Anda di halaman 1dari 19

KONSRVASI LINGKUNGAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah islam dan lingkungan hidup

Dosen pengampu: Choirun Nisa, M.Pd

Disusun Oleh Kelompok 9:

HUSNI MUBARAK 2251030056

RIA ROSSANTY HERDANIAR 2251030098

SOPI JENAR 2251030115

KELAS E ANGKATAN 2022/2023

JURUSAN AKUNTASI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

TAHUN 2023/2024

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,yang telah
melimpahkan rahmat-nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah pada mata
kuliah Islam & Lingkungan Hidup ini dengan teori "Konservasi Lingkungan Berbasis Kearifan
Lokal".

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Choirun Nisa, M.Pd selaku dosen mata kuliah Islam
& Lingkungan Hidup yang sudah memberikan kepercayaan tugas ini kepada kami. Makalah ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
kami harapkan demi sempurnanya makalah ini.

Semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman. Kami
memohon maaf apabila ada kesalahan dalam pembuatan makalah ini semoga dapat dimaklumi.

Bandar Lampung, 2023

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................. ii

DAFTAR ISI................................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................................................ 2
C. Tujuan .............................................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Konservasi ...................................................................................................... 3


B. Pengertian Kearifan Lokal (Local Wisdom) ..................................................................... 5
C. Konservasi Lingkungan Hidup dalam Syariat Islam ........................................................ 7
D. Kearifan Lokal Dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam ................................................... 10
E. Tantangan Terhadap Kearifan Lokal ................................................................................ 12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ..................................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lingkungan secara umum didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berada diluar
diri manusia yang berhubungan dengan kehidupan manusia. Manusia terus menerus
mengeksplorasi alam dengan berbagai motif dan tujuan,mulai dari motif ekonomi, sampai
pada murni tujuan ilmu pengetahuan. Eksplorasi manusia terhadap lingkungannya ini
tentunya membawa dampak padadiri manusia dan lingkungan itu sendiri, baik positif
maupun negatif. Sehingga terkadang kita bangga dengan kemajuan-kemajuan yang
dicapai manusia hasil dari lingkunganya, sementara diwaktu yang bersamaan kita
menangis menyaksikan dampak yang ditimbulkan dari eksplorasi alam dan lingkungan
yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Islam sebagai agama yang tidak hanya mengatur hubungan manusiadengan
Khaliqnya, akan tetapi juga hubungan manusia dengan sesama makluk, sesungguhnya
telah memiliki landasan normatif baik secara implisit maupun eksplisit tentang menjaga
dan melestarikan lingkungan hidup. Misal, tentang tugas melestarikan lingkungan hidup
yang merupakan manifestasi iman (lihat,QS. Al-A‟raf [7]: 85), manusia adalah khalifah
untuk menjaga kemakmuran lingkungan hidup (lihat, QS. Al-An‟am [6]: 165), dan
kerusakan yang terjadi di muka bumi akibat dari ulah tangan manusia yang tidak
bertanggung jawab (lihat,QS. As-Syuura [42]: 30; QS. Al-A‟raf[7]: 56).
Hal yang paling penting dan signifikan dalam rangka mencegah danmengatasi
Kerusakan lingkungan adalah melakukan penyadaran terhadap pelakuatau subyek yang
mendapat amanat Tuhan untuk mengemban sebagai khalifah dimuka bumi. Bumi dan
isinya diciptakan Tuhan untuk manusia, tetapi bukan berarti harus dieksploitasi secara
berlebihan dan dirusak tanpa memperhatikan keseimbangan sehingga keberlanjutan
kehidupan generasi dan makhluk hidup lainya terancam dan punah. Islam berwawasan
lingkungan hidup agar dapat meningkatkan kapasitas pemahaman yang pada gilirannya
dapat membentuk kesadaran baru. Kesadaran yang dapat mendorong bagi mereka, baik

1
secara individual atau kelompok memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan watak
yang berpihak pada keseimbangan ekosistem.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian dari Konservasi?
2. Apa Pengertian dari Kearifan Lokal?
3. Bagaimana Konservasi Lingkungan hidup dalam Syariat Islam?
4. Bagaimana Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam?
5. Apa Saja tantangan-tantangan Terhadap Kearifan Lokal?
C. Tujuan
1. Untuk memahami dan mengetahui pengertian dari Konservasi.
2. Untuk memahami dan mengetahui pengertian dari Kearifan Lokal.
3. Untuk memahami cara-cara dalam Konservasi Lingkungan Hidup menurutSyariat
Islam.
4. Untuk memahami bagaimana pengelolaan Sumber Daya Alam dalamKearifan Lokal.
5. Untuk mengetahui dan mencegah Tantangan-Tangan Terhadap KearifanLokal

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Konservasi
Konservasi adalah upaya yang dilakukan manusia untuk melestarikan atau
melindungi alam. Konservasi (conservation) adalah pelestarian atau perlindungan. Secara
harfiah, konservasi berasal dari bahasa Inggris conservation, yang artinya pelestarian atau
perlindungan. Sedangkan menurut ilmu lingkungan, konservasi dapat diartikan adalah
sebagai berikut:
1. Upaya efisiensi dari penggunaan energi, produksi, transmisi, atau distribusi yang
berakibat pada pengurangan konsumsi energi di lain pihakmenyediakan jasa yang
sama tingkatannya.
2. Upaya perlindungan dan pengelolaan yang hati-hati terhadap lingkungan dan sumber
daya alam (fisik).
3. Pengelolaan terhadap kuantitas tertentu yang stabil sepanjang reaksi kimia atau
transformasi fisik.
4. Upaya suaka dan perlindungan jangka panjang terhadap lingkungan.
5. Suatu keyakinan bahwa habitat alami dari suatu wilayah dapat dikelola, sementara
keanekaragaman genetik dari spesies dapat berlangsung dengan mempertahankan
lingkungan alaminya.

Konservasi adalah segenap proses pengelolaan suatu tempat agar maknakultural yang
dikandungnya terpelihara dengan baik (Piagam Burra, 1981). Konservasi adalah
pemeliharaan dan perlindungan terhadap sesuatu yang dilakukan secara teratur untuk
mencegah kerusakan dan kemusnahan dengan cara pengawetan (Peter Salim dan Yenny
Salim, 1991). Kegiatan konservasi selalu berhubungan dengan suatu kawasan, kawasan
itu sendiri mempunyai pengertian yakni wilayah dengan fungsi utama lindung atau
budidaya (Undang-undangNo. 32 Tahun 2009). Kawasan lindung adalah kawasan yang
ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup
sumber daya alam, sumber daya buatan, dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna

3
kepentingan pembangunan berkelanjutan.1 Kawasan budidaya adalah kawasan yang
ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi
sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.

Konservasi itu sendiri berasal dari kata conservation yang terdiri atas kata con
(together) dan servare (keep/save) yang memiliki pengertian mengenai upaya
memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have), namun secara bijaksana
(wise use). Ide ini dikemukakan oleh Theodore Roosevelt (1902) yang merupakan orang
Amerika pertama yang mengemukakan tentang konsep konservasi. Konservasi dalam
pengertian sekarang, sering diterjemahkan sebagai be use of nature resource
(pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana).

Apabila merujuk pada pengertiannya, konservasi didefinisikan dalam beberapa


batasan, sebagai berikut:

1. Konservasi adalah menggunakan sumber daya alam untuk memenuhi keperluan


manusia dalam jumlah yang besar dalam waktu yang lama(American Dictionary).
2. Konservasi adalah alokasi sumber daya alam antarwaktu (generasi) yangoptimal
secara sosial (Randall, 1982).
3. Konservasi merupakan manajemen udara, air, tanah, mineral ke organisme hidup
termasuk manusia sehingga dapat dicapai kualitas kehidupan manusiayang
meningkat, sedangkan dalam kegiatan manajemen antara lain meliputisurvei,
penelitian, administrasi, preservasi, pendidikan, pemanfaatan danlatihan (IUCN,
1968).
4. Konservasi adalah manajemen penggunaan biosfer oleh manusia sehingga dapat
memberikan atau memenuhi keuntungan yang besar dan dapatdiperbaharui untuk
generasi-generasi yang akan datang (WCS, 1980).

Secara keseluruhan, Konservasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan (KSDAL)


adalah pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang pemanfaatannya dilakukan
secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap
memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya. Di Indonesia,
1
Drs. Joko Chistanto, Modul 1 “Ruang Lingkup Konservasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan”,
PKWL4220/MODUL 1, hal 1-3.

4
kegiatan konservasi seharusnya dilaksanakan secara lintas sektor dan lintas aktor;
bersama dan terpadu baikoleh pemerintah maupun masyarakat (mencakup masyarakat
umum, swasta, lembaga swadaya masyarakat, dan perguruan tinggi), serta pihak-pihak
lainnya.2

B. Pengertian Kearifan Lokal (Local Wisdom)


Manusia dikenal sebagai makhluk multidimensi, salah satunya adalahsebagai homo
ecologus (makhluk lingkungan) (Odum, 1983). Sebagai homoecologus, manusia
merupakan bagian dari ekosistem yang memiliki kecenderungan untuk selalu mencoba
mengerti akan lingkungannya. Manusia bahkan cenderung untuk bereaksi terhadap
pengertiannya tentang lingkungan dibandingkan dengan reaksinya terhadap lingkungan
itu sendiri. Kecenderungan seperti ini menjadi salah satu ciri utama manusia sebagai
makhluk berakal sehat (Abdillah, 2001: 1-2). Salah satu tanda dari akal yang sehat itu
adalah kearifan yang melekat dalam dirinya. Kearifan itu terbentuk bisa saja karena
merupakan produk lingkungan hidup sehingga melahirkan sebuah kearifan yang bersifat
lokalitas. Berkaitan dengan ini kemudian memunculkan kearifan lokal (local wisdom)
yang sebenarnya mengandung nilai-nilai luhur yang jika diberdayak anjustru mampu
menanggulangi krisis lingkungan. Dalam pengertian kamus, kearifan lokal (local
wisdom) terdiri dari dua kata:kearifan (wisdom) dan lokal (local). Local berarti setempat,
sedangkan wisdom (kearifan) sama dengankebijaksanaan.
Secara umum, local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagaigagasan-
gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang
tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Irianto(2010: 6), memberikan
penjelasan mengenai kearifan lokal sebagai berikut: “Kearifan lokal sering dikonsepsikan
sebagai kebijakan setempat (local wisdom), pengetahuan setempat (local knowledge) atau
kecerdasan setempat (local genius). Kearifan lokal adalah sikap, pandangan, dan
kemampuan suatu komunitas didalam mengelola lingkungan rohani dan jasmaninya,
yang memberikan kepadakomunitas itu daya-tahan dan daya tumbuh di dalam wilayah
dimana komunitasitu berada. Dengan kata lain, kearifan lokal adalah jawaban kreatif
terhadap situasigeografis-geopolitis, historis, dan situasionalyang bersifat lokal. Kearifan
lokaladalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan
2
Ibid., hal 16-17

5
yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai
masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka”.3
Kearifan lokal merupakan perpaduan antara nilai-nilai suci firman Tuhan dan
berbagai nilai yang ada. Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat
setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk
budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup. Kearifan
lingkungan atau kearifan lokal masyarakat sudah adadi dalam kehidupan masyarakat
semenjak zaman dahulu mulai dari zaman pra-sejarah hingga saat ini. Kearifan
lingkungan merupakan perilaku positif manusia dalam berhubungan dengan alam dan
lingkungan sekitarnya yang dapat bersumber dari nilai-nilai agama,adat istiadat, petuah
nenek moyang atau budaya setempat, yang terbangun secara alamiah dalam suatu
komunitas masyarakat untuk beradaptasi dengan lingkungan di sekitarnya. Perilaku ini
berkembang menjadi suatu kebudayaan di suatu daerah dan bertahan secara turun-
temurun. Secara umum, budaya lokal atau budaya daerah dimaknai sebagai budaya yang
berkembang di suatu daerah, yang unsur-unsurnya adalah budaya suku-suku bangsa yang
tinggal di daerah itu. Dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan oleh adanya
kemajuan teknologi, membuat orang lupa pentingny atradisi atau kebudayaan masyarakat
dalam mengelola lingkungan.
Sering kali, budaya lokal dianggap sudah ketinggalan di abad sekarang inisehingga
perencanaan pembangunan seringkali tidak melibatkan masyarakat. Berkaitan dengan
„urf, Pikiran Rakyat terbitan 6 Maret 2003 menjelaskan bahwa tentang kearifan berarti
ada yang memiliki kearifan (al-‘addah al-ma’rifah), yang dilawankan dengan al-‘a`ddah
al-ja`hiliyyah. Kearifan adat dipahami sebagai segala sesuatu yang didasari pengetahuan
dan diakui akal serta dianggap baik oleh ketentuan agama. Adat kebiasaan pada dasarnya
teruji secara alamiah dan niscaya bernilai baik karena kebiasaan tersebut merupakan
tindakan sosial yang berulang-ulang dan mengalami penguatan (reinforcement). Apabila
suatu tindakan tidakdianggap baik oleh masyarakat, maka ia tidak akan mengalami
penguatan secaraterus-menerus. Pergerakan secara alamiah terjadi secara sukarela karena
dianggap baik atau mengandung kebaikan. Adat yang tidak baik akan hanya terjadi,

3
Sulaiman Alqomayi. “Kearifan Lokal Berbasis Islam Dalam Pelestarian Lingkungan Hidup”,dalam Jurnal
Kebudayaan Islam Vol. 10, No. 1, Januari – Juni 2012, hal. 17.

6
apabilaterjadi pemaksaan oleh penguasa. Bila demikian, maka ia tidak tumbuh
secaraalamiah, tetapi dipaksakan.4

C. Konservasi Lingkungan Hidup dalam Syariat Islam


Dalam Al-Qur`an, serta akhlak Rasulullah dalam mengelola bumi dengancontoh-
contoh dan proyek-proyek islah yang pernah beliau lakukan. Dalam Islam,syariahlah
yang harus melandasi teori dan hukum lingkungan. Berbicara praktik pemeliharaan bumi,
berarti manusia harus pula memperhatikan hukum Islam.
Hukum Islam atau syariat adalah suatu sistem nilai. Syariat itu ada
untukmewujudkan nilai-nilai yang melekat dalam konsep kunci Islam, seperti
Tauhid,Khilafah, Istislah, Halal dan Haram (Sardar 1985). Tujuan tertinggi dari sistem
iniadalah kesejahteraan kita di alam akhirat nanti.
Syariat mengutamakan keselamatan bagi semua makhluk yang eksis diatas bumi,
tidak terkecuali makhluk hidup berupa jamur, yang menempel di pohon yang lampuk,
mikroorganisme yang tidak kasat mata, lalu pada kutu hingga gajah berhak mendapatkan
perhatian manusia agar mereka dapat mempelajarinya.
“Dan pada penciptakan kamu dan pada binatang-binatang yang melata yangbertebaran
(di muka bumi) terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk kaum yang meyakini.”
(Q.S. Al-Jasiyah (45) : 4).
Yang Maha Pencipta membuat bumi dan segala isinya dengan suatu tujuanagar
manusia dapat menjalankan ibadah dengan sempurna. Naif apabila dalammenjalankan
segala aktivitas di bumi tidak dikontrol oleh aturan dari penciptanya.Juga mustahil
manusia mengolah bumi tanpa ada suatu kerangka yang membatasimereka
memanfaatkan sumber daya di bumi. Maka kerangka-kerangka inilah yangdapat
digunakan untuk menampilkan pengelolaan SDA yang beradab. 5
1. Tauhid (Peng-Esaan Tuhan).
Sangat penting dalam konteks peng-Esaan Tuhan ini adalah bahwaAllah
itu berbeda dengan makhluk-Nya (al Mukhalafatu lil al hawadist). Allah
adalah “dimensi”yang tak terhingga dan mutlak. Sedangkan semua makhluq
4
Ibid., hal. 18
5
Fachruddin M. Mangunjaya, Konservasi Alam dalam Islam. (DKI. Jakarta :Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Edisi
Revisi. Juli 2019), hal 27

7
ciptaan-Nya adalah terhingga dan bersifat nisbi (relatif). Alam semesta
(termasuk manusia) mempunyai potensi-potensi tertentu, akan tetapi juga
mempunyai batas kemampuan atau keterhinggaan. Betapa pun tingginya
potensi makhluk (alam dan manusia), tidak akan dapat membuat atau merubah
yang terhingga menjadi tak terhingga.
Konsep inilah yang di dalam beberapa ayat Al-Qur‟an dinyatakan bahwa
setiap sesuatuciptaan Allah itu mempunyai“ukuran” (qadr), danoleh karena
itu bersifat relatif dan tergantung kepada Allah. Jika sesuatu ciptaan Allah
(termasuk manusia) itu melanggar hukum-hukum yang telah ditetapkan
baginya dan melampaui “ukuran” nya, maka alam semesta akan menjadi
kacau balau. Setiap tindakan atau perilaku manusia (muslim) baik yang
berhubungan dengan orang lain atau makhluk lain atau lingkungan hidupnya
harus dilandasi oleh pemahaman atas konsep Keesaan dan Kekuasaan Tuhan
serta penciptaan alam semesta sebagaimana telah disebutkan di atas.
Pernyataan ini mempunyai makna bahwa manusia sebagai makhluk Tuhan
sekaligus sebagai hamba Tuhan („abdul Allah) harus senantiasa tunduk dan
patuh kepada aturan-aturan atau hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh
Allah SWT. Manusia juga harus bertanggung jawab kepada-Nya untuk semua
tindakan yang dilakukannya.
Bagi seorang muslim, tauhid harus masuk menembus ke dalam
seluruhaspek kehidupannya dan menjadi pandangan hidupnya. Dengan kata
lain,tauhid merupakan sumber etika pribadi dan kelompok (masyarakat), etika
sosial, ekonomi, dan politik, termasuk etika dalam pengelolaan sumberdaya
alam dan lingkungan, pengembangan sains dan teknologi.6
2. Khilafah
Manusia telah dianugerahi oleh Tuhan kelebihan dibandingkandengan
makhluk lain, yakni kesempurnaan ciptaan dan akal budi. Dengan berbekal
akal budi (akal dan hati nurani) ini manusia mestinya mampu mengemban

6
Muhjiddin Mawardi, Gatot Supangkat, Miftahulhaq. Akhlak Lingkungan :Panduan Berperilaku Ramah Lingkungan
(Tangerang Selatan : Deputi Komunikasi Lingkungan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Lingkungan Hidup Republik
Indonesia dan Majelis Lingkungan Hidup Pimpinan Pusat Muhammadiyah. 2011) hal. 5-7

8
amanat untuk menjadipemimpin sekaligus wakil Tuhan dimuka bumi. Sebagai
pemimpin, manusia harus bisa memelihara dan mengatur keberlangsungan
fungsi dan kehidupan semua makhluk, sekaligus mengambil keputusan yang
benar pada saat terjadi konflik kepentingan dalam penggunaan atau
pemanfaatan sumberdaya alam. Pengambilan keputusan ini harus dilakukan
secara adil, bukan dengan cara memihak kepada individu atau kelompok
makhluk tertentu,akan tetapi mendholimi atau mengkhianati individu atau
kelompok makhluklainnya dalamkomunitas penghuni bumi (Q.S. Shaad: 26;
an-Nisa: 58).
3. Kemashlahatan (Istishlah)
Al istishlah atau kemashlahatan (umum) merupakan salah satu pilarutama
dalam syariah Islam termasuk dalampengelolaan lingkungan. Bahkan secara
tegas dan eksplisit Tuhan melarang manusia untuk melakukan perbuatan yang
bersifat merusak lingkungan termasuk merusak kehidupan manusia itu sendiri,
setelah Tuhan melakukan (ishlah). Istillah ini bahkan tidak hanya sepanjang
umur dunia akan tetapi sampai kekehidupan akherat (Q.S. Al-A‟raf: 56).
Istishlah juga bisa bermakna pemeliharaan terhadap alam termasuk kepada
kehidupan manusia, hewandan tumbuhan di bumi. Dengan kata lain
pemanfaatan alam termasuk hewan dan tumbuhan adalah pemanfaatan yang
berkelanjutan, untuk generasi saat ini dan masa depan. Pemanfaatan yang bisa
dilakukan adalah pemanfaatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
hidup manusia, bukan pemanfaatan untuk kepentingan komersial (ekonomi),
dan bukan pemanfaatan yang berlebihan (israf), atau pemanfaatan yang
mengakibatkan terjadinya kerusakan (fasad), dan bukanpemanfaatan yang
dilakukan dengan cara semena-mena atau berbuat dholim (Q.S. Asy-Syu‟ara:
151-152).
Dalam khasanah Islam dan lingkungan, dikenal suatu kawasan atauareal
konservasi yang diberi nama al-harim. Harim ini merupakan areal konservasi
mata air, tanaman dan hewanyang dilindungi dan tidak boleh diganggu oleh
siapapun. Walaupun dalam sejarahnya terdapat areal harim yang merupakan
milik perorangan, dan pemiliknya lah yang menentukan atau menetapkan

9
areal yang bersangkutan sebagai areal perlindungan dan konservasi. Pada
umumnya harim merupakan milik komunitas atau masyarakat atau suku
tertentu.Pada masa Rasulullah masih hidup dan pada masa pemerintahan
Khulafaur Rasyidin pernah ditentukan beberapa areal tertentu yang dinyatakan
sebagai areal perlindungan dan konservasi (harim),dan diumumkan kepada
semua masyarakat kaum muslimin ketika itu. Sayangnya bukti-bukti sejarah
tentang ditetapkannya kawasan tertentu sebagai areal harim ini tidak tercatat,
kecuali kawasan hima (kawasanlindung).
4. Rambu : Halal dan Haram
Keberlanjutan peran dan fungsi alam serta harmoni kehidupan dialam ini
oleh Islam dijaga oleh dua instrument yang berperan sebagai rambu bagi
manusia, yakni halal dan haram. Segala sesuatu yang menguntung kanatau
berakibat baik bagi seseorang, masyarakat dan lingkungan alamnya serta
lingkungan sosialnya adalah halal. Sebaliknya segala sesuatu yang jelek,
membahayakan atau merusak seseorang, masyarakat dan lingkungan alam dan
sosialnya adalah haram.
Konsep halal dan haram ini sebenarnya tidak hanya diberlakukan bagi
manusia, akan tetapi juga berlaku bagi alam. Pelanggaran terhadap rambu-
rambu ini akan mengakibatkan terjadi ketidakseimbangan atau disharmoni
baik dalam kehidupan manusia maupun gangguan kesetimbangan ekologis di
alam.7

D. Kearifan Lokal Dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam


Masyarakat setempat yang menerapkan cara hidup tradisional didaerah pedesaan,
yang nyaris tak tersentuh teknologi umumnya dikenal sebagai masyarakat suku,
komunitas asli atau masyarakat hukum adat, penduduk asli atau masyarakat tradisional
(Dasmaan dalam M. Indrawan,2007). Masyarakat setempat seringkali menganggap diri
mereka sebagai penghuni asli kawasan terkait, danmereka biasanya berhimpun dalam
tingkat komunitas atau desa. Kondisi demikian dapat menyebabkan perbedaan rasa

7
Ibid., hal 14-15

10
kepemilikan antara masyarakat asli/pribumi dengan penghuni baru yang berasal dari luar,
sehingga masyarakat setempat seringkali menjadi rekan yang tepat dalam konservasi.
Di sebagian besar penjuru dunia, semakin banyak masyarakat setempat telah
berinteraksi dengan kehidupan modern, sehingga sistem nilai mereka telah terpengaruh,
dan diikuti penggunaan barang dari luar. Pergeseran nilai akan beresiko melemahnya
kedekatan masyarakat asli dengan alam sekitar, serta melunturkan etika konservasi
setempat. Masyarakat tradisional pada umumnya sangat mengenal dengan baik
lingkungan di sekitarnya. Mereka hidup dalam berbagai ekosistem alami yang ada di
Indonesia, dan telah lama hidup berdampingan dengan alam secara harmonis, sehingga
mengenal berbagai cara memanfaatkan sumber daya alam secara berkelanjutan. Di
samping itu dalam berperilaku orang akan berpedoman pada berbagai macam hal yang
padahakekatnya mempunyai nilai baik dan buruk serta pada kegiatan yangdidasarkan
pada benar dan salah (Brennan, Andrew, Lo, Yeuk-Sze 2002) Dalam kearifan lokal juga
terwujud upaya pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang juga merupakan
wujud dari konservasi oleh masyarakat. Berkaitan dengan hal itu, maka Nababan (1995)
mengemukakan prinsip-prinsip konservasi dalam pengelolaan sumberdaya alam secara
tradisional sebagai berikut.
1. Rasa hormat yang mendorong keselarasan (harmoni) Hubungan manusia dengan alam
sekitarnya. Dalam hal ini masyarakat tradisional lebih condong memandang dirinya
sebagai bagian dari alam itu sendiri.
2. Rasa memiliki yang eksklusif bagi komunitas atas suatu kawasan atau jenis sumber
daya alam tertentu sebagai hak kepemilikan bersama (communal property resource).
Rasa memiliki ini mengikat semua warga untuk menjagadan mengamankan
sumberdaya bersama ini dari pihak luar
3. Sistem pengetahuan masyarakat setempat (local knowledge system) yang memberikan
kemampuan kepada masyarakat untuk memecahkan masalah-masalah yang mereka
hadapi dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang terbatas.
4. Daya adaptasi dalam penggunaan teknologi sederhana yang tepat guna dan hemat
(input) energi sesuai dengan kondisi alam setempat.
5. Sistem alokasi dan penegakan aturan-aturan adat yang bisa mengamankan sumber
daya milik bersama dari penggunaan berlebihan, baik oleh masyarakat sendiri

11
maupun oleh masyarakat luar (pendatang). Dalam hal ini masyarakat tradisional
sudah memiliki pranata dan hukum adat yang mengatur semua aspek kehidupan
bermasyarakat dalam satu kesatuan sosial tertentu.
6. Mekanisme pemerataan (distribusi) hasil panen atau sumber daya milik bersama yang
dapat mencegah munculnya kesenjangan berlebihan didalam masyarakat tradisional.
Tidak adanya kecemburuan atau kemarahan sosial akan mencegah pencurian atau
penggunaan sumberdaya di luar aturanadat yang berlaku.

E. Tantangan Terhadap Kearifan Lokal


1. Jumlah Penduduk
Pertumbuhan penduduk yang tinggi akan mempengaruhi kebutuhan pangan dan
berbagai produksi lainnya untuk mencukupi kebutuhan manusia. Robert Malthus
menyatakan bahwa penduduk yang banyak merupakan penyebab kemiskinan, hal ini
terjadi karena laju pertumbuhan penduduk yang mengikuti deret ukur tidak akan
pernah terkejar oleh pertambahan makanandan pakaian yang hanya mengikuti deret
hitung (Soerjani dkk, 1997:99).
Adanya kebutuhan pangan yang tinggi menuntut orang untuk meningkatklan
produksinya guna mencukupi kebutuhan tersebut, sehingga melakukan modernisasi
pertanian dengan melakukan revolusi hijau.
2. Teknologi Modern dan Budaya
Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang cepat menyebabkan
kebudayaan berubah dengan cepat pula. Teknologi modern secara disadari atau tidak
oleh masyarakat, sebenarnya menciptakan keinginandan harapan-harapan baru dan
memberikan cara yang memungkinkan adanya peningkatan kesejahteraan manusia.
Melihat kenyataan tersebut maka mudah dipahami mengapa cita-cita tentang
teknologi lokal cenderung diabaikan, karena kebanyakan orang beranggapan bahwa
teknologi modern selalu memiliki tingkat percepatan yang jauh lebih dinamis.
Menurut Budisusilo dalam Francis Wahono (2005:217) teknologi lokal sebagai
penguatan kehidupan manusia sesungguhnya memiliki percepatan yang cukup
dinamis, misalnya dalam menciptakan lapangan kerja danmemenuhi kebutuhan dasar.
Selain menggususr pengetahuan dan teknologilokal teknologi modern dan seluruh

12
sistem kelembagaannya juga mempunyai potensi “perusakan seperti pembagian hasil
yang timpang, pencemaran lingkungan alam dan perusakan sistem nilai sosial-budaya
masyarakat.
Budisusilo dalam Francis Wahono (2005:218) menjelaskan sebagaiakibat
perkembangan teknologi produksi yang pesat, baik pada sektor pertanian
(bioteknologi dan mekanisasi), sektor industri (manufaktur daneksplorasi alam),
maupun sektor jasa (transportasi, medis, laboratoris,komunikasi dan informasi),
masyarakat pun menjadi terbiasa menikmati produk barang dan jasa yang bersifat
massif dengan efisiensi teknis, kualitasdan jenis yang sama pada semua belahan
bumi.
Di samping itu ketersediaan akses pada jaringan pemasaran seperti :hypermarket,
supermarket, minimarket bahkan traditional market yangditopang oleh fasilitas/alat
bayar yang mudah dan cepat seperti telemarket, cybermarket telah merubah budaya
dan kebiasaan baru sejumlah kalangan masyarakat. Pada gilirannya teknologi modern
menjadi “standard produksi bagi pasar dunia” yang mengabaikan kemampuan
penguasaan teknologi/pengetahuan keanekaragaman sumberdaya lokal dan
menganggap teknologi lokal sebagai inferior. Percepatan integrasi tersebut telah
mengakibatkan berbagai kondisi paradoksal, seperti meningkatnya jumlah
pengangguran, kemiskinan, marginalisasi nilai kemanusiaan, krisis lingkungan,
kerusakan dan konflik sumberdaya alam dan lingkungan. Melihat kenyataan tersebut
maka perlu dicari cara bagaimana pengetahuan danteknologi lokal dapat digunakan
sebagai pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat banyak sehingga
kerusakan lingkungan sosial dan alam pundapat terhindarkan.
3. Modal Besar
Eksploitasi terhadap sumber daya alam dan lingkungan sekarang ini telah sampai
pada titik kritis, yang menimbulkan berbagai masalah lingkungan dan masyarakat. Di
samping masalah lingkungan yang terjadi di wilayah-wilayah dimana dilakukan
eksploitasi sumber daya alam, sebenarnya terdapat masalah kemanusiaan, yaitu
tersingkirnya masyarakat asli (indigenous people) yang tinggal di dalam dan sekitar
wilayah eksploitasi baik eksploitasi sumber daya hutan, sumberdaya laut, maupun
hasil tambang.

13
Kenyataan ini menunjukkan bahwa kekayaan sumber daya alam danhayati yang
dimiliki dipandang sebagai sumber daya yang dapat diekstraksi untuk mendapatkan
surplus. Namun demikian di lain pihak, keberhasilan perolehan devisa tersebut harus
dibayar mahal dengan rusaknya ekosistem daerah yang bersangkutan dan akan
berakibat pada terganggunya ekosistem global. Selanjutnya secara sosial budaya,
terjadi konflik kepentingan antara tatanan budaya lokal dan budaya modern yang
melekat pada industrialisasi dari sumberdaya alam yang dieksploitasi.
Menurut Rimbo Gunawan dkk, (1998:v) persoalan tersebut disatu pihak, yaitu
modernisasi melihat bahwa tatanan budaya lokal merupakan hambatan yang harus
“dihilangkan” atau “diganti” agar proses pembangunan tidak mendapat gangguan
serius dari komunitas lokal, sementara itu masyarakat lokal memandang
industrialisasi dari hasil sumberdaya alam yang dieksploitasi sebagai ancaman bagi
hak-hak adat mereka terhadap lingkungannya Kejadian-kejadian tersebut khususnya
pada sumberdaya hutan diperparah dengan banyaknya pengusaha illegal yang hanya
mementingkan keuntungan tanpa mempertimbangkan kerusakan lingkungan
yangditimbulkan, yang juga wujud dari keserakahan
4. Kemiskinan dan Kesenjangan
Kemiskinan dan kesenjangan merupakan salah satu masalah yang paling
berpengaruh terhadap timbulnya masalah sosial. Masalah sosial yang bersumber dari
kemiskinan dan kesenjangan atau kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan pokok,
sering kali tidak berdiri sendiri tetapi saling berkaitan dengan faktor lain. Kemiskinan
bukan saja menjadi masalah di Indonesia,tetapi juga di banyak negara berkembang.
Kemiskinan juga mempengaruhi orang bertindak untuk memenuhi kebutuhan
dasarnya, meskipun tindakan tersebut kadang bertentangan dengan aturan atau
norma-norma yang sudah adaatau pun berkaitan dengan kerusakan lingkungan. Maka
dari itu kemiskinandan lingkungan maerupakan isu strategis dan menjadi tantangan
utama dalam proses pembangunan berkelanjutan.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pengertian Konservasi
Konservasi (conservation) adalah pelestarian atau perlindungan. Secara harfiah,
konservasi berasal dari bahasa Inggris conservation, yang artinya pelestarian atau
perlindungan
2. Pengertian Kearifan Lokal
Secara umum, local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-
gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang
tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.
3. Konservasi Lingkungan Hidup dalam Syariat Islam
Hukum Islam atau syariat adalah suatu sistem nilai. Syariat itu ada
untukmewujudkan nilai-nilai yang melekat dalam konsep kunci Islam, sepertiTauhid,
Khilafah, Istislah, Halal dan Haram (Sardar 1985).
4. Kearifan Lokal Dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam
1) Rasa hormat yang mendorong keselarasan (harmoni)
2) Rasa memiliki yang eksklusif
3) Sistem pengetahuan masyarakat setempat (local knowledge system)
4) Daya adaptasi dalam penggunaan teknologi sederhana
5) Sistem alokasi dan penegakan aturan-aturan adat
6) Mekanisme pemerataan (distribusi) hasil panen atau sumber dayamilik bersama
5. Tantangan Terhadap Kearifan Lokal
1) Jumlah Penduduk
2) Teknologi Modern dan Budaya
3) Modal Besar
4) Kemiskinan dan Kesenjangan

15
DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, Mujiyono. 2001. Agama Ramah Lingkungan: Perspektif al-Qur’an. Jakarta:


Paramadina.

Alqomayi, Sulaiman. “Kearifan Lokal Berbasis Islam Dalam Pelestarian Lingkungan


Hidup”,dalam Jurnal Kebudayaan Islam Vol. 10, No. 1, Januari - Juni2012.

Arikunto, Suharsimi. 2007. Prosedur Penelitian: Suatu PendekatanPraktik. Jakarta: Rineka


Cipta.

Ayatrohaedi. 1986. Kepribadian budaya bangsa (local Genius). Jakarta:Pustaka Jaya.

Christanto, Joko. Modul 1 :“Ruang Lingkup Konservasi Sumber Daya Alamdan


Lingkungan”,PWKL4220/MODUL 1.

Geriya, S.Swarsi. 2008. “Menggali Kearifan Lokal untuk Ajeng Bali“ dalam balipos.co.id
diakses pada 4 Februari 2009.Geertz,Clifford. 1973.

Miftahulhaq. Supangkat,Gatot. Mawardi, Muhjiddin. Akhlak Lingkungan :Panduan Berperilaku


Ramah Lingkungan Tangerang Selatan : Deputi Komunikasi Lingkungan dan
Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia dan
Majelis Lingkungan Hidup Pimpinan Pusat Muhammadiyah. 2011.

M. Mangunjaya, Fachruddin, Konservasi Alam dalam Islam. DKI.Jakarta :Yayasan Pustaka


Obor Indonesia, Edisi Revisi. Juli 2019

Pauzi, Ihsan Ali. 1994. “Kearifan Tradisional dan Bumi Manusia”, dalam Jurnal Dialog
Pemikiran Islami Islamika, No. 3, Januari –Maret 1994.

16

Anda mungkin juga menyukai