Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

TAFSIR AYAT DAN SYARAH HADIS

TENTANG KELAUTAN DAN PERIKANAN

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Kajian Ayat dan Hadis Ekonomi

Dosen Pengampu : Muh. Irhas Darojat, LC., M.E

Disusun Oleh :

Kelompok 12 A2PSR

1. Putri Andini Devi Rahmawati (2250410002)


2. Dwi Faris Firman Syah (2250410028)
3. Diah Setiawati Pramiswari (2250410033)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
karunianya kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan selesai pada
waktunya. Makalah ini kami beri judul “Tafsir Ayat dan Syarah Hadis Tentang
Kelautan dan Perikanan”.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Kajian Ayat dan Hadis Ekonomi yang diampu oleh bapak Moh. Irhas Darojat, LC.,
M.M. Selain itu, dari penyusunan makalah ini kami berharap dapat menambah
wawasan bagi teman-teman semuanya mengenai tafsir ayat dan syarah hadis
tentang kelautan dan perikanan.
Terakhir, kami menyadari bahwa makalah ini jauh lebih dari kesempurnaan.
Maka dari itu, kami membutuhkan kritik dan saran yang dapat membangun
kemampuan kami, agar kedepannya bisa menyusun makalah dengan lebih baik lagi.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca, dan bagi kami khususnya
sebagai penyusun.

Terima kasih

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Kudus, 5 Mei 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii


DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................... 3
C. Tujuan Penulisan Makalah ............................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 4
A. Pemahaman Tentang Kelautan dan Perikanan .............................................. 4
B. Nilai-Nilai atau Ajaran dari Ayat-Ayat Dalam Praktik Perikanan Yang
Berkelanjutan................................................................................................... 4
C. Praktik Usaha yang Berhubungan dengan Kelautan dan Perikanan............... 6
D. Tafsir Ayat Tentang Hukum Makan Hewan Dilaut dan Didarat ................... 8
1. Interpretasi Ayat-Ayat Hukum Makan Hewan Dilaut dan Didarat ................. 8
2. Interpretasi Hadits Yang Menjelaskan Hukum Makanan Dilaut Dan
Didarat ..................................................................................................................................... 9
E. Tafsir Ayat dan Syarah Hadis Tentang Kelautan dan Perikanan .................. 10
1. Interpretasi Ayat-Ayat Kelautan ................................................................................ 10
2. Dalil Hadist Tentang Kelautan ................................................................................... 14
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 16
A. KESIMPULAN ............................................................................................ 16
B. SARAN......................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 17

iii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
Nomor KEP.45/MEN/2011 tentang Estimasi Potensi Sumber daya Ikan di Wilayah
Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, menyebutkan bahwa potensi
lestari sumber daya ikan (maximum sustainable yield) di perairan laut Indonesia
sebesar 6,5 juta pertahun, dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan sebesar 5,2
juta ton pertahun, dan untuk besarnya potensi perikanan tangkap di perairan umum
yang memiliki total luas sekitar 54 juta Ha, yang meliputi danau, waduk, sungai,
rawa, dan genangan air lainnya diperkirakan mencapai 0,9 juta ton pertahun
1
.Melihat potensi perikanan Indonesia yang sangat kaya akan ikannya tersebut yang
melimpah, maka dengan kondisi geografis yang demikian itu, pengelolaan dan
pelestarian perikanan laut bagi bangsa Indonesia menjadi sangat penting dan perlu
diperhatikan lebih serius sehingga potensi perikanan laut yang sangat kaya tersebut,
maka hasil pengelolaan perikanan laut dapat dimanfaatkan sebagai sumber mata
pencaharian yang dapat diandalkan rakyat Indonesia utamanya bagi para nelayan 2.
Setidaknya terdapat tiga komponen pokok terkait dengan pemanfaatan sumber
daya perikanan yang harus diperhatikan yaitu environmental friendly, memberikan
nilai ekonomi yang berkelanjutan dan secara sosial dapat diterima masyarakat. Pada
aspek lain kriteria perikanan berkelanjutan dipahami sebagai suatu aktivitas yang
dilakukan secara optimal dan secara terus-menerus sebagai upaya dalam membantu
nelayan sehingga mereka dapat melakukan pemanfaatan dengan ramah lingkungan,
secara teknik dapat dilakukan dan secara ekonomi menguntungkan termasuk dalam
mendukung ketahanan pangan. Dengan demikian, sesungguhnya pemanfaatan
sumberdaya perikanan berkelanjutan pada prinsipnya yaitu perpaduan antara
pengelolaan semberdaya dan pemanfaatan dengan tetap menjaga kelestariannya
dalam jangka panjang dengan memperhatikan beberapa aspek misalnya
karakteristik biologi, adanya sharing keuntungan, dan ekologi termasuk konservasi

1
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor KEP.45/MEN/2011 tentang
Estimasi Potensi Sumber daya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia
2
Melda Kamil Ariadno, 2007, Hukum Internasional Hukum Yang Hidup, Media, Jakarta, hal. 127

1
yang mana kesemuanya itu sebagai perwujudan untuk kepentingan generasi
mendatang 3.
Dalam al-Qur’an sendiri terdapat beberapa ayat yang membahas mengenai laut
dan misteri kehidupan yang ada didalamnya berdimensi ekonomi. Dalam konteks
itulah kita menemukan bahwa sejak awal, al-Qur’an telah menyorot masalah-
masalah ekonomi secara intens dalam deretan ayat-ayatnya. Al-Qur’an juga
menjelaskan pola hubungan manusia dengan sekitarnya dalam suatu istilah yang
oleh al-Qur’an disebut hubungan pendayagunaan4. Umat Islam sebagai umat yang
selalu ditantang untuk meneliti alam ciptaan Allah, dan dilimpahi kasih sayang Allah
berupa garansi akan keberuntungan, sudah seharusnya mengekplorasi karunia Allah
dilautan sebagaimana difirmankan dalam QS Al-Nahl (16) : 14 Dan Dia-lah, Allah
yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya
daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang
kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu
mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur5.

3
Mallawwa, A dan Najamuddin, 2003, Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan Berkelanjutan,
Makalah Pada Seminar Nasional Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan Yang Bertanggungjawab Dan
Berbasis Masyarakat, hal. 7.
4
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Mislibah Pesan Kesan dan Keserasian al-Qur'an. (Cetakan VI.
Jakarta: Lentera Hati. 2007), hlm. 56
5
Bassam, Abdullah bin Abdurrahman Ali. Syarah Hadits. (Cetakan ketiga. Jakarta: Darul Falah.
2004), hlm. 34

2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan. Maka munculah beberapa
rumusan masalah, diantaranya sebagai berikut.
1. Bagaimana pemahaman tentang kelautan dan perikanan?
2. Apa nilai-nilai atau ajaran dari ayat-ayat dalam praktik perikanan yang
berkelanjutan?
3. Bagaimana praktik usaha yang berhubungan dengan kelautan dan
perikanan?
4. Bagaimana tafsir ayat tentang hukum makan hewan dilaut dan didarat?
5. Apa saja tafsir ayat dan syarah hadis tentang kelautan dan perikanan?

C. Tujuan Penulisan Makalah


Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, tujuan penulisan
ini adalah.

1. Untuk mendeskripsikan tentang kelautan dan perikanan.


2. Untuk mengetahui nilai-nilai atau ajaran dari ayat-ayat dalam praktik
perikanan yang berkelanjutan.
3. Untuk mendeskripsikan praktik usaha yang berhubungan dengan kelautan
dan perikanan.
4. Untuk mendeskripsikan tafsir ayat tentang hukum makan hewan dilaut dan
didarat.
5. Untuk mendeskripsikan tafsir ayat dan syarah hadis tentang kelautan dan
perikanan.

3
BAB II PEMBAHASAN

A. Pemahaman Tentang Kelautan dan Perikanan


Kelautan yang di dalamnya terdapat sektor perikanan (fishery) merupakan
bagian dari sektor ekonomi yang bertumpu pada hasil laut. Di Indonesia menganut
asas Zona Ekonomi Eksklusif yaitu suatu upaya untuk mengatur pemanfaatan
sumber daya kelautan yang dicetuskan dalam pertengahan dasawarsa 70-an, yang
kemudian dikenal sebagai hak hukum nasional sampai 200 mil laut dari garis pantai.
Produk perikanan Indonesia yang dimanfaatkan sebagai komoditi ekspor terdiri atas
beberapa jenis, yaitu perikanan darat dan perikanan laut. Hasil perikanan darat
berasal dari empang dan tambang. Sedangkan hasil dari perikanan laut meliputi
udang laut, tuna, fillet kakap dan lainnya. Sedangkan hasil laut selain perikanan
adalah perhiasan seperti mutiara dan marjan. Al-Qur'ân secara jelas memberikan
peluang kepada manusia untuk menikmati kekayaan laut. Adapun kata laut yang
digunakan al-Qur'ân di antaranya abharin disebutkan satu kali dalam QS. Lukman:
27; gabungan bahrâ, bahri, bahru sebanyak 33 kali; bahrâni satu kali yaitu QS.
Fâtir: 12; bahrayni empat kali dan bihâru dua kali6.

B. Nilai-Nilai atau Ajaran dari Ayat-Ayat Dalam Praktik Perikanan Yang


Berkelanjutan.
Dalam konteks perikanan yang berkelanjutan, terdapat beberapa nilai dan ajaran
yang dapat dipetik dari ayat-ayat Al-Qur'an atau ajaran agama lainnya untuk
diaplikasikan dalam praktik perikanan yang berkelanjutan. Berikut adalah beberapa
nilai dan ajaran yang relevan:

6
Suwiknyo, Dwi. Kamus Lengkap Ekonomi Islam. (Yogyakarta: Total Media, 2009), hlm. 14

4
1. Keadilan: Al-Qur'an menekankan pentingnya keadilan dalam segala aspek
kehidupan. Dalam konteks perikanan berkelanjutan, keadilan berarti memberikan
hak-hak yang adil kepada semua pihak yang terlibat, termasuk nelayan, petani ikan,
dan komunitas lokal. Ini termasuk memastikan bahwa akses dan manfaat dari
sumber daya perikanan didistribusikan secara adil, menghindari monopoli yang
merugikan masyarakat.

2. Tanggung Jawab dan Pengelolaan yang Baik: Al-Qur'an menekankan


pentingnya tanggung jawab dan pengelolaan yang baik atas segala amanah yang
diberikan oleh Allah. Dalam konteks perikanan berkelanjutan, ini berarti menjaga
dan melestarikan sumber daya perikanan dengan bijaksana. Hal ini dapat dilakukan
melalui praktik-praktik seperti penggunaan teknik penangkapan ikan yang ramah
lingkungan, penetapan ukuran minimum ikan yang dapat ditangkap, dan
perlindungan terhadap habitat perikanan yang penting.

3. Kelestarian Alam dan Lingkungan: Al-Qur'an dan ajaran agama lainnya


menekankan perlindungan terhadap ciptaan Allah, termasuk alam dan lingkungan.
Dalam praktik perikanan berkelanjutan, ini berarti menghindari praktik-praktik yang
merusak ekosistem perairan, seperti penangkapan ikan berlebihan atau
menggunakan alat tangkap yang merusak terumbu karang atau ekosistem lainnya.
Memastikan keberlanjutan dan keseimbangan ekosistem perairan merupakan
tanggung jawab kita sebagai manusia.

4. Kerja Sama dan Solidaritas: Ajaran agama sering kali menekankan pentingnya
kerja sama dan solidaritas dalam menjalani kehidupan. Dalam konteks perikanan
berkelanjutan, ini berarti kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, nelayan,
ilmuwan, dan pemangku kepentingan lainnya. Dengan bekerja sama, kita dapat
mengembangkan kebijakan dan praktik yang mempromosikan perikanan
berkelanjutan serta membangun kesadaran dan pemahaman yang lebih baik tentang
pentingnya menjaga sumber daya perikanan.

5. Pembangunan Ekonomi yang Berkelanjutan: Ajaran agama juga mendorong


pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan adil. Dalam konteks perikanan, ini
berarti mengembangkan praktik-praktik yang mendukung mata pencaharian nelayan
dan masyarakat pesisir secara berkelanjutan, tanpa mengorbankan kelestarian
sumber daya perikanan.

5
C. Praktik Usaha yang Berhubungan dengan Kelautan dan Perikanan

Studi Kasus Dalam Analisis Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan


Nomor 56 Tahun 2016 Terhadap Praktik Penangkapan dan Penjualan
Rajungan di Desa Socorejo Kecamatan Jenu Kabupaten Tuban

Dalam setiap perbuatan yang dilakukan manusia selalu ada hukum yang
mengaturnya baik itu Hukum Islam maupun Hukum Positif. Hukum-hukum yang
ada dibuat untuk melindungi masyarakat dan lingkungan, contohnya dalam
melakukan kegiatan penangkapan rajungan agar terhindar dari kemafsadatan atau
kerusakan lingkungan. Di Indonesia telah diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan
dan Perikanan Nomor 56 Tahun 2016 tentang Pelarangan Penangkapan dan
Penjualan Rajungan.

Alasan dikeluarkannya peraturan menteri Kelautan dan Perikanan melakukan


penangkapan dan penjualan rajungan secara berlebihan sendiri di laut Indonesia
adalah untuk menjaga keseimbangan ekosistem yang ada dilaut. Utamanaya dalam
menjaga populasi rajungan yang kian hari semakin menurun serta sebuah upaya
untuk menjaga stok atau ketersediaan keberlanjutan rajungan. Ini adalah sebuah
upaya juga dari diterbitkannya permen kelautan dan perikanan nomor 56 tahun 2016
untuk melakukan pembangunan perikanan yang berkelanjutan. Dalam
paradigmanya tentang Sustainable Fisheries System, mengemukakan bahwa
pembangunan perikanan yang berkelanjutan harus dapat mengakomodasi 4 aspek
utama yang mencakup dari hulu hingga hilir,yaitu:

a. Keberlanjutan ekologi (ecological sustainability): memelihara


keberlanjutan stok/biomass sumber daya ikan, serta meningkatkan kapasitas
dan kualitas ekosistemnya.

b. Keberlanjutan sosio-ekonomi (socioeconomic sustainability):


memperhatikan keberlanjutan kesejahteraan para pelaku usaha perikanan
dengan mempertahankan atau mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat.

c. Keberlanjutan komunitas (community sustainability): menjaga


keberlanjutan lingkungan komunitas atau masyarakat perikanan yang

6
kondusif dan sinergis dengan menegakkan aturan atau kesepakatan bersama
yang tegas dan efektif.

d. Keberlanjutan kelembagaan (institutional sustainability): menjaga


keberlanjutan tata kelola yang baik, adil, dan bersih melalui kelembagaan
yang efisien dan efektif guna mengintegrasikan atau memadukan tiga aspek
utama lainnya (keberlanjutan ekologi, keberlanjutan sosio-ekonomi, dan
keberlanjutan masyarakat).

Dalam hal ini para nelayan di Desa Socorejo Kecamatan Jenu Kabupaten Tuban
dituntut untuk mencari penghasilan yang sesuai dengan peraturan Menteri Kelautan
dan Perikanan yang telah di terbitkan yaitu tidak melakukan penangkapan dan
penjualan berlebihan terhadap sumberdaya hayati berupa hewan rajungan yang ada
di laut. Namun dalam realitasnya para nelayan di Desa Socorejo Kecamatan Jenu
Kabupaten Tuban, enggan untuk mentaati peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan yang telah di tetapkan pada pasal 4 ayat 1 yaitu‚ melarang praktik
penangkapan dan penjualan rajungan di bawah ukuran karapas 10 cm dan berat 60
gram.

Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti kepada informan


diketahui bahwa para nelayan di Desa Socorejo Kecamatan Jenu Kabupaten Tuban
masih melakukan praktik penangkapan rajungan dibawah standar yang dikeluarkan
oleh Menteri Kelautan dan Perikanan.12 Hal ini yang dapat memicu menurunnya
keberadaan populasi rajungan yang ada dilaut.

Dalam pasal 7 ayat 2 menjelaskan setiap rajungan yang ditangkap dan diperjual
belikan namun dibawah standarisasi yang tertuang dalam peraturan menteri tersebut
dalam keadaan mati maka nelayan harus melakukan pelaporan ke Dinas Kelautan
dan perikanan yang menaungi wilayah Desa Socorejo. Pasal 8 ayat 3 menjelaskan
pula apabila nelayan melakukan penangkapan dan penjualan rajungan dalam kondisi
dibawah standart yang ditetapkan Kementrian Kelautan dan Perikanan maka akan
dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan. Sampai saat ini penerapan
sanksi masih belum maksimal. Karena masih banyaknya nelayan yang tidak mau
mentaati peraturan yang sudah ditetapkan serta minimnya petugas dilapangan.

7
D. Tafsir Ayat Tentang Hukum Makan Hewan Dilaut dan Didarat
1. Interpretasi Ayat-Ayat Hukum Makan Hewan Dilaut dan Didarat
‫ص ْيدُ ْالبَ ِر َما د ُْمت ُ ْم ُح ُر ًما ۗ َواتَّقُو‬
َ ‫علَ ْي ُك ْم‬
َ ‫َّارةِ ۖ َو ُح ِر َم‬
َ ‫سي‬ َّ ‫عا لَ ُك ْم َو ِلل‬ َ ‫ص ْيدُ ْالبَحْ ِر َو‬
ً ‫ط َعا ُمهُ َمتَا‬ َ ‫أ ِح َّل لَ ُك ْم‬
(QS. Al-Maidah 96) َ‫َّّللَ الَّذِي ِإلَ ْي ِه تُحْ ش َُرون‬

Artinya: “Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang


berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang
yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang
buruan darat, selama kamu dalam ihram. Dan bertakwalah kepada Allah
Yang kepada-Nya-lah kamu akan dikumpulkan.”

a. Tafsir Jalalayn
Dalam tafsir ini menjelaskan (Dihalalkan bagimu) hai umat manusia
sewaktu berada dalam keadaan halal/tidak ihram atau sedang ihram
(binatang buruan laut) kamu boleh memakannya. Binatang buruan laut ialah
binatang yang hidupnya hanya di laut/di air, seperti ikan. Berbeda dengan
binatang yang terkadang hidup di laut dan terkadang hidup di darat seperti
kepiting (dan makanan yang berasal dari laut) binatang laut yang terdampar
dalam keadaan mati (sebagai makanan yang lezat) untuk dinikmati (bagimu)
kamu boleh memakannya (dan bagi orang-orang yang bepergian) orang-
orang yang musafir dari kalangan kamu dengan menjadikannya sebagai
bekal mereka. (Dan diharamkan atasmu binatang buruan darat) yaitu
binatang yang hidup di darat dari jenis binatang yang boleh dimakan, kamu
dilarang memburunya (selagi kamu dalam keadaan ihram) dan jika yang
memburunya itu adalah orang yang tidak sedang ihram, maka orang yang
sedang ihram diperbolehkan memakannya sebagaimana yang telah
dijelaskan oleh sunah. (Dan bertakwalah kepada Allah yang hanya kepada-
Nya kamu kembali)

b. Tafsir Quraish Shihab


Allah menghalalkan kalian berburu dan memakan binatang laut. Orang-
orang yang menetap (tidak berada dalam perjalanan) dan orang-orang yang
sedang dalam perjalanan, keduanya juga dibolehkan memanfaatkannya.
8
Kalian diharamkan menangkap binatang buruan darat yang liar, yang biasa
terlatih di dalam rumah, selama kalian menunaikan ibadah haji dan umrah di
tanah suci. Hadirkanlah Allah dalam diri kalian setiap saat dan takutlah
hukuman-Nya. Janganlah kalian melanggar perintah-perintah-Nya.
Sesungguhnya kepada-Nyalah kalian kembali pada hari kiamat dan Dia akan
membalas perbuatan kalian.
Hewan buruan laut yang diperoleh dengan jalan usaha seperti mengail,
memukat dan sebagainya adalah halal. Termasuk dalam pengertian laut di
sini adalah sungai, danau, kolam dan sebagainya. Hewan dikatakan sebagai
hewan buruan adalah jika sifatnya wahsyi (liar atau tidak jinak), karena jika
tidak liar bukanlah hewan buruan. Demikian juga "yang bisa dimakan",
karena yang tidak bisa dimakan bukanlah dinamakan binatang buruan.

2. Interpretasi Hadits Yang Menjelaskan Hukum Makanan Dilaut Dan


Didarat
‫ع ْن َجا ِب ٍّر قَا َل بَ َعثَنَا‬
َ ‫َار‬ ٍّ ‫ع ْم ٍّرو يَ ْعنِي ابْنَ دِين‬ َ ‫ع ْن‬ َ َ‫عيَ ْينَة‬
ُ ُ‫عدِي ٍّ َحدَّثَنَا ابْن‬ َ ُ‫ْخبَ َرنَا زَ ك َِريَّا بْن‬
ً‫ف دَابَّة‬ َ َ‫صابَنَا ُجوعٌ َحتَّى أَتَ ْينَا ْالبَحْ َر َوقَ ْد قَذ‬ َ َ ‫ث ِمائَ ٍّة فَأ‬ِ ‫سلَّ َم فِي ثَ ََل‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫َّللا‬ ِ َّ ‫سو ُل‬ُ ‫َر‬
ْ َ‫ض َعهُ ث ُ َّم َح َم َل أ‬
‫ط َو َل‬ َ ‫ض ْلعًا ِم ْن أَض ََْل ِع َها فَ َو‬ِ َ‫عبَ ْيدَة‬ ُ ‫سا ُمنَا فَأ َ َخذَ أَبُو‬
َ ْ‫ت أَج‬ ْ َ‫فَأَك َْلنَا ِم ْن َها َحتَّى ثَاب‬
ُ‫ير فِي ْال َجي ِْش فَ َم َّر تَحْ تَهُ َهذَا َم ْعنَاه‬ َ ‫َر ُج ٍّل فِي ْال َجي ِْش‬
َ ‫علَى أَ ْع‬
ٍّ ‫ظ ِم بَ ِع‬

Artinya: Telah mengabarkan kepada kami [Zakariya bin 'Adi] telah


menceritakan kepada kami [Ibnu 'Uyainah] dari ['Amr yaitu Ibnu Dinar]
dari [Jabir], ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengutus
kami diantara tiga ratus orang, kemudian kami mengalami kelaparan,
hingga kami pergi ke laut, sungguh laut itu telah mendamparkan seekor
binatang, kami pun memakan sebagian dari dagingnya. Hingga badan kami
kembali seperti semula. Kemudian Abu 'Ubaidah mengambil salah satu
tulang rusuk dan meletakkannya, kemudian ia membawa seorang yang
paling tinggi di kalangan pasukan tersebut di atas unta yang paling besar,
dan melewati dari bawahnya." Inilah makna hadits sebelumnya (bahwa
binatang laut halal hukum memakannya).

9
E. Tafsir Ayat dan Syarah Hadis Tentang Kelautan dan Perikanan
1. Interpretasi Ayat-Ayat Kelautan
Ayat yang menjelaskan laut dalam arti kekayaan alam sebagai sumber daya
ekonomi yang dijelaskan dalam QS. an-Nahl: 14, QS. al-Isrâ': 66, dan QS. Fâtir:
127.

a. Kajian Tafsir QS. al-Isra': 66

ْ َ‫َّر ِّب ُك ُم الَّذِّي ي ُْز ِّجي لَ ُك ُم ْالفُ ْلكَ في ال َبحْ ِّر ِّلتَ ْبتَغُوا ِّمن ف‬
‫ض ِّل ِّه ِّإنَّهُ َكانَ ِّب ُك ْم َر ِّحي ًما‬

1. Terjemah

"Tuhanmu adalah yang melayarkan kapal-kapal di lautan untukmu, agar


kamu mencari sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha
Penyayang terhadapmu." (QS. al-Isra': 66).

2. Arti Mufrodat QS. Al-Isra’: 66

Al-fulka : Kapal, Litabtagú : Agar kamu mencari

Fil Bahri : Di laut, Min fadhlihi : Dari sebagian karunia-Nya.

3. Penjelasan
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah yang melayarkan kapal di lautan untuk
manusia, "rabbukumul ladzi yuzji lakumulfulka fil bahri." Nikmat ini
menjadi perantara dalam mendapatkan rezeki yakni untuk mendapatkan ikan
atau juga sebagai jalur perdagangan antarwilayah, "litabtagû min fadhlihi."
Cara ini menjadi solusi bagi pengangkutan barang dagangan seperti komoditi
sehingga lebih mudah apabila dipindahkan melalui jalur laut. Ayat ini
menjadi bukti bahwa ciptaan Allah tidak ada yang sia-sia bagi manusia.

7
Al-Asqalani, Ibnu Hajar. Tarjamah Bulughul Maram (Terj. A. Hassan. Cetakan XXVI. Bandung:
CV. Penerbit Diponegoro. 2002), hlm.80.

10
Karenanya, Allah menutup ayat ini dengan menegaskan bahwa Allah
menyayangi manusia, "innahú kâna bikum rahîman"8.

b. Kajian Tafsir QS. an-Nahl: 14

َ‫س ْونَ َها َوت ََرى ْالفُ ْلك‬


ُ ‫ط ِّريًّا َّوتَ ْست َْخ ِّر ُج ْوا ِّم ْنهُ ِّح ْل َيةً ت َْل َب‬َ ‫س َّخ َر ْال َبحْ َر ِّلتَأ ْ ُكلُ ْوا ِّم ْنهُ لَحْ ًما‬ َ ‫ِّي‬ْ ‫َوه َُو الَّذ‬
َ‫ض ِّله َولَ َع َّل ُك ْم تَ ْش ُك ُر ْون‬
ْ َ‫اخ َر ِّف ْي ِّه َو ِّلتَ ْبتَغُ ْوا ِّم ْن ف‬
ِّ ‫َم َو‬

1. Terjemah
"Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu
dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu
mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat
bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari
karunia- Nya, dan supaya kamu bersyukur." (QS. an-Nahl: 14)9.

2. Arti Mufrodat QS. an-Nahl: 14

al-bahra : Lautan.
Lita'kulû : Agar kamu makan.
Lahman : Daging.
Thariyyan : Lembut/segar.
Hilyatan : Perhiasan.
al-fulka : Bahtera.
Mawakhira : Berlayar.
Wa litabtaghû : Dan agar kamu mencari.
Min fadhlihi : Dari karunianya.
3. Penjelasan
Allah menjelaskan bahwa Dia telah mengendalikan lautan untuk manusia.
Termasuk juga mengendalikan isi laut yang dapat dipergunakan manusia

8
Ahmad Mustafa. Terjemah Tafsir al-Maragi. (Juz: 13, 14, dan 15. Cetakan kedua. Terj. K. Anshori,
dkk. Semarang: CV. Toha Putra. 1994), hlm 67
9
Ibid, hlm 110

11
sebagai bagian dari karunia-Nya kepada manusia. Seperti daging-daging
lembut dari cumi-cumi, udang laut, ikan laut dan lainnya (sea food),
"lita'kulu minhu lahman thariyyan." Diriwayatkan oleh Abu Hurairah dari
Ibnu Syaibah bahwa Rasulullah SAW bersabda, "huwaththahuru ma'
uhulhillu maitatuhu" yang artinya air laut itu suci airnya dan halal
bangkainya. Bangkai binatang air laut yang halal dimakan adalah binatang
yang ditangkap oleh manusia, yang terlempar ke daratan dan bukan bangkai
binatang laut yang membusuk.

Selain memakan daging lembut dari binatang laut, manusia juga bisa
mempergunakan perhiasan seperti mutiara laut, "hilyatan talbasûnaha."
Perhiasan lainnya adalah marjan sebangsa tumbuh-tumbuhan yang hidup di
dasar laut yang mirip karang. Marjan dapat di kelola oleh manusia sehingga
dapat digunakan untuk perhiasan seperti kalung atau gelang.

Kenikmatan lain yang diberikan Allah melalui lautan yaitu aman untuk
berlayar menggunakan perahu, "mawakhira fiha wa litab- taghu min
fadhlihi." Manusia dapat menggunakan lautan sebagai untuk tujuan
pariwisata, militer atau perdasarana transportasi gangan. Misalnya untuk
perdagangan antarpulau atau antarnegara sehingga meng- hasilkan
keuntungan. Semua sumber daya kelautan tersebut diciptakan untuk manusia
sehingga manusia dapat bersyukur, "wa laallakum tasykurúna."

c. Kajian Tafsir QS. Fátir: 12

َ‫سابِّع ش ََرابُهُ َو َهذَا ِّم ْلح أ ُ َجاج َو ِّمن ُك ِّل تَأ ْ ُكلُون‬ َ ‫ع ْذب فُ َرات‬ ِّ ‫َو َما يَ ْستَ ِّوي ْالبَحْ َر‬
َ ‫ان َهذَا‬
ِّ ‫سونَ َها َوت ََرى ْالفُ ْلكَ فِّي ِّه َم َو‬
‫اخ َر ِّلتَ ْبتَغُوا ِّمن‬ ُ َ‫طريًّا َوتَ ْست َْخ ِّر ُجونَ ِّح ْليَةً ت َْلب‬
َ ‫لَحْ ًما‬
َ‫ َولَعَلَّ ُك ْم تَ ْش ُك ُرون‬،‫ض ِّل ِّه‬
ْ َ‫ف‬

1. Terjemah

"Dan tiada sama (antara) dua laut; yang ini tawar, segar, sedap diminum
dan yang lain asin lagi pahit. Dan dari masing-masing laut itu kamu dapat
memakan daging yang segar dan kamu dapat mengeluarkan perhiasan yang
dapat kamu memakainya, dan pada masing-masingnya kamu lihat kapal-

12
kapal berlayar membelah laut supaya kamu dapat mencari karunia-Nya dan
supaya kamu bersyukur." (QS. Fátir: 12)10.

2. Arti Mufrodat QS. Fátir: 12

Bahrani : Dua laut.


Ta'kuluna : Kamu makan.
Lahman : Daging.
Watastakhrijūna : Dan kamu mengeluarkan.
Hilyatan : Perhiasan.
al-fulka : Kapal.
Mawakhira : Membelah laut.
Litabtagú : Supaya kamu mencari.
Min fadhlihi : Dari sebagian karunia-Nya.
3. Penjelasan

Pada ayat ini Allah menerangkan berbagai keajaiban dan manfaat


diciptakannya perairan di antara daratan di bumi. Pertama, ada dua
keistimewaan air yaitu air tawar dan air laut yang asin. Masing-masing
mempunyai kegunaan yaitu air tawar segar untuk diminum, "adzbun furâtun
sâ'igun syarabuhi." Sedangkan air laut terasa asin dan pahit, " hádza milkun
ujājun." Nikmat kedua yaitu dari kedua air itu terdapat daging yang halus
yaitu berbagai macam binatang di dalam air yang dapat dimakan manusia,
seperti berbagai jenis ikan, udang, cumi-cumi dan lain, "ta'kuluna lahman
thariyyan." Ketiga, Allah juga memberikan perhiasan dari lautan seperti
mutiara yang dapat dipakai oleh manusia. Cara menemukan perhiasan di laut
yakni dengan mengeluarkannya dari tempatnya, "watastakirjane lylyatan.”
Dan keempat, perairan di laut diciptakan untuk lalu lintas bagi kapal-kapal
yang hendak menjemput karunia yang telah disediakan oleh Allah, "wataral-
fulka fili mmeikhira litabagi min fadhlihi." Semua ini diciptakan oleh Allah
supaya manusia bersyukur, "wala allakum tasykurúna."

10
Ahmad Mustafa. Terjemah Tafsir al-Maragi. (Juz: 19, 20 dan 22. Cetakan kedua. Terj. K. Anshori,
dkk., Semarang: CV. Toha Putra. 1994), hlm 150

13
2. Dalil Hadist Tentang Kelautan
ِ ِ
ِ ‫اَّلل ر‬ ِ َ ‫ َع ْن ِه‬،ُ‫َبََن َع ْب َدة‬
ِ ‫ َع ْن َو ْه‬،‫ش ٍام‬
‫ض َي‬ َ َّ ‫ َع ْن َجاب ِر بْ ِن َع ْبد‬،‫سا َن‬
َ ‫ب بْ ِن َك ْي‬ ََ ‫ أَ ْخ‬،‫ض ِل‬
ْ ‫ص َدقَةُ بْ ُن ال َف‬
َ ‫َحدَّثَنَا‬

‫الر ُج ُل ِمنَّا َيْ ُك ُل‬


َّ ‫اد ََن َح ََّّت َكا َن‬
ُ ‫ِن َز‬ ِ ِ َ ‫ث ِمائَ ٍة ََْن ِم ُل َز‬
َ ِ ‫ فَ َف‬،‫اد ََن َعلَى رقَابنَا‬ ُ َ‫ « َخ َر ْجنَا َوََْن ُن ثَال‬:‫ال‬ َّ
َ َ‫ ق‬،‫اَّللُ َعنْ ُه َما‬

َّ ‫ت الت َّْم َرةُ تَ َق ُع ِم َن‬


َ َ‫الر ُج ِل؟ ق‬
‫ «لَ َق ْد َو َج ْد ََن‬:‫ال‬ ِ ِ
ِ َ‫ وأَيْن َكان‬،‫اَّلل‬ َ َ‫ ق‬،»ً‫ِِف ُك ِل يَ ْوٍم َتََْرة‬
َ َ َّ ‫ ََي أ َََب َعبْد‬:‫ال َر ُج ٌل‬

َ ‫ فَأَ َكلْنَا ِمنْهُ َثََانِيَةَ َع‬،‫وت قَ ْد قَ َذفَهُ البَ ْح ُر‬


‫ش َر يَ ْوًما َما‬ ٌ ‫ فَِإذَا ُح‬،‫ َح ََّّت أَتَ يْ نَا البَ ْح َر‬،‫ني فَ َق ْد ََن َها‬ ِ
َ ‫فَ ْق َد َها ح‬

»‫َحبَ ْب نَا‬
ْ‫أ‬
Artinya: “Telah bercerita kepada kami, Shadaqah bin al-Fadhal, telah
mengabarkan kepada kami, ‘Abdah dari Hisyam dari Wahb bin Kaisan,
dari Jabir bin ‘Abdullah ra. berkata: kami keluar dalam rombongan
berjumlah tiga ratus orang dengan membawa perbekalan diatas pundak-
pundak kami. Kemudian bekal kami habis hingga ada seseorang dari kami
yang dalam setiap harinya hanya makan sebutir kurma. Ada seseorang
yang bertanya: “Wahai Abu ‘Abdullah, kemana kurma-kurma yang ada
pada laki-laki tadi? ‘Abu ‘Abdullah berkata: “Sungguh kami
menemukannya sudah habis bersamaan habisnya bekal kami hingga kami
mendatangi laut dan ternyata ada seekor ikan hiu yang terlempar oleh
ombak lautan. Lalu kami memakannya selama delapan belas hari yang
merupakan saat-saat kami sukai”11.

Singkatnya, dipadukan dengan sisi ekonomi didapati benang merah yaitu;


komoditas perekonomian begitu banyak yang bersumber dari laut. Selain ikan, air
laut juga dapat diendapkan sehingga menjadi garam, dan masih banyak lagi sumber
perekonomian yang berasal dari laut, bahkan sumber perekonomian yang bernilai
sangat mahal sekalipun terdapat dalam laut yakni mutiara dan merjan.

Luas laut Indonesia yang mencapai tiga perempat luas Indonesia secara
keseluruhan tentunya memberikan potensi Sumber Daya Alam (SDA) yang sangat
melimpah bagi rakyatnya. Spesies ikan yang beragam, terumbu karang yang begitu

11
Al-Bukhori, Muhammad ibnu Isma’il, al-Jami’u Musnad Shohih al-Bukhori,
(Mesir: Dar a-Najah, 2001), Maktabah Syamilah, hlm. 55

14
indah, hingga perhiasan mahal yang dihasilkan dari kerang merupakan sedikit
gambaran keanekaragaman hayati yang terdapat dalam lautan Indonesia.

Pantas jika Indonesia memiliki hasil laut yang melimpah sebagai kekayaan alam
yang paling menguntungkan, melimpahnya hasil laut Indonesia menjadi devisa
Negara yang cukup besar. Kekayaan laut ini patut disyukuri melalui pengelolaan
dan pemanfaatan yang seimbang. Penangkapan ikan dilakukan dengan cara yang
baik tidak dengan cara merusak. Pencemaran laut pun harus diantisipasi karena jika
limbah-limbah industri dan pencemaran yang lain dialirkan ke laut, maka
mengakibatkan kerusakan ekosistem lautan, ini akan mengakibatkan punahnya
satwa di laut yang berdampak menurunya hasil kelautan12.

12
Karim, Bustanul, Prinsip Pembangunan Ekonomi Umat, (Yogyakarta, Diandra Kreatif,
2018), hlm. 50-51

15
BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dalam al-Qur’an sendiri terdapat beberapa ayat yang membahas mengenai
laut dan misteri kehidupan yang ada didalamnya berdimensi ekonomi. Ayat-ayat
tersebut ketika dinterpretasikan dan dideskripsikan berkenaan dengan aneka pangan
(baik sumber makanan hayati maupun nabati), aneka perhiasan, pertambangan,
minyak dan gas serta aspek-aspek ekonomis lainnya baik pariwisata bahari maupun
sebagai sara transportasi yang memudahkan bagi manusia. Itu semua merupakan
karunia Allah yang ada dilautan dan sudah sepantasnyalah kita mensyukurinya.
Dalam konteks itulah kita menemukan bahwa sejak awal, al-Qur’an telah
menyorot masalah-masalah ekonomi secara intens dalam deretan ayat-ayatnya.
Kewajiban melestarikan tumbuhan laut baik yang tumbuh dalam laut seperti
terumbu karang, dan rumput laut, maupun yang tumbuh di pesisir pantai seperti
pohon mangrove. Tidak dibenarkannya perburuan hewan laut dengan cara yang
zhalim, yaitu melumpuhkan hewan laut dengan cara pengeboman dasar laut yang
mengakibatkan matinya tumbuhan laut seperti terumbu karang dan matinya hewan-
hewan laut secara sia-sia.
Allah telah menciptakan laut sebagai bagian dari fasilitas hidup manusia.
Sumber daya alam tersebut penuh dengan daging halus yang dapat dimakan dan
terdapat perhiasan yang dapat dipakai oleh manusia. Manusia dapat menjemput
bagian dari rezeki itu dengan menggunakan lapal. Semua nikmat itu diciptakan
supaya manusia bersyukur.

B. SARAN
Dalam syariat Islam, ikan, mutiara maupun barang-barang lainnya
merupakan sumber daya kelautan masuk kategori al-ma’dan al-dahir (kekayaan
yang jelas nampak dan tidak terlalu sulit dieksploitasi). Dalam hal ini syariat
menegaskan bahwa prinsip dasar dalam barang-barang demikian adalah bebas,
artinya bagi siapapun diperbolehkan untuk memanfaatkan selamanya. Sehingga
pembuatan semacam beranjang di tengah laut sebenarnya ilegal menurut sudut
pandang syariat. Dan bagi pemerintah tidak diperkenankan melakukan intervensi
atas pemanfaatan mineral kelautan semacam ini. Kecuali atas hal-hal yang
berdampak luas terhadap lingkungan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Mustafa. 1994. Terjemah Tafsir al-Maragi. Juz: 13, 14 dan 15. Cetakan
kedua. Terj. K. Anshori, dkk. Semarang: CV. Toha Putra.

Ahmad Mustafa. 1994. Terjemah Tafsir al-Maragi. Juz: 19, 20 dan 21. Cetakan
kedua. Terj. K. Anshori, dkk., Semarang: CV. Toha Putra.

Al-Asqalani, Ibnu Hajar. 2002. Tarjamah Bulughul Maram Terj. A. Hassan. Cetakan
XXVI. Bandung: CV. Penerbit Diponegoro.

Al-Bukhori, Muhammad ibnu Isma’il, al-Jami’u Musnad Shohih al-Bukhori, (Mesir:


Dar an-Najah, 2001), Maktabah Syamilah.
Bassam, Abdullah bin Abdurrahman Ali. 2004. Syarah Hadits Pilihan: Bukhari-
Muslim, Cetakan ketiga. Jakarta: Darul Falah.

Karim, Bustanul. 2018. Prinsip Pembangunan Ekonomi Umat, Yogyakarta, Diandra


Kreatif.
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
KEP.45/MEN/2011 tentang Estimasi Potensi Sumber daya Ikan di Wilayah
Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia
Melda Kamil Ariadno, 2007, Hukum Internasional Hukum Yang Hidup, Media,
Jakarta.
Mallawwa, A dan Najamuddin, 2003, Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan
Berkelanjutan, Makalah Pada Seminar Nasional Pemanfaatan Sumber
Daya Perikanan Yang Bertanggungjawab Dan Berbasis Masyarakat. Media
cetak, Jakarta.
Shihab, M. Quraish. 2007. Tafsir al-Mislibah Pesan Kesan dan Keserasian al-Qur'an.
Cetakan VI. Jakarta: Lentera Hati

Suwiknyo, Dwi. 2009. Kamus Lengkap Ekonomi Islam. Cetakan pertama


Yogyakarta: Total Media

17

Anda mungkin juga menyukai