian tersebut, konservasi mencakup berbagai aspek positif,
yaitu perlindungan, pemeliharaan, pemanfaatan secara berkelanjutan, restorasi, dan
penguatan lingkungan alam (IUCN, 1980). Pengertian tersebut juga menekankan bahwa
konservasi tidak bertentangan dengan pemanfaatan aneka ragam varietas, jenis dan
ekosistem untuk kepentingan manusia secara maksimal selama pemanfaatan tersebut
dilakukan secara berkelanjutan.
Menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1990, konservasi sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya dilakukan dengan kegiatan:
1) perlindungan sistem penyangga kehidupan;
2) pengawetan keanekaragaman spesies tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya;
3) pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Dalam
konteks ini, konservasi keanekaragaman hayati (biodiversity) merupakan bagian
tak terpisahkan dari pengertian konservasi sumberdaya alam hayati.
Selain itu, dengan ratifikasi Konvensi Keanekaragaman Hayati (Biodiversity
Convention) oleh Pemerintah Indonesia melalui Undang-undang Nomor 5 Tahun 1994,
konservasi keanekaragaman hayati telah menjadi komitmen nasional yang membutuhkan
dukungan seluruh lapisan masyarakat.
Dalam praktek di lapangan, kerap kali masih ditemukan pengertian dan persepsi
tentang konservasi yang keliru, yaitu seolah-olah konservasi melarang total pemanfataan
sumberdaya alam. Berlandaskan pada pengertian tersebut masyarakat, khususnya
penduduk setempat yang bermukim di sekitar kawasan konservasi, dilarang keras untuk
dapat menikmati berbagai manfaat yang diberikan oleh lingkungan sekitarnya. Penduduk
dipisahkan dengan lingkungannya secara paksa, padahal mereka secara turun-temurun
telah lama tinggal di wilayahnya. Tujuan utama konservasi, menurut ”Strategi Konservasi
Sedunia” (World Conservation Strategy), ada tiga, yaitu: (a) memelihara proses ekologi yang
esensial dan sistem pendukung kehidupan, (b) mempertahankan keanekaan genetis ,dan (c)
menjamin pemanfaatan jenis (spesies) dan ekosistem secara berkelanjutan.
Hal ini berarti kegiatan konservasi adalah suatu upaya memelihara apa yang kita
punya (keep/save what you have secara bijaksana (wise use). Konservasi dalam pengertian
sekarang, sering diterjemahkan sebagai the wise use of nature resource (pemanfaatan
sumberdaya alam secara bijaksana). Definisi lain tentang konservasi adalah manajemen
(survai, penelitian, administrasi, pengawetan, pemanfaatan, pendidikan, dan latihan)
udara, air, mineral, tanah, dan organisme hidup termasuk manusia untuk mencapai
kualitas hidup manusia setinggi-tingginya (IUCN, 1969). The management of human use of
the biosphere so that it may yield the greatest sustainable benefit to present generation
while maintaining its potential to meet the needs and aspiration of future generation
(WCS, 1980).

Konservasi juga dapat dipandang dari segi ekonomi dan ekologi dimana konservasi
dari segi ekonomi berarti mencoba mengalokasikan sumberdaya alam untuk saat kini,
sedangkan dari segi ekologi melakukan alokasi sumberdaya alam untuk sekarang dan
masa yang akan datang.

Konservasi sumberdaya alam adalah tanggung jawab semua umat di muka


bumi karena pengaruh ekologis dari berbagai upaya pembangunan tidak terbatas oleh
wilayah negara atau administratif. Upaya konservasi adalah bagian integral dari
pembangunan. Pembangunan yang dilakukan di negara manapun terkait dengan
kepentingan negara lain maupun kepentingan internasional. Sebagai gambaran lain
adalah adanya fenomena migrasi spesies yang melampaui batas-batas wilayah
administrasi negara dan berkembangnya perdagangan produk hayati tingkat
internasional. Ancaman terhadap ekosistem mempunyai ruang lingkup internasional
dan membutuhkan kerjasama internasional dalam menghadapinya.
Konservasi sumberdaya alam menjadi tanggung jawab bersama dari seluruh
umat di muka bumi. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan terjalinnya jaringan
kelembagaan baik secara regioonal, nasional bahkan internasional. Taman nasional,
merupakan salah satu bentuk kawasan konservasi yang telah memiliki kelembagaan
cukup kuat di berbagai negara. Berbagai bentuk kerjasama internasional diakui
sangat berarti bagi negara-negara yang kurang mampu dalam mengangani sendiri
kawasan konservasi yang dimilikinya. Hal ini mengimplementasikan suatu
mekanisme untuk memikul biaya secara bersama-sama, melalui pembagian yang adil
antara biaya dan manfaat dari pengelolaan kawasan konservasi , baik diantara bangsa
dan kawasan yang dilindungi serta masyarakat sekitar.
Pada tahun 1972 dilakukan pertemuan yang merupakan tonggak penting
dalam pengembangan strategi konservasi global. Pertemuan tersebut dikenal dengan
Stockholm Conference on the Human Environment. Hasil dari pertemuan tersebut
antara lain pembentukan UNEP (The United Nations Environment Program) untuk
menghadapi tantangan permasalahan lingkungan hidup dunia, yg masih terfokus
pada kerusakan dan konservasi sumberdaya alam.
Pada tahun 1992, Earth Summit di Rio de Janeiro,Brazil, atau yang dikenal
sebagai United Nations Conference on Environmental and Development; dikenal
juga dalam istilah KTT Bumi membahas berbagai cara untuk melindungi lingkungan
dengan perhatian pada pembangunan ekonomi yang lebih berkelanjutan pada negara
yang kurang sejahtera. Pertemuan tersebut juga berhasil meningkatkan perhatian dan
keseriusan dunia dalam menghadapi berbagai krisis lingkungan, membangun
pemahaman yang jelas antara upaya perlindungan lingkungan dan kebutuhan untuk
mengentaskan kemiskinan di negara berkembang dengan bantuan dana dari negara
maju.

Keanekaragaman Hayati

Keanekaragaman hayati atau biodiversity merupakan ungkapan pernyataan


terdapatnya berbagai macam variasi bentuk, penampilan, jumlah dan sifat yang terlihat
pada berbagai tingkatan persekutuan makhluk, yaitu tingkatan ekosistem, tingkatan jenis
dan tingkatan genetis. Pada dasarnya Keanekaragaman ekosistem di alam terbagi dalam
beberapa tipe, yaitu ekosistem padang rumput, ekosistem hutan, ekosistem lahan basah
dan ekosistem laut. Kanekaragaman tipe-tipe ekosistem tersebut pada umumnya dikenali
dari ciri-ciri komunitasnya yang paling menonjol, dimana untuk ekosistem daratan
digunakan ciri komunitas tumbuhan atau vegetasinya karena wujud vegetasi
mencerminkan fisiognomi atau penampakan luar hasil interaksi antara tumbuhan, hewan
dan lingkungannya.
Dalam menilai potensi keanekaragaman hayati , seringkali yang lebih banyak
menjadi pusat perhatian adalah keanekaragaman jenis, karena paling mudah diamati.
Sementara Keanekaragaman genetik yang merupakan penyusunan jenis-jenis tersebut
secara umum lebih sulit dikenali. Sekitar 10 % dari semua jenis makhluk hidup yang pada
saat imi hidup dan menghuni bumi ini terdapat di Indonesia, yang luas daratannya hanya
sepertujuhpuluhlima luas daratan bumi.
Negara Indonesia yang terdiri atas 17.058 pulau, memiliki kekayaan
keanekaragaman spesies sebanyak 10 % dari total jenis tumbuhan berbunga di dunia, 12 %
dari total mamalia, 16 % dari total reptil dan amfibia, 17 % dari total jenis burung dan 25 %
atau lebih dari total jenis ikan di dunia.
Dalam naskah Biodiversity Action Plan for Indonesia (Bappenas, 1991) , ditulis
bahwa hutan tropika Indonesia memiliki keanekaragaman spesies palm terbanyak di
dunia, terdapat sebanyak 400 species meranti-merantian dari Famili Dipterocarpaceae;
25.000 species tumbuhan berbunga. Untuk keanekaragaman spesies mamalia adalah
tertinggi di dunia ( 515 species, di antaranya 36 species endemis ), terbanyak di dunia untuk
keanekaragaman jenis kupu-kupu ekor walet dari famili Papilionidae (121 species, 44 %
endemis), terbanyak ketiga utuk Keanekaragaman jenis reptilia (lebih dari 600 species),
terbanyak keempat untuk jenis burung (1519 species, 28 % endemis), terbanyak kelima
untuk jenis amphibi (270 species) dan ke tujuh di dunia untuk tumbuhan berbunga.
Potensi keanekaragaman hayati di Indonesia tidak ternilai harganya. Selama ini
lebih dari 6000 species tanaman dan binatang telah dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup
sehati-hari masyarakat, dan lebih dari 7000 jenis ikan laut dan tawar selama ini mendukung
kebutuhan masyarakat.
Keanekaragaman hayati dikategorikan menjadi tiga tingkatan yaitu :
 Keanekaragaman Genetik
Genetik adalah aspek biokimia yang menentukan struktur dan sifat suatu organisme yang
diturunkan secara fisik dari induknya. Sifat genetik ini dibentuk oleh Asam Deoksiribosa
Nukleat ( ADN) .
 Keanekaragaman Spesies
Spesies adalah kelompok organisme yang mampu saling berbiak satu dengan yang lain
secara bebas, dan menghasilkan keturunan, namun umumnya tidak berbiak dengan
anggota dari jenis lain.
 Keanekaragaman Ekosistem
Ekosistem adalah suatu unit ekologis yang mempunyai komponen biotik dan abiotik yang
saling berinteraksi dan antara komponen-komponen tersebut terjadi pengambilan dan
perpindahan energi, daur materi dan produktivitas.
Manfaat Keanekaragaman hayati antara lain :
 Merupakan sumber kehidupan, penghidupan dan kelangsungan hidup bagi umat
manusia, karena potensial sebagai sumber pangan, papan, sandang, obat-obatan
serta kebutuhan hidup yang lain
 Merupakan sumber ilmu pengetahuan dan tehnologi
 Mengembangkan sosial budaya umat manusia
 Membangkitkan nuansa keindahan yang merefleksikan penciptanya.
Konservasi keanekaragaman hayati diperlukan karena pemanfaatan sumber daya
hayati untuk berbagai keperluan secara tidak seimbang akan menyebabkan makin
langkanya beberapa jenis flora dan fauna karena kehilangan habitatnya, kerusakan
ekosistem dan menipisnya plasma nutfah. Hal ini harus dicegah agar kekayaan hayati di
Indonesia tetap dapat mendukung kehidupan secara berkelanjutan.
Banyak metode dalam pengelolaan keanekaragaman hayati yang secara umum dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
a. Konservasi Insitu, meliputi metode dan alat untuk melindungi spesies, variasi
genetik dan habitat dalam ekosistem aslinya. Pendekatan insitu meliputi
penetapan dan pengelolaan kawasan lindung seperti: cagar alam, suaka
margasatwa, taman nasional, taman wisata alam, hutan lindung, sempadan
sungai, kawasan plasma nutfah dan kawasan bergambut. Dalam prakteknya,
pendekatan insitu juga termasuk pengelolaan satwa liar dan strategi perlindungan
sumberdaya di luar kawasan lindung. Di bidang kehutanan dan pertanian,
pendekatan insitu juga digunakan untuk melindungi keanekaragaman genetik
tanaman di habitat aslinya serta penetapan spesies dilindungi tanpa
menspesifikasikan habitatnya.
b. Konservasi Eksitu, meliputi metode dan alat untuk melindungi spesies tanaman,
satwa liar dan organisme mikro serta varietas genetik di luar habitat/ekosistem
aslinya. Kegiatan yang umum dilakukan antara lain penangkaran, penyimpanan
atau pengklonan karena alasan habitat mengalami kerusakan akibat konversi dan
materi tersebut dapat digunakan untuk penelitian, percobaan, pengembangan
produk baru atau pendidikan lingkungan. Dalam metode tersebut termasuk:
pembangunan kebun raya, koleksi mikologi, museum, bank biji, koleksi kultur
jaringan dan kebun binatang. Mengingat bahwa organisme dikelola dalam
lingkungan buatan,metode eksitu mengisolasi spesies dari proses-proses evolusi.

Operasional Konservasi Sumberdaya Alam Hayati

 Preservasi : perlindungan sumbedaya alam dari eksploitasi komersial untuk


memperpanjang pemanfaatannya
 Restorasi : koreksi dari kesalahan-kesalahan masa lalu yang telah
membahayakan produktivitas sumberdaya alam
 Benefisiasi : meningkatkan manfaat mutu dari suatu sumberdaya alam
 Maksimisasi : semua tindakan untuk menghindari pemborosan
 Substitusi : penggunaan sumberdaya alam yang umum sebagai pengganti
yang langka, atau, penggunaan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui
sebagai pengganti yang tidak dapat diperbaharui
 Alokasi : strategi penggunaan terbaik dari suatu sumberdaya
 Integrasi :memaksimmkan jumlah barang dan jasa dari suatu sumberdaya
atau kompleks sumberdaya alam, misalnya, sumberdaya daerah aliran sungai
 Daur ulang : penggunaan kembali bahan-bahan buangan

PRESERVASI
DAUR ULANG

RESTORASI

INTEGRASI
DEFINISI
OPERASIONAL
KONSERVASI BENEFISIASI

ALOKASI

SUBSTITUSI MAKSIMISASI

Gambar 1. Operasional Kegiatan Konservasi


Biodiversity

Wood
Air
Hutan
Untuk
Kesejahteraan Recreation
Masyarakat

Water
Forage
Wildlife

Gambar 2. Operasional Kegiatan Konservasi Hutan dan Kaitannya


dengan Kesejahteraan Masyarakat

Prinsif Dasar Konservasi Sumberdaya Alam Hayati

Secara keseluruhan, Konservasi Sumberdaya Alam Hayati (KSDAH) adalah


pengelolaan sumberdaya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana
untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan
meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya.  Banyak motif untuk melakukan
konservasi yang dapat dilihat dalam Gambar 3.

Turisme
Ethik
Kesehatan
bersama
Estetik
n
ika

MOTIF-MOTIF
id
nd

KONSERVASI Produksi
Pe

an
iti Alam
nel h i
a Sebaga
Pe lmi n
I ika eku tuan
at rba sies a Pers
nfa al Pe pe ay
Ma ensi S did
t bu
Po

Gambar 3. Motif-motif Konservasi


1. Motif Etik :

Manusia bertanggung jawab atas perlakuan dan penggunaan sumberdaya secara


bijaksana sumberdaya alam hayati. Manusia dipercaya Tuhan untuk membina
hidup dan kehidupan di muka bumi .

2. Motif Estetik : keindahan alam dalam bentuk bentang alam, formasi geologis,
tetumbuhan, dan binatang alam akan selalu menjadi salah satu alasan pokok
konservasi alam di mana pun dan kapan pun

3. Motif Produksi : hasil alam (non-budidaya) sangat penting di mana pun di muka
bumi ini. Berjuta penduduk telah ditopang hidupnya oleh hasil alam ini.
Konservasi biodiversity bertujuan langsung pada upaya pengelolaan secara efektif
dan bijaksana dari hasil-hasil alam ini

4. Motif Alam sebagai Persekutuan: Nilai alam akan sangat ditentukan oleh
terjaganya keutuhan dari persekutuan alam. Dengan demikian, misalnya kita
harus mencegah penggundulan hutan dan erosi tanah karena tanah merupakan
tempat berpijak atau substrat bagi penghasil karbohidrat yaitu tumbuhan, lalu kita
pun harus menjaga keseimbangan ekologis alam, tidak merusak jaring dan tidak
meghilangkan rantai makanan .

5. Motif Perbaikan spesies budidaya : tanaman budidaya dan hewan ternak seringkali
memerlukan program perbaikan genetik mengingat ketahanannya terhadap
penyakit atau produktivitasnya menurun. Untuk maksud ini, tentu sumber genetik
harus diambil dari alam

6. Motif Manfaat potensial : Saat ini manusia hanya terbatas pada penggunaan
beberapa spesies tumbuhan dan hewan saja yang merupakan sebagian kecil saja
dari total spesies yang disediakan oleh alam. Pada saatnya nanti dan bahkan saat
ini juga, tumbuhan dan satwaliar perlu dikembangkan untuk tujuan
keanekaragaman makanan, serta obat-obatan. Kawasan konservasi merupakan
tempat terakhir (= the last stand) di alam bagi spesies liar untuk melangsungkan
evolusinya (genepools)

7. Motif Penelitian ilmiah : penelitian dasar maupun terapan

8. Motif Pendidikan : lingkungan alam sangat baik untuk mendidik anak-anak,


remaja, maupun dewasa bahkan para eksekutif pemerintahan, bagaimana alam
bekerja sehingga nantinya terbentuk kader-kader pengelola sumberdaya alam
yang bijaksana

9. Motif Kesehatan bersama : penyakit mental, kenakalan remaja, dan unsur-unsur


lingkungan merupakan indikator-indikator yang baik bagi kasus-kasus pencemaran.
Kegiatan rekreasi alam telah terbukti sangat manjur untuk mengatasi penyakit
mental dan kenakalan remaja perkotaan

10. Motif Turisme : pengembangan kepariwisataan akan terjadi keterbukaan wilayah,


kesempatan berusaha dan lapangan kerja. Kepariwisataan bisa menyediakan
lapangan kerja jauh lebih besar dari sekedar industri perminyakan.
Kepariwisataan melibatkan banyak aspek, mulai dari penyediaan prasarana dan
sarana pariwisata, industri pariwisata dan pelayanan.

Konservasi biologi pada dasarnya merupakan bagian dari ilmu dasar dan ilmu
terapan yang berasaskan pada pelestarian kemampuan dan pemanfaatannya secara serasi
dan seimbang.  Tujuan dari KSDAH adalah untuk terwujudnya kelestarian sumberdaya
alam hayati serta kesinambungan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.

Untuk mewujudkan tujuan tersebut, perlu dilakukan strategi dan juga


pelaksananya. Di Indonesia, kegiatan konservasi seharusnya dilaksanakan secara bersama
oleh pemerintah dan masyarakat, mencakup masayarakat umum, swasta, lembaga
swadaya masayarakat, perguruan tinggi, serta pihak-pihak lainnya.  Sedangkan strategi
konservasi nasional telah dirumuskan ke dalam tiga hal metode pelaksanaannya, yaitu :

1). Perlindungan sistem penyangga kehidupan (PSPK)

a.   Penetapan wilayah PSPK.

b. Penetapan pola dasar pembinaan program PSPK.

c.   Pengaturan cara pemanfaatan wilayah PSPK.

d.   Penertiban penggunaan dan pengelolaan tanah dalam wilayah PSPK.

e.   Penertiban maksimal pengusahaan di perairan dalam wilayah PSPK.


2).  Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya

a.   Pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya

b.   Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa (in-situ dan eks-situ konservasi).

3.)     Pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.

a.   Pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam.

b.   Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar (dalam bentuk : pengkajian, penelitian
dan pengembangan, penangkaran, perdagangan, perburuan, peragaan,
pertukaran, budidaya).

Kawasan pelestarian alam ataupun kawasan dilindungi ditetapkan oleh


pemerintah berdasarkan berbagai macam kriteria sesuai dengan kepentingannya.  Hampir
di setiap negara mempunyai kriteria/kategori sendiri untuk penetapan kawasan dilindungi,
dimana masing-masing negara mempunyai tujuan yang berbeda dan perlakuan yang
mungkin berbeda pula.

Namun di level internasional misalnya Commission on National Park and Protected


Areas (CNPPA) yaitu komisi untuk taman nasional dan kawasan dilindungi yang berada di
bawah IUCN memiliki tanggung jawab khusus dalam pengelolaan kawasan yang dilindungi
secara umum di dunia, baik untuk kawasan daratan maupun perairan.

Sedikitnya, sebanyak 124 negara di dunia telah menetapkan setidaknya satu


kawasan koservasinya sebagai taman. Walaupun di antara masing-masing negara, dasar
penetapan, tingkat perlindungan legal dan tujuan pengelolaannya beragam. Apabila suatu
negara tidak memiliki kawasan dilindungi yang khusus karena sulit untuk memenuhi
standar yang ditetapkan, maka mereka dapat mengelola kawasan alternatif seperti hutan
produksi yang dialihkan sebagai kawasan dilindungi sehingga penurunan/pengurangan
plasma nutfah dapat ditekan.

Kategori klasifikasi kawasan dilindungi, dimana kategori pegelolaan harus


dirancang agar pemanfaatan agar seimbang, tidak lebih mementingkan salah satu fungsi
dengan meninggalkan fungsi lainnya.  Adapun kategori penetapan kawasan dilindungi yang
tepat harus mempertimbangkan beberapa hal, yaitu :
a.    Karakteristik atau ciri khas kawasan yang didasarkan pada kajian ciri-ciri biologi dan ciri
lain serta tujuan pengelolaan.
b.   Kadar perlakuan pengelolaan yang diperlukan sesuai dengan tujuan pelestarian.
c.   Kadar toleransi atau kerapuhan ekosistem atau spesies yang terdapat di dalamnya.
d.    Kadar pemanfaatan kawasan yang sesuai dengan tujuan peruntukan kawasan
tersebut.
e.    Tingkat permintaan berbagai tipe penggunaan dan kepraktisan pengelolaan.

Sedangkan secara umum, ciri-ciri suatu kawasan ditetapkan sebagai kawasan dilindungi
adalah :

 Karakteristik/keunikan ekosistem, misalnya ekosistem hutan hujan dataran


rendah, fauna endemik, ekosistem pegunungan tropika, dan lain-lain.
 Spesies khusus yang diminati, mencakup nilai/potensi, kelangkaan atau terancam,
misalnya menyangkut habitat jenis satwa seperti badak, harimau, beruang, dan
lain-lain.
 Tempat yang memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi.
 Lanskap/ciri geofisik yang bernilai estetik, dan penting untuk ilmu pengetahuan
misalnya glasier, mata air panas, kawah gunung berapi dan lain-lain.
 Tempat yang berfungsi sebagai perlindungan hidrologi, tanah, air dan iklim mikro.
 Tempat yang potensial untuk pengembangan rekreasi alam dan wisata, misalnya
danau, pantai, pegunungan, satwa liar yang menarik, dan lain-lain.
 Tempat peninggalan budaya, misalnya candi, galian purbakala, situs, dan lain-lain.
 Secara umum, tujuan utama dari pengelolaan kawasan dilindungi adalah :
 Penelitian ilmiah.
 Perlindungan daerah liar/rimba.
 Pelestarian keanekaragaman spesies dan genetic.
 Pemeliharaan jasa-jasa lingkungan.
 Perlindungan fenomena-fenomena alam dan budaya yang khusus.
 Rekreasi dan wisata alam.
 Pendidikan (lingkungan).
 Penggunaan lestari dari sumberdaya alam yang berasal dari ekosistem alami.
 Pemeliharaan karakteristik budaya dan tradisi.
Berdasarkan tujuan manajemen tersebut, maka kawasan dilindungi dikelola dalam
berbagai kategori pengelolaan kawasn dilindungi yang ditetapkan IUCN (1994) sebagai
berikut :

 Cagar alam mutlak (strict nature protection)


 Daerah liar/rimba (wilderness area)
 Konservasi ekosistem dan rekreasi, misalnya taman nasional.
 Konservasi fenomena alam, misalnya monumen alam.
 Konservasi melalui kegiatan manajemen aktif misalnya kawasan pengelolaan
habitat.
 Konservasi bentang alam, laut dan rekreasi.
 Pemanfaatan lestari ekosistem alam.

Adapun kriteria umum bagi berbagai kawasan yang dilindungi adalah :

1.Taman Nasional, yaitu kawasan luas yang relatif tidak terganggu yang mempunyai nilai
alam yang menonjol dengan kepentingan pelestarian yang tinggi, potensi rekreasi
besar, mudah dicapai oleh pengunjung dan terdapat manfaat yang jelas bagi wilayah
tersebut.

2.   Cagar alam, umumnya kecil, dengan habitat rapuh yang tidak terganggu oleh
kepentingan pelestarian yang tinggi, memiliki keunikan alam, habitat spesies langka
tertentu, dan lain-lain.  Kawasan ini memerlukan perlindungan mutlak.

3.   Suaka margasatwa, umumnya kawasan berukuran sedang atau luas dengan habitat
stabil yang relatif utuh serta memiliki kepentingan pelestarian mulai sedang hingga
tinggi.

4.  Taman wisata, kawasan alam atau lanskap yang kecil atau tempat yang menarik dan
mudah dicapai pengunjung, dimana nilai pelestarian rendah atau tidak akan terganggu
oleh kegiatan pengunjung dan pengelolaan yang berorientasi rekreasi.

5.  Taman buru, habitat alam atau semi alami berukuran sedang hingga besar, yang
memiliki potensi satwa yang boleh diburu yaitu jenis satwa besar (babi hutan, rusa, sapi
liar, ikan, dan lain-lain) yang populasinya cukup besar, dimana terdapat minat untuk
berburu, tersedianya fasilitas buru yang memadai, dan lokasinya mudah dijangkau oleh
pemburu. Cagar semacam ini harus memiliki kepentingan dan nilai pelestarian yang
rendah yang tidak akan terancam oleh kegiatan perburuan atau pemancingan.

6.   Hutan lindung, kawasan alami atau hutan tanaman berukuran sedang hingga besar,
pada lokasi yang curam, tinggi, mudah tererosi, serta tanah yang mudah terbasuh
hujan, dimana penutup tanah berupa hutan adalah mutlak perlu untuk melindungi
kawasan tangkapan air, mencegah longsor dan erosi. Prioritas pelestarian tidak begitu
tinggi untuk dapat diberi status cagar.

Katagori IUCN Untuk Spesies Yang Terancam Kepunahan

Menurut Buku Red Data Books ( Edisi 1), IUCN telah memperkenalkan
pengkatagorian spesies yang terancam kepunahan berdasarkan status ekologis dan
besarnya ancaman yang diterima spesies tersebut. Katagori yang spesies yang terancam
kepunahan tersebut adalah :
- Extinct (Punah), yakni apabila selama 50 tahun terakhir tidak ada lagi data yang
menunjukkan secara jelas keberadaan spesies tersebut (kriteria menurut CITES).
- Endangered (bahaya punah), yakni spesies yang berada dalam bahaya kepunahan dan
tidak mungkin bertahan lestari tanpa menghentikan sumber-sumber penyebab
kepunahannya. Termasuk ke dalam katagori ini spesies-spesies yang populasinya di alam
terus menurun menuju titik kritis, atau habitatnya menyusut drastis hingga
membahayakan kelestariannya. Juga spesies yang diperkirakan punah, namun dalam
jangka 50 tahun terakhir keberadaannya sempat tercatat secara akurat.
- Vulnerable (Rawan), yakni spesies-spesies yang diperkirakan tengah menuju ke dalam
katagori ‘terbahayakan’ di saat-saat mendatang, apabila sumber-sumber yang
mengancamnya tidak dihentikan atau ditanggulangi. Termasuk ke dalamnya adalah
spesies-spesies yang sebagian besar atau seluruh populasinya tengah menyusut karena
permanenan yang berlebihan (overeksploitasi), kerusakan habitat yang meluas ataupun
gangguan lingkungan yang lain; spesies-spesies yang populasinya menyusut dengan
gawat, sementara upaya pengamanan yang (tengah) dilakukan tidap dapat
mengantisipasinya; dan spesies-spesies yang walaupun masih terdapat dalam jumlah
yang cukup, namun terancam oleh faktor-faktor yang dapat merugikannya yang berada
di lingkungannya.
- Rare (Langka), yakni spesies-spesies yang total populasinya kecil, yang walaupun tidak
termasuk ke dalam katagori-katagori di atas namun berada pada kondisi yang riskan.
Mungkin penyebarannya terbatas secara geografis atau pada habitat-habitat tertentu;
atau menyebar luas namun dalam populasi-populasi yang kecil saja.
- Indeterminate, spesies-spesies yang diketahui ‘terancam bahaya punah’, ‘rawan’ atau
‘langka’, namun tidak cukup informasi untuk menyatakan secara tepat termasuk jyang
mana dari tiga katagori tersebut.
- Insufficiently Known, ialah spesies-spesies yang disangka kuat namun belum dapat secara
tegas masuk ke dalam katagori-katagori di atas karena informasinya masih kurang.
Katagori IUCN, hasil revisi dalam pengkategorisasian species terancam punah ke
dalam berbagai kategori sebagai berikut :
- PUNAH Extinc (EX)
Suatu taxon dikatakan punah jika tidak ada keraguan lagi bahwa individu terakhir telah
mati.
- PUNAH DI ALAM Extinct in the wild (EW)
Suatu taxon dikatakan punah di alam jika dengan pasti diketahui bahwa taxon tersebut
hanya hidup di penangkaran, atau hidup di alam sebagai hasil pelepasan kembali di luar
daerah sebaran aslinya. Suatu taxon dianggap punah di alam jika telah dilakukan survai
menyeluruh di daerah sebarannya atau di daerah yang memiliki potensi sebagai daerah
sebarannya di alam, survai dilakukan pada waktu yang tepat, dan survai tersebut gagal
menemukan individu taxon tersebut. Survai harus dilakukan sepanjang siklus hidup taxon
tersebut.

- KRITIS Critically Endangered (CR)


Suatu taxon dikatakan kritis jika taxon tersebut menghadapi resiko kepunahan sangat tinggi
di alam

- GENTING Endangered (EN)


Suatu taxon dikatakan genting jika taxon tersebut tidak termasuk kategori kritis saat
menghadapi resiko kepunahan sangat tinggi di alam dalam waktu dekat

- RENTAN Vulnerable (VU)


Suatu taxon dikatakan rentan jika taxon tersebut tidak termasuk kategori kritis atau genting
tetapi menghadapi resiko kepunahan tinggi di alam
- KEBERADAANNYA TERGANTUNG AKSI KONSERVASI Conservation Dependent (CD)
Untuk dianggap sebagai CD suatu taxon harus merupakan fokus dari program
konservasi jenis atau habitat yang secara langsung mempengaruhi taxon dimaksud.

- RESIKO RENDAH Low Risk (LR)


Suatu taxon dikatakan beresiko rendah jika setelah dievaluasi ternyata taxon tersebut tidak
layak dikategorikan dalam kritis, genting, rentan,
- Conservation Dependent atau Data Deficient.
Kategori ini masih dapat di bagi lagi menjadi tiga, yaitu: (i) taxon yang nyaris memenuhi
syarat untuk dikatakan terancam punah (Near-Threatened), (ii) taxon yang tidak begitu
menjadi perhatian, (iii) taxon yang saat ini jumlahnya besar tetapi memiliki peluang yang
sangat kecil untuk punah di masa depan.

- KURANG DATA Data Deficient (DD)


Suatu taxon dikatakan kekurangan data jika informasi yang diperlukan, baik sifatnya
langsung maupun tidak langsung, untuk menelaah resiko kepunahan taxon dimaksud
berdasarkan distribusi atau status tidak memadai. Taxon dalam kategori ini mungkin telah
banyak dipelajari aspek biologinya, tetapi data kelimpahan dan atau distribusinya masih
kurang. Berdasarkan hal tersebut DD tidak dapat dimasukkan ke dalam kategori terancam
punah atau beresiko kecil. Dengan memasukkan taxon ke dalam kategori ini menunjukkan
bahwa informasi tentang taxon tersebut sangat diperlukan.

- TIDAK DIEVALUASI Not Evaluated (NE)


Suatu taxon dikatakan tidak dievaluasi jika taxon tersebut tidak dinilai berdasarkan kriteria
di atas.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian Lingkungan Hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan
dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan Pembangunan berkelanjutan.

4.2 Saran

1. Harus ada kerjasama antar Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Pusat mengenai
penataan ruang kawasan lindung agar tidak terjadi Tumpang tindih kewenangan
dalam pengelolaan dan pertanggung Jawaban.

2. Pemerintah Daerah harus tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan Oleh


masyarakat agar tidak terjadi lagi alih fungsi kawasan lindung Dan memberi
pemahaman pada masyarakat pemilik lahan akan arti Penting kawasan

DAFTAR PUSTAKA

https://musnanda.com/2011/02/17/kawasan-budidaya-dan-kawasan-lindung/

https://paralegal.id/pengertian/kawasan-lindung/ Primack, R.B., J. Supriyatna,


M. Indrawan, & P. Kramadibrata. 1998. Biologi konservasi. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia
Republik Indonesia. 2012. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia
Nomor:P.31/Menhut-II/2012tentang Lembaga Konservasi. Menteri Kehutanan
Republik Indonesia. Jakarta

Republik Indonesia. 1990. Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang


Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Sekretariat Negara.
Jakarta

Suer Suryadi, Robi Royana, Nurman Hakim, Sunjaya, Agustinus Wijayanto,


Koen Meyers, Edy H. Wahyono, Nano Sudarno, Akbar A. Digdo, Ichlas al-
Zaqie. 2016. Rencana Induk: Pengembangan Konservasi Bentang Alam Skala
Besar di Sumatera dan Kalimantan. Jakarta: Yayasan Belantara

Suprayitno. 2008. Teknik Pengelolaan Konservasi Keanekaragaman Hayati.


Bogor: Departemen Kehutanan Pusat Diklat Kehutanan

Primack, R.B., J. Supriyatna, M. Indrawan, & P. Kramadibrata. 1998. Biologi


konservasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Republik Indonesia. 2012. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia


Nomor:P.31/Menhut-II/2012tentang Lembaga Konservasi. Menteri Kehutanan
Republik Indonesia. Jakarta

Republik Indonesia. 1990. Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang


Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Sekretariat Negara.
Jakarta

Suer Suryadi, Robi Royana, Nurman Hakim, Sunjaya, Agustinus Wijayanto,


Koen Meyers, Edy H. Wahyono, Nano Sudarno, Akbar A. Digdo, Ichlas al-
Zaqie. 2016. Rencana Induk: Pengembangan Konservasi Bentang Alam Skala
Besar di Sumatera dan Kalimantan. Jakarta: Yayasan Belantara

Suprayitno. 2008. Teknik Pengelolaan Konservasi Keanekaragaman Hayati.


Bogor: Departemen Kehutanan Pusat Diklat Kehutanan

Anda mungkin juga menyukai