Disusun Oleh :
Kelompok 12 A2PSR
Puji syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
karunianya kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan selesai pada
waktunya. Makalah ini kami beri judul “Tafsir Ayat dan Syarah Hadis Tentang
Kelautan dan Perikanan”.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Kajian Ayat dan Hadis Ekonomi yang diampu oleh bapak Moh. Irhas Darojat, LC.,
M.M. Selain itu, dari penyusunan makalah ini kami berharap dapat menambah
wawasan bagi teman-teman semuanya mengenai tafsir ayat dan syarah hadis
tentang kelautan dan perikanan.
Terakhir, kami menyadari bahwa makalah ini jauh lebih dari kesempurnaan.
Maka dari itu, kami membutuhkan kritik dan saran yang dapat membangun
kemampuan kami, agar kedepannya bisa menyusun makalah dengan lebih baik lagi.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca, dan bagi kami khususnya
sebagai penyusun.
Terima kasih
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
Nomor KEP.45/MEN/2011 tentang Estimasi Potensi Sumber daya Ikan di Wilayah
Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, menyebutkan bahwa potensi
lestari sumber daya ikan (maximum sustainable yield) di perairan laut Indonesia
sebesar 6,5 juta pertahun, dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan sebesar 5,2
juta ton pertahun, dan untuk besarnya potensi perikanan tangkap di perairan umum
yang memiliki total luas sekitar 54 juta Ha, yang meliputi danau, waduk, sungai,
rawa, dan genangan air lainnya diperkirakan mencapai 0,9 juta ton pertahun
1
.Melihat potensi perikanan Indonesia yang sangat kaya akan ikannya tersebut yang
melimpah, maka dengan kondisi geografis yang demikian itu, pengelolaan dan
pelestarian perikanan laut bagi bangsa Indonesia menjadi sangat penting dan perlu
diperhatikan lebih serius sehingga potensi perikanan laut yang sangat kaya tersebut,
maka hasil pengelolaan perikanan laut dapat dimanfaatkan sebagai sumber mata
pencaharian yang dapat diandalkan rakyat Indonesia utamanya bagi para nelayan 2.
Setidaknya terdapat tiga komponen pokok terkait dengan pemanfaatan sumber
daya perikanan yang harus diperhatikan yaitu environmental friendly, memberikan
nilai ekonomi yang berkelanjutan dan secara sosial dapat diterima masyarakat. Pada
aspek lain kriteria perikanan berkelanjutan dipahami sebagai suatu aktivitas yang
dilakukan secara optimal dan secara terus-menerus sebagai upaya dalam membantu
nelayan sehingga mereka dapat melakukan pemanfaatan dengan ramah lingkungan,
secara teknik dapat dilakukan dan secara ekonomi menguntungkan termasuk dalam
mendukung ketahanan pangan. Dengan demikian, sesungguhnya pemanfaatan
sumberdaya perikanan berkelanjutan pada prinsipnya yaitu perpaduan antara
pengelolaan semberdaya dan pemanfaatan dengan tetap menjaga kelestariannya
dalam jangka panjang dengan memperhatikan beberapa aspek misalnya
karakteristik biologi, adanya sharing keuntungan, dan ekologi termasuk konservasi
1
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor KEP.45/MEN/2011 tentang
Estimasi Potensi Sumber daya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia
2
Melda Kamil Ariadno, 2007, Hukum Internasional Hukum Yang Hidup, Media, Jakarta, hal. 127
1
yang mana kesemuanya itu sebagai perwujudan untuk kepentingan generasi
mendatang 3.
Dalam al-Qur’an sendiri terdapat beberapa ayat yang membahas mengenai laut
dan misteri kehidupan yang ada didalamnya berdimensi ekonomi. Dalam konteks
itulah kita menemukan bahwa sejak awal, al-Qur’an telah menyorot masalah-
masalah ekonomi secara intens dalam deretan ayat-ayatnya. Al-Qur’an juga
menjelaskan pola hubungan manusia dengan sekitarnya dalam suatu istilah yang
oleh al-Qur’an disebut hubungan pendayagunaan4. Umat Islam sebagai umat yang
selalu ditantang untuk meneliti alam ciptaan Allah, dan dilimpahi kasih sayang Allah
berupa garansi akan keberuntungan, sudah seharusnya mengekplorasi karunia Allah
dilautan sebagaimana difirmankan dalam QS Al-Nahl (16) : 14 Dan Dia-lah, Allah
yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya
daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang
kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu
mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur5.
3
Mallawwa, A dan Najamuddin, 2003, Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan Berkelanjutan,
Makalah Pada Seminar Nasional Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan Yang Bertanggungjawab Dan
Berbasis Masyarakat, hal. 7.
4
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Mislibah Pesan Kesan dan Keserasian al-Qur'an. (Cetakan VI.
Jakarta: Lentera Hati. 2007), hlm. 56
5
Bassam, Abdullah bin Abdurrahman Ali. Syarah Hadits. (Cetakan ketiga. Jakarta: Darul Falah.
2004), hlm. 34
2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan. Maka munculah beberapa
rumusan masalah, diantaranya sebagai berikut.
1. Bagaimana pemahaman tentang kelautan dan perikanan?
2. Apa nilai-nilai atau ajaran dari ayat-ayat dalam praktik perikanan yang
berkelanjutan?
3. Bagaimana praktik usaha yang berhubungan dengan kelautan dan
perikanan?
4. Bagaimana tafsir ayat tentang hukum makan hewan dilaut dan didarat?
5. Apa saja tafsir ayat dan syarah hadis tentang kelautan dan perikanan?
3
BAB II PEMBAHASAN
6
Suwiknyo, Dwi. Kamus Lengkap Ekonomi Islam. (Yogyakarta: Total Media, 2009), hlm. 14
4
1. Keadilan: Al-Qur'an menekankan pentingnya keadilan dalam segala aspek
kehidupan. Dalam konteks perikanan berkelanjutan, keadilan berarti memberikan
hak-hak yang adil kepada semua pihak yang terlibat, termasuk nelayan, petani ikan,
dan komunitas lokal. Ini termasuk memastikan bahwa akses dan manfaat dari
sumber daya perikanan didistribusikan secara adil, menghindari monopoli yang
merugikan masyarakat.
4. Kerja Sama dan Solidaritas: Ajaran agama sering kali menekankan pentingnya
kerja sama dan solidaritas dalam menjalani kehidupan. Dalam konteks perikanan
berkelanjutan, ini berarti kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, nelayan,
ilmuwan, dan pemangku kepentingan lainnya. Dengan bekerja sama, kita dapat
mengembangkan kebijakan dan praktik yang mempromosikan perikanan
berkelanjutan serta membangun kesadaran dan pemahaman yang lebih baik tentang
pentingnya menjaga sumber daya perikanan.
5
C. Praktik Usaha yang Berhubungan dengan Kelautan dan Perikanan
Dalam setiap perbuatan yang dilakukan manusia selalu ada hukum yang
mengaturnya baik itu Hukum Islam maupun Hukum Positif. Hukum-hukum yang
ada dibuat untuk melindungi masyarakat dan lingkungan, contohnya dalam
melakukan kegiatan penangkapan rajungan agar terhindar dari kemafsadatan atau
kerusakan lingkungan. Di Indonesia telah diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan
dan Perikanan Nomor 56 Tahun 2016 tentang Pelarangan Penangkapan dan
Penjualan Rajungan.
6
kondusif dan sinergis dengan menegakkan aturan atau kesepakatan bersama
yang tegas dan efektif.
Dalam hal ini para nelayan di Desa Socorejo Kecamatan Jenu Kabupaten Tuban
dituntut untuk mencari penghasilan yang sesuai dengan peraturan Menteri Kelautan
dan Perikanan yang telah di terbitkan yaitu tidak melakukan penangkapan dan
penjualan berlebihan terhadap sumberdaya hayati berupa hewan rajungan yang ada
di laut. Namun dalam realitasnya para nelayan di Desa Socorejo Kecamatan Jenu
Kabupaten Tuban, enggan untuk mentaati peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan yang telah di tetapkan pada pasal 4 ayat 1 yaitu‚ melarang praktik
penangkapan dan penjualan rajungan di bawah ukuran karapas 10 cm dan berat 60
gram.
Dalam pasal 7 ayat 2 menjelaskan setiap rajungan yang ditangkap dan diperjual
belikan namun dibawah standarisasi yang tertuang dalam peraturan menteri tersebut
dalam keadaan mati maka nelayan harus melakukan pelaporan ke Dinas Kelautan
dan perikanan yang menaungi wilayah Desa Socorejo. Pasal 8 ayat 3 menjelaskan
pula apabila nelayan melakukan penangkapan dan penjualan rajungan dalam kondisi
dibawah standart yang ditetapkan Kementrian Kelautan dan Perikanan maka akan
dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan. Sampai saat ini penerapan
sanksi masih belum maksimal. Karena masih banyaknya nelayan yang tidak mau
mentaati peraturan yang sudah ditetapkan serta minimnya petugas dilapangan.
7
D. Tafsir Ayat Tentang Hukum Makan Hewan Dilaut dan Didarat
1. Interpretasi Ayat-Ayat Hukum Makan Hewan Dilaut dan Didarat
ص ْيدُ ْالبَ ِر َما د ُْمت ُ ْم ُح ُر ًما ۗ َواتَّقُو
َ علَ ْي ُك ْم
َ َّارةِ ۖ َو ُح ِر َم
َ سي َّ عا لَ ُك ْم َو ِلل َ ص ْيدُ ْالبَحْ ِر َو
ً ط َعا ُمهُ َمتَا َ أ ِح َّل لَ ُك ْم
(QS. Al-Maidah 96) ََّّللَ الَّذِي ِإلَ ْي ِه تُحْ ش َُرون
a. Tafsir Jalalayn
Dalam tafsir ini menjelaskan (Dihalalkan bagimu) hai umat manusia
sewaktu berada dalam keadaan halal/tidak ihram atau sedang ihram
(binatang buruan laut) kamu boleh memakannya. Binatang buruan laut ialah
binatang yang hidupnya hanya di laut/di air, seperti ikan. Berbeda dengan
binatang yang terkadang hidup di laut dan terkadang hidup di darat seperti
kepiting (dan makanan yang berasal dari laut) binatang laut yang terdampar
dalam keadaan mati (sebagai makanan yang lezat) untuk dinikmati (bagimu)
kamu boleh memakannya (dan bagi orang-orang yang bepergian) orang-
orang yang musafir dari kalangan kamu dengan menjadikannya sebagai
bekal mereka. (Dan diharamkan atasmu binatang buruan darat) yaitu
binatang yang hidup di darat dari jenis binatang yang boleh dimakan, kamu
dilarang memburunya (selagi kamu dalam keadaan ihram) dan jika yang
memburunya itu adalah orang yang tidak sedang ihram, maka orang yang
sedang ihram diperbolehkan memakannya sebagaimana yang telah
dijelaskan oleh sunah. (Dan bertakwalah kepada Allah yang hanya kepada-
Nya kamu kembali)
9
E. Tafsir Ayat dan Syarah Hadis Tentang Kelautan dan Perikanan
1. Interpretasi Ayat-Ayat Kelautan
Ayat yang menjelaskan laut dalam arti kekayaan alam sebagai sumber daya
ekonomi yang dijelaskan dalam QS. an-Nahl: 14, QS. al-Isrâ': 66, dan QS. Fâtir:
127.
ْ ََّر ِّب ُك ُم الَّذِّي ي ُْز ِّجي لَ ُك ُم ْالفُ ْلكَ في ال َبحْ ِّر ِّلتَ ْبتَغُوا ِّمن ف
ض ِّل ِّه ِّإنَّهُ َكانَ ِّب ُك ْم َر ِّحي ًما
1. Terjemah
3. Penjelasan
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah yang melayarkan kapal di lautan untuk
manusia, "rabbukumul ladzi yuzji lakumulfulka fil bahri." Nikmat ini
menjadi perantara dalam mendapatkan rezeki yakni untuk mendapatkan ikan
atau juga sebagai jalur perdagangan antarwilayah, "litabtagû min fadhlihi."
Cara ini menjadi solusi bagi pengangkutan barang dagangan seperti komoditi
sehingga lebih mudah apabila dipindahkan melalui jalur laut. Ayat ini
menjadi bukti bahwa ciptaan Allah tidak ada yang sia-sia bagi manusia.
7
Al-Asqalani, Ibnu Hajar. Tarjamah Bulughul Maram (Terj. A. Hassan. Cetakan XXVI. Bandung:
CV. Penerbit Diponegoro. 2002), hlm.80.
10
Karenanya, Allah menutup ayat ini dengan menegaskan bahwa Allah
menyayangi manusia, "innahú kâna bikum rahîman"8.
1. Terjemah
"Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu
dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu
mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat
bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari
karunia- Nya, dan supaya kamu bersyukur." (QS. an-Nahl: 14)9.
al-bahra : Lautan.
Lita'kulû : Agar kamu makan.
Lahman : Daging.
Thariyyan : Lembut/segar.
Hilyatan : Perhiasan.
al-fulka : Bahtera.
Mawakhira : Berlayar.
Wa litabtaghû : Dan agar kamu mencari.
Min fadhlihi : Dari karunianya.
3. Penjelasan
Allah menjelaskan bahwa Dia telah mengendalikan lautan untuk manusia.
Termasuk juga mengendalikan isi laut yang dapat dipergunakan manusia
8
Ahmad Mustafa. Terjemah Tafsir al-Maragi. (Juz: 13, 14, dan 15. Cetakan kedua. Terj. K. Anshori,
dkk. Semarang: CV. Toha Putra. 1994), hlm 67
9
Ibid, hlm 110
11
sebagai bagian dari karunia-Nya kepada manusia. Seperti daging-daging
lembut dari cumi-cumi, udang laut, ikan laut dan lainnya (sea food),
"lita'kulu minhu lahman thariyyan." Diriwayatkan oleh Abu Hurairah dari
Ibnu Syaibah bahwa Rasulullah SAW bersabda, "huwaththahuru ma'
uhulhillu maitatuhu" yang artinya air laut itu suci airnya dan halal
bangkainya. Bangkai binatang air laut yang halal dimakan adalah binatang
yang ditangkap oleh manusia, yang terlempar ke daratan dan bukan bangkai
binatang laut yang membusuk.
Selain memakan daging lembut dari binatang laut, manusia juga bisa
mempergunakan perhiasan seperti mutiara laut, "hilyatan talbasûnaha."
Perhiasan lainnya adalah marjan sebangsa tumbuh-tumbuhan yang hidup di
dasar laut yang mirip karang. Marjan dapat di kelola oleh manusia sehingga
dapat digunakan untuk perhiasan seperti kalung atau gelang.
Kenikmatan lain yang diberikan Allah melalui lautan yaitu aman untuk
berlayar menggunakan perahu, "mawakhira fiha wa litab- taghu min
fadhlihi." Manusia dapat menggunakan lautan sebagai untuk tujuan
pariwisata, militer atau perdasarana transportasi gangan. Misalnya untuk
perdagangan antarpulau atau antarnegara sehingga meng- hasilkan
keuntungan. Semua sumber daya kelautan tersebut diciptakan untuk manusia
sehingga manusia dapat bersyukur, "wa laallakum tasykurúna."
َسابِّع ش ََرابُهُ َو َهذَا ِّم ْلح أ ُ َجاج َو ِّمن ُك ِّل تَأ ْ ُكلُون َ ع ْذب فُ َرات ِّ َو َما يَ ْستَ ِّوي ْالبَحْ َر
َ ان َهذَا
ِّ سونَ َها َوت ََرى ْالفُ ْلكَ فِّي ِّه َم َو
اخ َر ِّلتَ ْبتَغُوا ِّمن ُ َطريًّا َوتَ ْست َْخ ِّر ُجونَ ِّح ْليَةً ت َْلب
َ لَحْ ًما
َ َولَعَلَّ ُك ْم تَ ْش ُك ُرون،ض ِّل ِّه
ْ َف
1. Terjemah
"Dan tiada sama (antara) dua laut; yang ini tawar, segar, sedap diminum
dan yang lain asin lagi pahit. Dan dari masing-masing laut itu kamu dapat
memakan daging yang segar dan kamu dapat mengeluarkan perhiasan yang
dapat kamu memakainya, dan pada masing-masingnya kamu lihat kapal-
12
kapal berlayar membelah laut supaya kamu dapat mencari karunia-Nya dan
supaya kamu bersyukur." (QS. Fátir: 12)10.
10
Ahmad Mustafa. Terjemah Tafsir al-Maragi. (Juz: 19, 20 dan 22. Cetakan kedua. Terj. K. Anshori,
dkk., Semarang: CV. Toha Putra. 1994), hlm 150
13
2. Dalil Hadist Tentang Kelautan
ِ ِ
ِ اَّلل ر ِ َ َع ْن ِه،َُبََن َع ْب َدة
ِ َع ْن َو ْه،ش ٍام
ض َي َ َّ َع ْن َجاب ِر بْ ِن َع ْبد،سا َن
َ ب بْ ِن َك ْي ََ أَ ْخ،ض ِل
ْ ص َدقَةُ بْ ُن ال َف
َ َحدَّثَنَا
»َحبَ ْب نَا
ْأ
Artinya: “Telah bercerita kepada kami, Shadaqah bin al-Fadhal, telah
mengabarkan kepada kami, ‘Abdah dari Hisyam dari Wahb bin Kaisan,
dari Jabir bin ‘Abdullah ra. berkata: kami keluar dalam rombongan
berjumlah tiga ratus orang dengan membawa perbekalan diatas pundak-
pundak kami. Kemudian bekal kami habis hingga ada seseorang dari kami
yang dalam setiap harinya hanya makan sebutir kurma. Ada seseorang
yang bertanya: “Wahai Abu ‘Abdullah, kemana kurma-kurma yang ada
pada laki-laki tadi? ‘Abu ‘Abdullah berkata: “Sungguh kami
menemukannya sudah habis bersamaan habisnya bekal kami hingga kami
mendatangi laut dan ternyata ada seekor ikan hiu yang terlempar oleh
ombak lautan. Lalu kami memakannya selama delapan belas hari yang
merupakan saat-saat kami sukai”11.
Luas laut Indonesia yang mencapai tiga perempat luas Indonesia secara
keseluruhan tentunya memberikan potensi Sumber Daya Alam (SDA) yang sangat
melimpah bagi rakyatnya. Spesies ikan yang beragam, terumbu karang yang begitu
11
Al-Bukhori, Muhammad ibnu Isma’il, al-Jami’u Musnad Shohih al-Bukhori,
(Mesir: Dar a-Najah, 2001), Maktabah Syamilah, hlm. 55
14
indah, hingga perhiasan mahal yang dihasilkan dari kerang merupakan sedikit
gambaran keanekaragaman hayati yang terdapat dalam lautan Indonesia.
Pantas jika Indonesia memiliki hasil laut yang melimpah sebagai kekayaan alam
yang paling menguntungkan, melimpahnya hasil laut Indonesia menjadi devisa
Negara yang cukup besar. Kekayaan laut ini patut disyukuri melalui pengelolaan
dan pemanfaatan yang seimbang. Penangkapan ikan dilakukan dengan cara yang
baik tidak dengan cara merusak. Pencemaran laut pun harus diantisipasi karena jika
limbah-limbah industri dan pencemaran yang lain dialirkan ke laut, maka
mengakibatkan kerusakan ekosistem lautan, ini akan mengakibatkan punahnya
satwa di laut yang berdampak menurunya hasil kelautan12.
12
Karim, Bustanul, Prinsip Pembangunan Ekonomi Umat, (Yogyakarta, Diandra Kreatif,
2018), hlm. 50-51
15
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dalam al-Qur’an sendiri terdapat beberapa ayat yang membahas mengenai
laut dan misteri kehidupan yang ada didalamnya berdimensi ekonomi. Ayat-ayat
tersebut ketika dinterpretasikan dan dideskripsikan berkenaan dengan aneka pangan
(baik sumber makanan hayati maupun nabati), aneka perhiasan, pertambangan,
minyak dan gas serta aspek-aspek ekonomis lainnya baik pariwisata bahari maupun
sebagai sara transportasi yang memudahkan bagi manusia. Itu semua merupakan
karunia Allah yang ada dilautan dan sudah sepantasnyalah kita mensyukurinya.
Dalam konteks itulah kita menemukan bahwa sejak awal, al-Qur’an telah
menyorot masalah-masalah ekonomi secara intens dalam deretan ayat-ayatnya.
Kewajiban melestarikan tumbuhan laut baik yang tumbuh dalam laut seperti
terumbu karang, dan rumput laut, maupun yang tumbuh di pesisir pantai seperti
pohon mangrove. Tidak dibenarkannya perburuan hewan laut dengan cara yang
zhalim, yaitu melumpuhkan hewan laut dengan cara pengeboman dasar laut yang
mengakibatkan matinya tumbuhan laut seperti terumbu karang dan matinya hewan-
hewan laut secara sia-sia.
Allah telah menciptakan laut sebagai bagian dari fasilitas hidup manusia.
Sumber daya alam tersebut penuh dengan daging halus yang dapat dimakan dan
terdapat perhiasan yang dapat dipakai oleh manusia. Manusia dapat menjemput
bagian dari rezeki itu dengan menggunakan lapal. Semua nikmat itu diciptakan
supaya manusia bersyukur.
B. SARAN
Dalam syariat Islam, ikan, mutiara maupun barang-barang lainnya
merupakan sumber daya kelautan masuk kategori al-ma’dan al-dahir (kekayaan
yang jelas nampak dan tidak terlalu sulit dieksploitasi). Dalam hal ini syariat
menegaskan bahwa prinsip dasar dalam barang-barang demikian adalah bebas,
artinya bagi siapapun diperbolehkan untuk memanfaatkan selamanya. Sehingga
pembuatan semacam beranjang di tengah laut sebenarnya ilegal menurut sudut
pandang syariat. Dan bagi pemerintah tidak diperkenankan melakukan intervensi
atas pemanfaatan mineral kelautan semacam ini. Kecuali atas hal-hal yang
berdampak luas terhadap lingkungan.
16
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Mustafa. 1994. Terjemah Tafsir al-Maragi. Juz: 13, 14 dan 15. Cetakan
kedua. Terj. K. Anshori, dkk. Semarang: CV. Toha Putra.
Ahmad Mustafa. 1994. Terjemah Tafsir al-Maragi. Juz: 19, 20 dan 21. Cetakan
kedua. Terj. K. Anshori, dkk., Semarang: CV. Toha Putra.
Al-Asqalani, Ibnu Hajar. 2002. Tarjamah Bulughul Maram Terj. A. Hassan. Cetakan
XXVI. Bandung: CV. Penerbit Diponegoro.
17